Anda di halaman 1dari 20

Penanganan Demam Berdarah Dengue di Puskesmas

Abstrak

Epidemiologi merupakan hal diperlukan bila mempelajari suatu penyebaran


penyakit. Epidemiologi secara garis besar atau sehari-hari diketahi sebagai berapa
prevalensi suatu penyakit, tetapi bila melihat suatu penyakit dari pendekatan
epidemiologi tidak hanya melihat tingkat kejadiannya tetapi melihat beberapa hal.
Pendekatan epidemiologi suatu penyakit membawa seorang dokter terutama dokter
puskesmas untuk melihat host, agent, serta lingkungan yang merupakan suatu segitiga
dari epidemiologi. Demam berdarah dengue merupakan penyakit yang bila terjadi
dapat ditangani dengan pendekatan epidemiologi. Penanganan demam berdarah
dengue yang dilakukan di puskesmas tidak berpusat pada individu saja tetapi melihat
bagaiman perkembangan penyakit tersebut di masyarakat sehingga peran dokter di
puskesmas sangatlah penting untuk melihat angka kejadian penyakit tersebut, dan
memikirkan program-program puskemas yang diperlukan untuk menangani penyakit
atau masalah kesehatan tersebut.
-Kata kunci: Pendekatan epidemiologi, peran dokter, puskesmas

Abstract
Epidemiology is required when studying a disease spread . Epidemiology in
general or everyday we know do as how the prevalence of a disease, but when you see
a disease of the epidemiological approach not only see the attack rate but notice a
few things . The epidemiological approach of an illness brought a doctor especially
doctors puskesmas to see the host , agent , and the environment is a triangle of
epidemiology . Dengue hemorrhagic fever is a disease that can be dealt with if there
is epidemiological approach . Handling of dengue fever are carried out in puskesmas
are not centered on the individual alone but see how the development of the disease in
the community so that the role of the doctor in puskesmas is very important to look at
the incidence of the disease, and to think of programs health centers are required to
treat diseases or health problems.
- Keywords: Epidemiological approach, the role of doctor, puskesmas

Pendahuluan
Demam berdarah dengue atau sering disebut sebagai dengue haemorhagic
fever merupakan penyakit infeksi tropis yang sering terjadi. Penyakit demam berdarah

1
dengue(DBD) atau dengue haemorhagic fever(DHF) merupakan penyakit yang
banyak terjadi di daerah yang mempunyai iklim tropis maupun sub tropis.1 Data dari
perhimpunan ahli penyakit dalam Indonesia menyatakan demam berdarah dengue
merupakan penyakit yang sudah endemis terjadi di Indonesia dimana terjadi diseluruh
wilayah Indonesia. Insiden terjadinya penyakit di Indonesia adalah antara 6 hingga 15
per 100.000 penduduk; dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga
35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DHF cenderung
menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.2 Data dari Departemen Kesehatan RI
melaporkan bahwa pada tahun 2004 selama bulan Januari dan Februari, pada 25
provinsi tercatat 17.707 orang terkena DHF dengan kematian 322 penderita.3
Penanganan demam berdarah dengue merupakan salah satu program waji
puskesmas hal ini dapat dijumpai dengan adanya salah satu dari fungsi puskesmas
yaitu penanganan, pencegahan, dan pemberantasan penyakit menular. Seperti pada
kasus, pada akhir tahun berdasarkan evaluasi program pemberantasan penyakit DHF
masih didapatkan prevalensi DHF berkisar lima puluh per seribu penduduk dengan
tingkat CFR dua puluh per seribu penduduk, rata-rata penderita datang terlambat
sehingga terlambat juga dirujuk ke rumah sakit. Berdasarkan laporan pemantauan
jentik nyamuk didapatkan Angka Bebas Jentik(ABJ) adalah enam puluh persen.
Kepala puskesmas akan melakukan revitalisasi program pemberantasan penyakit
DHF dan ingin didapatkan insidens yang serendah-rendahnya dan CFR nol persen.
Pada tinjauan pustaka saya kali ini saya akan membahas mengenai masalah
kesehatan terutama penyakit demam berdarah dengue secara pendekatan
epidemiologi, serta akan membahas juga mengenai peran, dan fungsi puskesamas.
Peran dari puskesmas untuk melaksanakan program P3M dibutuhkan beberapa hal
seperti surveillance, angka insidens, prevalensi penyakit, serta melakukan pencegahan
sebelum terjadinya penyakit .

Pendekatan Epidemiologi
Secara singkat atau secara garis besar atau dalam kehidupan sehari-hari
epidemiologi yang kita ketahui adalah dimana suatu penyakit tersebar tetapi
epidemiologi senidiri mempunyai pengertian yang lebih luas. Untuk melakukan suatu
pendekatan epidemiologi harus diketahui terlebih dahulu apa dasar-dasar dari
epidemiologi. Epidemiologi mempunyai tiga pokok yaitu: frekuensi masalah

2
kesehatan, penyebaran masalah kesehatan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi
masalah kesehatan tersebut. Frekuensi masalah kesehatan adalah mengukur besarnya
masalah kesehatan tersebut, penyebearan masalah kesehatan dilihat dengan menilai
tiga keadaan yiatu melihat manusia yang terkena, seberapa luas daerah yang terkena
atau dimana daerah yang menjadi penyebaran masalah kesehatan tersebut, serta
melihat kapan waktu terjadinya masalah kesehatan tersebut, faktor-faktor yang
mempengaruhi penyebaran adalah menilai faktor yang menyebabkan masalah
kesehatan tersebut baik dari frekuensi, penyebaran serta penyebab munculnya
masalah kesehatan tersebut.4
Masalah kesehatan yang terjadi disini disebut sebagai penyakit. Terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi penyakit secara epidemiologi yaitu: faktor
host/penjamu, faktor agent/bibit penyakit, serta faktor lingkungan. Ketiga hal ini
disebut juga sebagai pendekatan segitaga epidemiologi. Ketiga faktor ini akan selalu
mengadakan interaksi secara dinamis. Melalui interaksi dari ketiga faktor ini maka
ketiganya akan saling memengaruhi, bila terjadi ketidakseimbangan maka host akan
mengalami yang disebut dengan sakit.5 Untuk mencegah suatu penyakit terjadi maka
puskesmas yang dipimpin oleh seorang kepala puskesmas yang merupakan seorang
dokter haru bisa menseimbangkan ketiga faktor ini di wilayah kerjanya agar tidak
terjadi penyakit(gambar 1).

