Anda di halaman 1dari 8

TRANSISI EPIDEMIOLOGI DAN DAMPAKNYA

TERHADAP PROGRAM JAMINAN KESEHATAN


NASIONAL

DI SUSUN

Irfan juansyah
173311070120

PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS PRIMA


INDONESIA 2017
TRANSISI EPIDEMIOLOGI DAN DAMPAKNYA TERHADAP PROGRAM
JAMINAN KESEHATAN NASIONAL JKN

1. Apa dampak transisi penyakit pada JKN? Dewasa ini, adanya transisi penyakit
mengakibatkan terjadinya beban ganda masalah penyakit di suatu negara. Transisi penyakit yang
merupakan bagian dari masalah transisi kesehatan terjadi karena adanya transisi demografi dan
transisi epidemiolagi. Dikatakan beban ganda karena, dalam hal ini tren penyakit telah bergeser
dari Penyakit Menular ke arah Penyakit Tidak Menular (penyakit degeneratif) seperti diabetes
melitus, jantung, stroke dan kanker Terjadinya perubahan pola penyakit dengan peningkatan
penyakit tidak yaitu: perubahan struktur menular ini dapat didorong dengan beberapa hal.
masyarakat yaitu dari agraris ke industri, dan perubahan struktur penduduk yaitu penurunan anak
usia muda dan peningkatan jumlah penduduk usia lanjut karena keberhasilan KB. Penyakit tidak
menular yang berkembang di masyarakat pada umumnya disebabkan bawaan keturunan,
kecacatan akibat kesalahan proses kelahiran, maupun akibat pola hidup yang tidak sehat seperti
dampak dari konsumsi makanan serta minuman, perilaku merokok mengonsumsi alkohol,
narkoba, kurangnya olah raga, tipe pekerjaan yang banyak duduk, dan pola makanan
berkolesterol tinggi serta kurang serat mulai banyak dilakukan oleh angkatan muda, terutama di
perkotaan.

Faktor-faktor tersebug ditambah dengan perilaku yang serba kompetitif akan


meningkatkan stres dan menaikkan tekanan darah. Dipengaruhi juga faktor lingkungan yang
tidak sehat dan udara yang tercemar asap rokok, asap knalpot, dan asap industri membuat angka
kematian akibat penyakit tidak menular itu meningkat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
memperkirakan, pada tahun 2020 penyebab kematian karena penyakit tidak menular akan
mencapai 73 persen dari seluruh penyebab kematian.

Hal ini bisa dilihat dari pola penyebab kematian kasar yang didominasi oleh penyakit
degeneratif dengan menempati ranking 3 besar yaitu Stroke 15.4%. Tuberculosis 7,5% dan
Hipertensi 6,8%. Justru yang menarik dari penyebab kematian tersebut adalah posisi ranking ke
empat ternyata diakibatkan oleh cedera (6.5 hingga mengindikasikan bahwa pembunuh potensial
saat ini dan kedepan akan bergeser pada trend kematian akibat kecelakaan di jalan atau
transportasi (46,4% dari kematian akibat cedera Selain itu, hasil Survey Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) 2010 trend proporsi penyebab kematian 60% telah bergeser dari penyakit
menular ke penyakit tidak menular. Berdasarkan data WHO tahun 2011. kematian akibat
penyakit tidak menular di negara-negara berkembang menyumbang sekitar 60% dari seluruh
penyebab kematian. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) terakhir juga menyebutkan bahwa
sebanyak 60% kasus kematian di Indonesia disebabkan oleh penyakit degeneratif yaitu stroke,
darah tinggi dan diabetes

