Anda di halaman 1dari 24

Manajemen Penyakit

Akibat Kerja – Sesi 2


Kelompok 8
• Akbar N. Sitanggang - 2006559054
• Diyah Ayu Lestari - 2006504950
• Hendra Widiyanto - 2006505000
• Nurul Afifah Hijami - 2006505070
• Siti Nurmala Dewi - 1906430043
• Wahyuni - 2006559426
Untuk
1. mengetahui hubungan sebab akibat antara faktor resiko dengan efek kesehatan,
wajib menggunakan metode ilmiah.

a. Jelaskan alasannya

b. Berikan contoh pada kasus tertularnya Covid-19 pada perawat yang menangani
pasien dibandingkan pekerja administrasi di rumah sakit rujukan Covid-19!
Metode Ilmiah Metode non-Ilmiah

Cara berpikir secara deduktif dan Dugaan, intuisi, penemuan yang


induktif, sistemik dan objektif, proses kebetulan, hasil mengandalkan
memperoleh pengetahuan yang pemikiran kritis tanpa evidence
sistematis berdasarkan bukti. based.
Metode ilmiah
Faktor Risiko-Efek kesehatan
Faktor Risiko – Efek Kesehatan

1. Initial Observation
Banyak perawat yang tertular Covid-19
2. Hipotesis
Perawat yang menangani pasien Covid-19 berisiko tinggi tertular Covid-19.
3. Prediction
Insiden perawat yang positif Covid-19 berdasarkan data PPNI Pusat tanggal 5 Feb 2021 sebanyak
lebih dari 5 ribu orang, yang meninggal sebanyak 234 orang.

4. Desain Studi
- Observasi kepatuhan perawat dalam penerapan universal precaution /kewaspadaan standar
dalam menangani pasien Covid-19 di RS.
- Klasifikasikan perawat berdasar tingkat pendidikan, usia, jenis kelamin, tingkat pengetahuan.
- Bandingkan insiden Covid-19 pada perawat dengan pekerja administrasi RS.
- Validasi jika insiden Covid-19 pada perawat tinggi.

5. Deduksi pada populasi ini


Hipotesis gagal ditolak
KONSEP PENYEBAB PENYAKIT

NECESSARY CAUSE SUFFICIENT CAUSE

Komponen yang selalu muncul Suatu komponen yang


dalam jalur pembentukan termasuk dalam jalur
penyakit pembentukan penyakit, jika
komponen ini mencukupi maka
penyakit akan muncul.
Contoh Kasus
NECESSARY CAUSE pada TBC dan
Covid 19
Bakteri tuberkulosis paru hanyalah necessary cause,
bersama dengan nutrisi buruk, keadaan lingkungan tidak
sehat, umur dan faktor genetik sehingga terjadinya
tuberkulosis paru. 

Covid-19 disebabkan adanya virus corona (SARS-CoV-2), yg


dimana virus ini menginfeksi saluran pernapasan (paru)
penderitanya.
Covid-19 merupakan bagian dalam kategori ISPA yang menular
melalui droplet, kontak dan aerosol pernapasan infeksius.
Handoko, N.P., 2010. Hubungan Tingkat Penghasilan, Pendidikan, Pengetahuan, Sikap Pencegahan dan Pencarian Pengobatan, Praktek Pencegahan dan Pencarian
Pengobatan Dengan Penyakit TBC di BBKPM Surakarta. .Jurnal Keperawatan. Vol. 1, No. 1, pp 1 – 7 , Juli 2010
Contoh Kasus

SUFFICIENT CAUSE pada


NIHL
Terjadinya NIHL bila terpapar kebisingan di suatu lingkungan kerja dalam
jangka waktu yang lama dan terus menerus.
 
