Anda di halaman 1dari 9

PERATURAN

PERATURAN MENTERI AGAMA TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN PRODUK


HALAL.

KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Produk adalah barang dan/atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat,
kosmetik, Produk kimiawi, Produk biologi, Produk rekayasa genetik, serta barang
gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat.
2. Produk Halal adalah Produk yang telah dinyatakan halal sesuai dengan syariat Islam
3. Proses Produk Halal yang selanjutnya disingkat PPH adalah rangkaian kegiatan
untuk menjamin kehalalan Produk meliputi penyediaan bahan, pengolahan,
penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian Produk.
4. Bahan adalah unsur yang digunakan untuk membuat atau menghasilkan Produk.
5. Jaminan Produk Halal yang selanjutnya disingkat JPH adalah kepastian hukum
terhadap kehalalan suatu Produk yang dibuktikan dengan sertifikat halal.
6. Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal yang selanjutnya disingkat BPJPH
adalah badan yang dibentuk oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan JPH.
7. Majelis Ulama Indonesia yang selanjutnya disingkat MUI adalah wadah musyawarah
para ulama, zuama, dan cendekiawan muslim.
8. Lembaga Pemeriksa Halal yang selanjutnya disingkat LPH adalah lembaga yang
melakukan kegiatan pemeriksaan dan/atau pengujian terhadap kehalalan Produk.
9. Auditor Halal adalah orang yang memiliki kemampuan melakukan pemeriksaan
kehalalan Produk.
10. Sertifikat Halal adalah pengakuan kehalalan suatu Produk yang dikeluarkan oleh
BPJPH berdasarkan fatwa halal tertulis yang dikeluarkan oleh MUI.
11. Label Halal adalah tanda kehalalan suatu Produk.
12. Keterangan Tidak Halal adalah pernyataan tidak halal suatu Produk.
13. Pelaku Usaha adalah orang perseorangan atau badan usaha berbentuk badan
hukum atau bukan badan hukum yang menyelenggarakan kegiatan usaha di wilayah
Indonesia.
14. Penyelia Halal adalah orang yang bertanggung jawab terhadap PPH.
15. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
agama.
16. Kepala Badan adalah Kepala BPJPH.
17. Pengawas JPH adalah pegawai aparatur sipil negara yang diangkat oleh pejabat
yang berwenang untuk melakukan pengawasan JPH.
18. Nomor Registrasi adalah surat yang diterbitkan oleh BPJPH sebagai bukti
pemenuhan persyaratan dan pendaftaran pada BPJPH.
19. Kemasan adalah wadah yang digunakan untuk mengemas dan/atau membungkus
Produk, baik langsung maupun tidak langsung bersentuhan dengan Produk.
20. Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut Pegawai ASN adalah
pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat
oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan
pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan ketentuan
peraturan perundangundangan.
21. Pendidikan dan Pelatihan Sertifikasi Auditor Halal yang selanjutnya disebut Diklat
Sertifikasi Auditor Halal adalah pendidikan dan pelatihan bagi warga negara
Indonesia yang beragama Islam untuk membentuk kemampuan melakukan
pemeriksaan kehalalan Produk.
22. Pendidikan dan Pelatihan Sertifikasi Penyelia Halal yang selanjutnya disebut Diklat
Sertifikasi Penyelia Halal adalah pendidikan dan pelatihan bagi warga negara
Indonesia atau warga negara asing yang beragama Islam untuk membentuk
kemampuan menjamin PPH di perusahaan.
23. Pendidikan dan Pelatihan Pengawas JPH yang selanjutnya disebut Diklat Pengawas
JPH adalah pendidikan dan pelatihan bagi Pegawai ASN yang beragama Islam
untuk membentuk kemampuan melakukan pengawasan JPH.
24. Temuan adalah hasil pengawasan JPH yang dilakukan oleh BPJPH, kementerian
terkait, lembaga terkait, dan/atau pemerintah daerah provinsi/kabupaten/ kota terkait
dengan adanya dugaan pelanggaran JPH.
25. Laporan adalah informasi mengenai dugaan pelanggaran JPH yang disampaikan
oleh masyarakat kepada BPJPH.
Pasal 2
(1) Pemerintah bertanggung jawab dalam penyelenggaraan JPH.
(2) Penyelenggaraan JPH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh
Menteri.
(3) Pelaksanaan JPH oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan oleh
BPJPH.
Pasal 3
BPJPH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) berwenang:
a) merumuskan dan menetapkan kebijakan JPH;
b) menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria JPH;
c) menerbitkan dan mencabut Sertifikat Halal dan Label Halal pada Produk;
d) melakukan registrasi Sertifikat Halal pada Produk luar negeri;
e) melakukan sosialisasi, edukasi, dan publikasi Produk Halal;
f) melakukan akreditasi terhadap LPH;
g) melakukan registrasi Auditor Halal;
h) melakukan pengawasan terhadap JPH;
i) melakukan pembinaan Auditor Halal; dan
j) melakukan kerja sama dengan lembaga dalam dan luar negeri di bidang
penyelenggaraan JPH.

