Anda di halaman 1dari 33

ABSTRAK

DARWIN LION, PERILAKU PEKERJA TERHADAP KESELAMATAN DAN


KESEHATAN KERJA (K-3) PROYEK KONSTRUKSI DI LINGKUNGAN
UNIVERSITAS TADULAKO dibimbing oleh A. Asnudin dan I Ketut Sulendra.

Perilaku pekerja terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) memegang peranan yang
sangat penting dalam mengurangi kecelakaan kerja di bidang konstruksi, sehingga perlu
dilakukan studi bagaimana perilaku pekerja dalam menerapkan aturan-aturan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja. penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui perilaku pekerja konstruksi
terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dan faktor penghambat pekerja dalam
menerapkan aturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di lingkungan proyek konstruksi
Universitas Tadulako.

Pengumpulan data yang dilakukan yaitu data primer berupa kuesioner, observasi dan wawancara
langsung, dan data sekunder yang diperoleh berupa data jumlah pekerja dan data Alat Pelindung
Diri (APD) yang disediakan. Pengolahan data dilakukan dengan metode deskriptif dan
photograph.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku pekerja terhadap K3 masih sangat kurang karena
masih banyak ditemukan pekerja melakukan tindakan tidak aman sewaktu bekerja seperti tidak
menggunakan APD, bergurau dengan rekan kerja, merokok, dan melakukan gerakan berbahaya
(berlari pada saat bekerja, melempar material dan tidak menggunakan alat bantu). Faktor
penghambat pekerja dalam menerapkan K3 pada proyek gedung kuliah pasca sarjana yaitu akibat
rendahnya pengetahuan pekerja terhadap penerapan K3 dan perusahaan tidak menerapkan K3.
Sedangkan pada proyek gedung kuliah kedokteran menunjukkan bahwa rendahnya kedisiplinan
pekerja dan rendahnya kesadaran pekerja dalam menerapkan aturan K3) serta lemahnya
pengawasan dari perusahaan dan pemberian sanksi.hukuman terhadap pelanggaran pekerja di
proyek sehingga perilaku tindakan tidak aman sering terjadi.

Kata kunci : Keselamatan, Kesehatan Kerja, Perilaku Pekerja, Konstruksi

ABSTRACT

DARWIN LION, THE BEHAVIOR OF WORKERS TO THE CONSTRUCTION


PROJECT SAFETY AND HEALTH IN TADULAKO OF UNIVERSITY led by A.
Asnudin and I Ketut Sulendra.

Worker behavior towards Safety and Health plays a very important role in reducing occupational
injuries in construction, so it is necessary to study how the behavior of workers in applying the
rules of Occupational Health and Safety (OHS). This study aimed to determine the behavior of
construction workers to the Occupational Health and Safety (OHS) and the limiting factor in
applying the rule of workers and Occupational Health Safety (OHS) in the construction project
Tadulako of University.

Data collection is the primary data in the form of questionnairies, observations and interviews,
and secondary data in the form of data on the number of workers and the data provided by
Personal Protective Equipment (PPE). Data processing is done using descriptive and photograph.

The results showed that the behavior of workers to Occupational Health and Safety (OHS) is still
lacking because there are still many workers perform unsafe actions while working as not to use
Personal Protective Equipment (PPE), joking with colleagues, smoking, and doing dangerous
movement (running at work, throwing material and uses a walker). Factor inhibiting workers in
implementing Occupational Health and Safety (OHS) on a post-graduate college building
projects are due to workers lack of knowledge of the application of Health and Safety (OHS)
and the company did not apply the Occupational Health and Safety (OHS). While in medical
school building projects indicate that low labor discipline and a lack of awareness of workers in
applying the rules of Occupational Health and Safety (OHS) and the weak oversight of the
company and giving sanksi.hukuman against violations of workers on the project so that the
behavior of common unsafe acts.

Keywords: Safety, Health, Behavior Worker, Construction

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelaksanaan suatu proyek konstruksi banyak menggunakan tenaga kerja manusia dan dalam
setiap kegiatan pekerjaan konstruksi sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik pekerja serta area
kerja yang terbuka, seperti iklim, cuaca. dan lingkungan. Oleh karena itu, pelaksanaan proyek
konstruksi sangat rawan terhadap terjadinya kecelakaan kerja. Masalah keselamatan kerja di
Indonesia telah lama mendapat perhatian dan dukungan dari Pemerintah sejak ditetapkannya
Undang-Undang Keselamatan Kerja Nomor 1 Tahun 1970. Bahkan sejak tahun 1993,
keselamatan kerja telah ditingkatkan untuk mencapai kecelakaan nihil (zero accident) pada setiap
proses produksi. Sejak dikeluarkannya peraturan pemerintah mengenai keselamatan kerja,
perusahaan kontraktor wajib mengimplementasikan Program Keselamatan Kerja dan Kesehatan
Kerja (K3) pada setiap proyek konstruksi yang dikerjakannya.

Beberapa perusahaan konstruksi yang ada di provinsi Sulawesi Tengah belum sepenuhnya
memikirkan mengenai resiko-resiko kecelakaan kerja jika tidak menerapkan Program
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada proyek yang dikerjakannya, perusahaan
menganggap dalam menerapkan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) membutuhkan
pengeluaran tambahan yang tidak perlu, hal ini disebabkan perusahaan konstruksi belum
menyadari bahwa pentingnya penerapan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K-3)
merupakan upaya pencegahan (preventif) dalam menghindari timbulnya kecelakaan dan
gangguan kesehatan kerja, juga perusahaan belum sepenuhnya memikirkan dampak yang
mungkin timbul bagi perusahaan akibat terjadi kecelakaan kerja misalnya perusahaan akan
mengalami kerugian finansial dimana perusahaan mengeluarkan biaya untuk korban akibat
kecelakaan kerja selain yang di tanggung asuransi, kemudian dampak lain seperti berkurangnya
produksi, dan turunnya reputasi perusahaan.

Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) secara utuh dapat meminimalkan risiko
terjadinya kecelakaan kerja. Namun, pada kenyataannya masih banyak hambatan yang sering
dihadapi, baik dari pihak kontraktor maupun dari pihak pekerja. Di kalangan pekerja, banyak
pekerja konstruksi yang mengalami kecelakaan kerja oleh karena faktor perilaku tindakan tidak
aman (unsafe action) dalam bekerja oleh karena kurangnya pengetahuan pekerja tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K-3).

Upaya peningkatan perilaku pekerja konstruksi terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K-
3) sangat penting untuk dilakukan dalam upaya pencegahan (preventif) kecelakaan kerja di
proyek konstruksi, seperti pada proyek pembangunan di lingkungan Universitas Tadulako
dimana proyek-proyek konstruksi yang sedang atau akan dilaksanakan agar dapat mengutamakan
penerapan aturan-aturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sehingga upaya pencegahan
kecelakaan kerja dalam mencapai kecelakaan nihil (zero accident) dapat tercapai. Oleh karena itu
penulis tertarik melakukan penelitian tentang: Perilaku Pekerja Konstruksi Terhadap
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Lingkungan Universitas Tadulako.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah perilaku pekerja konstruksi terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja


(K3) proyek konstruksi di lingkungan Universitas Tadulako?

2. Apakah yang menjadi faktor penghambat pekerja dalam menerapkan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) pada kegiatan proyek konstruksi di lingkungan Universitas Tadulako?

1.3 Batasan Masalah / Lingkup Pembahasan

Penelitian dilakukan terhadap pekerja dari 2 (dua) perusahaan kontraktor konstruksi yang
melaksanakan proyek di lingkungan UniversitasTadulako yaitu :

a. Proyek Gedung Kuliah Jurusan Kedokteran

b. Proyek Gedung Kuliah Pasca Sarjana

1.4 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui perilaku pekerja konstruksi di lingkungan Universitas Tadulako terkait dengan


Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K-3).
2. Mengetahui faktor penghambat pekerja dalam pelaksanaan Program Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K-3) pada kegiatan proyek konstruksi.

1.5 Manfaat Penelitian

a. Masyarakat

Memberikan gambaran pada masyarakat tentang hasil studi pada pekerja konstruksi di
lingkungan Universitas Tadulako terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K-3).

b. Perusahaan Kontraktor Konstruksi

Sebagai gambaran, acuan, dan masukan kepada perusahaan jasa konstruksi dalam
mengimplementasikan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K-3) di perusahannya.

c. Peneliti

Sebagai calon Sarjana Teknik Sipil yang nantinya akan terjun dalam dunia konstruksi, penelitian
ini diharapkan menberikan gambaran tentang pentingnya penerapan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) dan sehingga mendorong peneliti nantinya untuk lebih mempersiapkan diri.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Proyek

1. Pelaksanaan Proyek

1. Gedung Kuliah Kedokteran dilaksanakan selama 60 hari kalender dan masa pemeliharaan
180 hari kalender.

2. Gedung Kuliah Pasca Sarjana dilaksanakan selama 90 hari kalender, dan masa
pemeliharaan 180 hari kalender.

3.2 Data Penelitian

Mengacu pada judul tulisan tugas akhir ini, maka yang diperlukan untuk penelitian adalah data
primer dan data sekunder.