Faktor yang mempengaruhi :
1. Intensitas dan lamanya pemaparan bising
2. Frekuensi bising
3. Usia dan Jenis kelamin

Salawati, L, 2013. Noise-Induced Hearing Loss.Jurnal Kedokteran Syiah Kuala. Vol. 13, No. 1, April 2013
3. Pak Budi adalah pekerja di pabrik semen bagian packaging. Manajemen Pabrik menyediakan masker sesuai standar
dan mewajibkan seluruh pekerja menggunakannya dengan baik dan benar untuk mencegah gangguaan pernapasan
akibat pajanan debu semen. Setelah 5 tahun bekerja, Pak Budi mengalami gangguan pernapasan berupa sering sesak lalu
menuntut manajemen untuk memberikan kompensasi karena menurutnya gangguan pernapasan tersebut merupakan
PAK. Jika Anda sebagai pihak Manajemen pabrik, bagaimana Anda dapat memastikan gangguan tersebut PAK atau
tidak? Faktor apa saja yang membiaskan penentuan hubungan antara faktor okupasi dan timbulnya gangguan?
DIAGNOSIS DAN IDENTIFIKASI PAK
01 Diagnosis Klinis

02 Pajanan yang dialami

03 Hubungan pajanan dengan penyakit

04 Menilai Pajanan yang dialami

05 Peranan faktor individu

06 Faktor lain di luar pekerjaan


Reference: Kurniawidjaja LM, Ramdhan DH. Buku Ajar
07 Diagnosis PAK atau bukan PAK Penyakit Akibat Kerja dan Surveilans. Jakarta: UI
Publishing, 2019
Langkah 1 : Diagnosis Klinis
Anamnesis Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan
- Anamnesis medis - Umum Penunjang
rutin. Pemeriksaan umum dari ujung kaki
sampai ujung rambut. - Pemeriksaan penunjang
Keluhan dan gejala Membantu penegakan
yang dialami oleh diagnosis ex: Spirometri
pekerja - Khusus
Sesuai organ penyakit yang diduga
ex: organ paru-paru
- Riwayat Pekerjaan.
HRA (jenis
pajanan, tingkat
resiko di tempat kerja, .

dampak bagi
kesehatannya)

- Riwayat
Penyakit

.
Reference: Kurniawidjaja LM, Ramdhan DH. Buku Ajar Penyakit Akibat Keja dan Surveilans. Jakarta:
UI Publishing, 2019
Langkah 2 : Menilai Pajanan yang Dialami
Pekerjaan sebelumnya dan/atau pekerjaan
01 tambahan lainnya

02 Pajanan di tempat kerja

03 Pajanan domestik dan/atau hobi

04 Kebiasaan merokok dan pemakaian APD

Reference: Kurniawidjaja LM, Ramdhan DH. Buku Ajar Penyakit Akibat Keja dan Surveilans. Jakarta:
UI Publishing, 2019
Langkah 3 : Menilai hubungan pajanan & penyakit
Apakah sakit yang dialami sudah
dari dulu atau merupakan new onset

Hazard yang ada di tempat kerja

Apakah ada hubungan pekerja


dengan penyakit

Langkah 4 : Menilai Pajanan yang Dialami


Memastikan hazard di tempat kerja
Menggunakan hasil HRA

Reference: Kurniawidjaja LM, Ramdhan DH. Buku Ajar Penyakit Akibat Keja dan Surveilans. Jakarta:
UI Publishing, 2019
Langkah 5 : Menilai Peranan Faktor Individu

Usia, tingkat pendidikan, pengalaman kerja

Perilaku pekerja (merokok, olahraga, PHBS, Kepatuhan


menggunakan APD)

Riwayat penyakit pernapasan dalam keluarga

Reference: Kurniawidjaja LM, Ramdhan DH. Buku Ajar Penyakit Akibat Keja dan Surveilans. Jakarta: UI Publishing, 2019
Langkah 6 : Menilai Faktor Lain di Luar
Pekerjaan
• Faktor pajanan di luar pekerjaan perlu diidentifikasi
agar tidak terjadi kesalahan diagnosis PAK

