Anda di halaman 1dari 9

TUGAS INDIVIDU

PENGAWASAN MUTU INDUSTRI PETERNAKAN

“TUGAS INDIVIDU“

OLEH :

NAMA : ENDAH DWI NINGRUM SASMITO


NIM : I011 17 1580
KELAS : PENGAWASAN MUTU INDUSTRI PETERNAKAN B2

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
Semua bahan (bahan baku, bahan pembantu dan bahan penolong) yang

digunakan harus memenuhi standar halal bahan. Bahan yang berupa intermediet

atau raw product tidak boleh dihasilkan dari fasilitas produksi yang juga

digunakan untuk membuat produk yang menggunakan babi atau turunannya

sebagai salah satu bahannya. Perusahaan yang menerapkan pengkodean bahan

atau produk harus dapat menjamin traceability (bahan, produsen, status halal).

Pengkodean juga harus menjamin bahan dengan kode sama berstatus halal

sama. Tidak mengandung babi atau turunan babi. Tidak mengandung minuman

beralkohol (khamr) dan turunannya. Semua bahan dari hewan (bukan ikan/hewan

yang hidup di air) harus dari hewan halal dan disembelih sesuai aturan Islam

(dibuktikan dengan setifikat halal MUI atau dari lembaga yang diakui MUI).

Tidak mengandung bahan haram seperti bangkai, darah dan bagian dari tubuh

manusia.

Perusahaan yang telah mensertifikasikan halal untuk produknya dituntut

menyiapkan suatu sistem untuk menjamin kesinambungan proses produksi halal

secara konsisten. Sistem inilah yang disebut sebagai sistem jaminan halal. Sistem

jaminan halal (SJH) merupakan sebuah sistem yang mengelaborasikan,

menghubungkan, mengakomodasikan dan mengintegrasikan konsep-konsep

syariat Islam khususnya terkait dengan halal haram, etika usaha dan manajemen

keseluruhan, prosedur dan mekanisme perencanaan, implementasi dan

evaluasinya pada suatu rangkaian produksi/olahan bahan yang akan dikonsumsi

umat Islam.

Sistem ini dibuat untuk memperoleh dan sekaligus menjamin bahwa

produk-produk tersebut halal. Sistem jaminan halal dibuat sebagai bagian integral
dari kebijakan perusahaan, bukan merupakan sistem yang berdiri sendiri. SJH

sebagai sebuah sistem pada suatu rangkaian produksi. Konsep-konsep syariat dan

etika usaha akan menjadi input utama dalam SJH. SJH senantiasa akan dijiwai

dan didasari kedua konsep tersebut. Prinsip sistem jaminan halal pada dasarnya

mengacu pada konsep Total Quality Manajement (TQM), yaitu sistem manajemen

kualitas terpadu yang menekankan pada pengendalian kualitas pada setiap lini.

Sistem jaminan halal harus dipadukan dalam keseluruhan manajemen, yang

berpijak pada empat konsep dasar, yaitu komitmen secara ajeg dapat memenuhi

permintaan dan persyaratan konsumen, meningkatkan mutu produksi dengan

harga yang terjangkau, produksi bebas dari kerja ulang, bebas dari penolakan dan

penyidikan. Untuk mencapai hal tersebut perlu menekankan pada tiga aspek zero

limit, zero defect dan zero risk.

Dengan penekanan pada 3 zero tersebut, tidak boleh ada sedikitpun barang

haram yang digunakan, tidak boleh ada proses yang menimbulkan keharaman

produk, dan tidak menimbulkan resiko dengan penerapan ini. Oleh karena itu

perlu adanya komitmen dari seluruh bagian organisasi manajemen, dimulai dari

pengadaan bahan baku sampai distribusi pemasaran.