1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari kuesioner, observasi dan wawancara langsung
dengan pekerja di lapangan.

1. Data Sekunder

Data sekunder dapat berupa jumlah pekerja, data Alat Pelindung Diri (APD) yang disediakan
oleh perusahaan.

3.3 Pemilihan Lokasi

Lokasi penelitian ini berada di wilayah Kota Palu tepatnya di Kelurahan Tondo Kecamatan Palu
Timur di dalam wilayah Universitas Tadulako, dengan obyek penelitian yaitu pekerja konstruksi
yang mengerjakan Proyek Gedung Gedung kuliah Pasca Sarjana dan Gedung Kuliah
Kedokteran.

3.4 Obyek Penelitian

Pada penelitian ini penulis memfokuskan pada sejauh mana perilaku pekerja konstruksi
terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K-3) proyek konstruksi di lingkungan Universitas
Tadulako dan faktor penghambat pekerja dalam menerapkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K-3) pada kegiatan proyek konstruksi

3.6 Populasi dan Sampel

3.6.1 Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah pekerja tukang yang bekerja pada 2 proyek
pembangunan di lingkungan Universitas Tadulako, sebanyak 300 orang pekerja pada proyek
pembangunan gedung kuliah kedokteran dan 12 orang pekerja pada proyek pembangunan
gedung kuliah pasca sarjana.

3.6.2 Sampel

Menurut Arikunto (2006) jika populasinya kurang dari 100 maka lebih baik diambil semuanya
sehingga penelitiannya menjadi penelitian populasi, sedangkan jika subjeknya berjumlah lebih
besar dari 100 maka diambil 10%-15% atau 20%-25% atau lebih.

Berdasarkan hal tersebut maka jumlah sampel dari penelitian ini sebanyak 36 orang pekerja
(diambil 12%) pada Proyek Gedung Kuliah Kedokteran dan 12 orang pekerja (diambil 100%)
pada Proyek Gedung Kuliah Pasca Sarjana. Pengambilan sampling dilakukan secara random
sampling.

3.7 Proses Pengambilan Data


Proses pengumpulan data ini dimaksudkan untuk mempermudah dalam mengolah data
yang dibutuhkan guna menunjang penulisan tugas akhir ini, adapun data yang diambil berupa :

1. Data primer merupakan data yang diperoleh dari hasil observasi dilapangan berupa
pengambilan gambar pekerjaan serta kuesioner. kuesioner dilakukan pada pekerja tukang
yang mengerjakan proyek konstruksi di lapangan.

2. Data sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari intansi terkait yaitu PT. Bangun Kubah
Sarana dan PT. Palu Indo Konstruksi Pratama selaku kontraktor pelaksana. Data yang dperoleh
berupa jumlah pekerja, dan Alat Pelindung Diri (APD) yang disediakan.

3.8 Definisi operasional

1. Perilaku pekerja

Adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan pekerja yang bekerja di
lingkungan proyek konstruksi Universitas Tadulako yaitu pada Gedung Kuliah Kedokteran dan
Gedung Kuliah Pasca Sarjana dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan dan
keselamatannya dalam bekerja

a. Pengetahuan

Yaitu segala sesuatu yang diketahui dan dipahami pekerja yang berkaitan dengan upaya
memelihara dan meningkatkan kesehatan dan keselamatannya dalam bekerja

b. Sikap

Yaitu tanggapan atau respon pekerja yang masih tertutup. Dengan kata lain, sikap adalah
kecendrungan untuk melakukan tindakan, dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda-
tanda untuk menyenangi atau tidak menyenangi upaya atau kegiatan memelihara dan
meningkatkan kesehatan dan keselamatannya dalam bekerja

c. Tindakan

Yaitu kegiatan atau perbuatan nyata pekerja yang berkaitan dengan upaya memelihara dan
meningkatkan kesehatan dan keselamatannya dalam bekerja

3.9 Aspek Pengukuran

3.9.1 Pengukuran aspek perilaku

Menurut Arikunto pengukuran aspek perilaku didasarkan pada jawaban responden dari seluruh
pertanyaan yang diberikan, meliputi pertanyaaan mengenai pengetahuan, sikap, tindakan.
1. Penilaian pengetahuan dilakukan terhadap 10 pertanyaan dimana jawaban yang tahu
diberi nilai 1, dan jawaban tidak tahu diberi nilai 0.

Berdasarkan jumlah skor yang diperoleh maka diklasifikasikan dalam 2 kategori :

1. Baik, apabila responden mendapat nilai >75% dari nilai maksimum 12

2. Sedang, apabila responden mendapat nilai 40-75% dari nilai maksimum (12)

3. Buruk, apabila responden mendapat nilai <40 dari nilai maksimum (12)

4. Penilaian sikap dilakukan terhadap 12 pertanyaan dimana jawaban yang tepat diberi nilai
1 dan yang tidak tepat diberi nilai 0.

Berdasarkan jumlah skor yang diperoleh maka diklasifikasikan dalam 2 kategori :

1. Baik, apabila responden mendapat nilai >75% dari nilai maksimum 12

2. Sedang, apabila responden mendapat nilai 40-75% dari nilai maksimum (12)

3. Buruk, apabila responden mendapat nilai <40 dari nilai maksimum (12)

4. Penilaian tindakan dilakukan terhadap 14 pertanyaan dimana jawaban yang tepat diberi
nilai 1 dan yang tidak tepat diberi nilai 0.

Berdasarkan jumlah skor yang diperoleh maka diklasifikasikan dalam 2 kategori :

1. Baik, apabila responden mendapat nilai >75% dari nilai maksimum 14

2. Sedang, apabila responden mendapat nilai 40-75% dari nilai maksimum (14)

3. Buruk, apabila responden mendapat nilai <40 dari nilai maksimum (14)

3.10 Variabel yang diteliti

Dalam penelitian ini menggunakan alat pengumpulan data berupa kuesioner yang berisikan
tentang pertanyaan mengenai pengetahuan, sikap dan tindakan pekerja terhadap Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3) serta dokumentasi pekerjaan sebagai data pendukung.
3.11 Proses Pengolahan Data

Dalam penelitian ini metode yang digunakan yaitu:

1.Metode deskriptif. Menurut Cohen (2000) yang dikutip syahadat (2011) menyatakan bahwa
metode deskriptif adalah Suatu metode yang menggambarkan dan menginterpretasikan objek
sesuai dengan apa adanya. Dalam penelitian ini juga dilengkapi dengan penyajian dalam bentuk
diagram dan tabel frekwensi tangensi. Penyajian seluruh data-data penelitian dalam bentuk
diagram dan tabel tunggal selanjutnya menganalisis data tersebut dengan metode deskriptif.

2.Metode analisa photograph adalah analisis yang menggunakan gambar-gambar atau foto-foto
yang terjadi di lapangan sebagai bahan analisa. Kemudian gambar-gambar yang diambil pada
saat di lokasi penelitian akan digambarkan atau dideskripsikan pada permasalahan yang
berhubungan dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K-3).

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik Umum Responden

Responden pada penelitian ini berasal dari dua proyek pembangunan Gedung Kuliah di
lingkungan Universitas Tadulako, yaitu sebanyak 12 responden pada Proyek Gedung Kuliah
Pasca Sarjana dan sebanyak 36 responden pada Proyek Gedung Kuliah Kedokteran, sehingga
total responden pada penelitian ini sebanyak 48 responden.

