Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan diperhatikan
oleh Pemerintah. Kesehatan juga merupakan salah satu indikator penting dalam
menentukan kesejahteraan suatu bangsa di samping ekonomi dan sosial. Hal ini
ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945 pasal 28 H ayat 1, yang menyatakan
bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Selain itu Undang-Undang
No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan juga menjelaskan dengan tegas tentang hak dan
kewajiban pemerintah maupun masyarakat yang berkenaan dengan pemenuhan akan
kesehatan.
Pelaksanaan pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya. Untuk mewujudkan pembangunan kesehatan
tersebut diselenggarakan upaya kesehatan dalam bentuk pencegahan penyakit,
peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah
dan masyarakat yang dilaksanakan secara terpadu, terintregasi dan berkesinambungan.
Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan tersebut dilakukan upaya-upaya
kesehatan. Salah satu upaya kesehatan yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan
derajat kesehatan yang optimal adalah program pencegahan dan pengendalian penyakit
menular. Penyakit menular yang sampai saat ini masih menjadi program pemerintah di
antaranya adalah program pengendalian penyakit diare yang bertujuan untuk menurunkan
angka kesakitan dan kematian karena diare bersama lintas program dan sektor terkait
(Kemenkes RI, 2011).
Diare adalah penyakit yang terjadi ketika terjadi perubahan konsistensi feses selain
dari frekuensi buang air besar. Seseorang dikatakan menderita Diare bila feses lebih
berair dari biasanya, atau bila buang air besar tiga kali atau lebih, atau buang air besar
yang berair tapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam (Kemenkes RI, 2011).
Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2009, Secara global
setiap tahunnya ada sekitar 2 miliar kasus diare dengan angka kematian 1.5 juta pertahun.
Di negara berkembang, rata-rata anak usia di bawah 3 tahun mengalami episode diare 3
kali dalam setahun. Setiap episodenya diare akan menyebabkan kehilangan nutrisi yang
dibutuhkan anak untuk tumbuh, sehingga diare merupakan penyebab utama malnutrisi
pada anak.
2
Hingga saat ini penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia, hal ini dapat dilihat dengan meningkatnya angka kesakitan diare dari tahun ke
tahun. Hasil survei Subdit Diare, angka kesakitan diare semua umur tahun 2000 adalah
301/1000 penduduk, tahun 2003 adalah 374/1000 penduduk, tahun 2006 adalah 423/1000
penduduk dan tahun 2010 adalah 411/1000 penduduk. Diare merupakan penyebab
kematian nomor 4 (13,2%) pada semua umur dalam 3 kelompok penyakit menular.
Proporsi diare sebagai penyebab kematian nomor 1 pada bayi postneonatal (31,4%) dan
pada anak balita (25,2%) (Kemenkes RI, 2011).
Diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia. Penyebab
utama kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak tepat baik di rumah tangga
maupun di sarana kesehatan. Untuk menurunkan kematian karena diare perlu tata laksana
yang cepat dan tepat (Kemenkes RI, 2011).
Pada tahun 2010 Kejadian Luar Biasa (KLB) Diare terjadi di 11 provinsi dengan
jumlah penderita sebanyak 4.204 orang, jumlah kematian sebanyak 73 orang dengan CFR
sebesar 1,74%. Nilai CFR tersebut sama dengan CFR tahun 2009. Kecenderungan CFR
Diare pada periode tahun 2006-2010 dapat dilihat dari grafik 1.1 dibawah ini,
Gambar 1.1 Grafik Case Fatality Rate (CFR) KLB Diare Tahun 2006-2010

Pada gambar di atas terlihat adanya peningkatan CFR yang cukup signifikan
pada tahun 2007-2008, dari 1,79% menjadi 2,94%. Angka ini turun menjadi 1,74%
pada tahun 2009 dan 2010.
Dalam pelaksanaan program pengendalian penyakit diare dibutuhkan adanya
kerjasama lintas program dan sektor terkait. Melalui kerjasama tersebut diharapkan
3
pelaksanaan program pengendalian penyakit diare akan mendapat dukungan baik
politis maupun operasional dari institusi lain sesuai dengan porsi masing-masing
(Kemenkes RI, 2011).
Puskesmas memegang peranan penting sebagai unit pelayanan kesehatan
terdepan dalam upaya pengendalian penyakit menular yang salah satunya adalah
penyakit diare. Puskesmas diharapkan dapat melakukan pencegahan penularan
penyakit serta mengurangi angka kesakitan dan kematian akibat diare baik dengan
penanganan aktif maupun dengan penyuluhan.

B. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan program diare di
Puskesmas

C. Manfaat
1. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang
mengenai pelaksanaan program diare, sehingga dapat meningkatkan pembinaan dan
pengawasan terhadap pelaksanaan program diare.
2. Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Majalaya Kabupaten Karawang mengenai
pelaksanaan program diare.
3. Sebagai bahan referensi dan perbandingan bagi penelitian yang berhubungan dengan
pelaksanaan program diare.
4. Sebagai tambahan informasi yang akan memperkaya kajian dalam ilmu Administrasi
dan Kebijakan Kesehatan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Puskesmas
1. Definisi Puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah
fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan
4
masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya( Kemenkes, 2014).

2. Wilayah Kerja
Dalam rangka pemenuhan Pelayanan Kesehatan yang didasarkan pada
kebutuhan dan kondisi masyarakat, Puskesmas dapat dikategorikan berdasarkan
karakteristik wilayah kerja dan kemampuan penyelenggaraan. Berdasarkan
karakteristik wilayah kerjanya , Puskesmas dikategorikan menjadi:
a. Puskesmas kawasan perkotaan;
b. Puskesmas kawasan pedesaan; dan
c. Puskesmas kawasan terpencil dan sangat terpencil.
Puskesmas yang wilayah kerjanya meliputi kawasan yang memenuhi paling
sedikit 3 (tiga) dari 4 (empat) kriteria kawasan perkotaan sebagai berikut:
a. aktivitas lebih dari 50% (lima puluh persen) penduduknya pada
sektor non agraris, terutama industri, perdagangan dan jasa;
b. memiliki fasilitas perkotaan antara lain sekolah radius 2,5 km,
pasar radius 2 km, memiliki rumah sakit radius kurang dari 5 km,
bioskop, atau hotel;
c. lebih dari 90% (sembilan puluh persen) rumah tangga memiliki
listrik; dan/atau
d. terdapat akses jalan raya dan transportasi menuju fasilitas
perkotaan (Kemenkes, 2014)
3. Visi dan Misi Puskesmas
Visi puskesmas adalah tercapainya kecamatan sehat menuju terwujudnya
Indonesia sehat. Indikator utama kecamatan yang sehat yaitu :
a. Lingkungan sehat

b. Perilaku sehat

c. Cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu

d. Derajat kesehatan penduduk kecamatan (Depkes RI, 2004).

5
Misi puskesmas, yaitu :

a. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan


b. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat
c. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan
d. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan
masyarakat serta lingkungannya (Depkes RI, 2004).

4. Fungsi dan Kedudukan Puskesmas


Terdapat tiga fungsi utama puskesmas, yaitu :
a. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan
b. Pusat pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan
c. Pusat pelayanan kesehatan tingkat dasar (Depkes RI, 2004)
Fungsi pelayanan kesehatan tersebut dapat dikelompokkan dalam upaya
kesehatan perorangan strata pertama yang bersifat private goods seperti
penyembuhan dan pemeliharaan kesehatan perorangan, dan upaya kesehatan
masyarakat yang bersifat public goods seperti promosi kesehatan dan
penyehatan lingkungan (Depkes RI, 2004)
Upaya pelayanan yang diselenggarakan meliputi :
1. Pelayanan kesehatan masyarakat yang mengutamakan pelayanan promotif
dan preventif, dengan kelompok masyarakat serta sebagian besar
diselenggarakan bersama masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah
kerja puskesmas
2. Pelayanan medik dasar yang lebih mengutamakan pelayanan kuratif dan
rehabilitatif dengan pendekatan individu dan keluarga pada umumnya
melalui upaya rawat jalan dan rujukan (Depkes RI, 2004).
Kedudukan puskesmas dalam Sistem Kesehatan Nasional merupakan fasilitas
pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health services). Dalam sistem
pemerintahan daerah, puskesmas merupakan organisasi struktural dan
berkedudukan sebagai Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) yang
bertanggung jawab terhadap kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Depkes
RI, 2004).