Gambar 1. Segitiga Epidemiologi.5

Host atau penjamu adalah manusia. Semua faktor yang terdapat pada diri
manusi yang dapat mempengaruhi timbulnya suatu penyakit. Faktor-faktor yang
mungkin mempengaruhi salah satunya adalah sistem kekebalan tubuh pada manusia
tersebut. Agent adalah substansi atau elemen tertentu yang kehadirannya atau tidak
dapat mempengaruhi perjalanan penyakit. Agent yang ada dapat dikelompokan
menjadi dua yaitu biotis dan abiotis. Agent yang merupakan abiotis dapat berupa:
nutrien, kimia, fisik, dan mekanik. Sedangkan yang merupakan agent biotis adalah

3
yang dapat menyebabkan penyakit infeksi seperit: bakteri, virus, protozoa. Agent
dapat masuk ke dalam tubuh host dengan adanya vektor seperti: nyamuk.4,5
Agent dapat menimbulkan suatu penyakit dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu:
patogenisiti, virulensi, antigenesiti, dan infektiviti. Patogenisiti adalah kemampuan
bibit penyakit untuk menimbulkan reaksi pada pejamu sehingga menimbulakan sakit.
Tidak semua agent memiliki patogenisiti yang memiliki patogenisiti disebut sebagai
agent patogen sedangkan bila tidak ada disebut sebagai agent yang apatogen.
Virulensi adalah ukuran dari keganasan atau derajat kerusakan yang dapat
ditimbulkan oleh bibit penyakit. Antigenesiti adalah kemampuan bibit penyakit
merangsang timbulnya pertahanan tubuh. Infektiviti adalah kemampuan bibit penyakit
mengadakan invasi dan menyesuaikan diri.4
Lingkungan atau sering disebut sebagai inviroment merupakan lingkungan
hidup manusia atau kondisi luar yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan
suatu makhluk hidup.5 Pada skenario didapati bahwa masalah yang timbul adalah
DBD atau DHF makan agent dari DBD atau DHF adalah virus yang disebut sebagai
virus dengue yang terdapat pada tubuh vektor yaitu nyamuk aedes aegypti, host dari
penyakit ini adalah manusia, sedangkan perlu diketahi lingkungan yang mendukung
untuk vektor dari virus ini dapat tumbuh.

Paradigma Sehat
Untuk meningkatkan atau mencegah suatu penyakit atau mencegah manusia
menjadi sakit, maka diperluketahui apa saja yang mempengaruhi kesehatan pada
manusia atau pada masyarakat. Menurut H.L Blum terdapat empat faktor yang
mempengaruhi kesehatan seseorang yaitu: perilaku atau gaya hidup, faktor
lingkungan, faktor pelayanan kesehatan, dan faktor genetik. Dari keempat faktor
tersebut faktor genetik adalah faktor yang tidak dapat dimodifikasi tetapi ketiga faktor
lainnya merupakan faktor yang dapat diubah. Dari ketiga faktor yang dapat dirubah
faktor perilaku merupakan faktor yang mempunyai peranan terbesar dalam masalah
kesehatan seseorang(gambar 2).5

4
Gambar 2. Paradigma Sehat Menurut H.L Blum.5
Pada bidang kesehatan masyarakat khususnya puskesmas, paradigma blum
dapat digunakan sebagai prinsip untuk meningkatkan kesehatan pada lingkungan. Bila
dalam kasus dengan penyakit DBD atau DHF dapat digunakan modifikasi
lingkungan, perilaku masyarakat, dan peningkatan pelayanan kesehatan.

Peran dan Fungsi Puskesmas


Puskesmas merupakan salah satu unit pelayanan kesehatahan yang terdapat di
Indonesia. Puskesmas sendiri memiliki beberapa pengertian keputusan Mentri Kesehatan RI
Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 puskesmas memiliki pengertian: unit pelaksana teknis
dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan
kesehatan di suatu wilayah kerja. Berdasarkan pengertian dari puskesmas, peran puskesmas
dapat dibagi menjadi empat yaitu: unit pelaksana teknis dinas, pembangunan kesehatan,
pertanggung jawaban penyelenggaraan, serta wilayah kerja. Unit pelaksana teknis dinas
sering disingkat menjadi UPTD, di sini puskesmas mempunyai peran sebagai unit yang
menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional dinas kesehatan kabupate atau kota
dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di
Indonesia.6
Pembangunan kesehatan, adalah puskesmas mempunyai peran untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakan yang optimal. Pertanggungjawaban dan penyelenggaraan dimana
puskesmas berperan dalam penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan kesehatan yang
dibebankan oleh dinas kesehatan kabupaten atau kota sesuai dengan kemampuannya. Wilayah
kerja disni dimaksudkan untuk menjelaskan bahwa dalam menjalankan perannya wilayah
kerja satu puskesmas adalah satu kecamatan. Tetapi apabila di satu kecamatan terdapat lebih
dari satu puskesmas, maka tanggung jawab silayah kerja dibagi antar puskesmas, dengan
memperhatikan keutuhan konsep wilayah.6
Selain memiliki peran puskesmas juga mempunyai fungsi dimana terdapat tiga fungsi
puskesmas yang dapat kita ketahui dari keputusan Mentri Kesehatan RI Nomor
128/MENKES/SK/II/2004 yaitu: pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan,
pusat pemberdayaan masyarakat, serta pusat pelayanan kesehatan strata pertama. Sebagai
pusat penggerak pembangunan bewawasan kesehatan, puskesmas selalu berupaya