Tabel 4.1.1 Distribusi Karakteristik Responden

Jumlah (n) Persentase (100%)


Karakteristik Responden
No Pasca Kedok Pasca Kedok

1 Umur

a <21 Tahun 2 0 16,7 0

b 21-25 Tahun 1 2 8,3 5.6


c 26-30 Tahun 4 1 33,3 2.8

d 31-35 Tahun 1 11 8,3 30.6

e 36-40 Tahun 2 19 16,7 52.8

f 41-45 Tahun 2 3 16,7 8.3

Total 12 36 100 100

2 Pendidikan

a Tidak Sekolah 2 7 16,7 19.4

b SD 5 18 41,7 50

c SMP 5 9 41,7 25

d SMA 0 2 0 5.6

Total 12 36 100 100

3 Lama Bekerja

a 2-5 Tahun 8 24 66.7 66.7

b 6-9 Tahun 3 4 25 11.1

c 7-10 Tahun 1 7 8.3 19.4


d 10-13 Tahun 0 1 0 2.8

Total 12 36 100 100

4 Pelatihan K3

a Pernah 0 27 100 75

b Tidak Pernah 12 9 0 25

Total 12 36 100 100

Sumber: Data Primer, 2012

Berdasarkan golongan umur pada Gedung Kuliah Pasca Sarjana dominan responden berusia
antara 26-30 tahun sebanyak 4 responden (33,3%) dan tingkat umur yang paling kecil adalah
dibawah 31-35 tahun sebanyak 1 responden (8,3%). Sedangkan golongan umur responden pada
Gedung Kuliah Kedokteran dominan berusia antara 36-40 yaitu sebanyak 19 responden (52,8%)
dan yang paling kecil adalah berusia antara 21-25 tahun yaitu sebanyak 2 responden (5,6%).

Berdasarkan golongan pendidikan responden pada Gedung Kuliah Pasca Sarjana adalah lulusan
SD dan SMP masing-masing sebanyak 5 responden (41,7%) dan yang paling kecil adalah tidak
sekolah sebanyak 2 responden (16,7%). Sedangkan mayoritas tingkat pendidikan responden pada
Gedung Kuliah Kedokteran adalah lulusan SD yaitu sebanyak 18 responden (50%) dan yang
paling kecil adalah lulusan SMA yaitu sebanyak 2 responden (5,6%).

Berdasarkan lama kerja responden pada Gedung Kuliah Pasca Sarjana berkisar antara 5 tahun
sampai dengan lebih dari 5 tahun masing-masing sebanyak 4 responden (33,3%) dan yang
paling kecil adalah 2 tahun sebanyak 3 responden (25%). Sedangkan mayoritas lama bekerja
pada Gedung Kuliah Kedokteran berkisar antara 5 tahun yaitu sebanyak 14 responden (66,7%)
dan yang paling kecil adalah sebanyak 1 responden (2,8%).

Berdasarkan pelatihan K3 terhadap responden yang pernah mengikuti pelatihan K3 pada Gedung
Kuliah Pasca Sarjana satupun belum pernah mengikuti pelatihan K3 (100%). Sedangkan
responden pada Gedung Kuliah Kedokteran yang sudah pernah mengikuti pelatihan K3 sebanyak
9 responden (25%) dan yang belum pernah sebanyak 27 responden (75%).

4.2 Pengetahuan
Berdasarkan hasil penelitian diketahui distribusi frekuensi responden menurut pengetahuan
terhadap K3 pada Gedung Pasca Sarjana dan Gedung Kedokteran dapat dilihat pada gambar 4.1
berikut.

Berdasarkan gambar 4.1 menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden terhadap K3 pada
Proyek Gedung Pasca Sarjana berada pada kategori buruk sebanyak 7 responden (58,3%) dan
kategori sedang sebanyak adalah 5 responden (41,7%). Sedangkan tingkat pengetahuan
responden terhadap K3 pada Proyek Gedung Kedokteran berada pada kategori sedang sebanyak
18 responden (50%) dan kategori buruk 4 responden (11,1%).

4.3 Sikap

Sikap responden pada penelitian ini adalah sikap yang meliputi persepsi pekerja berkaitan
dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Berdasarkan hasil penelitian diketahui distribusi
frekuensi responden menurut sikap terhadap K3 pada Gedung Pasca Sarjana dan Gedung
Kedokteran dapat dilihat pada gambar 4.2 berikut.

Berdasarkan gambar 4.2 menunjukkan bahwa tingkat sikap responden terhadap K3 pada Proyek
Gedung Pasca Sarjana berada pada kategori sedang sebanyak 8 responden (66,7%) dan buruk
sebanyak 4 responden (33,3%). Sedangkan pada Proyek Gedung Kedokteran tingkat sikap
responden terhadap K3 berada pada kategori baik sebanyak 15 responden (41,7%) dan kategori
buruk 9 responden (25%).

4.4 Tindakan

Berdasarkan hasil penelitian diketahui distribusi frekuensi responden menurut tindakan pada
responden Proyek Gedung Kuliah Pasca Sarjana dan Gedung Kedokteran dapat dilihat pada
gambarl 4.3 berikut.

Gedung Kuliah Pasca (b) Gedung Kuliah Kedokteran

Gambar 4.3 Persentase Tindakan Responden

(sumber: analisis data, 2012)

Berdasarkan gambar 4.3 menunjukkan bahwa tingkat tindakan terhadap K3 responden


pada Proyek Gedung Pasca Sarjana berada pada kategori sedang sebanyak 7 responden (58,3%)
dan kategori buruk sebanyak 5 responden (41,7%). Sedangkan pada Proyek Gedung Kedokteran
tingkat tindakan responden terhadap K3 berada pada kategori sedang sebanyak 26 responden
(72,2%) dan kategori baik 3 responden (8,3%).

4.5 Analisis Photograph Perilaku Pekerja terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K-
3) Gedung Kuliah Pasca Sarjana dan Gedung Kuliah Kedokteran

Dalam penelitian ini, penulis juga menggunakan analisis photograph, yaitu penulis mengambil
dokumentasi pada beberapa proses pengerjaan bangunan pada Gedung Kedokteran dan Gedung
Pasca Sarjana yang berkaitan dengan perilaku pekerja konstruksi terhadap Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K-3). Penulis membagi gambar-gambar tersebut berdasarkan jenis-jenis
pekerjaannya.

1. 1. Pekerjaan Pondasi

Pondasi bangunan adalah konstruksi yang paling terpenting pada suatu bangunan, Karena
pondasi berfungsi sebagai penahan seluruh beban ( hidup dan mati) yang berada diatasnya dan
gaya-gaya dari luar. Hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai perilaku pekerja terhadap
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K-3) pada pekerjaan ini, dapat dilihat pada penjelasan
gambar 4.4 dan 4.5 berikut :

Hasil Identifikasi

Faktor perilaku pekerja (unsafe action)

a) Tidak menggunakan helm, masker, dan sepatu


pengaman

Faktor kondisi yang tidak aman (unsafe condition)

a) Bekerja di galian yang dalam tanpa dinding


penahan sementara

b) Banyak batu pondasi yang berserakan

c) Pakaian/perlengkanan tidak aman

Rekomendasi APD :
Helm, Sepatu Pengaman, Sarung tangan, masker

Gambar 4.4 Pekerjaan pasangan pondasi Gedung Pasca Sarjana


Hasil Identifikasi

Faktor perilaku pekerja (unsafe action)

a) Pekerja tidak menggunakan APD seperti


helm, sarung tangan, masker dan sepatu pengaman

Faktor kondisi yang tidak aman (unsafe condition)

a) Prosedur kerja yang tidak aman

b) Banyak batu pondasi yang berserakan

c) Pakaian/perlengkapan tidak aman

Rekomendasi APD :
Helm, Sepatu Pengaman, Sarung tangan, masker

Gambar 4.5 Pekerjaan pasangan pondasi Gedung Kuliah Kedokteran

Dari gambar-gambar pengamatan di lapangan, didapatkan bahwa untuk pekerjaan


pasangan pondasi pada Proyek Gedung Kuliah Pasca Sarjana dan Gedung Kuliah Kedokteran,
faktor yang paling dominan dalam mempengaruhi terjadinya resiko Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K-3) pada pekerja adalah faktor tindakan tidak aman (unsafe action).

2. Pekerjaan sloof Beton

Pekerjaan sloof beton pekerjaan ini termasuk pekerjaan struktur di lantai dasar. Dalam
pelaksanaan pada pekerjaan ini, juga dibutuhkan penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K-3) pada pekerjan sloof beton. Perilaku pekerja terhadap Keselamatan dan Kesehatan kerja (K-
3) pada pekerjaan ini, dapat dilihat pada penjelasan gambar 4.6 dan 4.7 berikut :

Hasil Identifikasi

Faktor perilaku pekerja (unsafe action)

a) Pekerja tidak menggunakan alat


pelindung diri seperti sarung tangan, helm
pengaman, sepatu pengaman

Faktor kondisi yang tidak aman (unsafe


condition)

a) Daerah kerja banyak tulangan


overlap

b) Banyak batu pondasi yang


berserakan

Rekomendasi APD :

Helm, sarung tangan, sepatu pengaman

Gambar 4.6 Pekerjaan sloof beton Gedung Kuliah Pasca Sarjana

Hasil Identifikasi

Faktor perilaku pekerja (unsafe action)

a) Pekerja tidak menggunakan alat


pelindung diri seperti sarung tangan
pengaman/safety gloves ,helm, dan sepatu
pengaman

Faktor kondisi yang tidak aman (unsafe


condition)

a) Pada lokasi pekerjaan terdapat


tulangan yang berserakan

b) Pakaian/perlengkapan tidak aman

Rekomendasi APD :

Helm, sarung tangan, sepatu pengaman

Gambar 4.7 Pekerjaan sloof beton Gedung Kuliah Kedokteran

Dari gambar-gambar pengamatan di lapangan, didapatkan bahwa untuk pekerjaan sloof


beton pada Proyek Gedung Kuliah Pasca Sarjana dan Gedung Kuliah Kedokteran, faktor yang
paling dominan dalam mempengaruhi terjadinya resiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K-3)
pada pekerja adalah faktor tindakan tidak aman (unsafe action).

