Abstrak
Abstract
Epidemiology is required when studying a disease spread . Epidemiology in
general or everyday we know do as how the prevalence of a disease, but when you see
a disease of the epidemiological approach not only see the attack rate but notice a
few things . The epidemiological approach of an illness brought a doctor especially
doctors puskesmas to see the host , agent , and the environment is a triangle of
epidemiology . Dengue hemorrhagic fever is a disease that can be dealt with if there
is epidemiological approach . Handling of dengue fever are carried out in puskesmas
are not centered on the individual alone but see how the development of the disease in
the community so that the role of the doctor in puskesmas is very important to look at
the incidence of the disease, and to think of programs health centers are required to
treat diseases or health problems.
- Keywords: Epidemiological approach, the role of doctor, puskesmas
Pendahuluan
Demam berdarah dengue atau sering disebut sebagai dengue haemorhagic
fever merupakan penyakit infeksi tropis yang sering terjadi. Penyakit demam berdarah
1
dengue(DBD) atau dengue haemorhagic fever(DHF) merupakan penyakit yang
banyak terjadi di daerah yang mempunyai iklim tropis maupun sub tropis.1 Data dari
perhimpunan ahli penyakit dalam Indonesia menyatakan demam berdarah dengue
merupakan penyakit yang sudah endemis terjadi di Indonesia dimana terjadi diseluruh
wilayah Indonesia. Insiden terjadinya penyakit di Indonesia adalah antara 6 hingga 15
per 100.000 penduduk; dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga
35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DHF cenderung
menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.2 Data dari Departemen Kesehatan RI
melaporkan bahwa pada tahun 2004 selama bulan Januari dan Februari, pada 25
provinsi tercatat 17.707 orang terkena DHF dengan kematian 322 penderita.3
Penanganan demam berdarah dengue merupakan salah satu program waji
puskesmas hal ini dapat dijumpai dengan adanya salah satu dari fungsi puskesmas
yaitu penanganan, pencegahan, dan pemberantasan penyakit menular. Seperti pada
kasus, pada akhir tahun berdasarkan evaluasi program pemberantasan penyakit DHF
masih didapatkan prevalensi DHF berkisar lima puluh per seribu penduduk dengan
tingkat CFR dua puluh per seribu penduduk, rata-rata penderita datang terlambat
sehingga terlambat juga dirujuk ke rumah sakit. Berdasarkan laporan pemantauan
jentik nyamuk didapatkan Angka Bebas Jentik(ABJ) adalah enam puluh persen.
Kepala puskesmas akan melakukan revitalisasi program pemberantasan penyakit
DHF dan ingin didapatkan insidens yang serendah-rendahnya dan CFR nol persen.
Pada tinjauan pustaka saya kali ini saya akan membahas mengenai masalah
kesehatan terutama penyakit demam berdarah dengue secara pendekatan
epidemiologi, serta akan membahas juga mengenai peran, dan fungsi puskesamas.
Peran dari puskesmas untuk melaksanakan program P3M dibutuhkan beberapa hal
seperti surveillance, angka insidens, prevalensi penyakit, serta melakukan pencegahan
sebelum terjadinya penyakit .
Pendekatan Epidemiologi
Secara singkat atau secara garis besar atau dalam kehidupan sehari-hari
epidemiologi yang kita ketahui adalah dimana suatu penyakit tersebar tetapi
epidemiologi senidiri mempunyai pengertian yang lebih luas. Untuk melakukan suatu
pendekatan epidemiologi harus diketahui terlebih dahulu apa dasar-dasar dari
epidemiologi. Epidemiologi mempunyai tiga pokok yaitu: frekuensi masalah
2
kesehatan, penyebaran masalah kesehatan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi
masalah kesehatan tersebut. Frekuensi masalah kesehatan adalah mengukur besarnya
masalah kesehatan tersebut, penyebearan masalah kesehatan dilihat dengan menilai
tiga keadaan yiatu melihat manusia yang terkena, seberapa luas daerah yang terkena
atau dimana daerah yang menjadi penyebaran masalah kesehatan tersebut, serta
melihat kapan waktu terjadinya masalah kesehatan tersebut, faktor-faktor yang
mempengaruhi penyebaran adalah menilai faktor yang menyebabkan masalah
kesehatan tersebut baik dari frekuensi, penyebaran serta penyebab munculnya
masalah kesehatan tersebut.4
Masalah kesehatan yang terjadi disini disebut sebagai penyakit. Terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi penyakit secara epidemiologi yaitu: faktor
host/penjamu, faktor agent/bibit penyakit, serta faktor lingkungan. Ketiga hal ini
disebut juga sebagai pendekatan segitaga epidemiologi. Ketiga faktor ini akan selalu
mengadakan interaksi secara dinamis. Melalui interaksi dari ketiga faktor ini maka
ketiganya akan saling memengaruhi, bila terjadi ketidakseimbangan maka host akan
mengalami yang disebut dengan sakit.5 Untuk mencegah suatu penyakit terjadi maka
puskesmas yang dipimpin oleh seorang kepala puskesmas yang merupakan seorang
dokter haru bisa menseimbangkan ketiga faktor ini di wilayah kerjanya agar tidak
terjadi penyakit(gambar 1).
