Anda di halaman 1dari 31

MUHAMMAD FERTIAZ

Sub Koord Riksa Norma Ergonomi, Lingkungan


Kerja, Bahan Berbahaya dan Kesehatan Kerja
2
I. Latar Belakang;
II. Dasar Hukum;
III. Pengertian;
IV. Ruang Lingkup dan Tujuan;
V. Pengukuran dan Pengendalian Lingkungan Kerja;
VI. Penerapan Higiene dan Sanitasi;
VII. Personil K3;
VIII. Pemeriksaan dan Pengujian.

3
• Amanat Pasal 5 dan Pasal 6 Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional
Nomor 120 yang telah di ratifikasi melalui UU No 3 tahun 1969 tentang
Persetujuan Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional No 120 Mengenai
Higiene Dalam Perniagaan dan Kantor-Kantor;
• Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 3 ayat (1) huruf huruf i, j, k, l dan m Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja;
• Pengaturan dalam PMP No 7 Tahun 1964 tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan
dan Penerangan dalam Tempat Kerja yang sudah berusia lebih dari 54 tahun
sudah tidak sesuai dengan perkembangan teknologi saat ini;
• Pasal 17 Permenaker No 13 Tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor
Fisika dan Kimia di Tempat Kerja, mengamanatkan perlunya peninjauan kembali
sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sekali sejak diterbitkan;
• Penegakan hukum terhadap PMP No 7 Tahun 1964 sulit dilakukan karena tidak
mengacu pada sanksi hukum baik dalam UU No 1 tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja ataupun UU No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan;
• Pandemi COVID 19

4
5
• Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-Undang Pengawasan
Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dari Republik Indonesia Untuk Seluruh Indonesia;
• Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1969 tentang Persetujuan Konvensi Organisasi Perburuhan
Internasional Nomor 120 Mengenai Hygiene Dalam Perniagaan Dan Kantor–Kantor;
• Undang–Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja;

• Undang–Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang;

• Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;

• Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja;
• Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2010 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan;

• Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 8 Tahun 2015 tentang Tata Cara Mempersiapkan
Pembentukan Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan
Peraturan Presiden Serta Pembentukan Rancangan Peraturan Menteri di Kementerian
Ketenagakerjaan;
• Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 33 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengawasan
Ketenagakerjaan
6
§ Kualitas Udara Dalam Ruangan yang selanjutnya disingkat
KUDR adalah kualitas udara di ruangan tempat kerja, yang dalam
kondisi buruk yang disebabkan oleh pencemaran udara atau
kontaminasi udara tempat kerja, dapat menimbulkan gangguan
kenyamanan kerja sampai pada gangguan Kesehatan tenaga
kerja

7
IV Ruang Lingkup dan Tujuan
Pengusaha/Pengurus
Tempat Kerja WAJIB (Ps 2)
Tujuan (Ps. 4)
 Syarat K3 Lingkungan Kerja (Ps.3)
 Terdapat Sumber • Pengendalian Faktor Fisika • Lingkungan
Bahaya dan Faktor Kimia agar
berada di bawah NAB;
Kerja yang
Lingkungan Kerja • Pengendalian Faktor Biologi, aman, sehat,
Faktor Ergonomi, dan
Berupa, FAKTOR: Faktor Psikologi Kerja agar dan nyaman
• FISIKA; memenuhi standar; dalam rangka
• Penyediaan fasilitas
• KIMIA; Kebersihan dan sarana mencegah
Higiene di Tempat Kerja yang
kecelakaan kerja
• BIOLOGI; bersih dan sehat; dan
• Penyediaan personil K3 yang dan penyakit
• ERGONOMI; memiliki kompetensi dan
kewenangan K3 di bidang akibat kerja.
• PSIKOLOGI Lingkungan Kerja

8
V. Pengukuran Dan Pengendalian Lingkungan Kerja (Ps.6-7)
1. Pengukuran Lingkungan Kerja dilakukan untuk mengetahui tingkat pajanan:
 Faktor Fisika,

 Faktor Kimia,

 Faktor Biologi,

 Faktor Ergonomi, dan

 Faktor Psikologi

terhadap Tenaga Kerja.


2. Pengukuran Lingkungan Kerja dilakukan sesuai dengan metoda uji yang ditetapkan
Standar Nasional Indonesia.
3. Metoda uji lainnya sesuai dengan standar yang telah divalidasi oleh lembaga yang
berwenang.
4. Pengendalian Lingkungan Kerja dilakukan sesuai hirarki pengendalian meliputi
upaya: eliminasi; substitusi; rekayasa teknis; administratif; dan/atau
penggunaan alat pelindung diri.
9
Pengukuran dan pengendalian Faktor Fisika (Ps.8-19):

 Iklim Kerja (tekanan panas dan standar tekanan dingin);


 Kebisingan;
 Getaran;
 Gelombang radio (frekwensi s.d 300 MHz) atau gelombang mikro (frekwensi
s.d 300 GHz) ;
 Sinar Ultra Ungu (Ultra Violet) panjang gelombang 80-400 nanometer;
 Medan Magnet Statis;
 Tekanan udara; dan
 Pencahayaan.

