Anda di halaman 1dari 6

Review Jurnal

Epidemiologi Penyakit Tidak Menular

Disusun oleh:
Akbar Nugroho Sitanggang
1406568532

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS INDONESIA

2016
Penyakit tidak menular merupakan faktor penting penyebab beban penyakit dan
mortalitas di kawasan Asia Pasifik, dengan proporsi 55% dari total populasi di Asia tenggara
dan 75% dari total populasi di kawasan Pasifik barat. WHO juga memperkirakan dalam
jangka sepuluh tahun kedepan peningkatan terbesar total kematian di seluruh dunia adalah di
wilayah Asia tenggara dan Pasifik barat Hal ini tentu menjadi suatu hambatan bagi negara-
negara berkembang di wilayah tersebut termasuk Indonesia untuk mencapai MDG’s.

Penyakit tidak menular yang terjadi di seluruh dunia tentunya dipengaruhi oleh
banyak faktor resiko. Diantaranya usia, jenis kelamin, perilaku merokok, pola makan, berat
badan, hingga tekanan darah. Orang dengan pola makan berlebih serta tidak memperhatikan
gizi seimbang, cenderung memiliki berat badan diatas normal atau obesitas. Hal seperti ini
dapat kita lihat di Indonesia, rasio sumber energi yang didapat dari karbohidrat, protein dan
lemak di Indonesia mengalami perubahan dalam 16 tahun terakhir, dimana pada tahun 1983
perbandingan antara karbohidrat:protein:lemak adalah 81:8:11 sedangkan pada tahun 1999
adalah 59:19:23. Hal tersebut mengakibatkan prevalensi obesitas yang cukup tinggi di
Indonesia. Sementara itu, masih ada kasus malnutrisi pada anak usia 0-59 bulan yang cukup
tinggi di Maluku, dengan faktor resiko diantaranya usia anak, jenis kelamin laki- laki,
frekuensi makan per hari serta pendapatan keluarga (termiskin dan menengah).

Faktor resiko lain yang turut berkontribusi pada penyakit tidak menular adalah tekanan darah.
Tekanan darah tinggi merupakan masalah umum terutama bagi orang dewasa dan berusia
lanjut. Orang dengan berat badan berlebih atau obesitas memiliki resiko terkena hipertensi
60- 70% lebih tinggi. Prevalensi merokok yang tinggi di Indonesia juga menjadi faktor resiko
lainnya. Prevalensi yang tinggi berada pada laki- laki dengan status social ekonomi yang
rendah, kondisi ini menunjukkan bahwa Indonesia berada pada second stage of the smoking
epidemic. Hal ini diperkuat oleh studi pada tahun 2000 di daerah Purworejo yang menemukan
bahwa penyebab utama kematian pada laki- laki di wilayah tersebut diakibatkan karena
penyakit tidak menular terutama penyakit jantung, stroke dan penyakit pernafasan. Data
tersebut menunjukkan adanya model smoking epidemic. Prevalensi merokok yang tinggi
menunjukkan bahwa perlu perhatian khusus pada lingkungan bebas asap rokok dan pengaruh
perilaku merokok diantara orang tua kepada para remaja.

Di beberapa negara termasuk Indonesia, pencegahan penyakit tidak menular masih belum
diprioritaskan. Banyak masyarakat yang masih belum mengetahui pentingnya mengurangi
perilaku tidak sehat untuk mencegah berbagai penyakit tidak menular. Masyarakat masih
lebih memilih upaya pengobatan dan terapi ketika penyakit sudah muncul dibanding
melakukan upaya preventif primer maupun sekunder. Beberapa hal yang perlu diperhatikan
agar upaya preventif menjadi perhatian penting bagi masyarakat, yaitu dengan mengubah
sistem kesehatan negara tersebut yang lebih mengutamakan tindakan preventif dibanding
kuratif dan rehabilitatif. Walaupun memerlukan proses yang cukup panjang, namun
pembangunan sistem yang demikian merupakan komponen penting dalam sebuah
perencanaan kebijakan terkait kesehatan.

Penyakit tidak menular memiliki dampak yang cukup besar terhadap kesehatan dan
produktivitas populasi, untuk itu diperlukan perhatian segera pada epidemik penyakit tidak
menular khususnya di kawasan Asia tenggara. Beberapa negara bahkan masih berusaha
mengurangi penyakit menular yang sudah lama ada, sementara penyakit tidak menular yang
baru terus bermunculan. Apabila dibiarkan, penyakit tidak menular dapat mengancam
perkembangan nasional dan pada akhirnya akan mengurangi kapasitas negara dalam
merespon kebutuhan kesehatan secara umum. Oleh karena itu, pengendalian penyakit tidak
menular perlu dilakukan secara komprehensif dan koheren. Program pencegahan dan
pengendalian harus dilakukan secara bersamaaan dengan membuat perencanaan kesehatan
dalam lingkup regional maupun global. Salah satunya adalah mengadakan program intervensi
dasar terkait penyakit tidak menular yang disesuaikan dengan kapasitas nasional dan sumber
daya yang tersedia. Apabila biaya yang dibutuhkan tersedia, program tersebut dapat
ditingkatkan secara bertahap. Selain itu negara- negara lain juga perlu meningkatkan kualitas
dan cakupan catatan kematian agar dapat mengukur tingkat populasi yang beresiko juga
sebagai kontrol dan evaluasi program maupun kebijakan yang telah diterapkan.