Host atau penjamu adalah manusia. Semua faktor yang terdapat pada diri
manusi yang dapat mempengaruhi timbulnya suatu penyakit. Faktor-faktor yang
mungkin mempengaruhi salah satunya adalah sistem kekebalan tubuh pada manusia
tersebut. Agent adalah substansi atau elemen tertentu yang kehadirannya atau tidak
dapat mempengaruhi perjalanan penyakit. Agent yang ada dapat dikelompokan
menjadi dua yaitu biotis dan abiotis. Agent yang merupakan abiotis dapat berupa:
nutrien, kimia, fisik, dan mekanik. Sedangkan yang merupakan agent biotis adalah
3
yang dapat menyebabkan penyakit infeksi seperit: bakteri, virus, protozoa. Agent
dapat masuk ke dalam tubuh host dengan adanya vektor seperti: nyamuk.4,5
Agent dapat menimbulkan suatu penyakit dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu:
patogenisiti, virulensi, antigenesiti, dan infektiviti. Patogenisiti adalah kemampuan
bibit penyakit untuk menimbulkan reaksi pada pejamu sehingga menimbulakan sakit.
Tidak semua agent memiliki patogenisiti yang memiliki patogenisiti disebut sebagai
agent patogen sedangkan bila tidak ada disebut sebagai agent yang apatogen.
Virulensi adalah ukuran dari keganasan atau derajat kerusakan yang dapat
ditimbulkan oleh bibit penyakit. Antigenesiti adalah kemampuan bibit penyakit
merangsang timbulnya pertahanan tubuh. Infektiviti adalah kemampuan bibit penyakit
mengadakan invasi dan menyesuaikan diri.4
Lingkungan atau sering disebut sebagai inviroment merupakan lingkungan
hidup manusia atau kondisi luar yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan
suatu makhluk hidup.5 Pada skenario didapati bahwa masalah yang timbul adalah
DBD atau DHF makan agent dari DBD atau DHF adalah virus yang disebut sebagai
virus dengue yang terdapat pada tubuh vektor yaitu nyamuk aedes aegypti, host dari
penyakit ini adalah manusia, sedangkan perlu diketahi lingkungan yang mendukung
untuk vektor dari virus ini dapat tumbuh.
Paradigma Sehat
Untuk meningkatkan atau mencegah suatu penyakit atau mencegah manusia
menjadi sakit, maka diperluketahui apa saja yang mempengaruhi kesehatan pada
manusia atau pada masyarakat. Menurut H.L Blum terdapat empat faktor yang
mempengaruhi kesehatan seseorang yaitu: perilaku atau gaya hidup, faktor
lingkungan, faktor pelayanan kesehatan, dan faktor genetik. Dari keempat faktor
tersebut faktor genetik adalah faktor yang tidak dapat dimodifikasi tetapi ketiga faktor
lainnya merupakan faktor yang dapat diubah. Dari ketiga faktor yang dapat dirubah
faktor perilaku merupakan faktor yang mempunyai peranan terbesar dalam masalah
kesehatan seseorang(gambar 2).5
4
Gambar 2. Paradigma Sehat Menurut H.L Blum.5
Pada bidang kesehatan masyarakat khususnya puskesmas, paradigma blum
dapat digunakan sebagai prinsip untuk meningkatkan kesehatan pada lingkungan. Bila
dalam kasus dengan penyakit DBD atau DHF dapat digunakan modifikasi
lingkungan, perilaku masyarakat, dan peningkatan pelayanan kesehatan.