6
B. Diare
1. Pengertian Diare
Menurut Kemenkes RI (2011) diare adalah buang air besar dengan konsistensi
lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dengan frekuensi lebih sering dari
biasanya (tiga kali atau lebih) dalam satu hari.
2. Pembagian Diare
Pembagian diare menurut Kemenkes RI, 2011, adalah :
a. Diare Akut Cair
Diare akut adalah buang air besar yang frekuensinya lebih sering dari biasanya
(pada umumnya 3 kali atau lebih) perhari dengan konsistensi cair dan
berlangsung kurang dari 7 hari.
b. Diare Bermasalah
1. Diare berdarah
2. Kolera
3. Diare berkepanjangan (Prolonged Diarrhea)
4. Diare persisten/Diare Kronik
5. Diare dengan gizi buruk
6. Diare dengan penyakit penyerta

3. Penyebab Diare
Secara klinis penyebab diare dibagi dalam 4 kelompok, tetapi yang sering
ditemukan ataupun klinis adalah diare yang disebabkan infeksi terutama infeksi
virus. Penyebab penyakit diare adalah sebagai berikut, (Kemenkes RI, 2011) :
a. Faktor Infeksi

1) Virus : Rotavirus, Adenovirus, Norwalk + Norwalk Like Agent


2) Bakteri
Shigella, Salmonella, Escheria Coli (E.Coli), Golongan Vibrio
Bacillus cerecus, clostridium botulinum, Staphylococcus aureus,
Camphylobacter, Aeromonas
3) Parasit
 Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia Lamblia, Balantidium
Coli, Cryptosporidium

7
 Cacing perut, Ascaris, Trichiuris, Strongyloides, Blastissistis
hominis
b. Malabsorpsi
c. Keracunan Makanan
 Kercunanan bahan-bahan kimia
 Keracunan oleh racun yang dikandung dan diproduksi
- Jasad Renik
- Ikan
- Buah-buahan
- Sayur-sayuran

d. Diare Terkait Penggunaan Antibiotik (Dta/Aad)


Infeksi masih merupakan penyebab utama diare. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Indonesian Rotavirus Surveillance Network (IRSN) dan
Litbangkes pada pasien anak di 6 Rumah Sakit, penyebab infeksi terutama
disebabkan oleh Rotavirus dan Adenovirus (70%) sedangkan infeksi karena
bakteri hanya 8,4%. Kerusakan vili usus karena infeksi virus (rotavirus)
mengakibatkan berkurangnya produksi enzim laktase sehingga menyebabkan
malabsorpsi laktosa.
Diare karena keracunan makanan disebabkan karena kontaminasi
makanan oleh mikroba misalnya : Clostridium botulinum, Stap. Aureus dll.
Sedangkan diare terkait penggunaan antibiotika (DTA) terjadi karena
penggunaan antibiotika selama 3 sampai 5 hari yang menyebabkan
berkurangnya flora normal usus sehingga ekosistem flora usus didominasi
oleh kuman pathogen khususnya Clostridium difficile. Angka kejadian DTA
berkisar 20-25%.

4. Tanda-tanda Diare
Tanda-Tanda diare adalah buang air besar cair lebih sering dari biasanya (tiga kali
atau lebih) dalam satu hari, yang kadang disertai dengan muntah berulang-ulang,
rasa haus yang nyata, makan atau minum sedikit, demam dan tinja berdarah
(Depkes RI, 2007).

8
C. Program Pengendalian Penyakit Diare
1. Tujuan
Tujuan Umum :
Menurunkan angka kesakitan dan kematian karena diare bersama lintas program
dan sektor terkait.
Tujuan khusus :
a. Tercapainya penurunan angka kesakitan
b. Terlaksananya tatalaksana diare sesuai standar
c. Diketahuinya situasi epidemiologi dan besarnya masalah penyakit diare di
masyarakat, sehingga dapat dibuat perencanaan dalam pencegahan,
penanggulangan maupun pemberantasannya pada semua jenjang
pelayanan.
d. Terwujudnya masyarakat yang mengerti, menghayati dan melaksanakan
hidup sehat melalui promosi kesehatan kegiatan pencegahan sehingga
kesakitan dan kematian karena diare dapat dicegah.
e. Tersusunnya rencana kegiatan pengendalian penyakit diare di suatu
wilayah kerja yang meliputi target, kebutuhan logistik dan pengelolaanya
(Kemenkes RI, 2011).