SJH berkembang karena kesadaran dan kebutuhan konsumen Muslim untuk

melindungi dirinya agar terhindar dari produk yang dilarang (haram) dan

meragukan (syubhat) menurut ketentuan syariah Islam.Penerapan Sistem Jaminan

HalalSistem jaminan Halal dalam penerapannya harus diuraikan secara tertulis

dalam bentuk Manual Halal yang meliputi lima aspek :

1. Pernyataan kebijakan perusahaan tentang halal (Halal policy)


Kebijakan halal perusahaan adalah kebijakan yang diambil perusahaan

terkait dengan produksi halal. Perusahaan perlu menguraikan secara rinci

kebijakan yang diambil sehubungan dengan halal ini yaitu apakah perusahaan

hanya memproduksi bahan halal saja ataukah bahan non halal. Yang dimaksudkan

dengan bahan non halal di sini adalah bahan-bahan yang diproduksi tanpa

memperhatikan aspek halal. Ketika perusahaan hanya memproduksi bahan yang

halal saja, implikasinya akan sangat berbeda dengan bila perusahaan

memproduksi bahan halal dan nonhalal.Kebijakan halal merupakan headline yang

akan menentukan arahan kerja dari perusahaan yang bersangkutan. Perusahaan

harus merumuskan kebijakan halal ini secara jelas untuk selanjutnya diuraikan

dalam bentuk SOP.

2. Panduan halal (Halal Guidelines)

Panduan halal merupakan uraian tentang halal haram menurut ketentuan

syari’at Islam. Panduan halal harus dirumuskan secara jelas, ringkas dan terinci

sehingga mudah difahami oleh seluruh jajaran manajemen dan karyawan.

3. Sistem Organisasi Halal

Sistem organisasi halal merupakan sistem organisasi yang bertanggung

jawab dalam pelaksanaan sistem jaminan halal. Dalam Sistem Organisasi Halal

diuraikan struktur organisasi yang terdiri atas perwakilan top management dan

bidang-bidang yang terkait antara lain:

a. quality assurance (QA),

b. quality control (QC),

c. purchasing (pembelian),

d. research and development (R&D),


e. production, dan

f. pergudangan.

Masing-masing bidang tersebut dikoordinasikan oleh Auditor halal internal.

Dalam model tersebut auditor internal halal bertanggung jawab pada top

manajemen sekaligus merupakan kontak person untuk melakukan koordinasi dan

konsultasi dengan LPPOM MUI.

4. Uraian titik kendali kritis keharaman produk

Untuk mencegah terjadinya kesalahan dan penyimpangan dalam proses

produksi halal, perusahaan perlu mengetahui dan menentukan titik-titik kritis

keharaman produk. Titik kritis ini mengacu pada pedoman halal yang telah dibuat,

yang mencakup bahan-bahan yang digunakan untuk berproduksi, serta tahapan-

tahapan proses yang mungkin berpengaruh terhadap keharaman produk.Untuk

menentukan titik-titik kendali kritis, harus dibuat dan diverifikasi bagan alir

bahan, yang selanjutnya diikuti dengan analisa, tahapan yang berpeluang untuk

terkena kontaminasi bahan yang menyebabkan haram.

Dalam hal ini harus ada sistem yang dapat mendeteksi, dimana bahan haram

berpeluang untuk mempengaruhi kehalalan produk. Tahapan berikut dapat dipakai

untuk menyusun Haram Analysis Critical Control Point (HrACCP).

a. Tentukan dan akses seluruh bahan yang haram dan najis

b. Tentukan titik-titik kendali kontrol

c. Buat prosedur pemantauan

d. Adakan tindakan untuk mengoreksi

e. Adakan sistem pencatatan

f. Buat prosedur verifikasi


Penentuan titik kritis ini kemudian dilengkapi dengan prosedur monitoring,

prosedur koreksi, sistem pandataan, dan prosedur verifikasi.

5. Sistem audit halal internal

Sistem audit internal merupakan sistem auditing yang dilakukan oleh

perusahaan secara periodik untuk mengevaluasi pelaksanaan sistem jaminan halal.