3. Pekerjaan Beton Kolom


Struktur beton kolom adalah struktur yang memikul beban dari balok, kolom beton
merupakan suatu elemen struktur tekan yang memegang peranan penting dari suatu bangunan,
sehingga resiko kecelakaan akibat keruntuhan pada suatu kolom beton merupakan resiko yang
cukup besar, pekerjaan ini juga tentunya membutuhkan perhatian yang penuh dalam hal
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K-3). Hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K-3) pada pekerjaan ini, dapat dilihat pada penjelasan
gambar 4.8 dan 4.9 berikut :

Hasil identifikasi

Faktor perilaku pekerja (unsafe action)

a) Pekerja tidak menggunakan sarung


tangan, sepatu pengaman, helm, dan tali
pengaman

Faktor kondisi yang tidak aman (unsafe


condition)

a) Bekerja di ketinggian tanpa jaring


pengaman

b) Sisa bahan material yang berserakan

c) Keruntuhan tiba-tiba dari kayu bekisting


tempat pijakan pekerja

Rekomendasi APD :

Helm, sarung tangan, sepatu pengaman, tali


pengaman

Gambar 4.8 Pembuatan bekisting kolom beton Gedung Kuliah Pasca Sarja

Hasil identifikasi
Faktor perilaku pekerja (unsafe action)

a) Pekerja tidak menggunakan sabuk


pengaman sebagian pelindung diri tempat
tinggi

Faktor kondisi yang tidak aman (unsafe


condition)
a) Bekerja dengan bahan semen yang
memiliki bahan kimia yang berbahaya untuk
kulit dan kesehatan pernafasan

b) Tertimpa alat penopang sementara


kolom beton

c) Bekerja di tempat yang tergolong tinggi

Rekomendasi APD :

Sabuk pengaman, sarung tangan

Gambar 4.9 Pekerjaan pengecoran kolom beton Gedung Kuliah Kedokteran

Dari gambar-gambar pengamatan di lapangan, didapatkan bahwa untuk pekerjaan


pengecoran kolom beton pada Proyek Gedung Kuliah Pasca Sarjana dan Gedung Kuliah
Kedokteran, faktor yang paling dominan dalam mempengaruhi terjadinya resiko Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K-3) pada pekerja adalah faktor tindakan tidak aman (unsafe action).

4. Pekerjaan pelat lantai dan tangga

Sebagian besar dari pekerjaan struktur pada Proyek Gedung Kuliah Kedokteran dan
Gedung Kuliah Pasca Sarjana adalah beton konvensional, pekerjaan beton tersebut antara lain
adalah pekerjaan pelat lantai 1 pada lantai 2 yang menggunakan beton tulangan. Hal-hal yang
perlu diperhatikan mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada pekerjaan ini, dapat
dilihat pada penjelasan gambar 4.10 s/d 4.12 berikut :

Hasil Identifikasi

Faktor perilaku pekerja (unsafe action)

a) Pekerja tidak menggunakan alat pelindung diri


seperti sarung tangan, sepetu pengaman, masker

b) Pekerja tidak menggunakan masker untuk


pernafasan

Faktor kondisi yang tidak aman (unsafe condition)


a) Bekerja dengan alat yang tingkat resiko
kecelakaannya berbahaya

b) Kondisi tanah yang berdebu

c) Pakaian/peralatan tidak aman

Rekomendasi APD :

Sarung tangan, masker, sepetu pengaman

Gambar 4.10 Pekerjaan pengecoran pelat lantai 1 Gedung Kuliah Kedokteran

Hasil Identifikasi

Faktor perilaku pekerja (unsafe action)

a) Pekerja tidak menggunakan alat pelindung


diri seperti helm dan sarung tangan

b) Pekerja tidak menggunakan masker untuk


pernafasan

Faktor kondisi yang tidak aman (unsafe condition)

a) Bekerja dengan alat yang tingkat resiko


kecelakaannya berbahaya

b) Kondisi tanah yang berdebu

Rekomendasi APD : Sarung tangan, masker

Gambar 4.11 Pekerjaan pengecoran pelat lantai 2 Gedung Kuliah Kedokteran

Dari gambar-gambar pengamatan di lapangan, didapatkan bahwa untuk pekerjaan


pengecoran pelat lantai 1 dan 2 pada Proyek Gedung Kuliah Pasca Sarjana dan Gedung Kuliah
Kedokteran, faktor yang paling dominan dalam mempengaruhi terjadinya resiko Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K-3) pada pekerja adalah faktor tindakan tidak aman (unsafe action).

Hasil identifikasi
Faktor perilaku pekerja (unsafe action)

a) Pekerja tidak menggunkan helm,


sarung tangan, dan sepatu pengaman

b) Pekerja tidak menggunakan masker


untuk pernafasan

Faktor kondisi yang tidak aman (unsafe


condition)

a) Bekerja dengan alat pemaku yang


dapat melukai kulit

b) Tertimpa papan bekisting

c) Pakaian kerja tidak aman

Rekomendasi APD :

Helm, sarung tangan, masker dan sepatu


pengaman

Gambar 4.12 Pekerjaan tangga Gedung Kuliah Kedokteran

Dari gambar-gambar pengamatan di lapangan, didapatkan bahwa untuk pekerjaan tangga


pada Proyek Gedung Kuliah Pasca Sarjana dan Gedung Kuliah Kedokteran, faktor yang paling
dominan dalam mempengaruhi terjadinya resiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K-3) pada
pekerja adalah faktor tindakan tidak aman (unsafe action).

5. Pekerjaan Dinding

Dalam suatu konstruksi bangunan tentunya dibutuhkan dinding sebagai suatu bagian bangunan.
Dinding berfungsi untuk melindungi bagian-bagian di dalamnya seperti terhadap basah dan
angin.Hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai perilaku pekerja terhadap Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K-3) pada pekerjaan ini, dapat dilihat pada penjelasan gambar 4.13 s/d 4.14
berikut :

Hasil Identifikasi
Faktor perilaku pekerja (unsafe action)

a) Pekerja tidak menggunakan alat


pelindung diri seperti helm, masker dan
sarung tangan

Faktor kondisi yang tidak aman (unsafe


condition)

a) Prosedur kerja yang tidak aman

b) Sisa bahan material dan alat


berserakan di tempat kerja

c) Pakaian/perlengkapan pekerja tidak


aman

d) Keruntuhan tiba-tiba dari kayu


bekisting tempat pijakan kaki

Rekomendasi APD :

Helm, sarung tangan, sepatu pengaman,


tali pengaman

Gambar 4.13 Pekerjaan plesteran dinding eksterior Gedung Kuliah Pasca Sarjana

Hasil Identifikasi

Faktor perilaku pekerja (unsafe action)

a) Pekerja tidak menggunakan alat pelindung


diri seperti helm dan sarung tangan.

b) Pekerja tidak menggunakan tali pengaman

Faktor kondisi yang tidak aman (unsafe


condition)

a) Prosedur kerja yang tidak aman

b) Sisa bahan material dan alat berserakan di


tempat kerja

c) Pakaian/perlengkapan pekerja tidak aman

Rekomendasi APD :

Helm, sarung tangan, sepatu pengaman

Gambar 4.14 Pekerjaan plesteran dinding interior Gedung Kuliah Kedokteran

Dari gambar-gambar pengamatan di lapangan, didapatkan bahwa untuk pekerjaan


pesteran dinding pada Proyek Gedung Kuliah Pasca Sarjana dan Gedung Kuliah Kedokteran,
faktor yang paling dominan dalam mempengaruhi terjadinya resiko Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K-3) pada pekerja adalah faktor tindakan tidak aman (unsafe action).