2. Kebijakan

a. Melaksanakan tatalaksana penderita diare yang standar, baik di sarana


kesehatan maupun masyarakat/rumah tangga
b. Melaksanakan Surveilans Epidemiologi dan Penanggulangan KLB Diare
c. Mengembangkan pedoman pengendalian penyakit diare
d. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas dalam pengelolaan
program yang meliputi aspek manajerial dan teknis medis
e. Mengembangkan jejaring lintas program dan sektor di pusat, propinsi dan
kabupaten/kota
f. Meningkatkan pembinaan teknis dan monitoring untuk mencapai kualitas
pelaksanaan pengendalian penyakit diare secara maksimal
g. Pelaksanaan evaluasi untuk mengetahui hasil kegiatan program dan sebagai
dasar perencanaan selanjutnya (Kemenkes RI, 2011).

9
3. Strategi
a. Melaksanakan tatalaksana penderita diare yang standar di sarana kesehatan
melalui Lima Langkah Tuntaskan Diare (LINTAS DIARE)
b. Meningkatkan tatalaksana penderita diare di rumah tangga yang tepat dan
benar
c. Meningkatkan SKD dan penanggulangan KLB Diare
d. Melaksanakan upaya kegiatan pencegahan yang efektif
e. Melaksanakan monitoring dan evaluasi (Kemenkes RI, 2011).

4. Kegiatan Program

a. Tatalaksana penderita diare


b. Surveilans epidemiologi
c. Promosi kesehatan
d. Pencegahan diare
e. Pengelolaan logistik
f. Pemantaun dan evaluasi (Kemenkes, 2011)

5. Tata Laksana Penderita Diare


Prinsip tatalaksana penderita diare adalah LINTAS Diare (Lima Langkah
Tuntaskan Diare), yang terdiri atas (Kemenkes RI, 2011) :
a. Berikan Oralit
Oralit merupakan campuran garam elektrolszit seperti natrium klorida (NaCl),
kalium klorida (KCI), trisodium sitrat hidrat dan glukosa anhidrat. Oralit
diberikan segera bila menderita diare, sampai diare berhenti.
Oralit bermanfaat untuk mengganti cairan dan elektolit dalam tubuh yang
terbuang saat diare. Walaupun air sangat penting untuk mencegah dehidrasi,
air minum tidak mengandung garam elektrolit yang diperlukan untuk
mempertahankan keseimbangan elektrolit dalam tubuh. Campuran glukosa
dan garam yang terkandung dalam oralit dapat diserap dengan baik oleh usus
penderita diare.
10
Oralit diberikan segera bila anak diare sampai diare berhenti. Cara pemberian
oralit yaitu satu bungkus oralit dimasukkan ke dalam satu gelas air matang.
Oralit diberikan segera bila anak diare sampai diare berhenti.
Cara pemberian oralit yaitu satu bungkus oralit dimasukkan ke dalam satu
gelas air matang.
 Anak kurang dari 1 tahun diberi 50-100 cc cairan oralit setiap kali buang
air besar
 Anak lebih dari 1 tahun diberi 100-200 cc cairan oralit setiap kali buang air
besar
Oralit dapat diperoleh di Posyandu, Polindes, Puskesmas Pembantu,
Puskesmas, rumah sakit atau ditempat-tempat pelayanan kesehatan lainnya.
Oralit saat ini tersedia dalam formula baru dengan tingkat osmolaritas yang
berbeda dibandingkan oralit lama, yaitu :
Tabel 2.1 Perbedaan Oralit lama Oralit Formula
Antara Oralit Lama (WHO/INICEF Baru
dan Oralit Baru No 1978) (WHO/UNICEF
2004)
Dengan Osmolaritas
1 Na+ : 90 mEq/l Na+ : 75 mEq/l
2 K+ : 20 mEq/l K+ : 20 mEq/l
3 HCO3 : 30 mEq/l Citrate : 10 mmol/l
4 Cl- : 80 mEq/l Cl- : 65 mEq/l
5 Glucose : 111 mmol/l Glucose : 75 mmol/l
Osmolar : 331 mmol/l Osmolar : 245 mmol/l

total osmolaritas oralit lama yaitu 331 mmol/l. Penelitian menunjukkan bahwa
oralit formula baru mampu :
a) Mengurangi volume tinja hingga 25%
b) Mengurangi mual-muntah hingga 30%
c) Mengurangi secara bermakna pemberian cairan melalui intravena
Anak yang tidak menjalani terapi intravena, tidak harus dirawat di rumah
sakit. Sehingga risiko anak terkena infeksi di rumah sakit dapat berkurang,
pemberian ASI tidak terganggu dan orangtua dapat menghemat biaya. WHO

