OLEH
LESTARI SRI PUSPARINI
NIM. 101414253003
BAB I. PENDAHULUAN........................................................................................................ 1
i
BAB I. PENDAHULUAN
Rumah sakit adalah bentuk industri jasa yang tidak berbeda dengan industri barang.
Dalam pelaksanaan proses produksi, rumah sakit tidak terlepas dari adanya factor-faktor serta
potensi-potensi bahaya yang ada di dalamnya. Masalah yang terjadi di rumah sakit dapat
dunia meninggal setiap 15 detik karena kecelakaan kerja dan 160 pekerja mengalami sakit
akibat kerja. Tahun sebelumnya (2012) ILO mencatatat angka kematian dikarenakan
kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK) sebanyak 2 juta kasus setiap tahun. Adapun hasil
laporan pelaksanaan kesehatan kerja di 26 Provinsi di Indonesia tahun 2013, jumlah kasus
penyakit umum pada pekerja ada sekitar 2.998.766 kasus, dan jumlah kasus penyakit yang
kecelakaan kerja di Indonesia mencapai 8.900 kasus dari Januari sampai April 2014.
Rumah sakit mempunyai perbedaan khas dengan tempat kerja yang lain terkait dengan
terbukanya akses bagi bukan pekerja dengan leluasa. Berbeda dengan tempat kerja lain, hanya
pekerja saja yang dapat memasuki area pabrik misalnya. Sebagai konsekuensinya, pajanan
bahaya potensial yang terdapat di rumah sakit dapat mengenai bukan hanya pekerja, tetapi juga
komunitas bukan pekerja dalam hal ini pengguna jasa rumah sakit, dan juga pengunjung
lainnya. Perbedaan lain adalah dengan berlangsungnya kegiatan yang terus menerus 24 jam
dan 7 hari seminggu, menjadikan risiko gangguan kesehatan menjadi lebih besar sebagai akibat
1
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) bagi para pekerja di Rumah Sakit dan fasilitas
medis lain tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan sektor industri lainnya. Disadari atau
tidak, di lingkungan RS terdapat banyak bahan, alat dan proses kerja yang berpotensi bahaya.
NIOSH pada tahun 1985 mencatat bahwa di RS terdapat 159 zat yang bersifat iritan bagi kulit
dan 135 bahan kimia berbahaya yang bersifat karsinogenik, terratogenik dan mutagenik yang
dapat mengancam pekerja. Angka Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) di RS juga cukup
memprihatinkan. NSC-Amerika pada tahun 1988 mencatat frekuensi angka KAK di RS lebih
tinggi 41% dibanding pekerja lain. Di Indonesia, penelitian dr Joseph tahun 2005 -2007
mencatat bahwa angka KAK Needle Stick Injury (NSI) mencapai 38-73 % dari total petugas
kesehatan
Sebuah penelitian yang dilakukan Mehta A, Rodrigues C dkk pada tahun 2010
menemukan bahwa dari 342 kasus Needle Stick injury yang dialami petugas kesehatan di
sebuah pelayanan kesehatan didapati 37 kasus yang seropositif; 13 kasus terkena HIV, 15
kasus terkena HCV, sembilan kasus untuk HBV. Data penyebab luka akibat jarum suntik yaitu
Enam puluh enam luka tajam melalui kantong sampah, 43 luka terjadi selama pemberian infus,
41 kasus selama pemberian injeksi, 35 kasus selama jarum recapping, 32 kasus selama
pengambilan sampel darah, 27 kasus selama pemantauan gula darah acak (GDA), 24 dari
instrumen OT, 17 kasus saat pembuangan jarum suntik, 16 kasus saat menggunakan pisau
Munculnya kejadian kasus diatas disebabkan banyak hal salah satunya adalah
pelaksanaan upaya K3 yang belum optimal sehingga para tenaga kerja di rumah sakit (maupun
pengunjung rumah sakit) tidak menyadari besarnya potensi kecelakaan kerja dan penyakit kerja
Agar K3 di rumah sakit dapat dilaksanakan dengan baik, maka pihak manajemen perlu
memahami dan menerapkan berbagai hal yang terkait dengan K3. Dengan penerapan K3 yang
2
baik dan benar tersebut maka berbagai PAK dan KAK dapat diminimalisasi, produktivitas
pekerja dapat ditingkatkan dan pada akhirnya dapat meningkatkan profit bagi Rumah Sakit.