6. Pekerjaan Pintu dan Jendela

Dalam suatu bangunan khususnya bangunan yang diperuntukan umum, tentunya dibutuhkan juga
aspek keamanan, dalam hal ini adalah pintu dan jendela yang digunakan oleh dosen, mahasiswa
dan siapa saja yang akan memakai gedung. Hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai perilaku
pekerja terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K-3) pada pekerjaan ini, dapat dilihat pada
penjelasan gambar 4.15 s/d 4.16 berikut :

Hasil Identifikasi

Faktor perilaku pekerja (unsafe action)

a) Pekerja tidak menggunakan alat pelindung


diri seperti helm dan sarung tangan

Faktor kondisi yang tidak aman (unsafe


condition)

a) Tangan dapat terjepit pintu yang akan


dipasang

b) Alat yang digunakan adalah bahan tajam


yang dapat melukai tangan

c) Pakaian/perlengkapan kerja tidak aman

Rekomendasi APD :
Helm, sarung tangan

Gambar 4.15 Pekerjaan pemasangan pintu Gedung Kuliah Pasca Sarjana

Hasil Identifikasi

Faktor perilaku pekerja (unsafe action)

a) Pekerja tidak menggunakan alat pelindung


diri berupa sarung tangan, sabuk pengaman

Faktor kondisi yang tidak aman (unsafe


condition)

a) Bekerja di tempat yang tergolong tinggi

b) Bekerja dengan alat-alat yang dapat


melukai tangan

c) Ruang kerja minim pencahayaan

d) Rekomendasi APD :

Helm, sarung tangan, sepatu pengaman, safety


belt

Gambar 4.16 Pekerjaan pemasangan kusen jendela Gedung Kuliah Kedokteran

Dari gambar-gambar pengamatan di lapangan, didapatkan bahwa untuk pekerjaan


pemasangan pintu dan jendela pada Proyek Gedung Kuliah Pasca Sarjana dan Gedung Kuliah
Kedokteran, faktor yang paling dominan dalam mempengaruhi terjadinya resiko Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K-3) pada pekerja adalah faktor tindakan tidak aman (unsafe action).

7. Pekerjaan Elektrik

Pekerjaan pemasangan alat-alat pendukung pada suatu bangunan seperti pemasangan instalasi
listrik menjadi melibatkan pekerja didalamnya, resiko-resiko yang mungkin timbul pada saat
bekerja juga tidak dapat dihindari, oleh karena itu maka perilaku pekerja konstruksi terhadap
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K-3) perlu diperhatikan dalam pekerjaan ini. Hal-hal yang
perlu diperhatikan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja (K-3) pada pekerjaan ini, dapat
dilihat pada penjelasan gambar 4.17 berikut :

Hasil Identifikasi

Faktor perilaku pekerja (unsafe action)

a) Pekerja tidak menggunakan Alat


Pelindung Diri seperti helm, sarung tangan
pengaman, dan sepatu pengaman

Faktor kondisi yang tidak aman (unsafe


condition)

a) Prosedur kerja yang tidak aman

b) Sisa bahan material dan alat berserakan


di tempat kerja

c) Pakaian/perlengkapan pekerja tidak


aman.

Rekomendasi APD :

Helm, sarung tangan, sepatu pengaman,

Gambar 4.17 Pekerjaan instalasi listrik Gedung Kuliah Kedokteran

Dari gambar-gambar pengamatan di lapangan, didapatkan bahwa untuk pekerjaan


elektrik pada Proyek Pembangunan Gedung Kuliah Pasca Sarjana dan Gedung Kuliah
Kedokteran, faktor yang paling dominan dalam mempengaruhi terjadinya resiko Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3) pada pekerja adalah tindakan tidak aman (unsafe action).

8. Pemasangan Rangka Atap

Rangka atap adalah salah satu bagian struktural suatu bangunan yang berfungsi untuk
tempat melekatnya atap, dimana atap itu sendiri berfungsi untuk melindungi bagian dalam
gedung dari terpaan hujan dan panas matahari. Pekerjaan rangka atap adalah pekerjaan yang
posisi pekerjaannya berada pada tempat yang paling atas dan paling tinggi dari suatu bangunan.
Rangka atap yang digunakan pada proyek pembangunan ini adalah rangka atap baja ringan.
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja (K-3) pada
pekerjaan ini, dapat dilihat pada penjelasan gambar 4.18 dan 4.19berikut :
Hasil Identifikasi

Faktor perilaku pekerja (unsafe action)

a) Pekerja tidak menggunakan alat pelindung


diri berupa helm, sarung tangan dan tali
pengaman

Faktor kondisi yang tidak aman (unsafe


condition)

a) Bekerja pada ketinggian dengan


permukaan yang miring

b) Kondisi cuaca yang tidak nyaman

Rekomendasi APD

Helm, sarung tangan dan tali pengaman

Gambar 418 Pekerjaan pemasangan rangka atap Gedung Kuliah Pasca Sarjana

Hasil Identifikasi

Faktor perilaku pekerja (unsafe action)

a) Pekerja tidak menggunakan alat


pelindung diri berupa helm, sabuk pengaman

Faktor kondisi yang tidak aman (unsafe


condition) antara lain :

a) Bekerja pada ketinggian dengan


permukaan yang miring

b) Bekerja pada tempat yang tinggi


dengan tempat berdiri yang rawan

c) Pekerja tidak menggunakan jaring


pengaman
Rekomendasi APD :

Helm, sarung tangan, sepatu pengaman, tali


pengaman

Gambar 4.19 Pekerjaan pemasangan rangka atap Gedung Kuliah Kedokteran

Dari gambar-gambar pengamatan di lapangan, didapatkan bahwa untuk pekerjaan


pemasangan rangka atap pada Proyek Pembangunan Gedung Kuliah Pasca Sarjana dan Gedung
Kuliah Kedokteran, faktor yang paling dominan dalam mempengaruhi terjadinya resiko
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K-3) pada pekerja adalah faktor tindakan tidak aman (unsafe
action).

BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Pengetahuan Responden terhadap K3

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden


terhadap K3 pada Gedung Pasca Sarjana berada pada kategori sedang sebanyak 7 responden
(58,3%) dan berkategori buruk sebanyak 5 responden (41,7%). Sedangkan tingkat pengetahuan
responden terhadap K3 pada Gedung Kedokteran berada pada kategori baik sebanyak 18
responden (50%), sedang sebanyak 14 responen (38,9%) dan buruk sebanyak 4 responden
(11,1%).

Pada umumnya responden kedua proyek ini sudah mengetahui bagaimana menciptakan kondisi
aman (safe condition) sewaktu bekerja seperti responden umumnya telah mengetahui perlunya
penggunaan APD dalam bekerja agar melindungi pekerja dari terjadinya kecelakaan kerja yaitu
pada Gedung Pasca Sarjana sebanyak 9 responden (75%) sedangkan dari Gedung Kedokteran
sebanyak 25 responden (69,4%), responden juga sudah mengetahui tentang resiko kecelakaan
kerja dalam menghadapi pekerjaan yang sedang dilakukan di proyek yaitu dari Gedung Pasca
Sarjana sebanyak 8 responden (66,7%) sedangkan dari Gedung Kedokteran sebanyak 25
responden (69,4%).

Berdasarkan hasil wawancara terhadap responden pada kedua proyek ini menunjukkan bahwa
yang menyeb abkan sehingga responden memiliki pengetahuan dalam menciptakan kondisi aman
(safe condition) terhadap penanggulangan bahaya sewaktu bekerja disebabkan oleh pengalaman
kerja yang dimiliki selama bekerja di proyek konstruksi sehingga dengan pengalaman tersebut
menambah kemampuan pekerja dalam melihat kemungkinan-kemungkinan terjadinya bahaya
terhadap pekerjaan yang sedang dikerjakan di lapangan.

Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengetahuan tentang tujuan dari penerapan K3 di proyek
konstruksi menunjukan bahwa responden pada Gedung Pasca Sarjana sangat sedikit yang
mengetahui tujuan dari penerapan K3 hanya sebanyak 4 responden (33,3%) yang mengetahui
sedangkan pada responden Gedung Kedokteran umumnya lebih mengetahui sebanyak 33
responden (91,7%), selain itu juga pengetahuan mengenai prosedur kerja yang sesuai aturan K3
pada Gedung Pasca Sarjana lebih sedikit yang mengetahui sebanyak 5 responden (41,7%)
dibanding dengan responden pada Gedung Kedokteran yang lebih dominan mengetahui
sebanyak 23 responden (63,9%).