Sejak Januari kemarin, pemerintah telah meluncurkan salah satu program khusus di
bidang kesehatan yakni Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Jaminan Kesehatan
Nasional ini adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan yang selenggarakan secara nasional
berdasarkan prinsip asuransi dan prinsip ekuitas agar para peserta memperoleh manfaat
pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang
diberika kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya pemerintah. Adapun
badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program ini yaitu Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS Lantas apa sebenarnya dampak dari transisi penyakit tadi terhadap program JKN
ini? Dari sejumlah fakta menunjukkan bahwa tren penyakit saat ini didominasi oleh penyakit
tidak menular yang dimana penyebabnya tidak hanya karena satu faktor saja akan tetapi multi
faktor, contohnya faktor gaya hidup. Faktor gaya hidup seperti kebiasaan merokok dan konsumsi
makanan tinggi emak dan rendah serat ini ternyata tidak diikuti dengan pengetahuan yang
komprehensif oleh masyarakat mengenai risiko yang ditimbulkan Adapun sebagian masyarakat
yang sudah mengetahui mengenai faktor risiko,namun tingkat kesadaran mereka untuk
melakukan upaya menuju gaya hidup yang lebih baik,ternyata masih terbilang rendah.
Padahal, tanpa mereka sadari biaya yang mereka keluarkan untuk pembiayaan terkait
resiko kesehatan jauh lebih besar dibang biaya yang mereka gunakan untuk gaya hidup tersebut
(misalnya: perilaku merokok). Tidak jauh berbeda, pemerintah pun mengeluarkan biaya yang
lebih besar dalam masalah kesehatan yang di timbulkan oleh rokok dibanding pendapatan yang
mereka peroleh dari cukai rokok tersebut. Kita dapat mengambil contoh perbandingan biaya
pengobatan dalam sebulan penyakit menular misalnya Malaria) dan penyakit tidak menular
antara. Diabetes Militus pengobatan untuk penyakit Malaria misalnya diestimasi sekitar Rp
20.000 per bulan sementara blia diestimasi pengobatan untuk obat-obatan dan
insulin,diperkirakan sekitar Rp 600.000 diabetes Melitus yakni per bulan Perbedaan biaya yang
cukup jauh ini terasa sangat ironis, terutama karena negara-negara berkembang justru turut
menyumbang dalam tingginya angka kesakitan dan kematian yang disebabkan oleh penyakit
tidak menular, tidak terkecuali Indonesia Meskipun pemerintah telah mengeluarkan program
JKN yang diharapkan kelak dapat mengatasi permasalahan kesehatan terutama dalam
pelayanan.namun melihat adanya transisi penyakit ini, justru dapat menjadi beban dalam sistem
jaminan kesehatan. Tidak hanya itu transisi penyakit ini juga dapat mempengaruhi dalam hal
rendahnya produktivitas apabila pengelolaan JKN ini tidak diupayakan secara maksimal pada
bagian promotif dan preventif.

dampak five level of prevention pada JKN? Five level of prevention menurut Leavell &
Clark yakni:

1. Health promotion

2. Specific protection

3. Early diagnosis and promt treatment

4. Disability limitation

5. Rehabilitation

Berdasarkan lima level diatas, dapat dilihat bahwa jika seseorang memiliki, memahami
dan mengamalkan Health promotion dan Specific protection sebagai prevention, maka yang
bersangkutan akan berada pada kondisi yang dapat terus menjaga kesehatan. Level satu dan dua
ini, seyogyanya memang diterapkan sebagai pencegahan primer pada tingkat
komunitas/masyarakat Namun demikian. bila sewaktu-waktu seseorang yang terpelihara upaya
Health promotion dan Specific protection-nya mendadak jatuh sakit, maka ia akan tiba untuk
menghadapi Early diagnosis and promt treatment dimana yang bersangkutan harus siap untuk
berobat secara sempurna sampai dapat pulih atau sehat dan kembali dapat mengamalkan Health
promotion dan Specific protection secara berkesinambungan. Dari uraian ini dapat dilihat bahwa
setiap orang memiliki kesempatan untuk mengamalkan Health promotion dan Specific
protection. Mereka inilah yang dalam hidupnya memiliki kemampuan untuk berada dalam
keadaan seimbang antara agen host dan environment. Akan tetapi, dengan adanya transisi
penyakit saat ini, pergeseran hingga akhirnya seseorang harus menghadapi level Early diagnosis
and promt treatment,tidak lepas dari peran perilaku pada diri orang tersebut (habit) Jika melihat
pada manfaat pelayanan yang diberikan oleh JKN,yakni pelayanan kesehatan perorangan, maka
five level of prevention ini akan sangat membantu terutama pada level pertama hingga Ievel
ketiga. Pelayanan JKN memang diupayakan dapat mencakup ulang dari pelayanan preventif,
kuratif, rehabilitatif termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang diperlukan. Dimana bagi
peserta JKN akan memperoleh pelayanan kesehatan dengan mengikuti prosedur pelayanan yang
telah ditetapkan Meskipun program JKN ini berbasis gotong royong, namun pemerintah perlu
mengingat bahwa jumlah penduduk dengan golongan ekonomi ke bawah yang pembiayaannya
ditanggung oleh pemerintah masih cukup banyak dan akan menjadi sia-sia apabila mereka tidak
dibekali dengan informasi dan pengetahuan yang komprehensif mengenai risiko suatu masalah
kesehatan. Misalnya,untuk menekan angka kematian akibat epidemi penyakit tidak menular ini
sebenarnya bukan tergantung pada obat saja, tetapi diperlukan juga kesadaran masyarakat.