Salah satu cara efektif menuju penerapan K3 RS yang baik adalah dengan sosialisasi program
K3. Pada makalah ini akan di bahas lebih lanjut mengenai sosialisasi K3 di rumah sakit sebagai
3
BAB II. PEMBAHASAN
2.1 SOSIALISASI K3
Kesehatan dan keselamatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya
untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada
khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat
makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan
dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit
akibat kerja. Dapat disimpulkan bahwa Kesehatan dan keselamatan kerja adalah upaya untuk
dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat
Kesehatan kerja menurut WHO / ILO (1995) bertujuan untuk peningkatan dan
pemeliharaan derajat kesehatan fisik, mental, dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja
di semua jenis pekerjaan, pencegahan terhadap gangguan kesehatan pekerja yang disebabkan
oleh kondisi pekerjaan; perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaannya dari risiko akibat faktor
yang merugikan kesehatan; dan penempatan serta pemeliharaan pekerja dalam suatu
lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan psikologisnya. Secara ringkas
merupakan penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan setiap manusia kepada pekerjaan atau
jabatannya.
dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan
atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan
harkat dan martabat serta nilai-nilai agama. Keselamatan kerja disebutkan pula dalam Undang-
undang No.1 tahun 1970 yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik
di darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam
4
wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-
barang produk tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya
kecelakaan. Keselamatan dan kesehatan kerja mutlak untuk dilaksanakan oleh karyawan dalam
Keselamatan dan kesehatan kerja akan terwujud dimulai dari perilaku karyawan dalam
melaksanakan K3. Menciptakan perilaku yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan
kerja dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya adalah pengetahuan, sikap dan motivasi. Jika
faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku baik, maka perilaku karyawan dalam penerapan
prinsip K3 dengan sendirinya akan menjadi baik dan produktivitas kerja meningkat. Untuk
menungkatkan pengetahuan, sikap dan motivasi K3, perlu dilakukan sebuah program
Kesadaran bahwa keselamatan merupakan nilai yang jelas dalam suatu organisasi
dimulai dengan komitmen pemimpin yang dinyatakan dalam Top Level Safety Policy
diwujudkan dalam tujuan , strategi, sasaran dan prioritas jangka pendek maupun jangka
keselamatan yang merepresentasikan nilai tindakan akan kondisi dan perilaku selamat.
dikomunikasikan agar dapat dimengerti, dihayati, dan diterapkan seluruh individu di organisasi
tersebut. Karena itu, banyak kita jumpai instansi membuat kebijakan keselamatan ini dalam
bingkai yang bagus agar menarik perhatian dan ditempel di setiap lokasi strategis.
5
Kebijakan keselamatan bukan hanya untuk hiasan, tetapi juga harus diterapkan. Untuk
itu perlu proses sosialisasi, yaitu penjabaran kebijakan dalam bentuk program keselamatan,
termasuk sumber daya keselamatan yang dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien. (Heni,
2011)
pola-pola hidup dalam masyarakat sesuai dengan nilai, norma dan kebiasaan yang berlaku
Dalam arti luas, sosialisasi adalah proses pembelajaran masyarakat menghantar warganya
kegiatan masyarakat , yang di dalamnya individu-individu belajar dan diajar memahirkan diri
Pekerjaan di dunia ini pasti masing-masing memiliki tingkat risiko bahaya. Keselamatan
dan kesehatan kerja (K3) merupakan suatu upaya untuk menciptakan suasana bekerja yang
aman, nyaman, dan tujuan akhirnya adalah mencapai produktivitas setinggi-tingginya. Maka
dari itu K3 mutlak untuk dilaksanakan pada setiap jenis bidang pekerjaan tanpa kecuali. Upaya
K3 diharapkan dapat mencegah dan mengurangi risiko terjadinya kecelakaan maupun penyakit
akibat melakukan pekerjaan. Dalam pelaksanaan K3 sangat dipengaruhi oleh tiga faktor utama
yaitu manusia, bahan, dan metode yang digunakan, yang artinya ketiga unsur tersebut tidak
dapat dipisahkan dalam mencapai penerapan K3 yang efektif dan efisien. Sebagai bagian dari
ilmu Kesehatan Kerja, penerapan K3 dipengaruhi oleh empat faktor yaitu adanya organisasi
kerja, administrasi K3, pendidikan dan pelatihan, penerapan prosedur dan peraturan di tempat
kerja, dan pengendalian lingkungan kerja. Dalam Ilmu Kesehatan Kerja, faktor lingkungan
kerja merupakan salah satu faktor terbesar dalam mempengaruhi kesehatan pekerja, namun
demikian tidak bisa meninggalkan faktor lainnya yaitu perilaku. Perilaku seseorang dalam
6
melaksanakan dan menerapkan K3 sangat berpengaruh terhadap efisiensi dan efektivitas
keberhasilan K3.