Tingkat pendidikan juga mempengaruhi seseorang dalam pengembangan nalar, dengan daya
nalar yang baik akan memudahkan seseorang untuk meningkatkan pengetahuan. Responden pada
Gedung Pasca Sarjana sebagian besar berpendidikan Sekolah Dasar dan SMP masing-masing
sebanyak 5 responden (41,7%) dan belum pernah mengikuti K3 sebanyak 12 responden (100%).
Dengan tingkat pendidikan responden yang masih tergolog rendah dan belum pernah mengikuti
pelatihan K3 maka pengetahuan, pemahaman dan pengertian yang dimiliki masih kurang
terhadap K3 Sedangkan responden pada Gedung Kedokteran umumnya berpendidikan SMP
sebanyak 18 responden (50%) dan sudah pernah mengikuti pelatihan K3 sebanyak 27 responden
(75%) , sehingga pengetahuan responden pada Proyek Gedung Kedokteran mengenai K3 sudah
baik karena didapatkan melalui pelatihan K3 yang pernah diikuti. Namun peningkatan
pengetahuan yang dimiliki responden pada Gedung Kedokteran terhadap tujuan dari penerapan
K3 dan juga pengetahuan dalam bertindak aman sesuai prosedur standar K3 tidak diikuti dengan
kesadaran agar melakukan tindakan aman dalam bekerja. Terlihat berdasarkan hasil dokumentasi
pada setiap proses pekerjaan berlangsung masih banyak ditemukan pekerja yang melakukan
tindakan tidak sama seperti sewaktu bekerja tidak menggunakan APD, bekerja sambil bergurau
dengan rekan kerja, bekerja sambil merokok, melakukan gerakan berbahaya (berlari pada saat
bekerja, melempar material dan tidak menggunakan alat bantu). Demikian pula pada Gedung
Pasca Sarjana dimana pemahaman yang kurang memadai mengenai aturan K3 dan kesadaran
dalam bertindak aman sesuai prosedur K3 menyebabkan rendahnya kesadaran pekerja agar
melakukan tindakan aman sewaktu bekerja. Telihat dari hasil dokumentasi selama proses
pekerjaan berlangsung tidak satupun pekerja menggunakan APD sewaktu bekerja, bergurau saat
bekerja dengan rekan kerjanya, bekerja sambil merokok dan melakukan gerakab berbahaya
(berlari pada saat bekerja, melempar material dan tidak menggunakan alat bantu).

5.2 Sikap Responden terhadap K3

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat sikap responden terhadap K3


pada responden Gedung Pasca Sarjana berada pada kategori sedang sebanyak 8 responden
(66,7%) dan kategori buruk sebanyak 4 responden (33,3%). Sedangkan tingkat sikap terhadap
K3 pada responden Gedung Kedokteran berada pada kategori sedang sebanyak 15 responden
(41,7%) dan kategori buruk sebanyak 9 responden (25%).
Pada umumnya responden setuju memelihara kebersihan, keamanan dan kenyamanan kerja di
area proyek merupakan kewajiban pekerja dan semua pihak di proyek yaitu pada Gedung Pasca
Sarjana sebanyak 8 responden (66,7%) dan dari Gedung Kedokteran sebanyak 20 responden
(55,6%). Responden juga setuju bahwa kondisi lingkungan kerja yang buruk mendorong
kesalahan dan pelanggaran oleh pekerja di proyek sebanyak 9 responden (75%) pada Gedung
Pasca Sarjana dan sebanyak 18 responden (50%) dari Gedung Kedokteran.

Responden pada Gedung Kuliah Pasca umumnya tidak setuju perlunya pengawasan dalam
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) saat bekerja sebanyak 7 responden (58,3%) dan juga
Gedung Kedokteran sebanyak 21 responden (58,3%), serta responden juga umumnya tidak
setuju mengenai pemberian hukuman/sanksi mengenai pelanggaran di proyek, seperti pemberian
hukuman apabila tidak menggunakan APD yaitu pada Gedung Pasca Sarjana sebanyak 7
responden (58,3%) dan Gedung Kedokteran sebanyak 21 responden (58,3%).

Dengan sikap yang baik pada responden kedua proyek ini diharapkan dapat melakukan tindakan
yang baik pula di lapangan namun pada kenyataan hasil pengamatan di lapangan berbeda karena
seringkali ditemukan pekerja melakukan pelanggaraan yaitu melakukan tindakan tidak aman
(unsafe action) seperti tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD), saat bekerja sambil
bergurau dengan rekan kerjanya, bekerja sambil merokok dan melakukan gerakan berbahaya
(berlari pada saat bekerja, melempar material dan tidak menggunakan alat bantu) sehingga sikap
yang baik yang dimiliki oleh pekerja pada ke dua proyek ini belum di aplikasikan dengan
tindakan yang baik pula di lapangan.

Pengetahuan merupakan salah satu faktor pendorong seseorang agar bertindak sesuatu.
Pengetahuan tentang perlunya penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) merupakan faktor yang
menentukan seseorang untuk bersikap positif tentang perlunya penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD). Makin meningkat pemahaman seseorang terhadap pentingnya penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) maka semakin positif sikap seseorang dalam menggunakan Alat Pelindung
Diri (APD).

Hal lain yang mendorong responden untuk bersikap baik terhadap K3 adalah cara pandang dan
memahami setiap faktor pendorong eksternal yang datang. Terlihat sebagian besar responden
pada Gedung Pasca Sarjana berpendidikan Sekolah Dasar dan SMP masing-masing sebanyak 5
responden (41,7%). Dari data ini peneliti memandang bahwa cara setiap orang untuk memahami
sesuatu berbeda-beda sehingga sikap yang muncul juga berbeda. Dengan latar belakang
pendidikan yang tergolong rendah memungkinkan informasi terhadap Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) sangat terbatas. Semakin banyak informasi yang diterima, semakin baik
seseorang suatu informasi semakin positif pula seseorang untuk bersikap.

5.3 Tindakan Responden terhadap K3

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat tindakan terhadap K3 pada


responden Gedung Kuliah Pasca Sarjana berada pada kategori sedang sebanyak 4 responden
(66,7%) dan kategori buruk sebanyak 4 responden (33,3%). Sedangkan pada responden Gedung
Kuliah Kedokteran berada pada kategori sedang sebanyak 26 responden (72,2%) dan kategori
buruk sebanyak 7 responden (19,4%). Hal ini disebabkan responden pada Proyek Gedung Pasca
Sarjana dalam bekerja tidak satupun menggunakan APD (Alat Pelindung Diri) sewaktu bekerja
sebanyak 12 responden (100%) sedangkan Gedung Kedokteran yang menggunakan APD
sebanyak 21 responden (58,3%). Hal ini disebabkan pada responden Gedung Pasca Sarjana
perusahaan tidak menerapkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K-3) pada proyek yang
dikerjakan seperti perusahaan tidak menyediakan Alat Pelindung Diri (APD) kepada pekerja
namun pada Gedung Kedokteran pada tahap pekerjaan awal sehingga pekerja tidak
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) disebabkan karena pekerja tidak menerapkan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K-3) namun setelah pekerjaan pelat lantai II perusahaan telah
menyediakan Alat Pelindung Diri (APD) kepada pekerja namun masih ditemukan pelanggaran
pekerja tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) walaupun perusahaan telah menyediakan
kepada pekerja hal ini disebabkan tidak tegasnya perusahaan dalam melaksanakan aturan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Keadaan tersebut membuat pekerja mengabaikan
kewajiban menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) pada saat bekerja. Pada Proyek Gedung
Pasca Sarjana perusahaan telah menyediakan tempat untuk penyimpanan peralatan kerja
sehingga pekerja dapat menyimpan peralatan kerja setelah selesai digunakan dan sebagian besar
tindakan responden yang menyimpan peralatan pada tempat yang telah disediakan perusahaan
sebanyak 7 responden (58,3%) sedangkan pada Gedung Kuliah Kedokteran perusahaan telah
menyediakan tempat untuk penyimpanan peralatan kerja dan Alat Pelindung Diri (APD) dan
sebagian besar tindakan responden untuk menyimpan peralatan pada tempat yang disediakan
perusahaan sebanyak 26 responden (72,2%) pada responden Gedung Kedokteran, hanya
sebagian kecil responden yang menjawab tidak merokok sewaktu bekerja maupun sedang berada
di lingkungan proyek yaitu responden pada Gedung Pasca Sarjana sebanyak 5 responden
(41,7%) sedangkan pada Gedung Kedokteran sebanyak 13 responden (36,1%) demikian juga
hanya sebagian kecil responden yang akan mengingatkan rekan kerjanya bila melakukan
tindakan tidak aman (unsafe action) sewaktu bekerja yaitu pada Gedung Pasca Sarjana sebanyak
5 responden (41,7%) sedangkan pada Gedung Kedokteran sebanyak 13 responden (36,1%).
Pekerja menganggap kondisi tersebut tidak begitu beresiko menimbulkan kecelakaan kerja dan
tidak begitu penting sehingga cenderung pekerja pada ke dua proyek ini mengabaikannya.
Tindakan tidak aman (unsafe action) pekerja yang sering terjadi antara lain tidak menggunakan
Alat Pelindung Diri (APD) sewaktu bekerja, saat bekerja sambil bergurau dengan rekan
kerjanya, bekerja sambil merokok dan melakukan gerakan berbahaya (berlari pada saat bekerja,
melempar material dan tidak menggunakan alat bantu).