5
menggerakan dan memantau penyelengaraan pembangunan lintas sektor termasuk oleh
masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung
pembangunan kesehatan. Khusus untuk pembangunan kesehatan, upaya yang dilakukan
puskesmas adalah mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa
mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.6
Sebagai pusat pemberdayaan masyarakat hal yang dimaksud adalah puskesmas selalu
berupaya agar perrangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyaraka termasuk
dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri dan
masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan
termasuk sumper pembiayaannya, serta ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau
pelaksanaan program kesehatan. Pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarkat ini
diselenggarakan dengan memperhatiakn kondisi dan situasi, khususnya sosial budaya
masyarakat setempat. Sebagai pusat pelayanan kesehatan strata pertama, puskesmas
perrtanggung jawab atas pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu,
dan berkesinambungan.6 Pelayanan tingkat pertama dibagi menjadi dua yaitu pelayanan
kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat.

Peran Dokter di Puskesmas


Seperti yang telah di jelaskan sebelumnya di setiap puskesmas yang
merupakan suatu unit fungsional pelayanan kesehata strata pertama terdapat
pemimpin di puskesmas tersebut. Pemimpin di puskesmas disebut sebagai sebagai
manager puskesmas. Manager puskesmas adalah seorang dokter. Peran dokter di
puskesmas merupakan peran yang sangat penting tidak hanya sebagai pemimpin
puskesmas dokter harus bisa menjadi lima hal dimana badan kesehatan dunia atau
World Health Organization(WHO) merumuskan terdapat lima fungsi dokter yang
disebut sebagai five stars doctor.7
Istilah five stars doctor dikemukakan oleh dokter Charles Boelen pada tahun
seribu sembilan ratus sembilan puluh enam dalam tulisannya "The Five-Star Doctor:
An asset to health care reform?". Five star doctor yang dimaksud oleh dokter Charles
Boelen terdiri dari: care provider, decision maker, communicator, community leader,
dan manager. Care provider merupakan peran yang harus dimiliki oleh seorang
dokter terutama saat menjadi dokter di puskesmas. Care provider disini adalah
seorang dokter memperhitungkan kebutuhan fisik, mental, dan sosial dari pasien
secara keseluruhan, dimana pengobatan kuratif, preventif atau rehabilitatif secar

6
terintegrasi dan menerus dan memastikan bahwa pengobatan yang diberikan
merupakan pengobatan yang terbaik.7
Sebagai decision maker seorang dokter mempunyai tanggung jawab untuk
mengambil keputus dengan mempertimbangkan efefktifitas dan pengeluaran dari
segala kemungkinan untung mengobati dan memberikan kondisi yang sehat. Bila
dalam keadaan dimana terjadi kurangnya sumber daya maka seorang dokter yang
merupakan seorang decision maker harus dapat membagi secara adil dengan
mempertimbangkan dapat menguntungkan untuk setiap individu dalam komunitas.
Sebagai communicator seorang dokter dapat mengajak setiap individu-individu,
keluarga dan komunitas untuk dapat membiasakan gaya hidup sehat dan dapat
menjadi rekan dalam menjalankan kesehatan.7
Sebagai seorang community leader seorang dokter dengan memahami masalah
kesehatan secara fisik dan lingkungan sosial maka seorang dokter yang merupakan
community leader tidak akan mengobati secara individual yang meminta bantuan
tetapi juga memberikan rasa ingin tahu yang positif dalam gerakan komunitas
kesehatan yang menguntungkan bagi banyak orang. Hal terakhir yang diperlukan
sebagai dokter puskesmas adalah dengan menjadi seorang "manager" untuk dapat
menjalankan fungsi-fungsi diatas seorang dokter memerlukan hal yang disebut
sebagai kemampuan managerial. Bila seorang dokter mempunyai kemampuan
managerial maka hal ini dapat memampukan mereka untuk menyaring berbagai
informasi sehingga dapat membuat keputusan yang lebih baik, serta kemampuan
managerial diperlukan karena didalam puskesmas seorang dokter akan bekerjasama
secara multidisiplin tidak antara dokter dengan dokter saja tetapi dengan berbagai
partner kerja untuk mengembangakan kesehatan dan sosial.7

Kegiatan Puskesmas
Seperti yang telah dibahas diatas apa itu puskesmas menurut keputusan Mentri
Kesehatan RI Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 maka setiap puskesmas memiliki kegiatan-
kegiatan yang bertujuan untuk memajukan kesehatan di wilayah kerjanya. Kegiatan dalam
puskesmas dulu dan sekarang sedikit berbeda. Kegiatan puskesma dulu berdasarkan pada
Rakernas ke III pada tahun seribu sembilan ratus tujuh puluh ditetapkan terdapat enam usaha
kegiatan pokok puskesmas tetapi seiring berjalannya waktu ditetapkan terdapat delapan belas
kegiatan pokok puskesmas terdiri dari: kesehatan ibu dan anak(KIA), keluarga
berencana(KB), usaha peningkatan gizi, kesehatan lingkungan, pencegahan dan