5
menggerakan dan memantau penyelengaraan pembangunan lintas sektor termasuk oleh
masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung
pembangunan kesehatan. Khusus untuk pembangunan kesehatan, upaya yang dilakukan
puskesmas adalah mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa
mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.6
Sebagai pusat pemberdayaan masyarakat hal yang dimaksud adalah puskesmas selalu
berupaya agar perrangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyaraka termasuk
dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri dan
masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan
termasuk sumper pembiayaannya, serta ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau
pelaksanaan program kesehatan. Pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarkat ini
diselenggarakan dengan memperhatiakn kondisi dan situasi, khususnya sosial budaya
masyarakat setempat. Sebagai pusat pelayanan kesehatan strata pertama, puskesmas
perrtanggung jawab atas pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu,
dan berkesinambungan.6 Pelayanan tingkat pertama dibagi menjadi dua yaitu pelayanan
kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat.
6
terintegrasi dan menerus dan memastikan bahwa pengobatan yang diberikan
merupakan pengobatan yang terbaik.7
Sebagai decision maker seorang dokter mempunyai tanggung jawab untuk
mengambil keputus dengan mempertimbangkan efefktifitas dan pengeluaran dari
segala kemungkinan untung mengobati dan memberikan kondisi yang sehat. Bila
dalam keadaan dimana terjadi kurangnya sumber daya maka seorang dokter yang
merupakan seorang decision maker harus dapat membagi secara adil dengan
mempertimbangkan dapat menguntungkan untuk setiap individu dalam komunitas.
Sebagai communicator seorang dokter dapat mengajak setiap individu-individu,
keluarga dan komunitas untuk dapat membiasakan gaya hidup sehat dan dapat
menjadi rekan dalam menjalankan kesehatan.7
Sebagai seorang community leader seorang dokter dengan memahami masalah
kesehatan secara fisik dan lingkungan sosial maka seorang dokter yang merupakan
community leader tidak akan mengobati secara individual yang meminta bantuan
tetapi juga memberikan rasa ingin tahu yang positif dalam gerakan komunitas
kesehatan yang menguntungkan bagi banyak orang. Hal terakhir yang diperlukan
sebagai dokter puskesmas adalah dengan menjadi seorang "manager" untuk dapat
menjalankan fungsi-fungsi diatas seorang dokter memerlukan hal yang disebut
sebagai kemampuan managerial. Bila seorang dokter mempunyai kemampuan
managerial maka hal ini dapat memampukan mereka untuk menyaring berbagai
informasi sehingga dapat membuat keputusan yang lebih baik, serta kemampuan
managerial diperlukan karena didalam puskesmas seorang dokter akan bekerjasama
secara multidisiplin tidak antara dokter dengan dokter saja tetapi dengan berbagai
partner kerja untuk mengembangakan kesehatan dan sosial.7
Kegiatan Puskesmas
Seperti yang telah dibahas diatas apa itu puskesmas menurut keputusan Mentri
Kesehatan RI Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 maka setiap puskesmas memiliki kegiatan-
kegiatan yang bertujuan untuk memajukan kesehatan di wilayah kerjanya. Kegiatan dalam
puskesmas dulu dan sekarang sedikit berbeda. Kegiatan puskesma dulu berdasarkan pada
Rakernas ke III pada tahun seribu sembilan ratus tujuh puluh ditetapkan terdapat enam usaha
kegiatan pokok puskesmas tetapi seiring berjalannya waktu ditetapkan terdapat delapan belas
kegiatan pokok puskesmas terdiri dari: kesehatan ibu dan anak(KIA), keluarga
berencana(KB), usaha peningkatan gizi, kesehatan lingkungan, pencegahan dan
7
pemberantasan penyakit menular(P3M), pengobatan termasuk pelayanan darurat karena
kecelakaan, penyuluhan kesehatan masyarakat, kesehatan sekolah, kesehatan olah raga,