Apa Strategi yang harus dilakukan untuk mengendalikan transisi penyakit di Indonesia,
Adanya transisi penyakit di lndonesia menjadi tantangan sendiri baik bagi pemerintah maupun
masyarakat pada umumnya dan petugas kesehatan pada khususnya Dalam hal ini tantangan bagi
profesi kesehatan masyarakat ialah bagaimana untuk dapat terus meningkatkan keadaan
kesehatan sambil merestrukturisasi dan mereformasi Sistem kesehatan di era desentralisasi ini
Tugas yang paling penting ialah memberikan perhatian lebih kepada kondisi kesehatan utama
meningkatkan kelayakan kondisi kesehatan serta pemanfaatan sistem kesehatan melibatkan
peran swasta,
Mengevaluasi ulang mekanisme pendanaan kesehatan dan melaksanakan desentralisasi
temasuk juga menyangkut isu tenaga kesehatan. Transisi penyakit ini juga turut menyumbang
sebagai penyebab DALY (Disability Adjusted Life Year) atau ukuran keseluruhan beban penyakit
yang dinyatakan sebagai jumlah tahun yang hilang akibat gangguan kesehatan, cacat atau
kematian dini. DALY menggabungkan dampak kematian prematur (usia kematian dibawa angka
harapan hidup) dengan dampak dari cacat hidup tidak aktif akibat suatu penyakit. Jumlah
DALYS di seluruh populasi, atau beban penyakit, dapat dianggap sebagai pengukuran
kesenjangan antara status kesehatan saat ini dan situasi kesehatan yang ideal di mana seluruh
populasi hidup untuk usia lanjut, bebas dari penyakit dan kecacatan Oleh karena itu, untuk
mengoptimalkan kualitas hidup dan produktivitas masyarakat Indonesia, diperlukan sejumlah
strategi untuk mengendalikan transisi penyakit , agar tidak terus menerus menjadi beban ganda
kesehatan Beberapa prinsip manajemen yang perlu diingat dalam strategi pengendalian transisi
penyakit adalah
1. Harus secara bersamaan ditangani penyakit menular yang sedang berlangsung dan respon
yang efektif terhadap penyakit kronis yang muncul
2. Karena pengobatan begitu mahal, pendekatan yang terbaik adalah Pencegahan terhadap
penyakit kronis
3. Pendekatan harus multi aspek dari berbagai faktor penentu perubahan epidemiologi
Dapat dilihat bahwa untuk mengendalikan transisi penyakit ini, harus melihat dari berbagai
aspek tidak hanya aspek kesehatan saja, tapi juga aspek sosial ekonomi politik,lingkungan dan
sebagainya. Hal ini karena permasalahan transisi penyakit ini juga tidak terlepas dari multi aspek
diatas Karena transisi penyakit ini didominasi oleh pergeseran dari Penyakit Menular ke Penyakit
Tidak Menular, maka upaya untuk menanggulangi fakto risiko adalah hal yang sangat penting
untuk dilakukan. Upaya-upaya ini dapat dilakukan salah satunya lewat model yang telah
dikembangkan oleh Negara negara lain baik negara maju maupun negara berkembang yang
kemudian dapat diadopsi dan disesuaikan di Indonesia Contohnya dalam upaya pengendalian
tembakau (Tobacco Control) Upaya ini telah dilakukan oleh beberapa Negara diantaranya
Bhutan, Cuba, India, Irlandia, Chili, Tonga, Thailand dan Rwanda. Pengendalian tembakau ini
dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi konsumen dan perilaku merokok di Negara itu.
Adapun pengendalian tembakau ini harus didukung oleh kebijakan pemerintah yang tegas
mengenai aturan rokok.