7
pemberantasan penyakit menular(P3M), pengobatan termasuk pelayanan darurat karena
kecelakaan, penyuluhan kesehatan masyarakat, kesehatan sekolah, kesehatan olah raga,
perawatan kesehatan masyarakat, kesehatan kerja, kesehatan gigi dan mulut, kesehatan jiwa,
kesehatan mata, laboratorium sederhana, pencatatan dan pelaporan dalam rangka sistem
informasi kesehatan, kesehatan usia lanjut, pembinaan pengobatan tradisional.8
Tetapi seiring berjalannya waktu keputusan Mentri Kesehatan RI Nomor
128/MENKES/SK/II/2004 membagi kegiatan pokok puskesmas menjadi dua bagian besar:
upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan. Upaya kesehatan wajib
merupakan upaya yang ditetapkan dan upaya kesehatan wajib ini harus diselenggarakan oleh
setiap puskesmas yang ada di wilayah Indonesia, sedangkan upaya kesehatan pengembangan
dilakukan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat dan
disesuaikan dengan kemampuan puskesmas.6
Upaya kesehatan wajib dibagi menjadi enam kegiatan yaitu: upaya promosi
kesehatan, upaya kesehatan lingkungan, upaya kesehatan ibu dan anak serta keluarga
berencana, upaya perbaikan gizi masyarakat, upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit
menular, dan upaya pengobatan. Upaya kesehatan pengembangan dibagi menjadi sembilan
upaya yaitu: upaya kesehatan sekolah, upaya kesehatan olah raga, upaya perawatan kesehatan
masyarakat, upaya kesehatan kerja, upaya kesehatan gigi dan mulut, upaya kesehatan jiwa,
upaya kesehatan mata, upaya kesehatan usia lanjut, upaya pembinaan pengobatan tradisional.6

Demam Berdarah Dengue


Demam dengue meupakan demam yang disebabkan karena infeksi dari virus
arbovirus atau arthropod-borne virus akut, dan ditularkan oleh nyamuk spesies
aedes.9 Tetapi demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dari genus flavivirus.1
Virus bila dilihat dari materi genetiknya dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu
virus dengan materi genetik RNA dan DNA, arbovirus merupakan virus yang
termasuk dalam virus yang mempunyai materi genetik berupa RNA dan masuk dalam
jenis virus golongan bunyavirus.2
Virus dengue mempunyai empat jenis serotipe yaitu: DEN-1, DEN-2, DEN-3,
dan DEN-4. semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah
dengue keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype
terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotype dengue dengan Flavivirus lain
seperti Yellow fever, Japanese encephalitis dan West Nile virus.2
Demam berdarah dengue atau DBD merupakan penyakit yang penularannya
melalui perantara nyamuk. Nyamuk yang menjadi perantaranya adalah nyamuk aedes

8
aegypti. Nyamuk aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan
dengan ukuran nyamuk rumah atau di sebut juga nyamuk culex, nyamuk Aedes
aegypti mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih terutama pada
kakinya.10 Bagian tubuh nyamuk dibagi menjadi tiga segmen yaitu kepala dimana
terdapat probosis(alat isap nyamuk), antena, palpus, setelah kepala bagian bawahnya
merupakan thoraks yang kemudian dilanjutkan dengan bagian abdomen nyamuk.11
Bintik-bintik putih pada nyamuk aedes yang terutama di daerah kaki tenyata dapat
didapati di bagian thoraks dan abdomen dari nyamuk.11
Pada nyamuk Aedes khususnya spesies Aedes aegypti bagian dorsal dari
toraks memiliki garis lengkung pada sisi lateral kanan dan kiri serta dua garis
memanjang pada bagian medial dikenal sebagai gambaran lyra.11
Nyamuk Aedes aegypti betina meletakan telur dari nyamuk aedes aegypti di
satu sampai dua sentimeter di atas permukaan air. Air disini merupakan air yang tidak
beralaskan dengan tanah.12 Seekor nyamuk betina dapat menghasilkan telur
berjumlah seratus buah. Telur menetas kira-kira sekitar dua hari menjadi larva. Larva
nyamuk pada tubuhnya dibagi menjadi lima bagian yaitu: kepala, thoraks, abdomen,
siphon, dan segmen awal, abdomen terdiri dari sepuluh segmen usus, dan pada
segmen abdomen ke delapan terdapat bagian yang disebut sebagai comb teeth.10,11
Pada bagian thoraks dari nyamuk Aedes aegypti pada toraks segmen terutama
segmen ke dua dan ketiga terdapat duri yang besar, pada segmen abdomen ke delapan
terdapat comb teeth yang didalamnya terdapat duri tengah atau disebut juga median
spine yang besar dan duri-duri samping atau disebut juga sebagai subapical spine.
Pada bagian akhir dari abdomen atau segmen ke sepuluh pada larva Aedes aegypti
terdapat ventral brush yang memiliki lima pasang setae.11
Setelah menjadi larva, larva dari nyamuk Aedes aegypti akan mengadakan
pengelupasan kulis sebanyak empat kali. Setelah melakukan pengelupasan kulit maka
larva akan bertumbuh menjadi pupa, dan akhirnya pupa akan pecah dan menjadi
nyamuk yang dewasa. Pertumbuhan dari telur sampai menjadi nyamuk yang dewasa
berlangsung selama sembilan hari.10 Nyamuk yang menjadi vektor yang dapat
menularkan ke host lainnya adalah nyamuk yang telah menghisap darah dari penderita
DBD pada masa viremia. Pada masa ini bila nyamuk menggigit maka virus dengue
dapat berkembang di dalam tubuh nyamuk bila nyamuk tersebut menggigit host lain
maka dapat menularkan DBD tersebut(gambar 3).