perawatan kesehatan masyarakat, kesehatan kerja, kesehatan gigi dan mulut, kesehatan jiwa,
kesehatan mata, laboratorium sederhana, pencatatan dan pelaporan dalam rangka sistem
informasi kesehatan, kesehatan usia lanjut, pembinaan pengobatan tradisional.8
Tetapi seiring berjalannya waktu keputusan Mentri Kesehatan RI Nomor
128/MENKES/SK/II/2004 membagi kegiatan pokok puskesmas menjadi dua bagian besar:
upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan. Upaya kesehatan wajib
merupakan upaya yang ditetapkan dan upaya kesehatan wajib ini harus diselenggarakan oleh
setiap puskesmas yang ada di wilayah Indonesia, sedangkan upaya kesehatan pengembangan
dilakukan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat dan
disesuaikan dengan kemampuan puskesmas.6
Upaya kesehatan wajib dibagi menjadi enam kegiatan yaitu: upaya promosi
kesehatan, upaya kesehatan lingkungan, upaya kesehatan ibu dan anak serta keluarga
berencana, upaya perbaikan gizi masyarakat, upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit
menular, dan upaya pengobatan. Upaya kesehatan pengembangan dibagi menjadi sembilan
upaya yaitu: upaya kesehatan sekolah, upaya kesehatan olah raga, upaya perawatan kesehatan
masyarakat, upaya kesehatan kerja, upaya kesehatan gigi dan mulut, upaya kesehatan jiwa,
upaya kesehatan mata, upaya kesehatan usia lanjut, upaya pembinaan pengobatan tradisional.6
8
aegypti. Nyamuk aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan
dengan ukuran nyamuk rumah atau di sebut juga nyamuk culex, nyamuk Aedes
aegypti mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih terutama pada
kakinya.10 Bagian tubuh nyamuk dibagi menjadi tiga segmen yaitu kepala dimana
terdapat probosis(alat isap nyamuk), antena, palpus, setelah kepala bagian bawahnya
merupakan thoraks yang kemudian dilanjutkan dengan bagian abdomen nyamuk.11
Bintik-bintik putih pada nyamuk aedes yang terutama di daerah kaki tenyata dapat
didapati di bagian thoraks dan abdomen dari nyamuk.11
Pada nyamuk Aedes khususnya spesies Aedes aegypti bagian dorsal dari
toraks memiliki garis lengkung pada sisi lateral kanan dan kiri serta dua garis
memanjang pada bagian medial dikenal sebagai gambaran lyra.11
Nyamuk Aedes aegypti betina meletakan telur dari nyamuk aedes aegypti di
satu sampai dua sentimeter di atas permukaan air. Air disini merupakan air yang tidak
beralaskan dengan tanah.12 Seekor nyamuk betina dapat menghasilkan telur
berjumlah seratus buah. Telur menetas kira-kira sekitar dua hari menjadi larva. Larva
nyamuk pada tubuhnya dibagi menjadi lima bagian yaitu: kepala, thoraks, abdomen,
siphon, dan segmen awal, abdomen terdiri dari sepuluh segmen usus, dan pada
segmen abdomen ke delapan terdapat bagian yang disebut sebagai comb teeth.10,11
Pada bagian thoraks dari nyamuk Aedes aegypti pada toraks segmen terutama
segmen ke dua dan ketiga terdapat duri yang besar, pada segmen abdomen ke delapan
terdapat comb teeth yang didalamnya terdapat duri tengah atau disebut juga median
spine yang besar dan duri-duri samping atau disebut juga sebagai subapical spine.
Pada bagian akhir dari abdomen atau segmen ke sepuluh pada larva Aedes aegypti
terdapat ventral brush yang memiliki lima pasang setae.11
Setelah menjadi larva, larva dari nyamuk Aedes aegypti akan mengadakan
pengelupasan kulis sebanyak empat kali. Setelah melakukan pengelupasan kulit maka
larva akan bertumbuh menjadi pupa, dan akhirnya pupa akan pecah dan menjadi
nyamuk yang dewasa. Pertumbuhan dari telur sampai menjadi nyamuk yang dewasa
berlangsung selama sembilan hari.10 Nyamuk yang menjadi vektor yang dapat
menularkan ke host lainnya adalah nyamuk yang telah menghisap darah dari penderita
DBD pada masa viremia. Pada masa ini bila nyamuk menggigit maka virus dengue
dapat berkembang di dalam tubuh nyamuk bila nyamuk tersebut menggigit host lain
maka dapat menularkan DBD tersebut(gambar 3).