segala hal yang berhubungan dengan K3, yang dilakukan Safety Committee.
imbauan.
bahwa upaya kesehatan dan keselamatan kerja harus diselenggarakan di semua tempat kerja,
terutama yang memiliki resiko kecelakaan dan kesehatan tinggi, mudah terkena penyakit, atau
jumlah pekerja paling sedikit 10 orang. Jika memperhatikan isi dari pasal di atas maka jelaslah
bahwa Rumah Sakit (RS) termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman
bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku
langsung yang bekerja di RS, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung RS. Sehingga
sudah seharusnya pihak pengelola Rumah Sakit menerapkan upaya upaya K3 di Rumah Sakit.
pelayanan kesehatan serta dapat berfungsi sebagai tempat pendidikan tenaga kesehatan dan
penelitian. Rumah Sakit merupakan salah satu tempat bagi masyarakat untuk mendapatkan
pengobatan dan pemeliharaan kesehatan dengan berbagai fasilitas dan peralatan kesehatannya.
7
Rumah Sakit sebagai tempat kerja yang unik dan kompleks tidak saja menyediakan pelayanan
kesehatan bagi masyarakat, tetapi juga merupakan tempat pendidikan dan penelitian
kedokteran. Semakin luas pelayanan kesehatan dan fungsi suatu rumah sakit maka semakin
Konsep Dasar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit adalah upaya terpadu
seluruh pekerja rumah sakit, pasien, pengunjung/pengantar orang sakit untuk menciptakan
lingkungan kerja, tempat kerja rumah sakit yang sehat, aman dan nyaman baik bagi pekerja
rumah sakit, pasien, pengunjung/pengantar orang sakit, maupun bagi masyarakat dan
Manajemen Keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit adalah suatu proses kegiatan
pengendalian yang bertujuan untuk membudayakan Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di
rumah sakit.
karyawan, pimpinan, dan masyarakat dari kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit
akibat kerja (PAK), menjaga agar alat dan bahan yang dipergunakan dalam proses kegiatan
yang hasilnya dapat dipakai dan dimanfaatkan secara benar, efesien, serta produktif. Upaya K3
sangat besar peranannya dalam meningkatkan produktivitas terutama mencegah segala bentuk
kerugian akibat kecelakaan kerja. Masalah penyebab kecelakaan yang paling besar yaitu faktor
manusia karena kurangnya pengetahuan dan keterampilan, kurangnya kesadaran dari direksi
dan karyawan sendiri untuk melaksanakan peraturan perundangan K3 serta masih banyak pihak
direksi menganggap upaya K3RS sebagai pengeluaran yang mubazir, demikian juga
dikalangan karyawan banyak yang menganggap remeh atau acuh tak acuh dalam memenuhi
SOP kerja. Penyebab lain adalah kondisi lingkungan seperti dari mesin, peralatan, pesawat,
8
Penyakit akibat kerja di sarana kesehatan umumnya berhubungan dengan berbagai
faktor biologis (kuman patogen yang umumnya berasal dari pasien). Tenaga medis rumah sakit
mempunyai risiko terkena infeksi 2-3 kali lebih besar daripada medis yang berpraktik pribadi.
Faktor kimia (bahan kimia dan obat-obatan antibiotika, cytostatika, narkotika dan lain-lain,
pemaparan dengan dosis kecil namun terus menerus seperti anstiseptik pada kulit, gas anestesi
pada hati. Formaldehyde untuk mensterilkan sarung tangan karet medis atau paramedis dikenal
sebagai zat yag bersifat karsinogenik). Faktor ergonomi (cara duduk, mengangkat pasien yang
salah), faktor fisik yaitu pajanan dengan dosis kecil yang terus menerus (kebisingan dan getaran
diruang generator, pencahayaan yang kurang dikamar operasi, laboratorium, ruang perawatan,
suhu dan kelembabam tinggi diruang boiler dan laundry, tekanan barometrik pada
decompression chamber, radiasi panas pada kulit, tegangan tinggi pada sistem reproduksi, dan
lain-lain) serta faktor psikososial (ketegangan dikamar bedah, penerima pasien gawat darurat
dan bangsal penyakit jiwa, shift kerja, hubungan kerja yang kurang harmonis, Bagian
pemeliharaan terpajan dengan solvent, asbes, listrik, bising, dan panas. Karyawan di bagian
cleaning service terpajan deterjen, desinfektan, tertusuk sisa jarum suntik dan lain-lain.