9
Gambar 3. Siklus Hidup Nyamuk Aedes Aegypti.9

Terdapat beberapa gejala klinis yang dapat timbul pada seseorang abik anak
maupun dewasa bila sudah mulai terkena DBD. Gejala yang timbul adalah demam
dimana demam terus menerus dua sampai tujuh hari, terdapat disertai pembesaran
hati, manifestasi perdarahan serta, adanya shock bila sudah mencapi DBD berat.9 Pada
anak-anak demam berdarah juga sering terjadi manifestasi klinis pada anak kecil bila
mengalami demam berdarah adalah: biasanya demam yang tiba-tiba tinggi, demam
yang tinggi ini biasanya disertai dengan menggigil, sakit kepala, mengantuk, dan
gelisah.13
Pada anak yang terkena demam berdarah dengue juga dapat mengeluh pada
bagian ekstremitasnya. Keluhan yang terjadi atau manifestasi klinis yang terjadi pada
anak yang terkena demam berdarah dengue pada bagian ekstremitas adalah rasa sakit
sendi dan otot yang hebat. Selain dari pada itu dapat sajat terjadi mual, muntah, dan
nyeri abdomen yang biasanya bila terjadi dalam waktu mingggu pertama penyakit.
Pada bagian kulit adalah terbentuknya erupsi makulopapular pada dua atau tiga hari
pertama, cepat menghilang tatapi dapat muncul lagi seletah satu sampai dua hari
demam turun.13

Kegiatan Puskesmas dalam Penangan DBD


Peran dari puskesmas dalam menyikapi DBD ada dengan mencegah penularan
serta mengobati orang yang sudah terkena DBD dan mencegah terjadinya penyebaran
yang meluas bila sudah ada kejadian DBD di wilayah kerjanya, serta memberikan
laporan. Sebelum mencegah penularan perlu diketahui bagaimana cara penularan,
seperti yang dijelaskan diatas bahwa penularan DBD adalah melalui vektor nyamuk
aedes aegypti yang telah menghisap darah dari orang yang telah terkena virus DBD.

10
Tidak semua orang yang terkena virus DBD akan menjadi sakit, orang dewasa dengan
kekebalan tubuh yang baik terkadang tidak menimbulkan gejala walaupun di dalam
darahnya terdapat virus dengue. Orang dengan tidak tampaknya gejala disebut sebagai
carrier tetapi dengan keadaan seperti ini carrier tetap dapat menularkan DBD.14
Kegiatan puskesmas yang dilakukan untuk pemberantasan DBD terdapat tiga
langkah yaitu: pengamatan epidemiologi dan tindakan pemberantasan, penyuluhan
dan penggerakan masyarakat untuk pemberantasan sarang nyamuk, dan pelaporan
penderita dan pelaporan kegiatan.

Pengamatan Epidemiologi dan Tindakan Pemberantasan


Pengamatan epidemiologi dan tindakan pemberantasan adalah tindakan awal
yang dilakukan di puskesmas dalam menangani kasus DBD di wilayah kerjanya.
Terdapat beberapa langkah yaitu: survaillance epidemiologi, survaillance vektor,
pemberantasan vektor, dan pertolongan pada penderita. Survaillance epidemiologi
mempunyai tujuan untuk deteksi secara dini adanya kejadian luar biasa atau kasus-
kasus yang endemis, sehingga dapat melakukan penanggulangan secepatnya, serta
mengetahi faktor-faktor terpenting yang menyebabkan atau membantu adanya
penularan atau wabah.14
Daerah pelaksanaan hanya dilaksanakan di desa-desa dimana sudah pernah
terdapat penderita atau penularan, dan juga dilaksanakan di daerah-daerah yang
receptive, yaitu daerah-daerah dimana diketahui terdapat aedes aegepti. Survaillance
epidemiologi dilaksanakan bila terjadi penemuan penderita, atau terdapat pelaporan
penderita, dan penderita yang telah ditemukan di puskesmas atau puskesmas
pembantu perlu dilaporkan kepada unit-unit surveillance epidemiologi. Serta tahap
akhir adalah dilakukan penelitan untuk menial apakah terjadi wabah atau tidak. Setiap
kasus demam berdarah yang terjadi perlu dilakukan kunjungan rumah oleh petugas
puskesmas untuk penyuluhan dan pemeriksaan jenit di rumah kasus tersebut dan dua
puluh rumah di sekelilingnya.14 Bila surveillance epidemiologi sudah dilakukan
surveillance vektor, untuk surveiilance vektor pada puskesmas kegiatannya membantu
tim dari daerah tingkat II atau daerah tingkat I dalam pelaksanaannya.
Pemberantasan vektor merupakan tindakan selanjutnya dari kegiatan
penanganan DBD di puskesmas. Tujuan awalnya adalah pertama dengan
perlindungan perseorangan yaitu dengan mencegah terjadi gigitan nyamuk terutama

11
nyamuk aedes aegypti yaitu dengan meniadakan sarang nyamuknya di dalam rumah.
Yaitu dengan melakukan penyemprotan dengan obat anti serangga yang dapat dibeli.
Pemberantasan vektor juga dilakukan dengan pemberantasan vektor jangka panjang
atau pencegahan. Salah satu cara pemberantasan vektor jangka panjang ialah usaha
peniadaan sarang nyamuk dengan cara menguras bak mandi seminggu sekali bila
memiliki vas bunga dikosongkan tiap minggu. Menguras bak mandi seminggu sekali
dengan menggosok dinding bagian dalam dari bak mandi tersebut, tempat persediaan
air lainnya dikosongkan terlebih dahulu sebelum diisi kembali dengan maksud agar
larva dapat disingkirkan.14
Dalam usaha jangka panjang untuk daerah yang terdapat vektor yang tingggi
dan riwayat wabah maka abatesasi dengan takaran sepuluh gram dengan takaran
kurang lebih satu sendok makan dan fogging dengan malathion dan fonithion
diperlukan. Abate dapat bertahan selama tiga bulan, bak mandi yang telah diberi abate
tidk boleh dikuran dan disikat dindingnya tetapi air yang terdapat didalamnya boleh
digunakan.10 Bila dalam keadaan wabah pemberantasan vektor yang dilakukan oleh
puskesmas adalah membantu tim daerah tingkat II untuk survai larva dan nyamuk,
serta membantu penyiapan rumah penduduk untuk di fogging. Pada penderita yang
menderita DBD puskesmas melakukan kegiatan dengan memberi penderita
pengobatan supportive seperti obata penurun panas, penderita dengan gejala preshock
harus dirawat di rumah sakit atau puskesmas.14