Langkah 7 : Diagnosis PAK atau


bukan PAK
Diagnosis PAK dapat ditegakkan untuk keperluan individu
bila dapat dibuktikan pajanan yang dialami teridentifikasi,
ada hubungan pajanan dengan penyakit dan pajanan yang
dialami cukup besar

Reference: Kurniawidjaja LM, Ramdhan DH. Buku Ajar Penyakit Akibat Keja dan Surveilans. Jakarta: UI Publishing, 2019
FAKTOR YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM MENCARI HUBUNGAN ANTARA
FAKTOR RISIKO DAN TERJADINYA PAK

Data Objektif : Data kondisi


Tingkat kesakitan atau
sebenarnya (valid)
kematian lebih rendah Menyembunyikan atau
karena adanya mutasi ke membesarkan tingkat Data Subjektif : Persepsi Pekerja
pekerjaan lain atau terjadi keparahan penyakit
Pemutusan Hubungan Kerja Data Intersubjektif :Melindungi
kepentingan pemberi kerja

Data Objektif, Subjektik dan


Healthy Workers ‘Effect Secondary Gain Intersubjektif

Reference: Kurniawidjaja LM, Ramdhan DH. Buku Ajar Penyakit Akibat Kerja dan
Surveilans. Jakarta: UI Publishing, 2019
4. Setelah ada individu pekerja didiagnosa PAK oleh dokter, tugas selanjutnya dari tim HSE
adalah menentukan pajanan ada di tempat kerja dan merupakan faktor risiko utama, agar
dapat melakukan pengendalian yaitu menghilangkan atau menurunkan faktor risiko yang ada
di tempat kerja, sehingga kasus dapat dicegah dan tidak terulang. Untuk itu perlu dilakukan
diagnosis epidemiologis. Postulat Hill digunakan untuk mengidentifikasi hubungan pajanan dan
penyakit. Jelaskan indikator dan langkah Postulat Hill

 Menurut PerPres No 7 Tahun 2019 (1), Penyakit Akibat Kerja adalah


penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan atau lingkungan kerja.

 Penyakit Akibat Kerja yang dimaksud meliputi jenis penyakit sebagai


berikut :
a. yang disebabkan pajanan faktor yang timbul dari aktivitas
pekerjaan;
b. berdasarkan sistem target organ;
c. kanker akibat kerja; dan
d. spesifik lainnya.

 Dalam menentukan hubungan sebab – akibat suatu PAK, ada


beberapa Teori Pendekatan Epidemiologis yang dapat digunakan.
Salah satunya adalah Postulat Hill

 Menurut Postulat Hill, ada 9 faktor yang digunakan untuk mengkaji


kausalitas penyakit
Contoh PAK :
Pekerja terpapar Covid-19 pada perusahaan X yang mengelola limbah infeksius Covid-19

Sir Austin Bradford Hill (1897-1991),


Postulat Hill epidemiolog kebangsaan Inggris;

1. Strength of Association (Kekuatan Asosiasi)


Pekerja yang bekerja pada pengelolaan limbah infeksius Covid-19 yang mana dalam
kesehariannya bersentuhan langsung dengan limbah – limbah infeksius Covid-19 yang
berasal dari fasyankes rujukan pasien Covid-19.

2. Consistency of Association (Konsistensi Asosiasi)


Apakah paparan dari limbah infeksius Covid-19 ini berdampak sama bagi para pekerja di luar
area pengelolaan limbah misal perkantoran, kantin, yang mana masih dalam lingkup satu
perusahaan.

3. Specificity (Spesifisitas)
Pekerja terpapar Covid-19 disebabkan oleh paparan dari limbah infeksius Covid-19. Namun,
tidak menutup kemungkinan dipengaruhi oleh penyakit bawaan si pekerja sehingga dapat
memperburuk kondisi.
4. Temporal Relationship (Hubungan Temporalitas)
Harus dipastikan apakah pekerja yang terpapar Covid-19 terjadi setelah melakukan
pengelolaan limbah infeksius Covid-19. Bisa saja terpapar dari pihak keluarga / kerabat yang
OTG. Karena tidak menutup kemungkinan pekerja berinteraksi di luar perusahaan. Perlu
adanya tracing bagi siapa saja yang kontak erat dengan pekerja terdiagnosa terpapar Covid-
19.

