Pandemi Covid-19”
Ceria Febiana
Politeknik Piksi Ganesha
ceriafebiana1986@gmail.com
Pendahuluan
Kesehatan berawal dari kesadaran diri sendiri. Tetap sehat di era
New Normal yang sebenarnya masih dalam kondisi pandemi adalah
tantangan yang harus kita hadapi sekarang ini. Kita dapat beradaptasi
dengan baik dalam kondisi pandemi tanpa harus merasakan terinfeksi
secara langsung, atau kalaupun harus terinfeksi maka kita dapat
melewatinya dengan baik apabila kita memahami tentang bagaimana
cara menjaga kesehatan di masa pandemi.
Pada dasarnya, kesehatan tidak bisa berdiri sendiri tanpa dukungan
dari masyarakat. Ketika lingkungannya sehat, kita saja masih tetap bisa
terpapar sakit karena memang banyak faktor yang mempengaruhi
kesehatan. Faktor-faktor tersebut menurut H.L Blum (1999) adalah:
1. Gaya Hidup
2. Lingkungan (ekonomi, politik, sosial, budaya)
3. Pelayanan Kesehatan
4. Faktor Genetik (keturunan)
Keempat faktor tersebut saling mempengaruhi terjadinya status
kesehatan seseorang yaitu sehat atau sakit. Belum juga terwujud
development goals kita, tiba-tiba munculah pandemi dunia yaitu covid-
19. Bagaimana pemerintah kita tidak kelimpungan coba? Cobaan ini
terasa begitu berat, karena ketidaksiapan dunia apalagi kita dalam
menghadapi musibah ini. Tetapi kita harus tetap tanggap darurat
dengan segala hal yang harus dipersiapkan dengan baik.
Pembahasan
Sehat adalah suatu kondisi terbebasnya tubuh dari gangguan
pemenuhan kebutuhan dasar klien atau komunitas. Sehat merupakan
keseimbangan yang dinamis sebagai dampak dari keberhasilan
mengatasi stressor. Sedangkan kesehatan adalah suatu keadaan
sejahtera sempurna yang lengkap meliputi: kesejahteraan fisik, mental
dan sosial bukan semata-mata bebas dari penyakit.
Menurut UU No.23 tahun 1992, sehat adalah keadaan sejahtera dari
jasmani, rohani dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup
produktif secara sosial dan ekonomi. Sedangkan menurut WHO (1947),
sehat adalah suatu keadaan yang lengkap meliputi kesempurnaan fisik,
mental dan sosial bukan semata-mata bebas dari penyakit atau
kelainan/cacat.
Menurut Perkins dalam buku Notosoedirjo Moeljono, dan Latipun
(2002) sakit adalah suatu keadaan tidak menyenangkan yang menimpa
seseorang sehingga menimbulkan gangguan dalam aktivitas sehari-hari,
baik aktivitas jasmani, rohani maupun sosial. Sakit berarti suatu
keadaan yang memperlihatkan adanya keluhan dan gejala sakit secara
subjektif dan objektif, sehingga penderita tersebut memerlukan
pengobatan untuk mengembalikan keadaan sehat.
Menurut WHO, sakit dapat diartikan sebagai suatu penyimpangan
dari status penampilan yang optimal, sedangkan penyakit merupakan
suatu proses gangguan fisiologis (faal tubuh) serta/atau gangguan
psikologis/mental maupun suatu gangguan tingkah laku (behavior).
Keadaan sakit merupakan akibat dari kesalahan adaptasi terhadap
lingkungan (maladaptation) serta reaksi antara manusia dan sumber-
sumber penyakit. Kesakitan adalah reaksi personal, interpersonal,
cultural, atau perasaan kurang nyaman akibat dari adanya penyakit.
Hal yang pertama harus kita persiapkan ketika pertama kali ada
kasus 1 adalah kita lakukan pencatatan datanya dengan baik. Dari
sinilah awal mula kebenaran data, bagaimana pemerintah bisa
memegang data yang valid dan reliable. Dalam pengambilan data dan
pencatatannya harus cukup tepat selayaknya resep masakan yang tidak
boleh ada satupun terlewat mulai dari jumlah garam yang bisa diukur
bahkan sampai prosesnya bagaimana api itu dinyalakan supaya
menghasilkan rasa yang pas dan enak sehingga bisa dimakan dan
dinikmati.