Penyuluhan dengan Penggerakan Masyarakat untuk PSN


Pemberantasan sarang nyamuk atau sering disingkat dengan PSN dapat
dilakkan dengan melakukan penyuluhan atau pemberian informasi tentang demam
berdarah dan cara pencegaan. Penyuluhan yang dilakukan dapat dilakukan dengan
tiga cara yaitu: penyuluhan kelompok, penyuluhan perorangan, dan penyuluhan
melalui media massa. Penyuluhan kelompok dimana puskesmas melakukan
penyuluhan di kelompok-kelompok seperti guru, murid sekolah, pengelolah tempat
umum atau instansi, organis sosal masyarakat. Penyuluhan perorangan dilakukan
kepada penderita atau keluarganya di puskesmas, melalui kunjungan rumah oleh
kader atau petugas puskesmas, serta mungkin pada ibu-ibu yang mengunjungi
posyandu.14

12
Pelaporan Penderita dan Pelaporan Kegiatan
Sesuai dengan sistem pelaporan yang berlaku, pelaporan demam berdarah
menggunakan pelaporan W1 atau laporan mingguan KLB(wabah), W2 laporan
mingguan serta dengan sistem pencatatan pelaporan terpadu puskesmas(SP2TP)
dimana dilaporak bulanan melalui lembar LB1 untuk melaporkan data kesakitan dan
LB2 utnuk melaporkan data kematian. Serta dengan rujukan pemeriksaan specimen
penderita demam berdarah atau suspect perlu diambil specimen darahnya untuk
pemeriksaan serologis. Rujukan ditunjukan kepada Balai Lboratorium
Kesehatan(BLK) melalui Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II setempat.14

Surveilens Epidemiologi
Surveilens epidemiologi didefinisikan sebagai observasi medis pada seorang
atau lebih karrier atau populasi terancam oleh penyakit infeksi. Observasi disini
adalah mengamati atau mengobservasi gejala-gejala dan tanda-tanda dari peyakit
infeksi atau menular yang bersangkutan. Tujuan surveilens adalah untuk
mengyakinkan diagnosis dan pengobatan sedini mungkin sehingga karrier dan
populasi terancam yang bersangkutan tidak sempat menularkan penyakitnya kepada
orang lain yang sehat. Teknik observasi yang dilakukan adalah dengan melakukan
pengamatan dan pemantauan sehari-hari terus menurus selama kira-kira selama masa
inkubasi penyakit tersebut di klinik karantina atau dengan memasukan penderita yang
bersangkutan ke rumah sakit. Pengumpulan data suveilens dilakukan secara sistematis
maksudnya adalah bahwa kegiat pengumpulan data dilaksanakan oleh suatu sistem,
misalnya oleh Departemn Kesehatan di tingkat nasional yang mengharapkan
mendapat laporan data dari Dinas Kesehatan Propinsi, yang mendapa lapora data dari
Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota yang mendapat laporan data dari puskesmas
dan rumah sakit.15
Sumber-sumber data yang digunakan untuk surveilens adalah data-data
seperti: pencatatan kematian, laporan morbiditas, laporan epidemi, pemeriksaan
laboratorium, investigasi kasusn, penelidiakan letusan penyakit, survei, investigasi
distriusi vektor dan reservoir, penggunaan obat, serum, dan vaksin, informasi tentan
penduduk, makanan dan lingkungan, dan informasi mengenai program kesehatan.
Pencatatan kematian pada surveilens dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan
pengumpulan data kematian dalam komunitas ataupun dengan pengumpulan data

13
kematian di rumah sakit. Dengan menggunakan surveilens dapat mengetahui
gambaran epidemiologi. Gambaran epidemiologi yang dimaksud seperti yang
dijelaskan diatas yaitu melihat penyebaran penyakit menurut waktu, tempat, dan
orang.15
Selain mengetahui gambaran epidemiologi suveilens juga berguna untuk
menetapkan prioritas masalah kesehatan, selain menentukan prioritas kegunaan
lainnya dalah untuk mengetahui cakupan pelayanan. Cakupan pelayanan dapat dinilai
dari melihat data kunjungan ke puskesmas. Kegunaan lainnya adalah untuk
kewaspadaan dini terjadinya kejadian luar biasa atau KLB dimana pengertian dari
KLB adalah terjadinya peningkatan frekuensi suatu penyakit dalam periode waktu
tertentu di suatu wilayah. Kegunaan surveilens yang terakhir adalah untuk memantau
dan menilai program.15
Dalam melakukan surveilens diperlukan data tingkat kejadian penyakit
tertentu di wilayah tersebut, atau frekuensi penyakit disuatu wilayah. Frekuensi suatu
penyakit dapat diketahui dengan dua ukuran yaitu: insidensi dan prevalensi. Insidensi
adalah jumlah kasus baru suatu penyakit dalam suatu populasi selama suatu periode
waktu tertentu. Angka insidensi dirancang untuk mengukur perbandingan pada orang
sehat yang menjadi sakit selama periode waktu tertentu(gambar 4). Sedangkan
prevalensi adalah hasil perkalian antara insidensi dan durasi dan angka prevalensi
adalah mengukur jumlah orang yang sakit di dalam suatu populasi pada suatu titik
waktu yang ditentukan(gambar 5).16