Pelaksanaan auditing internal dilakukan oleh tim organisasi halal yang dikoordinir

oleh Auditor internal halal. Tujuan dilaksanakannya audit internal antara lain :

a. Untuk memastikan konsistensi operasi untuk memelihara mutu halal suatu

produk

b. Memperbaiki cara produksi dengan memperhatikan tahapan proses yang

dianggap kritis bagi kehalalan produk

c. Menetapkan kerangka kerja untuk proses peningkatan mutu lebih lanjut

d. Mengevaluasi dan menetapkan secara jelas tanggungjawab dan wewenang

dari personel kunci yang menentukan pada kegiatan produksi secara

halal.Laporan hasil auditing disampaikan kepada LPPOM MUI sebagai

pertanggungjawaban kepada LPPOM MUI selaku lembaga yang

mengeluarkan sertifikat.

Manual halal harus dibuat secara terperinci disesuaikan dengan kondisi

masing-masing perusahaan agar dapat dilaksanakan dengan baik. Panduan halal

merupakan sistem yang mengikat seluruh elemen perusahaan. Dengan demikian

harus disosialisasikan pada seluruh karyawan di lingkungan perusahaan, tidal(

hanya diketahui oleh pihak manajemen.Secara teknis panduan halal dijabarkan

dalam bentuk prosedur pelaksanaan baku (Standard Operating Prosedure / SOP)

untuk tiap bidang yang terlibat dengan produksi secara halal.


Kebijakan-kebijakan perusahaan tentang produksi halal secara operasional

dirumuskan dalam Prosedur Pelaksanaan Baku (SOP). SOP tersebut menguraikan

hal-hal atau tindakan-tindakan yang harus dilakukan oleh bagian operasional

sesuai dengan bidangnya masing-masing. Misalnya SOP untuk R&D

menguraikan prosedur perubahan formula, penggantian bahan, dan

pengembangan produk. SOP untuk bagian purchasing akan menjelaskan

ketentuan tentang penentuan supplier, penggantian supplier, dan syarat-syarat

kelengkapan order bahan, dsb. SOP untuk bagian QA/QC menguraikan tentang

prosedur penggunaan bahan barn, dan seterusnya.

Perusahaan yang produknya telah mendapatkan Sertifikat Halal, harus

mengangkat Auditor Halal Internal sebagai bagian dari Sistem Jaminan Halal.

Jika kemudian ada perusahaan dalam penggunanan bahan baku, bahan tambahan

atau bahan penolong, Auditor Halal Internal diwajibkan segera melapor. Bila ada

perusahaan yang terkait dengan produk halal harus dikonsultasikan dengan LP

POM MUI oleh Auditor Halal Internal.

Masa Berlaku Sertifikat Halal

1. Sertifikat Halal hanya berlaku selama dua tahun.

2. Tiga bulan sebelum berakhir masa berlakunya sertifikat, LP POM MUI akan

mengirimkan surat pemberitahuan kepada produsen yang bersangkutan.

3. Dua bulan sebelum berakhir masa berlakunya sertifikat, produsen harus

daftar kembali untuk Sertifikat Halal yang baru.

4. Produsen yang tidak memperbaharui Sertifikat Halalnya, tidak diizinkan

lagi menggunakan Sertifikat Halal tersebut dan dihapus dari daftar yang

terdapat dalam majalah resmi LP POM MUI, Jurnal Halal.


5. Jika Sertifikat Halal hilang, pemegang harus segera melaporkannya ke LP

POM MUI.

6. Sertifikat Halal yang dikeluarkan oleh MUI adalah milik MUI. Oleh sebab

itu, jika karena sesuatu hal diminta kembali oleh MUI, maka pemegang

sertifikat wajib menyerahkannya.

7. Keputusan MUI yang didasarkan atas fatwa MUI tidak dapat diganggu

gugat.

Contoh Sertifikat Halal Produk Bakso

Anda mungkin juga menyukai