Anda di halaman 1dari 17

KEBIJAKAN HALAL

PARADIGMA HALAL
1. Halal secara zatnya
• Makanan halal secara zatnya adalah makanan pada dasarnya
halal untuk dikonsumsi. Makanan halal dan thayyib sangat
banyak dari jenis-jenis makanan, dan sedikit dari jenis-jenis
makanan yang haram mengkonsumsinya, karena ada dalil-dalil
yang melarangnya. Dan ditetapkan kehalalannya di dalam al-
Qur’an dan hadis. Seperti daging ayam, kambing, kerbau, buah
kurma, buah apel dan lain sebagainya.
2. Halal secara memperolehnya
• Makanan halal secara perolehannya adalah makanan yang
didapatkan dengan cara yang benar. Seperti membeli, bekerja,
dan sebagainya.
3. Halal secara pengolahannya
• Segala sesuatu pada dasarnya dibolehkan, dan akan menjadi
haram, dikarenakan pengolahannya yang tidak sesuai. Seperti
anggur yang semula halal, namun ketika diolah manjadi
minuman keras, maka minuman tersebut diharamkan karena
dapat merusak akal.
4. Halal secara penyajiannya
• Makanan halal dan thayyib untuk dikonsumsi harus sesuai
dengan cara penyajiannya, berikut ini penjelasannya:
• a. Tidak terdapat segala sesuatu yang dikatagorikan kedalam
benda/makanan yang najis menurut al-Qur’an maupun Hadis.
• b. Tidak mencampurkan antara makanan yang sudah pasti halal
dengan makanan yang belum jelas kehalalannya (Syubhat).
5. Halal secara prosesnya
• Makanan halal harus sesuai dengan proses memperolehnya
yaitu dengan cara yang dibenarkan oleh syariat islam,
contoh dengan tidak mencuri, merampok, dan sebagainya.
Bila prosesnya tidak sesuai dengan ketentuannya, maka
makanan tersebut akan menjadi haram dikonsumsi. Berikut
ini dalam hal proses mendapakan makanan tidak sesuai
dengan ketentuan, yang menyebabkan makanan tersebut
haram untuk dikonsumsi:
– Dalam hal penyembelihannya, tidak disebutkan nama Allah SWT.
– Sembelihan tersebut di lakukan untuk sesaji atau untuk berhala.
– Daging hewan yang halal tercampur dengan daging yang haram,
walaupun sedikit.
PARADIGMA SERTIFIKASI HALAL

PARADIGMA PRODUK:

Perintah Agama FIT for human consumption

Pemenuhan maqashid syariah SAFE for human consumption

Perlindungan konsumen Muslim HALAL for muslim consumption

KEPUASAN/KEBUTUHAN
KONSUMEN
KEBIJAKAN HALAL SEBAGAI
KEBIJAKAN STRATEGIS
• Kebijakan halal: Komitmen tertulis untuk
menghasilkan produk halal secara konsisten,
sesuai dengan proses bisnis perusahaan
a. Manajemen puncak harus menetapkan kebijakan
halal
• Manajemen puncak: tingkatan manajemen tertinggi yang
memiliki tanggung jawab terhadap keseluruhan kegiatan
di pabrik/perusahaan
• Kebijakan halal dapat ditulis terintegrasi dengan
kebijakan sistem yang lain, seperti kebijakan mutu atau
keamanan pangan
b. Kebijakan halal harus
didiseminasikan/disebarkan kepada manajemen,
tim manajemen halal, karyawan dan pemasok
• Cara diseminasi kebijakan dapat ditentukan sendiri oleh
perusahaan, misalnya melalui pelatihan, briefing,
pemasangan poster, banner, pencetakan buku saku
atau melalui email.
c. Bukti diseminasi kebijakan halal harus dipelihara
harus tersedia saat audit
• Contoh: daftar hadir pelatihan, notulen briefing
karyawan, pemasangan poster, banner, buku saku,
SISTEM JAMINAN HALAL
• SISTEM JAMINAN HALAL (SJH) adalah suatu jaringan kerja
dimulai dari komitmen manajemen puncak dan prosedur-
prosedur yang disusun saling berhubungan, diterapkan
dan dipelihara untuk menghasilkan produk halal,
menghindari kontaminasi terhadap produk halal, dan
menjamin tidak adanya penyimpangan pada proses
pengembangan atau reformulasi.
• sistem manajemen terintegrasi yang disusun, diterapkan
dipelihara untuk mengatur bahan, proses produksi,
produk, sumber daya manusia dan prosedur dalam rangka
menjaga kesinambungan proses produksi halal sesuai
dengan persyaratan
SISTEM JAMINAN HALAL
SISTEM HALAL
• Sistem Jaminan Halal (SJH) dibangun untuk menjamin konsistensi
produk yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan. sebagaimana
sistem mutu yang berlaku di perusahaan, seperti ISO, HACCP dan
lain-lain.
• SJH dimulai dari kebijakan halal yang dibuat oleh manajemen
perusahaan. Tidak ada paksaan bagi perusahaan pangan di Indonesia
untuk mendapatkan sertifikat halal. Mereka boleh saja memproduksi
makanan halal, sebagaimana merekapun boleh memproduksi yang
tidak halal. Tetapi ketika sudah ditetapkan untuk memproduksi halal
dan dituangkan dalam bentuk kebijakan perusahaan, maka mereka
terikat dengan aturan kehalalan yang berlaku di Indonesia. Kebijakan
ini perlu dibuat secara tertulis oleh manajemen puncak, sehingga
memiliki landasan hukum yang kuat bagi pelaksana di tingkat teknis.
SISTEM JAMINAN HALAL
• Komitmen dan kebijakan halal saja tidaklah cukup
untuk menjamin kehalalan suatu produk. Ia juga
harus didukung oleh:
– manual halal,
– organisasi SJH,
– panduan pelaksanaan,
– standar operasi (SOP) dan
– sumberdaya manusia yang melaksanakannya.
• Semua itu perlu disusun secara tertulis dan menjadi
sistem mutu internal perusahaan yang mengikat.
SISTEM JAMINAN HALAL
• Manual halal (halal guideline)
• adalah pedoman umum mengenai kehalalan pangan, baik
yang berkaitan dengan kaidah-kaidah hukum fiqih, maupun
aplikasinya dalam produk-produk olahan modern. Di
dalamnya juga terdapat fatwa-fatwa terbaru dari MUI
mengenai berbagai hal, seperti hukum memanfaatkan
minuman keras dalam produk makanan, turunan dari
minuman keras, produk-produk yang berasal dari turunan
organ tubuh manusia, produk-produk mikrobial, rekayasa
genetika, dan seterusnya. Secara umum MUI telah
membuat manual halal tersebut untuk dipergunakan oleh
para perusahaan pangan.
SISTEM JAMINAN HALAL
• Organisasi SJH
• sebuah struktur organisasi yang efektif guna menjalankan
sistem tersebut secara baik. Organisasi pelaksana tersebut
mewakili manajemen tertinggi, bagian produksi, bagian
quality control, bagian pengembangan produk (R and D),
bagian pembelian (purchasing), dan bagian gudang.
• Semua itu dikoordinasikan oleh seorang auditor halal
internal (AHI). Selain mengkoordinasi secara internal, AHI
juga berkomunikasi secara eksternal dengan BPJPH untuk
membuat laporan berkala, membuat laporan perubahan
dan menerima masukan.
SISTEM JAMINAN HALAL
• Panduan Pelaksanaan
• Pedoman pelaksanaan SJH dibuat untuk
masing-masing bagian dalam perusahaan.
– Misalnya untuk bagian pengembangan produk
harus ada pedoman agar produk yang
dikembangkan selalu menggunakan bahan-bahan
yang halal saja. Bagian pembelian, harus ada
pedoman agar selalu membeli bahan-bahan yang
halal lengkap dengan dokumen yang dibutuhkan.
SISTEM JAMINAN HALAL
• Standar Operasional Prosedur (SOP)
• Di tingkat pelaksanaan, perlu disusun standar
operasi yang dilaksanakan sehari-hari. Misalnya
bagian gudang bahan baku, harus memiliki standar
operasi apa saja yang harus dilakukan dalam
menerima bahan. Parameter apa saja yang harus
diperiksa, dan apa yang dilakukan jika parameter
tersebut tidak sesuai dengan standar. Demikian
juga operator di bagian produksi, harus memiliki
standar kerja yang berkaitan dengan halal.
SISTEM JAMINAN HALAL
SISTEM HALAL
• SJH perlu diketahui dan dipahami oleh seluruh karyawan.
Sehingga harus dilakukan sosialisasi dan pelatihan SJH kepada
seluruh karyawan, mulai dari tingkat atas hingga paling
bawah. Sosialisasi dan pelatihan halal kepada karyawan ini
harus dilakukan secara berkala dan terencana.
• Sistem yang disusun rapi dan dilaksanakan tersebut akhirnya
harus dievaluasi, baik secara internal maupun eksternal.
Secara internal auditor halal internal melakukannya minimal
setiap enam bulan sekali. Sedangkan secara eksternal BPJPH
berhak melakukan penilaian, baik secara kualitatif maupun
kuantitatif. BPJPH juga berhak melakukan inspeksi sewaktu-
waktu tanpa pemberitahuan (sidak) untuk melihat
pelaksanaan SJH tersebut.
SISTEM JAMINAN HALAL
SISTEM HALAL
• Kriteria SJH:
• kalimat yang menjelaskan persyaratan yang harus dipenuhi dalam rangka
menerapkan SJH sehingga dihasilkan produk halal secara konsisten
1. Kebijakan Halal
2. Tim Manajemen Halal
3. Pendidikan dan Pelatihan
4. Bahan
5. Produk
6. Fasilitas Produksi
7. Prosedur Tertulis untuk Aktivitas Kritis
8. Penanganan Produk untuk yang tidak memenuhi kriteria
9. Mampu Telusur (Traceability)
10. Internal Audit
11. Kaji Ulang Manajemen (Management Review)
SISTEM JAMINAN HALAL
SISTEM HALAL
• Manfaat Penerapan SJH:
1. Menjamin kehalalan produk selama berlakunya
Sertifikat.
2. Timbul kesadaran internal dan perusahaan memiliki
pedoman kesinambungan proses produksi halal. Kritis
3. Memberikan Jaminan dan ketentraman bagi
masyarakat.
4. Mencegah kasus ketidakhalalan produk bersertifikat
halal.
5. Mendapatkan Reward.

Anda mungkin juga menyukai