Jumlah kasus baru suatu penyakit selama suatu periode


waktu tertentu
Angka Insidensi = Populasi yang berisiko terena penyakit dalam periode
waktu tersebut

Gambar 4. Rumus Angka Insidensi.16

Kasus total jumlahሺkasus baru & Kasus lamaሻsuatu


penyakit pada suatu waktu yang ditentukan
Angka Prevalensi = Total populasi yang berisiko pada waktu tersebut

Gambar 5. Rumus Angka Prevalensi.16


Dari pengertiannya prevalensi sangat
bergantung pada dua faktor yaitu angka
insidensi dan durasi penyakit Jadi suatu
perubahan dalam prevalensi penyakit dapat

14

Gambar 6. Hubungan Insidensi dan Prevalensi.16


mencermindakan suatu perubahan dalam insidensi atau hasil penyakit tersebut apakah
sembuh atau meninggal dunia. Tingkat prevalensi dapat meningkat bila terjadi
insidensi baru atau durasi penyakit yang memanjang. Suatu penurunan dari prevalensi
tidak sepenuhnya dikarenakan menurunnya insidensi tetapi dari memendeknya durasi
penyakit, bisa disebabkan karena kesembuhan atau terjadi kematian. Tingkat
prevalensi(semua kasus) ditingkatkan oleh insidensi(kasus baru) dan diturunkan oleh
kesembuhan dan kematian(gambar 6).

Evaluasi Program Puskesmas


Evaluasi program adalah tahap dimana penilaian apakah terdapat masalah
pada program yang dijalankan oleh puskesmas. Masalah dapat timbul karena tidak
sesuainya harapan dan kenyataan yang ada. Seperti pada kasus harapan yang ingin
dicapai dengan adanya program pemberantasan DBD adalah didapati case fatality
rate adalah nol persen dan angka bebas jentik pada rumah adalah serendah-rendahnya
tetapi masih didapati adanya rumah yang masih ada jentik nyamuk dimana angka
bebas jentik adalah enam puluh persen. dan case fatality rate.
Case fatality rate atau sering disingkat denga CFR adalah probabilitas
kematian di kalangan kasus yang didiagnosis. CFR khususnya digunakan dalam
penyakit infeksi akut. Kegunaanya untuk penyakit kronis terbatas karena periode dari
onset ke kematian biasanya panjang dan bervariasi. CFR untuk penyakit yang sama
dapat bervariasi besaranya pada wabah yang berbeda karena kesimbangan antara
agen, pejamu dan lingkungan(gambar 7).16
Jumlah kematian karena penyakit
pada suatu periode waktu tertentu
CFR= Jumlah kasus penyakit tersebut x 100
Angka bebas
pada periode yang sama
jentik(ABJ) adalah angka yang
Gambar 7. Rumus Perhitungan CFR.16

15
menunjukan persentase rumah atau bangunan yang bebas jentik melalui program
pemberantasan sarang nyamuk(PSN). Seperti yang sudah dibahas diatas bahwa salah
satu pemberantasan sarang nyamuk adalah dengan cara membunuh jentik-jentik
nyamuk dengan abate(gambar 8).10

Jumlah Rumah atau bangunan


yang tidak ditemukan jentik
ABJ = Jumlah rumah atau bangunan x 100%
yang diperiksa

Gambar 8. Rumus Perhitungan ABJ.10

Dikarenakan adanya perbedaan pada harapan dan kenyataan makan diperlukan


evaluasi program secara garis besar evaluasi program dibagi menjadi tiga yaitu:
evaluasi pada awal program atau sering disebut sebagai formative evaluation, evaluasi
pada tengah program atau disebut sebagai promotive evaluation, dan evaluasi pada
akhir program atau sering disebut sebagai summative evaluation.
Evaluasi pada awal program dilakukan sebelum sebuah program berjalan pada
tahan perencenaan bertujuan untuk meyakinkan program yang dijalankan sesuai
dengan masalah kesehatan yang ada. Evaluasi pada tengah program berjalan
dilakukan untuk mengukur apakah sebuah program berjalan sesuai dengan rencana
apa tidak. Evaluasi pada akhir program bertujuan untuk mengukur pengeluaran atau
output atau dampak yang ditimbulkan dari program yang telah dijalankan.17

Sistem
Sistem adalah kumpulan dari suatu bagian yang berhubungan satu sama lain
dan saling mempengaruhi. Sistem terdiri dari beberapa komponen yaitu: input atau
masukan, proses, output atau keluaran, dampak atau impact, dan feedback atau umpan
balik. Masukan memiliki pengertian segala yang diperlukan untuk melaksanakan
suatu program terdiri dari tenaga, dana, sarana, dan methoda atau dalam bahasa
inggris man, money, material, and method.
Proses adalah bagian dari sistem suatu program mulai direncanakan sampai
dievaluasi. Proses terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
pengawasan atau dalam bahasa inggrisnya planning, organizing, actuating, dan
controling. Pada bagian proses pengawasan atau controlling merupakan bagian
dimana dilakukannya evaluasi program. Output atau pengeluaran adalah hal yang
didapat dari hasil berlangsungnya suatu proses pada sistem. Impact atau dampak

16
adalah akibat yang dihasilkan oleh suatu sistem. Feedback atau umpan balik adalah
merupakan keluaran yang sekaligus merupakan masukan yang baru dari suatu
sistem.17
Selain dari lima hal diatas terdapat variabel yang diluar dari sistem tetapi
mempunyai pengaruh ke daam sistem. Variabel tersebut disebut sebagai variabel
lingkungan. Lingkungan disini adalah variabel diluar sistem yang tidak terpengaruh
oleh sistem tetapi mempunyai pengaruh besar pada sistem.17