PENGERTIAN
Sertifikasi Halal adalah sebuah proses melalui serangkaian prosedur yang
melibatkan baik produsen dan lembaga sertifikasi Halal untuk membuktikan bahwa produk
yang diproduksi telah sesuai dengan ketentuan Halal dan Sistem Manajemen dari bahan,
proses produksi, produk, SDM dan prosedur dapat menjamin dan dapat menjaga kehalalan
produk secara konsisten.

SYARAT

BIAYA
 Biaya sertifikasi halal terdiri atas:
a. biaya pengajuan permohonan Sertifikat Halal;
b. biaya pemeriksaan dan/atau pengujian terhadap kehalalan Produk;
c. biaya pelaksanaan sidang fatwa halal;
d. biaya penerbitan Sertifikat Halal; dan
e. biaya registrasi Sertifikat Halal luar negeri.
 Biaya sertifikasi halal dibebankan kepada Pelaku Usaha yang mengajukan
permohonan Sertifikat Halal.
 Besaran tarif biaya sertifikasi halal ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
 Biaya sertifikasi halal merupakan penerimaan negara bukan pajak kecuali biaya
pemeriksaan dan/atau pengujian terhadap kehalalan Produk dan biaya pelaksanaan
sidang fatwa halal.

PROSEDUR
Komponen Penting dalam Proses Sertifikasi Halal
 Adanya pemahaman akan Kebijakan, Prosedur, dan Kriteria dari Sertifikasi
Halal yang ditetapkan oleh Lembaga Sertifikasi Halal.
 Adanya personel yang memiliki otoritas dalam memberikan keputusan dalam
Aspek Sains (Auditor ) dan Aspek Syariah (Ulama).
 Sistem dari perusahaan yang dapat menjamin produksi produk Halal.
 Personel yang ditunjuk resmi oleh perusahaan dan memiliki otoritas dan
tanggung jawab dalam menjamin konsistensi Kehalalan produk yang
dihasilkan (Tim Manajemen Halal).
Langkah Penting dalam Sertifikasi Halal
I. Persiapan dari Perusahaan yang mengajukan Sertifikasi Halal untuk memenuhi
Kriteria Sistem Jaminan Halal.
II. Proses dalam Sertifikasi Halal oleh LPPOM MUI :
 Pendaftaran
 Pengkajian Pre Audit
 On Site Audit
 Evaluasi Pasca Audit
 Penerbitan Sertifikat Halal
 Mengembangkan Produk/Fasilitas Baru
 Perpanjangan Sertifikat Halal
Sertifikasi Halal MUI Wajib Mengikuti Kebijakan dan Prosedur Sesuai HAS 23000:2
Kebijakan
Prinsip-prinsip dasar yang dirumuskan dan ditegakkan oleh LPPOM MUI, untuk
mengarahkan perusahaan dalam mengelola produk halal untuk memperoleh
Sertifikat Halal.
Prosedur
Rangkaian tahapan yang harus diikuti oleh perusahaan untuk mendapatkan Sertifikat
Halal.
Kebijakan Umum
• Semua jenis produk dapat diajukan untuk sertifikasi halal seperti makanan, minuman,
obat-obatan dan kosmetika, baik berupa bahan baku, produk intermediet dan produk
akhir serta produk pendukungnya.
• Sertifikasi dapat diajukan oleh berbagai jenis perusahaan (industri pengolahan, RPH,
restoran, katering , termasuk oleh distributor).
• Proses sertifikasi halal harus mengikuti kebijakan dan prosedur sertifikasi.
Kebijakan Sertifikasi untuk Distributor:
 Prioritas ditujukan untuk produsen yang produknya diajukan.
 Produsen membuat Surat pernyataan telah memahami persyaratan sertifikasi halal
MUI.
 Produsen membuat Manual dan mengimplementasi SJH.
 Distributor membuat Manual SJH dalam lingkup kegiatan distributor dan
mengimplementasikannya.
Prosedur Sertifikasi Halal Online (Cerol-SS23000)