10
Pengukuran Dan Pengendalian Faktor Kimia (Ps.20-21)
 Pengukuran dan pengendalian Faktor Kimia dilakukan pada Tempat Kerja
yang memiliki potensi bahaya bahan kimia.
 Dilakukan terhadap pajanannya dan terhadap pekerja yang terpajan.
 Pengukuran terhadap pajanan yang hasilnya untuk dibandingkan dengan
NAB harus dilakukan paling singkat selama 6 (enam) jam.
 Pengukuran yang hasilnya untuk dibandingkan dengan PSD, harus
dilakukan paling singkat selama 15 (lima belas) menit
sebanyak 4 (empat) kali dalam durasi 8 (delapan) jam kerja.
 Pengukuran yang hasilnya untuk dibandingkan dengan KTD harus dilakukan
menggunakan alat pembacaan langsung untuk memastikan tidak terlampaui.
 Pengukuran Faktor Kimia terhadap pekerja yang mengalami pajanan
dilakukan melalui Pemeriksaan kesehatan khusus pada spesimen
tubuh Tenaga Kerja dan dibandingkan dengan IPB.
11
NAB Faktor Kimia IPB

12
13
Pengukuran Dan Pengendalian Faktor Biologi (Ps. 22)

Potensi bahaya Faktor Biologi meliputi:


 mikro organisma dan/atau toksinnya; Pengukuran :
1. Jumlah Bakteri To ta l
 arthopoda dan/atau toksinnya; 700 cfu/m³
2. J u m l a h J a m u r To t a l
 hewan invertebrata dan/atau toksinnya; 1000 cfu/m³
3. T i d a k t e r d a p a t
mikroorganisme
 alergen dan toksin dari tumbuhan; patogen

 binatang berbisa; Pemantauan


 binatang buas; dan

 produk binatang dan tumbuhan yang

berbahaya lainnya.
14
Pengukuran Dan Pengendalian Faktor Ergonomi (Ps. 23)

Potensi bahaya Faktor Ergonomi meliputi:


 cara kerja, posisi kerja, dan postur tubuh yang tidak sesuai saat

melakukan pekerjaan;
 desain alat kerja dan Tempat Kerja yang tidak sesuai dengan

antropometri Tenaga Kerja; dan


 pengangkatan beban yang melebihi kapasitas kerja.

Jika hasil pengukuran ergonomi terdapat potensi bahaya harus dilakukan


pengendalian sehingga memenuhi standar.
15
Pengukuran Dan Pengendalian Faktor Psikologi (Ps. 24)

Potensi bahaya Faktor Psikologi meliputi:


 ketidakjelasan/ketaksaan peran;

 konflik peran;

 beban kerja berlebih secara kualitatif;

 beban kerja berlebih secara kuantitatif;

 pengembangan karir; dan/atau

 tanggung jawab terhadap orang lain.

16
VI. Penerapan Higiene Dan Sanitasi (Ps. 26 – Ps. 44)

Meliputi:
1. Bangunan Tempat Kerja
2. Fasilitas Kebersihan;
3. Kebutuhan udara; dan
4. Tata laksana kerumahtanggaan.

17
KEBUTUHAN UDARA
 Kebutuhan atas udara yang bersih dan sehat harus dipenuhi pada setiap

Tempat Kerja.
 Pemenuhan kebutuhan udara di Tempat Kerja dilakukan melalui:

 Kualitas Udara Dalam Ruangan (KUDR);


 ventilasi; dan

 ruang udara.

 Tempat Kerja untuk melakukan jenis pekerjaan administratif, pelayanan umum dan
fungsi manajerial harus memenuhi KUDR yang sehat dan bersih.
 KUDR ditentukan oleh suhu, kelembaban, kadar oksigen dan kadar
kontaminan udara

18
Kualitas Udara Dalam Ruang (Ps. 39-40)
 Suhu ruangan yang nyaman
harus dipertahankan dengan
ketentuan:
 Suhu Kering 230C– 260C dengan
 kelembaban 40% – 60%.

 perbedaan suhu antar ruangan


tidak melebihi 5oC
q Kadar oksigen sebesar 19,5% - 23,5%
dari volume udara.
q Kadar kontaminan

19
Sistem Ventilasi Udara (Ps. 31)

 Pengurus dan/atau Pengusaha wajib menyediakan sistem


ventilasi udara untuk menjamin kebutuhan udara Pekerja
dan/atau mengurangi kadar kontaminan di Tempat Kerja.
 Sistem ventilasi dapat bersifat alami atau buatan atau
kombinasi keduanya.
 Dalam hal menggunakan ventilasi buatan maka ventilasi
tersebut harus dibersihkan secara berkala paling sedikit 3
(tiga) bulan sekali atau sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

20
VII. PERSONIL K3 (Ps. 45 – 57)

Pengukuran dan pengendalian Lingkungan Kerja harus dilakukan oleh


personil K3 bidang Lingkungan Kerja, meliputi:
 Ahli K3 Muda Lingkungan Kerja;

 Ahli K3 Madya Lingkungan Kerja; dan

 Ahli K3 Utama Lingkungan Kerja.