Karyawan katering sering mengalami tertusuk jari, luka bakar, terpeleset, keletihan, stres kerja,
dan lain-lain. Teknisi radiologi potensial terpajan radiasi dari sinar X dan radioaktif isotop atau
zat kimia lainnya. Perawat sering cedera punggung, terpajan zat kimia beracun, radiasi, dan
stres akibat shift kerja. Petugas di ruang operasi mempunyai risiko masalah reproduksi atau
gastroenterology Pajanan limbah gas anaestesi, risiko luka potong tusuk, radiasi, dan lain-
lain. Rumah sakit merupakan penghasil sampah medis atau klinis terbesar, yang kemungkinan
mengandung mikroorganisme patogen, parasit, bahan kimia beracun dan radioaktif. Hal ini
dapat membahayakan dan menimbulkan gangguan kesehatan baik bagi petugas, pasien
maupun pengunjung rumah sakit. Di samping itu, jika pengelolaannya tidak baik dapat menjadi
sumber pencemaran terhadap lingkungan yang pada gilirannya akan menjadi ancaman terhadap
9
kesehatan masyarakat yang lebih luas. Pengelolaan sampah dan limbah rumah sakit merupakan
bagian dari upaya penyehatan lingkungan, bertujuan melindungi masyarakat akan bahaya
pencemaran lingkungan yang bersumber dari sampah atau limbah rumah sakit.
paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Berdasarkan defenisi tersebut, maka suatu rumah sakit sudah sepatutnya memberikan suatu
pelayanan kesehatan yang bermutu sehingga mampu memenuhi kebutuhan dan tuntutan
masyarakat. Selain dituntut untuk memberikan pelayanan yang bermutu, rumah sakit juga perlu
menjadi hospital safety sehingga mampu melindungi pasien, pengunjung, masyarakat sekitar
dan tenaga kerjanya dari potensi bahaya yang ada di rumah sakit. Hal ini diperjelas dalam
Undang-undang No 36 tahun 2009, yakni pengelola tempat kerja wajib melakukan segala
bentuk upaya kesehatan melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan
bagi tenaga kerjanya. Berdasarkan undang-undang tersebut maka pengelola tempat kerja di
rumah sakit mempunyai kewajiban untuk menyehatkan para tenaga kerjanya sehingga perlu
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan masyarakat yang padat modal, padat
teknologi dan padat karya yang dalam pekerjaan sehari-hari melibatkan sumberdaya manusia
dengan berbagai jenis keahlian. Jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan sangat bergantung
pada kapasitas dan kualitas tenaga di institus pelayanan kesehatan. Dalam melaksanakan
peralatan dengan teknologi tinggi dan bahan-bahan serta obat berbahaya bagi kesehatan untuk
kesehatan dan tenaga kerja di institusi pelayanan kesehatan oleh agen penyakit perlu mendapat
perhatian khusus. Penyelenggaraan kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit sangatlah
10
perlu mendapat perhatian yang serius. Perhatian pelayanan kesehatan dan keselamatan kerja di
rumah sakit tidak hanya untuk pengguna rumah sakit yang meliputi pasien, pengunjung rumah
sakit dan tenaga pemberi pelayanan kesehatan ; tetapi juga bagi pelaksana dan pengelola rumah
sakit. Bangunan dan lingkungan rumah sakit juga perlu mendapat perhatian agar para pengelola
rumah sakit, penyelenggara pelayanan maupun pengguna rumah sakit dapat terlindungi
Berbagai faktor dan sebab dari kurang pengetahuannya sumber daya rumah sakit
terhadap keselamatan, juga disebabkan karena kurangnya fasilitas safety yang memadai. Oleh
karena itu K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) bagi pekerja di rumah sakit dan fasilitas
medis lainnya perlu diperhatikan sedemikian rupa begitu pula penanganan faktor potensi
berbahaya yang ada di rumah sakit serta metode pengembangan program K3 disana perlu
dilaksanakan, seperti misalnya perlindungan baik terhadap penyakit infeksi maupun non-
infeksi, penanganan limbah medis, penggunaan alat pelindung diri dan lain sebagainya. Selain
terhadap pekerja di fasilitas medis/klinik maupun rumah sakit, K3 di rumah sakit juga termasuk
keselamatan dan hak-hak pasien, yang masuk ke dalam program patient safety.