Pendaftaran
 Pendaftaran dilakukan berbasis kelompok produk
 Semua fasilitas produksi harus terdaftar, termasuk jika ada penambahan pabrik,
gudang intermediet
 Sertifikasi dapat dilakukan untuk sebagian produk atau seluruh produk .
 Jika produk pangan eceran (retail) dengan merk tertentu didaftarkan, maka semua
produk dengan merk yang sama yang dipasarkan di Indonesia juga harus
didaftarkan.
 Sertifikasi restoran/ katering mencakup semua menu.
 Perusahaan menyusun dan menerapkan SJH serta mempunyai status SJH minimal
B
 Implementasi SJH dituangkan dalam Manual SJH.

 Sertifikasi halal dapat diajukan ke LPPOM MUI Pusat maupun LPPOM


MUI Propinsi.

 LPPOM MUI Propinsi untuk sertifikasi perusahaan yang bersifat lokal


dan nasional tertentu, sedangkan LPPOM MUI Pusat untuk sertifikasi
perusahaan nasional dan internasional

Prosedur sertifikasi halal


Sertifikasi halal melibatkan 3 pihak, yaitu BPJPH, LPPOM MUI sebagai lembaga
pemeriksa halal (LPH), dan MUI. BPJPH melaksanakan penyelenggaraan jaminan produk
halal. LPPOM MUI melakukan pemeriksaan kecukupan dokumen, penjadwalan audit,
pelaksanaan audit, pelaksanaan rapat auditor, penerbitan audit memorandum, penyampaian
berita acara hasil audit pada rapat Komisi Fatwa MUI. MUI melalui Komisi Fatwa
menetapkan kehalalan produk berdasarkan hasil audit dan menerbitkan Ketetapan Halal
MUI. Tahapan proses sertifikasi halal lebih lanjut dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Sebelum melakukan pendaftaran sertifikasi halal, perusahaan harus sudah


menerapkan Sistem Jaminan Halal (SJH) yang sesuai dengan regulasi pemerintah dan HAS
23000. Untuk penerapan SJH yang sesuai, perusahaan perlu memahami terlebih dahulu
kriteria SJH yang dipersyaratkan dalam HAS 23000. Penjelasan singkat mengenai kriteria
SJH dalam HAS 23000 dapat dilihat di sini. HAS 23000 disusun berbasis tematik sesuai
dengan proses bisnis perusahaan. LPPOM MUI menyediakan buku HAS 23000 tematik
untuk perusahaan yang ingin memahami lebih dalam tentang persyaratan sistem jaminan
halal. Buku tersedia dalam bentuk buku cetak dan e-book yang dapat dipesan di sini. Selain
itu, perusahaan juga dapat mengikuti pelatihan SJH yang diselenggarakan oleh lembaga
pelatihan SJH yang kompeten.
Pendaftaran sertifikasi halal diawali dengan pengajuan permohonan STTD ke
BPJPH. Inforasi terkait pengajuan permohonan STTD dan dokumen yang dipersyaratkan
oleh BPJPH dapat ditemukan dalam laman www.halal.go.id. Selanjutnya, perusahaan agar
memilih LPPOM MUI untuk pemeriksaan kehalalan produk. Pendaftaran ke LPPOM MUI
dilakukan secara online menggunakan sistem CEROL-SS23000 melalui website www.e-
lppommui.org. Panduan prosedur pendaftaran sertifikasi halal di sistem CEROL-SS23000
dapat dilihat di sini. Di sistem online CEROL-SS23000, perusahaan perlu mengisi data
registrasi, data fasilitas, data produk, data bahan, data matriks bahan vs produk, dan
mengunggah sejumlah dokumen yang dipersyaratkan. Dokumen yang perlu diunggah oleh
perusahaan untuk proses pemeriksaan kehalalan produk lebih lanjut adalah sebagai berikut:

1. Ketetapan Halal sebelumnya untuk kelompok produk yang sama (khusus registrasi
pengembangan atau perpanjangan).
2. Manual SJH (khusus registrasi baru, pengembangan dengan status SJH B, atau
perpanjangan).
3. Status/Sertifikat SJH terakhir (khusus registrasi pengembangan dan perpanjangan).
4. Diagram alir proses produksi untuk produk yang didaftarkan (untuk setiap jenis
produk).
5. Pernyataan dari pemilik fasilitas produksi bahwa fasilitas produksi yang kontak
langsung dengan bahan dan produk (termasuk peralatan pembantu) tidak digunakan
secara bergantian untuk menghasilkan produk halal dan produk yang mengandung
babi/turunannya atau jika pernah digunakan untuk memproduksi produk yang
mengandung babi dan turunannya maka telah dilakukan pencucian 7 kali
menggunakan air dan salah satunya dengan tanah, sabun, deterjen atau bahan
kimia yang dapat menghilangkan bau dan warna najis.
6. Daftar alamat seluruh fasilitas produksi, termasuk pabrik maklon dan gudang
bahan/produk intermediet. Khusus untuk restoran, fasilitas yang diinformasikan perlu
mencakup kantor pusat, dapur eksternal, gudang eksternal, dan tempat
makan/minum. Khusus untuk produk gelatin, jika bahan baku (kulit, tulang,
kerongkongan, bone chips, dan/atau ossein) tidak bersertifikat halal, maka alamat
seluruh pemasok bahan baku, juga harus dicantumkan.
7. Bukti diseminasi kebijakan halal.
8. Bukti kompetensi tim manajemen halal, seperti sertifikat penyelia halal, sertifikat
pelatihan eksternal dan/atau bukti pelatihan internal (daftar kehadiran, materi
pelatihan dan evaluasi pelatihan). Khusus registrasi pengembangan fasilitas,
diperlukan bukti pelatihan internal di fasilitas baru tersebut.
9. Bukti pelaksanaan audit internal SJH.
10. Bukti ijin perusahaan seperti: NIB, Surat Izin Usaha Industri, Surat Izin Usaha Mikro
dan Kecil, Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), atau Surat Keterangan
Keberadaan Sarana Produksi yang diterbitkan oleh perangkat daerah setempat
(untuk perusahaan yang berlokasi di Indonesia).
11. Sertifikat atau bukti penerapan sistem mutu atau keamanan produk (bila ada), seperti
sertifikat HACCP, GMP, FSSC 22000 untuk pangan, sertifikat laik hygiene sanitasi
untuk restoran dan jasa boga, Cara Pembuatan Pangan yang Baik (CPPB), Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik, dan
sebagainya.
12. STTD dari BPJPH

Khusus untuk pendaftaran Rumah Potong Hewan, terdapat tambahan data yang diperlukan,
sebagai berikut:
     13. Nama penyembelih
     14. Metode peyembelihan (manual atau mekanik)
     15. Metode stunning (tidak ada stunning/ada stunning mekanik atau elektrik)

Anda mungkin juga menyukai