9
Gambar 3. Siklus Hidup Nyamuk Aedes Aegypti.9
Terdapat beberapa gejala klinis yang dapat timbul pada seseorang abik anak
maupun dewasa bila sudah mulai terkena DBD. Gejala yang timbul adalah demam
dimana demam terus menerus dua sampai tujuh hari, terdapat disertai pembesaran
hati, manifestasi perdarahan serta, adanya shock bila sudah mencapi DBD berat.9 Pada
anak-anak demam berdarah juga sering terjadi manifestasi klinis pada anak kecil bila
mengalami demam berdarah adalah: biasanya demam yang tiba-tiba tinggi, demam
yang tinggi ini biasanya disertai dengan menggigil, sakit kepala, mengantuk, dan
gelisah.13
Pada anak yang terkena demam berdarah dengue juga dapat mengeluh pada
bagian ekstremitasnya. Keluhan yang terjadi atau manifestasi klinis yang terjadi pada
anak yang terkena demam berdarah dengue pada bagian ekstremitas adalah rasa sakit
sendi dan otot yang hebat. Selain dari pada itu dapat sajat terjadi mual, muntah, dan
nyeri abdomen yang biasanya bila terjadi dalam waktu mingggu pertama penyakit.
Pada bagian kulit adalah terbentuknya erupsi makulopapular pada dua atau tiga hari
pertama, cepat menghilang tatapi dapat muncul lagi seletah satu sampai dua hari
demam turun.13
10
Tidak semua orang yang terkena virus DBD akan menjadi sakit, orang dewasa dengan
kekebalan tubuh yang baik terkadang tidak menimbulkan gejala walaupun di dalam
darahnya terdapat virus dengue. Orang dengan tidak tampaknya gejala disebut sebagai
carrier tetapi dengan keadaan seperti ini carrier tetap dapat menularkan DBD.14
Kegiatan puskesmas yang dilakukan untuk pemberantasan DBD terdapat tiga
langkah yaitu: pengamatan epidemiologi dan tindakan pemberantasan, penyuluhan
dan penggerakan masyarakat untuk pemberantasan sarang nyamuk, dan pelaporan
penderita dan pelaporan kegiatan.
11
nyamuk aedes aegypti yaitu dengan meniadakan sarang nyamuknya di dalam rumah.
Yaitu dengan melakukan penyemprotan dengan obat anti serangga yang dapat dibeli.
Pemberantasan vektor juga dilakukan dengan pemberantasan vektor jangka panjang
atau pencegahan. Salah satu cara pemberantasan vektor jangka panjang ialah usaha
peniadaan sarang nyamuk dengan cara menguras bak mandi seminggu sekali bila
memiliki vas bunga dikosongkan tiap minggu. Menguras bak mandi seminggu sekali
dengan menggosok dinding bagian dalam dari bak mandi tersebut, tempat persediaan
air lainnya dikosongkan terlebih dahulu sebelum diisi kembali dengan maksud agar
larva dapat disingkirkan.14
Dalam usaha jangka panjang untuk daerah yang terdapat vektor yang tingggi
dan riwayat wabah maka abatesasi dengan takaran sepuluh gram dengan takaran
kurang lebih satu sendok makan dan fogging dengan malathion dan fonithion
diperlukan. Abate dapat bertahan selama tiga bulan, bak mandi yang telah diberi abate
tidk boleh dikuran dan disikat dindingnya tetapi air yang terdapat didalamnya boleh
digunakan.10 Bila dalam keadaan wabah pemberantasan vektor yang dilakukan oleh
puskesmas adalah membantu tim daerah tingkat II untuk survai larva dan nyamuk,
serta membantu penyiapan rumah penduduk untuk di fogging. Pada penderita yang
menderita DBD puskesmas melakukan kegiatan dengan memberi penderita
pengobatan supportive seperti obata penurun panas, penderita dengan gejala preshock
harus dirawat di rumah sakit atau puskesmas.14
12
Pelaporan Penderita dan Pelaporan Kegiatan
Sesuai dengan sistem pelaporan yang berlaku, pelaporan demam berdarah
menggunakan pelaporan W1 atau laporan mingguan KLB(wabah), W2 laporan
mingguan serta dengan sistem pencatatan pelaporan terpadu puskesmas(SP2TP)
dimana dilaporak bulanan melalui lembar LB1 untuk melaporkan data kesakitan dan
LB2 utnuk melaporkan data kematian. Serta dengan rujukan pemeriksaan specimen
penderita demam berdarah atau suspect perlu diambil specimen darahnya untuk
pemeriksaan serologis. Rujukan ditunjukan kepada Balai Lboratorium
Kesehatan(BLK) melalui Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II setempat.14