pasien dan masyarakat serta lingkungan sekitar Rumah Sakit. Kinerja setiap petugas kesehatan
dan non kesehatan merupakan resultante dari tiga komponen yaitu kapasitas kerja, beban kerja,
pembudayaan perilaku Kesehatan dan Keselamatan Kerja di rumah sakit (K3RS) yang
meliputi :
a) Advokasi sosialisasi K3 pada seluruh jajaran rumah sakit, baik bagi pekerja,pasien serta
11
b) Penyebaran media informasi dan komunikasi baik melalui film ,leaflet, poster, pamflet
dll.
c) Promosi K3 pada setiap pekerja yang bekerja disetiap unit RS dan pada para pasien
seluruh pekerja rumah sakit untuk dapat menerapkan budaya K3RS secara komprehesif dengan
tujuan dapat menciptakan lingkungan kerja, tempat kerja rumah sakit yang sehat, aman dan
nyaman baik bagi pekerja rumah sakit, pasien, pengunjung/pengantar orang sakit, maupun bagi
mengikutsertakan seluruh sumber daya manusia yang ada untuk mengikuti training K3 rumah
sakit. Untuk terlaksananya program K3 dan dapat dilaksanakan dengan baik, maka pihak
manajemen rumah sakit perlu memahami berbagai hal yang terkait dengan K3.
Sakit tersebut, dalam training ini akan menjawab permasalahan-permasalahan yang terkait K3
di rumah sakit, tidak hanya dari aspek pengelolaannya saja, akan tetapi lebih meningkatkan
profesionalisme tenaga kerja yang ada di rumah sakit, sehingga diharapkan para tenaga kerja
tersebut lebih peka dan kreatif dalam implementasi K3 di rumah sakit. Dengan penerapan K3
rumah sakit yang baik dan benar tersebut maka berbagai kasus-kasus kecelakaan kerja dapat
a) Persuasi
b) Pembiasaan (Conditioning)
12
d) Kekuasaan
2. Pemahaman
dalam Rumah Sakit atau instansi kesehatan lainnya. Bentuk upaya pemahaman yang
a) Kursus / Pelatihan
b) Seminar
c) Study banding
e) Praktek Lapangan K3
3. Pengembangan (Development )
Pengembangan budaya k3 rumah sakit dilakukan dengan pendampingan oleh staf ahli
yang diberi wewenang untuk memberikan pengarahan bagi staf atau tenaga kerja
lainnya. Dalam metode pengembangan ini dua elemen yang sangat berpengaruh yaitu
b) Sebagai fasilitator K3
13
2.1 CONTOH KEGIATAN SOSIALISASI K3 DI RUMAH SAKIT
Muhammadiyah Yogyakarta menggelar Kampanye Hand Hygiene pada hari Rabu, 29 Oktober
2014.
adalah sosialisasi enam langkah cuci tangan yang dilakukan oleh duta-duta Hand Hygiene RS
Yogyakarta, termasuk pasien dan keluarganya. Tidak hanya sosialisasi saja, mereka juga
mengajak langsung pengunjung dan pasien rumah sakit untuk mencuci tangan yang betul dan
benar menggunakan handwash atau cairan yang berbasis alkohol. Menurut Ibu Arifiana,
kebersihan tangan merupakan standart precaution yang harus dijalankan rumah sakit yang
merupakan kegiatan pokok program PPI rumah sakit. Pengunjung dan pasien di rumah sakit
harus mendapatkan edukasi tentang kebersihan tangan yang benar sesuai prosedur yang
Dalam acara kampanye cuci tangan tersebut, juga dilakukan sosialisasi tentang
pemadaman kebakaran menggunakan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) yang dilakukan oleh
Penggunaan APAR untuk kegiatan sosialisasi program Tim K3 ini dilakukan dengan
mendemonstrasikan cara memadamkan api kebakaran yang harus bisa dioperasionalkan oleh
14
segenap keluarga besar RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta termasuk pasien dan
keluarganya.