11
dan UNICEF merekomendasikan Negara-negara di dunia untuk menggunakan
dan memproduksi oralit dengan osmolaritas rendah (oralit baru).
b. Berikan Zinc selama 10 hari berturut-turut
Zinc merupakan salah satu zat gizi mikro yang penting untuk kesehatan dan
pertumbuhan anak. Zinc yang ada dalam tubuh akan menurun dalam jumlah
besar ketika anak mengalami diare. Untuk menggantikan zinc yang hilang
selama diare, anak dapat diberikan zinc yang akan membantu penyembuhan
diare serta menjaga agar anak tetap sehat.
Sejak tahun 2004, WHO dan UNICEF menandatangani kebijakan bersama
dalam hal pengobatan diare yaitu pemberian oralit dan Zinc selama 10-14 hari.
Hal ini didasarkan pada penelitian selama 20 tahun (1983-2003) yang
menunjukkan bahwa pengobatan diare dengan pemberian oralit disertai zinc
lebih
efektif dan terbukti menurunkan angka kematian akibat diare pada anak-anak
sampai 40%.
Pada saat diare, anak akan kehilangan zinc dalam tubuhnya. Pemberian Zinc
mampu menggantikan kandungan Zinc alami tubuh yang hilang tersebut dan
mempercepat penyembuhan diare. Zinc juga meningkatkan sistim kekebalan
tubuh sehingga dapat mencegah risiko terulangnya diare selama 2-3 bulan
setelah anak sembuh dari diare.
Zinc diberikan satu kali sehari selama 10 hari berturut-turut. Pemberian zinc
harus tetap dilanjutkan meskipun diare sudah berhenti. Hal ini dimaksudkan
untuk meningkatkan ketahanan tubuh terhadap kemungkinan berulangnya
diare pada 2-3 bulan ke depan.
Obat zinc merupakan tablet dispersible yang larut dalam waktu sekitar 30
detik. Zinc diberikan dengan dosis sebagai berikut :
- Balita umur < 6 bulan : ½ tablet (10 mg)/hari
- Balita umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg)/hari
Zinc diberikan dengan cara dilarutkan dalam satu sendok air matang atau ASI.
Untuk anak yang lebih besar, zinc dapat dikunyah. Zinc aman dikonsumsi
dengan oralit. Zinc diberikan satu kali sehari sampai semua tablet habis
(selama 10 hari) sedangkan oralit diberikan setiap kali anak buang air besar
sampai diare berhenti.

12
Pemberian zinc selama 10 hari terbukti membantu memperbaiki mucosa usus
yang rusak dan meningkatkan fungsi kekebalan tubuh secara keseluruhan.
Ketika memberikan konseling pada ibu, petugas kesehatan harus menekankan
pentingnya pemberian dosis penuh selama 10 hari dengan menyampaikan
pada ibu tentang manfaat jangka pendek dan panjang zinc, termasuk
mengurangi lamanya diare, menurunkan keparahan diare, membantu anak
melawan episode diare dalam 2-3 bulan selanjutnya setelah perawatan. Selama
itu juga zinc dapat membantu pertumbuhan anak lebih baik dan meningkatkan
nafsu makan.
c. Teruskan ASI dan Pemberian Makan
Bayi dibawah usia 6 bulan sebaiknya hanya mendapat ASI untuk mencegah
diare dan meningkatkan sistem imunitas tubuh bayi. Jika anak menderita diare
teruskan pemberian ASI sebanyak yang anak inginkan. Pemberian makan
selama anak diare juga harus ditingkatkan sampai dua minggu setelah anak
berhenti diare, karena lebih banyak makan akan membantu mempercepat
penyembuhan, pemulihan dan mencegah malnutrisi.
Anak yang berusia kurang dari 2 tahun, dianjurkan untuk mengurangi susu
formula dan menggantinya dengan ASI sedangkan untuk anak yang berusia
lebih dari 2 tahun dianjurkan untuk meneruskan pemberian susu formula dan
dipastikan agar anak mendapat oralit dan air matang.
d. Berikan antibiotic secara selektif
Pemberian antibiotik tidak diberikan kepada semua kasus diare. Antibiotik
hanya diberikan jika ada indikasi, seperti diare berdarah atau diare karena
kolera, atau diare dengan disertai penyakit lain. Tanpa indikasi tersebut tidak
perlu pemberian antibiotik.
Penggunaan antibiotik juga harus sesuai dosis yang dianjurkan oleh tenaga
kesehatan. Pemberian antibiotik yang tidak tepat sangat berbahaya karena
dapat menimbulkan resistensi kuman terhadap antibiotik dan dapat membunuh
flora normal yang justru dibutuhkan tubuh. Efek samping dari penggunaan
antibiotik yang tidak rasional dapat menimbulkan gangguan fungsi ginjal, hati
dan diare yang disebabkan oleh antibiotik. Hal ini juga akan mengeluarkan
biaya pengobatan yang seharusnya tidak diperlukan.
e. Berikan Nasihat pada Ibu / Pengasuh