5. Biological Gradient (Gradien Biologik)


Memastikan kembali intensitas pekerja dalam pengelolaan limbah infeksius Covid-19.
dengan memperhatikan jadwal penerimaan dan lama nya pengelolaan limbah infeksius
Covid-19.

6. Theoritical plausibility (Plausabilitas Biologik)


Mengumpulkan banyak informasi bagaimana dan seperti apa penularan Covid-19. Termasuk
bagaimana tata cara pengemasan dan pengelolaan limbah infeksius Covid-19 yang baik dan
benar.

7. Coherence (Kohorensi)
Adanya gejala khusus yang dialami oleh pekerja yang terdiagnosis terpapar Covid-19.
sehingga dapat membedakan apakah mengarah ke Covid-19 atau batuk pilek pada
umumnya. Tentunya dengan didukung tes PCR untuk memastikan keakuratan diagnosa.
8. Experimental Evidence (Eksperimen)
Belum ada data eksperimen yang dapat dibandingkan. Namun dapat juga menggunakan
data – data riwayat dari para pekerja selama mengelola limbah infeksius Covid-19.

9. Analogy (Analogik)
Adanya hubungan bahwa penularan Covid-19 dapat terjadi dari pengelolaan limbah
infeksius Covid-19.

Langkah Pencegahan :
10. Menerapkan protokol kesehatan Covid-19 di area kerja (mencuci tangan, menggunakan
masker, menjaga jarak, menghindari kerumunan)
11. Mengemas limbah infeksius Covid-19 dalam wadah yang tertutup rapat dan diberi label
infeksius khusus Covid-19
12. Desinfeksi area kerja secara rutin dan menjaga kebersihan area kerja
13. Menggunakan Alat Pelindung Diri lengkap : baju hazmat, sarung tangan latex, respirator,
face shield, sepatu boot
14. Tes swab antigen secara rutin bagi para pekerja
15. Pemberian multivitamin tambahan bagi para pekerja
Dalam 7 langkah diagnose klinis PAK serta rujukan diagnose PAK,
jelaskan bagian manakah yang bisa dilakukan oleh petugas K3 non
kesehatan sesuai kompetensi dan wewenangnya?
7 Langkah Diagnosis PAK
3. Hubungan Pajanan 4. Pajanan Yang Dialami
1. Diagnosa Klinis 2. Pajanan yang Dialami dengan Penyakit Cukup Besar
(HRA: K3) (Pajanan di Tempat Kerja) (Riwayat Penyakit Dahulu/ (bandingkan dengan NAB,
New Onset) IPB)

7. Diagnosis PAK atau


6. Faktor Lain di Luar
bukan PAK
5. Peranan Faktor Individu Pekerjaan
(Menegakkan Diagnosis
(Menggali Faktor Perancu) (Identifikasi Pajanan di
PAK atau Bukan PAK jika
Luar Pekerjaan)
sudah teridentifikasi)

Dokter
Praktisi K3 (Ahli K3, HI, Ergonomi, dan Kesehatan Kerja)
Reference
Kurniawidjaja LM, Ramdhan DH. Buku Ajar Penyakit Akibat Kerja dan Surveilans.
Jakarta: UI Publishing. 2019.

Johnston, RT. Principles of diagnosing occupational diseases- special considerations to


avoid “creating” an entity. Calif Med. 1958 Aug; 89(2): 117–120. Diakses melalui
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1512317/.

Buchari. 2007. Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Terkait Kerja. Diakses melalui
http://library.usu.ac.id/download/ft/07002746.pdf
Thankyou!

Anda mungkin juga menyukai