Riset secara operasional juga diperlukan untuk mengetahui program- program kesehatan
masyarakat apa saja yang efektif dilakukan. Hal ini penting karena masalah yang dihadapi
cukup kompleks dan unik, seperti konsumsi garam dari berbagai sumber makanan, beban
ganda obesitas dan malnutrisi, epidemi diabetes serta prevalensi merokok yang tinggi di
kalangan remaja dan anak- anak.

Pelayanan perawatan dan program pengendalian penyakit tidak menular sudah seharusnya
diintegrasikan ke dalam sistem yang sudah ada supaya lebih bersinergis. Proses ini
membutuhkan perubahan dalam pemberian pelayanan kesehatan, pembiayaaan dan pelatihan
tenaga kesehatan. Namun bagaimanapun dalam pengelolaan sumber daya, aspek- aspek
seperti availability, affordability dan accessibility perlu diperhatikan supaya program yang
akan dilaksanakan dapat berjalan efektif namun tetap cost- effective.

Sementara itu, dalam wilayah administratif perlu dilaksanakan intervensi- intervensi


multisektoral, seperti misalnya aksesi FCTC, pembatasan konsumsi makanan tidak sehat serta
perilaku olahraga. Keterlibatan opini dari tokoh berpengaruh seperti tokoh politik maupun
public figure dalam kampanye kesehatan perlu ditingkatkan. Sehingga mampu
mempengaruhi masyarakat dan tercapainya intervensi yang diinginkan.

Peran masyarakat juga tidak kalah penting dalam upaya pencegahan penyakit tidak menular.
Dimulai dari sasaran primer yaitu masing masing individu dalam menerapkan gaya hidup
sehat serta meninggalkan perilaku- perilaku beresiko bagi kesehatan. Kemudian diperlukan
pula peran sekunder dari keluarga, lingkungan serta orang- orang disekitar untuk
mencontohkan perilaku sehat supaya dapat memberikan pengaruh positif bagi kesehatan tiap-
tiap individu.
Referensi:
1. Harper, K. and Armelagos, G. (2010). The Changing Disease-Scape in the Third
Epidemiological Transition. International Journal of Environmental Research and Public
Health, 7(2), pp.675-697.
2. Low, W., Lee, Y. and Samy, A. (2014). Non-communicable diseases in the Asia-Pacific
region: Prevalence, risk factors and community-based prevention. IJOMEH.
3. Oyebode, O., Pape, U., Laverty, A., Lee, J., Bhan, N. and Millett, C. (2015). Rural, Urban
and Migrant Differences in Non-Communicable Disease Risk-Factors in Middle Income
Countries: A Cross-Sectional Study of WHO-SAGE Data. PLOS ONE, 10(4),
p.e0122747.
4. Dans, A., Ng, N., Varghese, C., Tai, E., Firestone, R. and Bonita, R. (2011). The rise of
chronic non-communicable diseases in southeast Asia: time for action. The Lancet,
377(9766), pp.680-689.
5. Ramli, Agho, K., Inder, K., Bowe, S., Jacobs, J. and Dibley, M. (2009). Prevalence and
risk factors for stunting and severe stunting among under-fives in North Maluku province
of Indonesia. BMC Pediatrics, 9(1), p.64.
6. Lal, S 2016, 'Textbook of Chronic Noncommunicable Diseases: The Health Challenge of
the Twenty-First Century', Indian Journal Of Community Medicine, 41, 2, pp. 167-167
1p, CINAHL Plus with Full Text, EBSCOhost, viewed 13 March 2016.
7. Moura, E, Pacheco-Santos, L, Peters, L, Serruya, S, & Guimarães, R 2012, 'Research on
chronic noncommunicable diseases in Brazil: meeting the challenges of epidemiologic
transition', Revista Panamericana De Salud Publica, 31, 3, pp. 240-245 6p, CINAHL
Plus with Full Text, EBSCOhost, viewed 13 March 2016.
8. Ng, N, Stenlund, H, Bonita, R, Hakimi, M, Wall, S, & Weinehall, L 2006, 'Preventable
risk factors for noncommunicable diseases in rural Indonesia: prevalence study using
WHO STEPS approach', Bulletin Of The World Health Organization, 84, 4, pp. 305-313
9p, CINAHL Plus with Full Text, EBSCOhost, viewed 13 March 2016.
9. Levintova, M, & Novotny, T 2004, 'Noncommunicable disease mortality in the Russian
Federation: from legislation to policy', Bulletin Of The World Health Organization, 82,
11, pp. 875-880 6p, CINAHL Plus with Full Text, EBSCOhost, viewed 13 March 2016.
10. Maher, D, Smeeth, L, & Sekajugo, J 2010, 'Health transition in Africa: practical policy
proposals for primary care', Bulletin Of The World Health Organization, 88, 12, pp. 943-
948 6p, CINAHL Plus with Full Text, EBSCOhost, viewed 13 March 2016.

Anda mungkin juga menyukai