Surveilens Epidemiologi
Surveilens epidemiologi didefinisikan sebagai observasi medis pada seorang
atau lebih karrier atau populasi terancam oleh penyakit infeksi. Observasi disini
adalah mengamati atau mengobservasi gejala-gejala dan tanda-tanda dari peyakit
infeksi atau menular yang bersangkutan. Tujuan surveilens adalah untuk
mengyakinkan diagnosis dan pengobatan sedini mungkin sehingga karrier dan
populasi terancam yang bersangkutan tidak sempat menularkan penyakitnya kepada
orang lain yang sehat. Teknik observasi yang dilakukan adalah dengan melakukan
pengamatan dan pemantauan sehari-hari terus menurus selama kira-kira selama masa
inkubasi penyakit tersebut di klinik karantina atau dengan memasukan penderita yang
bersangkutan ke rumah sakit. Pengumpulan data suveilens dilakukan secara sistematis
maksudnya adalah bahwa kegiat pengumpulan data dilaksanakan oleh suatu sistem,
misalnya oleh Departemn Kesehatan di tingkat nasional yang mengharapkan
mendapat laporan data dari Dinas Kesehatan Propinsi, yang mendapa lapora data dari
Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota yang mendapat laporan data dari puskesmas
dan rumah sakit.15
Sumber-sumber data yang digunakan untuk surveilens adalah data-data
seperti: pencatatan kematian, laporan morbiditas, laporan epidemi, pemeriksaan
laboratorium, investigasi kasusn, penelidiakan letusan penyakit, survei, investigasi
distriusi vektor dan reservoir, penggunaan obat, serum, dan vaksin, informasi tentan
penduduk, makanan dan lingkungan, dan informasi mengenai program kesehatan.
Pencatatan kematian pada surveilens dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan
pengumpulan data kematian dalam komunitas ataupun dengan pengumpulan data
13
kematian di rumah sakit. Dengan menggunakan surveilens dapat mengetahui
gambaran epidemiologi. Gambaran epidemiologi yang dimaksud seperti yang
dijelaskan diatas yaitu melihat penyebaran penyakit menurut waktu, tempat, dan
orang.15
Selain mengetahui gambaran epidemiologi suveilens juga berguna untuk
menetapkan prioritas masalah kesehatan, selain menentukan prioritas kegunaan
lainnya dalah untuk mengetahui cakupan pelayanan. Cakupan pelayanan dapat dinilai
dari melihat data kunjungan ke puskesmas. Kegunaan lainnya adalah untuk
kewaspadaan dini terjadinya kejadian luar biasa atau KLB dimana pengertian dari
KLB adalah terjadinya peningkatan frekuensi suatu penyakit dalam periode waktu
tertentu di suatu wilayah. Kegunaan surveilens yang terakhir adalah untuk memantau
dan menilai program.15
Dalam melakukan surveilens diperlukan data tingkat kejadian penyakit
tertentu di wilayah tersebut, atau frekuensi penyakit disuatu wilayah. Frekuensi suatu
penyakit dapat diketahui dengan dua ukuran yaitu: insidensi dan prevalensi. Insidensi
adalah jumlah kasus baru suatu penyakit dalam suatu populasi selama suatu periode
waktu tertentu. Angka insidensi dirancang untuk mengukur perbandingan pada orang
sehat yang menjadi sakit selama periode waktu tertentu(gambar 4). Sedangkan
prevalensi adalah hasil perkalian antara insidensi dan durasi dan angka prevalensi
adalah mengukur jumlah orang yang sakit di dalam suatu populasi pada suatu titik
waktu yang ditentukan(gambar 5).16
14
15
menunjukan persentase rumah atau bangunan yang bebas jentik melalui program
pemberantasan sarang nyamuk(PSN). Seperti yang sudah dibahas diatas bahwa salah
satu pemberantasan sarang nyamuk adalah dengan cara membunuh jentik-jentik
nyamuk dengan abate(gambar 8).10
Sistem
Sistem adalah kumpulan dari suatu bagian yang berhubungan satu sama lain
dan saling mempengaruhi. Sistem terdiri dari beberapa komponen yaitu: input atau
masukan, proses, output atau keluaran, dampak atau impact, dan feedback atau umpan
balik. Masukan memiliki pengertian segala yang diperlukan untuk melaksanakan
suatu program terdiri dari tenaga, dana, sarana, dan methoda atau dalam bahasa
inggris man, money, material, and method.
