Kewenangan OJK
Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang
independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dimulai
ketika sebuah undang-undang baru, yaitu UU No. 23/1999 tentang
Bank Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999 dan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik
Indonesia No. 6/ 2009.
VISI
Menjadi bank sentral digital terdepan yang
berkontribusi nyata terhadap perekonomian nasional
dan terbaik di antara negara emerging markets untuk
Indonesia maju.
Nilai-Nilai Strategis
Nilai-nilai strategis Bank Indonesia adalah:
1. kejujuran dan integritas (trust and integrity);
2. profesionalisme (professionalism);
3. keunggulan (excellence);
4. mengutamakan kepentingan umum (public interest); dan
5. koordinasi dan kerja sama tim (coordination and
teamwork) yang berlandaskan keluhuran nilai-nilai agama
(religi).
Dalam konteks perkembangan nilai rupiah terhadap mata uang negara lain,
Indonesia menganut sistem nilai tukar mengambang (free floating). Peran
kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan
sistem keuangan. Oleh karena itu, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan
untuk menjaga kestabilan nilai tukar agar sesuai dengan nilai fundamentalnya
dengan tetap menjaga bekerjanya mekanisme pasar.
Dalam upaya mencapai tujuan rersebut, Bank Indonesia sejak 1 Juli 2005
menerapkan kerangka kebijakan moneter Inflation Targeting Framework
(ITF). Kerangka kebijakan tersebut dipandang sesuai dengan mandat dan
aspek kelembagaan yang diamanatkan oleh Undang-Undang.
Dalam kerangka ini, inflasi merupakan sasaran yang diutamakan
(overriding objective). Bank Indonesia secara konsisten terus melakukan
berbagai penyempurnaan kerangka kebijakan moneter, sesuai dengan
perubahan dinamika dan tantangan perekonomian yang terjadi, guna
memperkuat efektivitasnya.
Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah Indeks
Harga Konsumen (IHK). Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan
pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat.
Penentuan barang dan jasa dalam keranjang IHK dilakukan atas dasar Survei
Biaya Hidup (SBH) yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Kemudian, BPS akan memonitor perkembangan harga dari barang dan jasa
tersebut secara bulanan di beberapa kota, di pasar tradisional dan modern
terhadap beberapa jenis barang/jasa di setiap kota.
1.Inflasi Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten
(persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor
fundamental, seperti:
1. Interaksi permintaan-penawaran
2. Lingkungan eksternal: nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi
mitra dagang
3. Ekspektasi Inflasi dari pedagang dan konsumen
Determinan Inflasi
Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi supply (cost push inflation), dari
sisi permintaan (demand pull inflation), dan dari ekspektasi inflasi. Faktor-
faktor terjadinya cost push inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai
tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara partner dagang,
peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (administered
price), dan terjadi negative supply shocks akibat bencana alam dan
terganggunya distribusi.
Hal ini tercermin dari perilaku pembentukan harga di tingkat produsen dan
pedagang terutama pada saat menjelang hari-hari besar keagamaan (lebaran, natal,
dan tahun baru) dan penentuan upah minimum provinsi (UMP). Meskipun
ketersediaan barang secara umum diperkirakan mencukupi dalam mendukung
kenaikan permintaan, namun harga barang dan jasa pada saat-saat hari raya
keagamaan meningkat lebih tinggi dari kondisi supply-demand tersebut. Demikian
halnya pada saat penentuan UMP, pedagang ikut pula meningkatkan harga barang
meski kenaikan upah tersebut tidak terlalu signifikan dalam mendorong peningkatan
permintaan.
Pertama, inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun
sehingga standar hidup dari masyarakat turun dan akhirnya menjadikan semua orang,
terutama orang miskin, bertambah miskin.
Kedua, inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku
ekonomi dalam mengambil keputusan. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa inflasi yang
tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi,
dan produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi.
Ketiga, tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat inflasi di negara
tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat
memberikan tekanan pada nilai rupiah.
Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus
dicapai oleh Bank Indonesia serta batas-batas tanggung jawabnya. Dengan
demikian, tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia ini kelak akan dapat diukur
dengan mudah. Dalam upaya pencapaian tujuannya, Bank Indonesia menyadari
bahwa pencapaian pertumbuhan ekonomi dan pengendalian inflasi perlu
diselaraskan untuk mencapai hasil yang optimal dan berkesinambungan dalam
jangka panjang.
Sementara inflasi juga dapat dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari sisi
penawaran ataupun yang bersifat kejutan (shocks) seperti kenaikan harga
minyak dunia dan adanya gangguan panen atau banjir Dari bobot dalam
keranjang IHK, bobot inflasi yang dipengaruhi oleh faktor kejutan diwakili oleh
kelompok volatile food dan administered prices yang mencakup kurang lebih
40% dari bobot IHK.
Kewenangan OJK
Perbankan
Perbankan
Pasar Modal
IKNB
Kewenangan OJK