Personil K3 harus memiliki kompetensi sesuai Standar


Kompetensi Kerja Nasional Indonesia yang ditetapkan oleh
Menteri dan kewenangan K3 bidang lingkungan kerja.

21
Pola Pembinaan dan Penerbitan Lisensi Ahli K3 Lingkungan Kerja

22
VIII. Pemeriksaan Dan Pengujian (Ps.58-68)

 Setiap Tempat Kerja yang memiliki potensi bahaya Lingkungan Kerja wajib
dilakukan Pemeriksaan dan/atau Pengujian.
 Pemeriksaan mer upakan kegiatan mengamati, menganalisis,
membandingkan, dan mengevaluasi kondisi Lingkungan Kerja untuk
memastikan terpenuhinya persyaratan
 Pengujian merupakan kegiatan pengetesan dan pengukuran kondisi
Lingkungan Kerja yang bersumber dari alat, bahan, dan proses kerja untuk
mengetahui tingkat konsentrasi dan pajanan terhadap Tenaga Kerja untuk
memastikan terpenuhinya persyaratan

23
Dilakukan secara:
 internal untuk mengukur besaran pajanan sesuai dengan risiko Lingkungan Kerja dan
tidak menggugurkan kewajiban Tempat Kerja untuk melakukan pengukuran dengan
pihak eksternal
dilakukan oleh personil K3 bidang Lingkungan Kerja.
 eksternal :
1. Unit Pelaksana Teknis Pengawasan Ketenagakerjaan (Pengawas Ketenagakerjaan
Spesialis K3 Lingkungan Kerja)
2. Direktorat Bina Keselamatan dan Kesehatan Kerja beserta Unit Pelaksana Teknis
Bidang K3 (Penguji K3)
3. Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) yang membidangi pelayanan Pengujian
K3(Penguji K3)
4. lembaga lain yang terakreditasi dan ditunjuk oleh Menteri (Ahli K3 Lingkungan
Kerja)

24
Jenis Pemeriksaan dan/atau Pengujian :
1. Pertama untuk mengidentifikasi potensi bahaya Lingkungan Kerja di Tempat Kerja
meliputi:
 area kerja dengan pajanan Faktor Fisika, Faktor Kimia, Faktor Biologi, Faktor Ergonomi,
dan Faktor Psikologi;
 KUDR; dan

 Sarana dan fasilitas Sanitasi.

2. Berkala dilakukan secara eksternal paling sedikit 1 (satu) tahun sekali atau sesuai
dengan penilaian risiko atau ketentuan peraturan perundang-undangan, meliputi sda.
3. Ulang dilakukan apabila hasil Pemeriksaan dan/atau Pengujian sebelumnya baik secara
internal maupun eksternal terdapat keraguan.
4. Khusus dilakukan setelah kecelakaan kerja atau laporan dugaan tingkat pajanan di atas
NAB

25
Surat Keterangan (Ps. 65)
a. Hasil Riksa Uji wajib dituangkan dalam Surat Keterangan Memenuhi/Tidak
Memenuhi Persyaratan K3 yang diterbitkan oleh Unit Kerja Pengawasan
Ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan’
b. Surat Keterangan dilengkapi dengan hasil Riksa Uji pada lembar terpisah;
c. Surat Keterangan dibuat dalam 3 (tiga) rangkap dengan rincian:
a. Untuk pengurus tempat kerja;
b. Untuk unit pengawasan ketenagakerjaan setempat;
c. Untuk pengawasan ketenagakerjaan pusat

d. Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan setempat melaporkan kepada unit


pengawasan ketenagakerjaan pusat sebulan sekali

26
Mekanisme Tata Kerja Riksa Uji
Lingkungan Kerja
Laporan Riksa Uji

SURKET Riksa Uji


memenuhi Berkala
Pelaksana Riksa Uji Syarat K3:
YA
a. P e n g a w a s
Ketenagakerjaan Sp K3
LK pada Instansi
≤ NAB atau
Wasnaker;
UPT memenuhi
Wasnaker standar
b. Penguji K3 pada Instansi
Bina K3 beserta UPT K3
dan UPTD Bidang K3;
TIDAK SURKET Riksa Uji
TIDAK Ulang
c. AK3 Lingkungan Kerja Memenuhi dan/atau
pada PJK3 Riksa Uji LK Syarat K3: STIKER

Perusahaan yang
meminta

Ditjen PPK
dan K3 c.q Dit Bina
Riksa KK
27
Formulir Riksa Uji

28
Surat Keterangan

29
Stiker

30
Terima kasih

31

Anda mungkin juga menyukai