Evaluasi Program Berdasarkan Pendekatan Sistem


Evaluasi program puskesmas dapat dilakukan dengan pendekatan sistem.
Sistem dibuat untuk dapat mencapai suatu tujuan tertentu yang sebelumnya telah
dirangkai dan disusun sedmikian rupa. Bila suatu program diterapkan berdasarkan
prinsip dari sistem ini maka program tersebut dilakukan dengan pendekatan sistem.
Pendekatan sistem mempunyai beberapa batasan yaitu: pendekatan sistem adalah
penerapan prosedur yang logis dan rasional dalam merancang rangkaian komponen
yang berhubungan sehingga dapat berfungsi sebagai satu kesatuan untuk mencapai
tujuan yang sudah ditetapkan, suatu strategi yang menggunakan metode analisan dan
manajemen untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien,
penerapan cara berpikir yang sistematis dan logis dalam membahas dan mencari
pemecahan dari suatu masalah atau keadaan yang dihadapi.
Dari batasan yang ada tentang pendekatan sistem ini, prinsip pokok
pendekatan sistem dalam pekerjaan administrasi dapat dimanfaatkan utun dua tujuan
yaitu: membentuk sesuatu sebagai hasil dari pekerjaan administrasi, dan menguraikan
sesuatu yang telah ada dalam administrasi. Menguraikan sesuatu yang telah ada dalam
administrasi digunakan untuk menemukan masalah yang dihadapi dan kemudian
mencari jalan keluarnya. Pada evaluasi program dengan pendekatan sistem maka
dilihat dari masukan, proses, pengeluaran, dampak, serta umpan balik atau feedback.
Pada bagian input evaluasi program bertujuan untuk menghindari penghamburan
sumber daya dan jumlah input data diatur dan disesuaikan dengan kebutuhan.17
Pada bagian proses evaluasi program secara pendekatan sistem dilakukan
untuk hasil yang keluar dari proses dapat diarahkan untuk mencapai pengeluaran
sehingga dapat menghindari pelaksanaan kegiatan yang tidak diperlukan. Pada bagian
pengeluaran dilakukan evaluas agar hasil atau dampak yang keluar lebih optimal dan

17
dapat diukur secara lebih tepat dan objektif. Pendekatan sistem merupakan
pendekatan yang terperinci dalam melakukan suatu evaluasi program tetapi terdapat
kekurangan dimana dapat terjebak dalam perhitungan yang terlalu rinci sehingga
menyulitkan untuk pengambilan suatu keputusan.

Kesimpulan
DHF atau DBD atau demam berdarah dengue merupakan suatu penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue. Penyakit ini merupakan penyakit yang endemis di
daerah tropis dan subtropis khususnya di Indonesia. Karena penyakit ini merupakan
penyakit yang sering terjadi di Indonesia maka diperlukan tindakan pencegahannya.
Pencegahan dapat dilakukan oleh puskesmas dimana merupakan pelayanan strata
pertama dan merupakan unit pelaksanan teknis dinas kesehatan kabupaten atau kota.
Dimana puskesmas berkewajiban menjalankan upaya kesehatan dalam melakukan
pemberantasan penyakit ini dengan membasmi terutama vektor dari virus tersebut
yaitu nyamuk aedes aegypti. Program yang dijalankan harus secara managemen
sehingga program yang dibuat dapat efektif dan efisien.

Daftar Pustaka

18
1. Jawetz, Melnick, Adelberg. Mikrobiologi kedokteran. Edisi ke-25. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC;2010.h.549-50
2. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah dengue.
Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyono AW, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
Edisi ke-6 Jakarta: Internal Publishing; 2014.h.539-43.
3. Widoyono. Penyakit tropis: epidemiologi, penularan, pencegahan &
pemberantasan. Jakarta: Erlangga; 2008. h. 60-7.
4. Azwar A. Pengantar epidemiologi. Edisi-1. Jakarta : Binapura Aksara ; 1988.
5. Muninjaya AAG. Manajemen kesehatan. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2004.
h.12-3
6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan menteri kesehatan
Republik Indonesia Nomor 129/MENKES/SK/II/2014. Jakarta: Bakti Husada;
2004. h.5-8.
7. http://www.who.int/hrh/en/HRDJ_1_1_02.pdf. diunduh pada tanggal 16 Juli
2016.
8. Departemen kesehatan RI. Pedoman kerja puskesmas; puskesmas dengan
wilayah kerjanya. Jilid I. Jakarta: Bakti husada; 1991.
9. Hassan R, Alatas H, Latief A, Napitupulu PM, Pudjiadi A, Ghazali MV, Putra
ST. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Infomedika
Jakarta;2007.h.607-21.
10. Susanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S. Buku ajar parasitologi
kedokteran. Edisi ke-4. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2008.h.265-6.
11. Hidayati S, Dachlan YP, Yotopranoto S. Atlas parasitologi kedokteran.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2009.h.118-20.
12. Widoyono. Penyakit tropis: epidemiologi, penularan, pencegahan &
pemberantasan. Jakarta: Erlangga; 2008. h. 60-7.
13. Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD. Buku ajar pediatri rudolph. Edisi
ke-20. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2006.h.723.
14. Departemen kesehatan RI. Pedoman kerja puskesmas; pemberantasan
penyakit menular. Jilid III. Jakarta: Bakti husada; 1991.
15. Lapau B. Prinsip dan metode epidemiologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia;2012.h.51-68.

19
16. Morto RF, Hebel JR, McCarter RJ. Panduan studi epdiemiologi dan
biostatistika. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2009.h.21-7
17. Azwar A. Perencanaan program kesehatan. Pengantar administrasi kesehatan.
Ed 3. Jakarta : Binapura Aksara ; 1997.

20

Anda mungkin juga menyukai