Proses adalah bagian dari sistem suatu program mulai direncanakan sampai
dievaluasi. Proses terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
pengawasan atau dalam bahasa inggrisnya planning, organizing, actuating, dan
controling. Pada bagian proses pengawasan atau controlling merupakan bagian
dimana dilakukannya evaluasi program. Output atau pengeluaran adalah hal yang
didapat dari hasil berlangsungnya suatu proses pada sistem. Impact atau dampak
16
adalah akibat yang dihasilkan oleh suatu sistem. Feedback atau umpan balik adalah
merupakan keluaran yang sekaligus merupakan masukan yang baru dari suatu
sistem.17
Selain dari lima hal diatas terdapat variabel yang diluar dari sistem tetapi
mempunyai pengaruh ke daam sistem. Variabel tersebut disebut sebagai variabel
lingkungan. Lingkungan disini adalah variabel diluar sistem yang tidak terpengaruh
oleh sistem tetapi mempunyai pengaruh besar pada sistem.17
17
dapat diukur secara lebih tepat dan objektif. Pendekatan sistem merupakan
pendekatan yang terperinci dalam melakukan suatu evaluasi program tetapi terdapat
kekurangan dimana dapat terjebak dalam perhitungan yang terlalu rinci sehingga
menyulitkan untuk pengambilan suatu keputusan.
Kesimpulan
DHF atau DBD atau demam berdarah dengue merupakan suatu penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue. Penyakit ini merupakan penyakit yang endemis di
daerah tropis dan subtropis khususnya di Indonesia. Karena penyakit ini merupakan
penyakit yang sering terjadi di Indonesia maka diperlukan tindakan pencegahannya.
Pencegahan dapat dilakukan oleh puskesmas dimana merupakan pelayanan strata
pertama dan merupakan unit pelaksanan teknis dinas kesehatan kabupaten atau kota.
Dimana puskesmas berkewajiban menjalankan upaya kesehatan dalam melakukan
pemberantasan penyakit ini dengan membasmi terutama vektor dari virus tersebut
yaitu nyamuk aedes aegypti. Program yang dijalankan harus secara managemen
sehingga program yang dibuat dapat efektif dan efisien.
Daftar Pustaka
18
1. Jawetz, Melnick, Adelberg. Mikrobiologi kedokteran. Edisi ke-25. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC;2010.h.549-50
2. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah dengue.
Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyono AW, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
Edisi ke-6 Jakarta: Internal Publishing; 2014.h.539-43.
3. Widoyono. Penyakit tropis: epidemiologi, penularan, pencegahan &
pemberantasan. Jakarta: Erlangga; 2008. h. 60-7.
4. Azwar A. Pengantar epidemiologi. Edisi-1. Jakarta : Binapura Aksara ; 1988.
5. Muninjaya AAG. Manajemen kesehatan. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2004.
h.12-3
6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan menteri kesehatan
Republik Indonesia Nomor 129/MENKES/SK/II/2014. Jakarta: Bakti Husada;
2004. h.5-8.
7. http://www.who.int/hrh/en/HRDJ_1_1_02.pdf. diunduh pada tanggal 16 Juli
2016.
8. Departemen kesehatan RI. Pedoman kerja puskesmas; puskesmas dengan
wilayah kerjanya. Jilid I. Jakarta: Bakti husada; 1991.
9. Hassan R, Alatas H, Latief A, Napitupulu PM, Pudjiadi A, Ghazali MV, Putra
ST. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Infomedika
Jakarta;2007.h.607-21.
10. Susanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S. Buku ajar parasitologi
kedokteran. Edisi ke-4. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2008.h.265-6.
11. Hidayati S, Dachlan YP, Yotopranoto S. Atlas parasitologi kedokteran.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2009.h.118-20.
12. Widoyono. Penyakit tropis: epidemiologi, penularan, pencegahan &
pemberantasan. Jakarta: Erlangga; 2008. h. 60-7.
13. Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD. Buku ajar pediatri rudolph. Edisi
ke-20. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2006.h.723.
14. Departemen kesehatan RI. Pedoman kerja puskesmas; pemberantasan
penyakit menular. Jilid III. Jakarta: Bakti husada; 1991.
15. Lapau B. Prinsip dan metode epidemiologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia;2012.h.51-68.
19
16. Morto RF, Hebel JR, McCarter RJ. Panduan studi epdiemiologi dan
biostatistika. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2009.h.21-7
17. Azwar A. Perencanaan program kesehatan. Pengantar administrasi kesehatan.
Ed 3. Jakarta : Binapura Aksara ; 1997.
20