5.4 Perilaku Pekerja terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan perilaku pekerja terhadap K3 berdasarkan


pengetahuan sikap dan tindakan seperti dalam tabel 5.4.1 berikut ini:

Tabel 5.4.1 Perilaku Pekerja terhadap K3

Perilaku Baik (%) Sedang (%) Buruk (%)

Pasca Kedokteran Pasca Kedokteran Pasca Kedokteran


Pengetahuan 0.0 50.0 58.3 38.9 41.7 11.1

Sikap 0.0 41.7 66.7 30.6 33.3 25.0

Tindakan 0.0 8.3 58.3 72.2 41.7 19.4

Sumber: Data Olahan 2012

Berdasarkan tabel 5.4.1 menjelaskan mengenai gambaran perilaku pekerja terhadap K3


pada Proyek Gedung Pasca Sarjana dan Proyek Gedung Kedokteran yaitu berdasarkan tingkat
pengetahuan responden pada Proyek Gedung Pasca Sarjana berada pada kategori sedang
sebanyak 7 responden (58,3%). Pada Gedung Kedokteran berada pada kategori baik sebanyak 18
responden (50%), untuk sikap pada Gedung Pasca Sarjana berada pada kategori sedang sebanyak
8 responden (66,7%) sedangkan pada Proyek Gedung Kedokteran berada pada kategori baik
sebesar 15 responden (41,7%) dan untuk tindakan terhadap K3 pada Proyek Gedung Pasca
Sarjana berada pada kategori sedang sebesar 7 responden (58,3%) sedangkan pada Proyek
Gedung Kedokteran berada pada kategori sedang sebesar 26 responden (72,2%).

Responden umumnya sudah mengetahui mengenai pentingnya penggunaan APD sewaktu


bekerja agar menghindari terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja, responden juga
umumnya setuju perusahaan seharusnya mewajibkan penggunaan APD kepada pekerja. Namun
berdasarkan observasi lapangan pada Proyek Gedung Pasca Sarjana menunjukkan bahwa tidak
satupun pekerja menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sedangkan pada Proyek Gedung
Kedokteran pada tahap pekerjaan pondasi, sloof beton pelat lantai I tidak satupun pekerja
menggunakan APD, namun pada pekerjaan pelat lantai II, kolom lantai II, pekerjaan atap
perusahaan sudah menyediakan Alat Pelindung Diri (APD) kepada pekerjanya berupa helm,
masker, safety belt, sepatu pengaman, meskipun sudah disediakan masih sering juga ditemukan
di lapangan pekerja yang mengabaikan untuk tidak digunakan Alat Pelindung Diri (APD), hal
tersebut menunjukkan pekerja yang tidak disiplin dalam menerapkan aturan K3. Seperti pada
gambar 5.1 berikut.

(a) Gedung Kuliah Pasca (b) Gedung Kuliah Kedokteran

Gambar 5.1 Perilaku tindakan tidak aman (unsafe act)


(Sumber: Dokumentasi 2012)

Berdasarkan gambar diatas menunjukkan bahwa pekerja pada Gedung Pasca Sarjana
yang sedang bergurau dengan rekan kerjanya di tempat yang tinggi, dimana pekerja tidak
memperdulikan resiko akibat tindakan tidak aman yang dilakukannya. Hal ini disebabkan karena
rendahnya pengetahuan pekerja terhadap resiko apabila tidak menerapkan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) sehinga pekerja tidak memperdulikan bahaya yang mungkin timbul akibat
tindakan tidak aman (unsafe action) yang dilakukan, berdasarkan hasil penelitian pada kegiatan
pekerja tindakan tidak aman sambil bergurau dengan rekan kerjanya sering ditemukan di
lapangan. Selanjutnya pada Gedung Kedokteran pada pekerja yang umumnya sudah memiliki
pengetahuan tentang aturan-aturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) seperti harus
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sewaktu bekerja, namun keadaan tersebut tidak disertai
tindakan aman dalam bekerja seperti masih ditemukan pada proyek ini pekerja yang
mengabaikan untuk taat pada aturan K3, hal ini disebabkan pekerja merasa tidak nyaman jika
harus selalu menggunakan Alat Pelindung Diri (APD). Berdasarkan hasil wawancara jika
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) misalnya sarung tangan yang telah disediakan,
terkadang dapat menghambat produktifitas pekerja, sehingga perlu pengawasan dan sanksi tegas
terhadap pelanggaran pekerja terhadap aturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada
proyek yang dikerjakan. Tidak adanya sangsi tegas oleh perusahaan dan pengawasan terhadap
tindakan tidak aman pekerja memungkinkan pelanggaran terhadap Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) sering terjadi pada Gedung Kedokteran sehingga resiko kecelakaan kerja sangat
tinggi pada proyek ini meskipun Alat Pelindung Diri (APD) telah disediakan. Meskipun tidak
adanya pengawasan terhadap tindakan tidak aman pekerja maupun pemberian sangsi akibat
pelanggaran pekerja terhadap aturan K3 namun kesadaran diri pekerja yang perduli agar
menerapkan aturan K3 demi melindungi dirinya dari resiko terhadap terjadinya kecelakaan kerja
yaitu pada pekerja yang berperilaku baik, timbulnya kesadaran pekerja pada Gedung Kedokteran
sehinga menyadari pentingnya menerapkan aturan K3 disebabkan karena pengetahuan, sikap
yang baik sehingga melakukan tindakan yang baik saat bekerja. Adapun gambar dibawah ini
menunjukkan dimana pekerja pada dua perusahaan yang mengerjakan Proyek Gedung Pasca
Sarjana dan Gedung Kedokteran, dimana pekerja yang melakukan tindakan aman sewaktu
melakukan akitifitas pekerjaan.

(a) Gedung Kuliah Pasca (b) Gedung Kuliah Kedokteran

Gambar 5.2 Perilaku tindakan aman (safe act)

(Sumber: Dokumentasi 2012)

Berdasarkan Gambar 5.2 menunjukkan pekerja yang berusaha untuk meciptakan kondisi aman
(safe action) sewaktu bekerja, pengetahuan yang cukup pada Gedung Pasca Sarjana, sikap yang
baik diwujudkan dengan tindakan aman menjaga kondisi lingkungan kerjanya agar tidak
menimbulkan bahaya dengan membersihkan material-material disekitar area kerja, demikian
pula pada Gedung Kedokteran dimana Alat Pelindung Diri (APD) berupa masker dan kaca mata
pelindung yang diberikan perusahaan dimanfaatkan oleh pekerja yang melakukan pekerjaan
pengecetan, hal tersebut disebabkan pekerja menyadari akan bahaya bagi kesehatan yang
mungkin terjadi saat melakukan pengecetan dimana zat berbahaya yang terkandung dari bahan
cat beresiko akan mengena mata maupun kulit pekerja bila pekerja tidak menggunakan kaca
mata dan sarung tangan, sehingga pengetahuan tersebut di aplikasikan melalui tindakan.

Berdasarkan tingkat pendidikan responden pada Gedung Pasca Sarjana sebagian besar responden
berpendidikan Sekolah Dasar dan SMP masing-masing sebanyak 5 responden (41,7%) dan
belum pernah mengikuti K3 sebanyak 12 responden (100%). Dengan tingkat pendidikan
responden yang masih tergolong rendah dan belum pernah mengikuti pelatihan K3 (100%)
menyebabkan rendahnya pengetahuan pekerja terhadap K3, sehingga sering kali didapatkan di
lapangan pekerja tidak melaksanakan aturan-aturan K3 sewaktu bekerja, demikian juga tingkat
pendidikan responden pada Gedung Kedokteran umumnya masih tergolong rendah yaitu
berpendidikan SMP sebanyak 18 responden (50%) namun responden Gedung Kedokteran
berpengetahuan lebih baik dibanding Gedung Pasca Sarjana karena responden sudah pernah
mengikuti pelatihan K3 sebanyak 27 responden (75%), sehingga responden pada Proyek Gedung
Kedokteran mengenai K3 sudah memiliki pemahaman lebih baik mengenai aturan-aturan dari
K3 dan juga sudah mengetahui bagaimana standar kerja yang sesuai dengan K3 namun
pengetahuan yang baik tidak di ikuti dengan tindakan aman dalam bekerja. Terlihat berdasarkan
hasil dokumentasi lapangan pada setiap proses pekerjaan masih sering ditemukan pekerja
melakukan tindakan tidak aman saat bekerja seperti tidak menggunakan APD, bekerja sambil
bergurau dengan rekan kerja, bekerja sambil merokok, melakukan gerakan berbahaya (berlari
pada saat bekerja, melempar material dan tidak menggunakan alat bantu).