Begitulah gambaran secara mudah bagaimana kita bisa menghadapi
situasi seperti sekarang ini. Temukan dan catat data dengan benar.
Disini kita bisa mendapatkan data dengan dua cara yaitu primer dan
sekunder. Primer adalah data yang didapatkan dari lapangan secara
langsung tetapi ini akan menjadi data double apabila masuk ke data
faskes. Kedua adalah data sekunder, data sekunder ini diperoleh dari
catatan di fasilitas pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas,
dan sebagainya. Kelemahannya data ini hanya mewakili sekian persen
saja dari masyarakat yang positif covid-19. Banyak masyarakat yang
melakukan isolasi mandiri tanpa melaporkan status kesehatannya, ini
menjadi tidak tercatat. Itulah sekilas rumitnya pemerintah untuk
mendapatkan data yang valid. Seharusnya disini semua bisa bekerja
sama dengan baik melakukan screening massal dan serentak untuk
menemukan kasus. Bentuk kerjasama itu dapat dilakukan oleh pihak
fasilitas pelayanan kesehatan dengan instansi pemerintahan setempat
seperti gubernur sampai dengan ketua RT yang paling dekat dengan
warganya. Butuh evort dan biaya lebih memang, tetapi bandingkan
dengan biaya pengobatan yang harus dikeluarkan oleh pemerintah
untuk pengobatan. Tanpa data, kita tidak bisa melihat masalah
kesehatan dan tidak bisa menganalisis factor-faktornya untuk
menentukan solusi yang tepat. Apabila dibandingkan biaya pencegahan
vs pengobatan maka jauh lebih efektif dan juga efisien.
Ketika usaha awal tersebut telah berhasil mengumpulkan data yang
valid maka itu adalah pondasi awal bagaimana program dibangun. Salah
satu keberhasilan program sangat bergantung dari pondasi tersebut.
Ilmu Epidemiologi sangat berperan penting dalam kondisi pandemi
seperti sekarang ini disamping komponen ilmu lain seperti kesehatan
masyarakat sampai ekonomi. Ada 7 (tujuh) peran utama epidemiologi
menurut Valanis B. (1999) dalam bukunya Epidemiology in Health Care,
yaitu :
1. Investigasi etiologi penyakit
2. Identifikasi faktor resiko
3. Identifikasi sindrom dan klasifikasi penyakit
4. Melakukan diagnosa banding dan perencanaan pengobatan
5. Surveilan status kesehatan penduduk
6. Diagnosis komunitas dan perencanaan pelayanan kesehatan
7. Evaluasi pelayanan kesehatan dan intervensi kesehatan masyarakat
Jika dikembangkan lebih lanjut, maka peran epidemiologi mencakup
hal-hal berikut yaitu:
1. Mengidentifikasi masalah kesehatan yang utama yang sedang
dihadapi masyarakat.
Untuk mengidentifikasi masalah, disinilah diperlukannya data yang
valid. Mengidentifikasi masalah dapat dilakukan dengan cara
menemukan kejadian masalah kesehatan.
2. Mengetahui faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya masalah
kesehatan atau penyakit dalam masyarakat.
Faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya masalah pandemic
covid-19 adalah factor perilaku dari masyarakat itu sendiri terutama
dari kebiasaan pola hidup yang tidak sehat seperti berkerumun,
tingginya mobilitas masyarakat, tidak menggunakan masker, kurangnya
kebiasaan cuci tangan dan sebagainya.
3. Menyediakan data yang diperlukan untuk perencanaan kesehatan
dan pengambilan keputusan.
Setelah menjalankan protokol kesehatan tadi di atas, langkah
berikutnya adalah perencanaan dan pengambilan keputusan. Ketika
faktor-faktor ini telah diketahui sebagai penyebab tingginya angka
penularan maka dari sini kita bisa menentukan bagaimana kita bisa
menekan angka penularan penyakit tersebut. Yaitu dengan cara
membatasi mobilitas masyarakat, wajib menggunakan masker, perilaku
cuci tangan yang benar, hindari kerumunan adalah program yang bisa
dilakukan setelah kita tahu faktor penyebabnya tersebut.