Mengingat pentingnya K3 di Rumah Sakit dan bertepatan dengan bulan K3 yang jatuh
pada bulan Februari, RSUD Taman Husada Bontang menggelar kegiatan sosialisasi K3. Hal
ini juga dimaksudkan sebagai salah satu bentuk komitmen persiapan menuju Rumah Sakit
berstandar internasional. Tujuan dari sosialisasi ini adalah untuk mencegah, mengurangi,
bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja (zero accident) sehingga tercapai suatu kondisi
kerja dan lingkungan kerja Rumah Sakit yang memenuhi persyaratan K3, dengan harapan
peningkatan efisiensi serta peningkatan produktifitas kerja yang ditandai dengan adanya
Sosialisasi K3 dimulai sejak tanggal 05-18 Februari 2013, kali ini difokuskan pada
penanganan kebakaran, baik berupa teori maupun cara penggunaan Alat Pemadam Api Ringan
(APAR), evakuasi pasien dari ruangan hingga ke tempat evakuasi (Assembling Area) yang
berada di tempat parkir halaman depan RSUD Taman Husada Bontang. Adapun peserta yang
15
c. RSUD Panembahan Senopati Bantul (2010)
Sosialisasi yang disampaikan di ruang lobi administrasi RSUDPS dalam apel pagi hari Jumat
(03/09) kemarin oleh Sugiyanto, S.Kom (Sekretaris K3RS) ini bertujuan agar seluruh karyawan
dan semua orang yang berada dalam lingkungan rumah sakit mengetahui K3RS di RSUDPS.
Penilaian K3RS dalam rangka akreditasi adalah mencakup seluruh karyawan dan
kegiatan rumah sakit, bahkan dalam hal tertentu pasien dan pengunjung.
1. Mengumpulkan data.
Data berasal dari peran aktif anggota Tim K3 dan peran aktif seluruh karyawan.
Peran aktif seluruh karyawan RS dalam hal ini adalah menyampaikan informasi hal-hal yang
berkaitan dengan K3 kepada Sekretaris K3 yang nantinya akan diolah oleh Tim K3 menjadi
data. Misalnya kejadian kecelakaan kerja, pelanggaran larangan merokok dan lain-lain.
Diharapkan dalam sosialisasi tersebut peserta apel yang hadir dapat menyampaikan kepada
semua sasaran atau paling tidak ke teman sejawat. Serta peran aktif seluruh karyawan sangat
16
BAB III. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Pelayanan kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit tidak hanya untuk pengguna
rumah sakit yang meliputi pasien, pengunjung rumah sakit dan tenaga pemberi pelayanan
kesehatan tetapi juga bagi pelaksana dan pengelola rumah sakit. Kesehatan dan keselamatan
kerja adalah upaya untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat
kesehatan para pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja,
Agar kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit tercapai perlu dibuat perencanaan,
penerapan budaya K3 di rumah sakit. Sosialisasi penerapan budaya k3-rumah sakit dapat
dilakukan melalui beberapa cara yaitu sosialisasi kebijakan K3, spanduk dengan pesan K3
dapat dilakukan pada pada bulan K3, ulang tahun Rumah Sakit dan kegiatan ilmiah, poster-
poster pesan keselamatan di area Rumah Sakit, safety talk sebelum melaksanakan tugas seperti
kegiatan operan, laporan status pasien. Langkah langkah sosialisasi ini akan semakin efektif
apabila didukung komitmen kebijakan oleh pimpinan puncak, manajemen dan pelaksanaan
seluruh karyawan tanpa terkecuali pihak outsourcing maupun pengunjung yang ada di rumah
sakit.
17
BAB IV. DAFTAR PUSTAKA
http://www.rspkujogja.com/info-pku/berita-pku-jogja/165-jaga-kualitas-rs-pku-
muhammadiyah-yogyakarta-wajibkan-hand-hygiene
http://www.depkes.go.id/article/print/201411030005/1-orang-pekerja-di-dunia-meninggal-
setiap-15-detik-karena-kecelakaan-kerja.html
http://rsud.bontangkota.go.id/berita/9-berita-rsud/5-sosialisasi-kesehatan-dan-
keselamatan-kerja-di-rsud.html
http://rsudps.bantulkab.go.id/berita/baca/2010/09/04/130514/sosialisasi-k3rs-di-rsud-
panembahan-senopati-bantul
Ekowati, Astriningrum Dyah (2009) Magang Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Heni, Y., 2011. Improving Our Safety Culture: Cara Cerdas Membangun Budaya
18