Faktor yang mendorong responden sehingga melakukan tindakan aman saat bekerja adalah umur
dan pengalaman kerja dimana berdasarkan golongan umur pada Gedung Kuliah Pasca Sarjana
dominan responden berusia antara 26-30 tahun sebanyak 4 responden (33,3%) dan
perpengalaman berkisar antara 5 tahun sampai dengan lebih dari 5 tahun masing-masing
sebanyak 4 responden (33,3%). Sedangkan golongan umur responden pada Gedung Kuliah
Kedokteran dominan berusia antara 36-40 yaitu sebanyak 19 responden (52,8%) Kedokteran dan
pengalaman kerja berkisar antara 5 tahun yaitu sebanyak 14 responden (66,7%). Sehingga umur
responden dan pengalaman kerja yang cukup menyebabkan pekerja lebih berhati-hati karena
umur dan pengalaman yang cukup dari pekerja menyebabkan peningkatan keterampilan pekerja
dan pengetahuan pekerja dalam melihat resiko-resiko dalam bekerja.

5.5 Faktor Penghambat Pekerja Menerapkan K3

Berdasarkan hasil penelitian yang menjadi faktor penghambat sehingga tidak menerapkan aturan
K3 pada Proyek Gedung Pasca Sarjana dan Gedung Kedokteran antara lain:

1. Faktor Internal

Berdasarkan hasil penelitian faktor internal yang menjadi penghambat pekerja dalam
menerapkan aturan K3 pada Proyek Gedung Pasca Sarjana disebabkan oleh rendahnya
pengetahuan pekerja terhadap K3 dimana berdasarkan tingkat pendidikan pekerja umumnya
masih SD dan pekerja belum mengetahui aturan-aturan K3 dan belum mengetahui bagaimana
bekerja sesuai aturan K3 saat bekerja di proyek konstruksi sehingga keadaan tersebut
menyebabkan sering ditemukan pekerja melakukan tindakan tidak aman sewaktu bekerja.
Sedangkan pada Gedung Kedokteran pekerja sudah memiliki pengetahuan mengenai aturan-
aturan K3 dan mengetahui bagaimana menerapkan aturan K3 saat bekerja namun masih
ditemukan pekerja yang melanggar aturan K3 hal ini disebabkan pekerja tidak disiplin dalam
menerapkan aturan K3 sehingga melakukan tindakan tidak aman (unsafe action). Tindakan tidak
aman oleh pekerja pada Gedung Pasca Sarjana dan Gedung Kedokteran yang sering ditemukan
antar lain merokok sambil bekerja, bekerja sambil bergurau dengan rekan kerja, tidak
menggunakan APD melakukan gerakan-gerakan berbahaya seperti berlari, melompat dan
melempar.

1. Faktor Eksternal

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa selain rendahnya pengetahuan pekerja pada
Gedung Pasca Sarjana terhadap K3 dan rendahnya kedisiplinan pekerja pada Gedung
Kedokteran terhadap K3 pada proyek yang dikerjakan, faktor penghambat perilaku pekerja
dalam menerapkan K3 pada Gedung Pasca Sarjana dan Gedung Kedokteran adalah faktor
eksternal dimana perusahaan tidak menerapkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada
proyek dan dikerjakan seperti perusahaan tidak menyediakan APD kepada pekerja, perusahaan
tidak menyediakan kondisi lingkungan aman terhadap pekerja, tidak adanya papan peringatan
bahaya, poster K3, pagar pembatas di sekitar area proyek demikian pula pada Gedung
Kedokteran disebabkan oleh tidak diterapkannya aturan K3 dengan baik oleh perusahaan dimana
penyediaan APD dilakukan setelah terjadinya kecelakaan kerja yang mengakibatkan hilangnya
jam kerja sehingaa mengakibatkan korban meninggal dunia meskipun demikian pengawasan dan
pemberian sanksi/hukuman terhadap pekerja yang melanggar aturan K3 masih belum diterapkan
pada proyek ini, selain itu juga perusahaan tidak meyediakan kondisi lingkuan aman disekitar
area proyek seperti rambu K3, papan peringatan K3 dan pagar pembatas di sekitar area proyek
sampai pada pekerjaan selesai tidak terlihat. Gambar 5.3 menunjukkan gambar dimana pada
proyek Gedung Pasca Sarja kondisi lingkungan tidak aman seperti alat-alat dan bahan bangunan
dibiarkan berserakan, tidak adanya kepedulian perusahaan kontraktor dalam menciptakan kondisi
aman sedangkan pada proyek Gedung Kedokteran kondisi tidak aman yang berakibat runtuhnya
pelat lantai yang mengakibatkan terjadinya kecelakaan kerja sehingga merugikan perusahaan.

(a) Gedung Kuliah Pasca (b) Gedung Kuliah Kedokteran

Gambar 5.3 Kondisi Lingkungan Tidak Aman (Unsafe Condition)

(Sumber: Dokumentasi 2012)

Berdasarkan gambar 5.3 memperlihatkan kondisi area Proyek Gedung Pasca Sarjana saat
proses pengerjaan yaitu dimana terlihat material-material bangunan masih berserakan di sekitar
area proyek, juga terdapat pekerja tidak menggunakan APD (Alat Pelindung Diri) dan tidak
adanya poster K3, kondisi lingkungan demikian berpotensi resiko terjadinya kecelakaan kerja.
Sedangkan pada Gedung Kuliah Kedokteran dapat memperlihatkan gambaran tentang akibat dari
kondisi tidak aman di lapangan saat pekerjaan berlangsung, dimana terjadi keruntuhan pelat
beton saat proses pengerjaan penyebabnya adalah perancah (scaffolding) yang dipasang tidak
kuat memikul beban saat pekerja melakukan pengecoran beton, kejadian tersebut mengakibatkan
kecelakaan kerja yang mengakibatkan hilangnya jam kerja sebanyak 1 (satu) orang meninggal
dan 7 orang luka-luka. Berdasarkan kejadian tersebut maka perusahaan menyediakan APD (Alat
Pelindung Diri) kepada pekerja, rendahnya penerapan aturan-aturan K3 oleh perusahaan
menyebabkan pelanggaran sering terjadi seperti lemahnya pengawasan terhadap perilaku pekerja
di lapangan dan pemberian sangsi terhadap pelanggaran pekerja belum dilaksanakan selama
proyek berlangsung, terlihat meskipun APD (Alat Pelindung Diri) telah disediakan kepada
pekerja namun masih ditemukan di lapangan pekerja tidak menggunakan APD (Alat Pelindung
Diri). alat-alat dan material masih dibiarkan berserakan disekitar area kerja, tidak terlihatnya
tanda-tanda papan peringatan akan bahaya disekitar area proyek dan tidak adanya pagar
pembatas disekitar area proyek. Hal ini menunjukkan dimana lemahnya kepedulian perusahaan
dalam menciptakan kondisi aman disekitar area proyek.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku pekerja konstruksi terhadap Keselamatan


dan Kesehatan Kerja (K3) di lingkungan proyek konstruksi Universitas Tadulako, dapat
disimpulkan bahwa :

1. Perilaku pekerja pada Proyek Gedung Kuliah Pasca Sarjana dan Gedung Kuliah
Kedokteran masih sangat kurang karena masih banyak ditemukan pekerja melakukan
tindakan tidak aman (unsafe action) sewaktu bekerja seperti tidak menggunakan Alat
Pelindung Diri (APD), bergurau dengan rekan kerja, merokok, dan melakukan gerakan
berbahaya (berlari pada saat bekerja, melempar material dan tidak menggunakan alat
bantu).

2. Faktor penghambat pekerja pada Proyek Gedung Kuliah Pasca Sarjana dalam
menerapkan K3 yaitu akibat rendahnya pengetahuan pekerja terhadap Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) dan akibat perusahaan tidak menerapkan K3 pada proyek yang
dikerjakan. Sedangkan pada Proyek Gedung Kuliah Kedokteran menunjukkan bahwa
rendahnya kedisiplinan pekerja dan rendahnya kesadaran bekerja dalam menerapkan
aturan K3 serta lemahnya pengawasan dari perusahaan dan pemberian sangsi hukuman
terhadap pelanggaran pekerja di proyek sehingga perilaku tindakan tidak aman sering
terjadi.

5.2 SARAN
Pihak perusahaan hendaknya dapat meningkatkan pengetahuan pekerja mengenai Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3) dengan memberikan pelatihan dan promosi K3 kepada seluruh pekerja
dengan harapan dapat tercipta lingkungan yang aman, nyaman dan tentram.

Anda mungkin juga menyukai