4. Membantu melakukan evaluasi terhadap program kesehatan yang
sedang atau telah dilakukan.
Evaluasi terhadap program harus terus dilakukan evaluasi apalagi
mengingat pandemi ini masih berlangsung. Bagaimana angka penularan
setelah dilakukan efikasi terhadap masalah tersebut, satu persatu.
Sebelum evalusi tetap harus diingatkan kembali untuk pengawasan dari
berjalannya program tersebut. Karena bisa saja programnya sudah
cukup bagus dan tepat tetapi pelaksanaannya masih kurang. Jadi pada
tahap ini kita perlu memastikan terlebih dahulu sejauh mana program
ini sudah diterapkan oleh masyarakat. Apabila sudah lebih dari 70% kita
bisa menganalisis keberhasilan programnya.
5. Mengembangkan metodologi untuk menganalisis keadaan suatu
penyakit dalam upaya untuk mengatasi atau menanggulanginya.
Ketika ditemukan angka dari hasil evaluasi tersebut ternyata cukup
signifikan bahkan hilang maka kita tidak perlu mengembangkan
metodologi tersebut. Tetapi kenyataannya ternyata meskipun kita sudah
melakukan protokol kesehatan dengan “ketat’ alias kelupaan sesaat
maka covid tersebut juga berniat mampir sesaat. Hal ini tidak akan
menjadi masalah berat yang berujung pada kematian apabila yang
terinfeksi adalah orang dengan system imun yang kuat dan tidak
mempunyai penyakit bawaan. Sebaliknya, apabila virus ini akan menjadi
dampak buruk bagi penderita penyakit bawaan seperti diabetes,
kolesterol, darah tinggi, asma, jantung, dan sebagainya. Dari sini perlu
upaya pengembangan metodologi untuk mencegah dampak buruk
tersebut yaitu vaksinasi yang sedang marak sekarang ini. Vaksin ini
sangat berperan penting untuk memberikan tentara (antibodi) yang
bisa membantu melawan virus tersebut. Antibodi buatan ini diharapkan
mampu mengendalikan dampak buruk terhadap kematian terutama
pada pasien dengan penyakit penyerta/bawaan. Semakin banyak
antibodi akan semakin kuat tubuh kita melawan virus tersebut. Orang
yang sudah terinfeksi berulang dapat diibaratkan seperti orang yang
berhasil memenangkan perang berulang-ulang, dan hal ini akan
membentuk sel memori dalam tubuh yang semakin kuat untuk melawan
virus tersebut. Disinilah semua proses berjalan membutuhkan waktu
yang tidak sebentar.
6. Mengarahkan intervensi yang diperlukan untuk menanggulangi
masalah yang perlu dipecahkan.
Dari berbagai macam intervensi tadi seperti protokol kesehatan dan
vaksinasi kita bisa menentukan manakah yang lebih efektif dan efisien.
Tetapi pada dasarnya ini semua kembali ke awal bahwa intervensi
kesehatan di Indonesia khususnya sangat dipengaruhi oleh lingkungan,
perilaku, genetic/keturunan, dan fasilitas pelayanan kesehatan.
Faktor
Perilaku
Faktor Faktor
Derajat
Keturunan/ Pelayanan
kesehatan
genetika Kesehatan
Faktor
Lingkungan
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/46620/uu-no-23-tahun-
1992 (Diakses 16 Oktober 2021, 20.27 WIB)
https://www.who.int/mental_health/resources/
mental_health_in_emergenices_bahasa.pdf) (Diakses 16 Oktober
2021, 09.10 WIB)
Zufikar, M. 2020. Jumlah tempat tidur rumah sakit Indonesia masih
kurang, kata Bappenas.
https://m.antaranews.com/berita/1698510/jumlah-tempat-
tidur-rumah-sakit-indonesia-masih-kurang-kata-bappenas
(Diakses 13 Oktober 2021, 21.15 WIB)
Blum, Hendrik L. 1974. Planning for Health, Development and Aplication
of Sosial Changes Theory. New York: Human Sciences Press.
Valanis B. 1999. Epidemiology in Health Care. Stamford: Connecticut
Appleton and Lange.
Notosoedirjo Moeljono, dan Latipun, Kesehatan Mental (Konsep
Penerapannya), UMM Press, Malang, 2002.