Mengingat rokok adalah salah satu faktor risiko bagi penyakit-penyakit kronis, maka
tidak cukup hanya dengan edukasi dan mengharapkan kesadaran masyarakat untuk berubah.
Akan tetapi perlu adanya aturan ataupun undang-undang yang mengatur secara jelas dan
dijalankan dengan tegas Upaya lain yang dapat dilakukan yakni meningkatkan aktivitas fisik
lewat program hidup sehat di tempat kerja pelaksanaan skrining kanker, pemeriksaan tekanan
darah, program manajemen dan pemberian edukasi diabetes ataupun membangun pusat
rehabilitasi berbasis masyarakat untuk penderita stroke Strategi pengendalian transisi penyakit
ini sebagaimana telah dijelaskan diatas lebih merujuk pada upaya pencegahan Penyakit Tidak
Menular dengan menggunakan prinsip upaya pencegahan penyakit lebih baik dari mengobati
Strategi pencegahan ini merujuk pada tingkat pencegahan yang dianjurkan oleh WHO, dimana
ditujukan kepada faktor risiko yang telah diidentifikasi, yakni

1. Pencegahan premordial, dimaksudkan untuk memberikan kondisi pada masyarakat yang


memungkinkan PTM ini tidak didukung dari kebiasaan, gaya hidup dan faktor resiko
lainnya. Upaya ini cukup kompleks, karena tidak hanya membutuhkan kesadaran pribadi
dari individu tetapi juga dukungan sosial masyarakat

2. Pencegahan primer, meliputi Promosi kesehatan masyarakat, seperti: kampanye


kesadaran masyarakat, promosi kesehatan. pendidikan kesehatan masyarakat. Selain itu
juga berupa pencegahan khusus, yaitu pencegahan terpaparan

3. Pencegahan sekunder, meliputi diagnosis dini, misalnya dengan melakukan screening.


Pencegahan tingkat dua lainya adalah pengobatan, kemoterapi atau tindakan pembedahan

Dua strategi pelengkap yang dianjurkan untuk pencegahan primer adalah


pendekatan berbasis populasi dan pendekatan berbasis kelompok risiko tinggi.
Pendekatan berbasis populasi ini dilakukan melalui pendekatan kesehatan masyarakat
dimana sasarannya adalah masyarakat sehingga ruang lingkup intervensi cukup luas.
Sementara untuk pendekatan berbasis kelompok risiko tinggi memang hanya berfokus
pada pendekatan secara klinis dengan sasarannya adalah individu. Untuk melaksanakan
sejumlah strategi pencegahan ini, tentunya memerlukan rencana aksi agar dapat
dilaksanakan dengan lebih terarah untuk memperoleh hasil yang optimal. Adapun lima
komponen esensial dalam rencana aksi berdasarkan CDC Model (2003), yakni
1. Mengambil tindakan. Pengambilan tindakan tidak serta merta tanpa adanya dasar yang
tidak jelas,akan tetapi dilakukan dengan menempatkan pengetahuan yang dimiliki
sebagai landasan dalam bekerja atau mengambil tindakan
2. Penguatan Kapasitas, dengan transformasi organisasi dan struktur petugas kesehatan
masyarakat serta membangun mitra
3. Evaluasi Dampak. Dapat dilakukan dengan memonitoring beban ganda penyakit,
mengukur kemajuan dari intervensi yang dilakukan dan melakukan komunikasi urgensi.
4. Kebijakan lanjutan, dalam hal ini mendefinisikan isu-isu dan berusaha untuk
menemukan solusi.
5. Terlibat baik dalam kemitraan regional maupun global. Hal ini dapat dilakukan dengan
memanfaatkan sumber daya yang ada untuk terlibat bersama dalam kemitraan

Sumber :

Sabrina NM, transisi epidemiologi dan dampak terhadap program jaminan kesehatan nasional
(JKN) 2016

Di unduh di: http://kebijakankesehatanindonesia.net/25-berita/berita/2939- indonesia-saat-ini-hadapi-


transisi-epidemiologi 2017

Info BPJS Kesehatan di unduh di : https://www.bpjs-


kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/458a1cc2b107ca02247a54589daaec4a.pdf ed III juli 2014

Anda mungkin juga menyukai