13
Berikan nasihat dan cek pemahaman ibu/pengasuh tentang cara pemberian
oralit, Zinc, ASI/makanan dan tanda-tanda untuk segera membawa anak ke
petugas kesehatan jika mengalami tanda-tanda sebagai berikut : Buang air
besar cair lebih sering, Muntah berulang-ulang, Mengalami rasa haus yang
nyata, Makan atau minum sedikit, Demam, Tinjanya berdarah dan Tidak
membaik dalam 3 hari.

D. Prosedur Tata Laksana Penderita Diare

1. Riwayat Penyakit
a. Berapa lama anak diare ?
b. Berapa kali diare dalam sehari ?
c. Adakah darah dalam tinjanya ?
d. Apakah ada muntah ? berapa kali ?
e. Apakah ada demam ?
f. Makanan apa yang diberikan sebelum diare ?
g. Jenis makanan dan minuman apa yang diberikan selama sakit ?
h. Obat apa yang sudah diberikan ?
i. Imunisasi apa saja yang sudah didapat ?
j. Apakah ada keluhan lain ?

2. Menilai Derajat Dehidrasi


Tabel 2.2 Tabel A B C
Penilaian Derajat
Dehidrasi
PENILAIAN
Bila ada 2 tanda atau lebih
Lihat : Baik, sadar Gelisah, rewel Lesu, lunglai /
Keadaan umum Normal cekung tidak sadar
Mata Minum biasa, Haus, ingin cekung
Rasa haus (beri air Tidak haus minum banyak Malas minum atau
minum) tidak bisa minum
Raba/Periksa : Kembali cepat Kembali lambat Kembali sangat
Turgor kulit lambat (lebih dari

14
2 detik)

Tentukan Tanpa Dehidrasi Dehidrasi Ringan- Dehidrasi Berat


Derajat Sedang
Dehidrasi
Rencana Rencana Terapi A Rencana Terapi B Rencana Terapi C
Pengobatan

3. Menentukan rencana pengobatan


Berdasarkan hasil penilaian derajat dehidrasi gunakan bagan rencana pengobatan yang
sesuai :
a. Rencana terapi A untuk penderita diare tanpa dehidrasi di rumah
b. Rencana terapi B untuk penderita diare dengan dehidrasi ringan-sedang di Sarana
Kesehatan untuk diberikan pengobatan selama 3 jam
c. Rencana terapi C untuk penderita diare dengan dehidrasi berat di Sarana Kesehatan
dengan pemberian cairan Intra Vena.
RENCANA TERAPI A
UNTUK TERAPI DIARE TANPA DEHIDRASI
MENERANGKAN 5 LANGKAH TERAPI DIARE DI RUMAH

1. BERI CAIRAN LEBIH BANYAK DARI BIASANYA


a. Teruskan ASI lebih sering dan lebih lama
b. Anak yang mendapat ASI eksklusif, beri oralit atau air matang sebagai tambahan
c. Anak yang tidak mendapat ASI eksklusif, beri susu yang biasa diminum dan oralit
atau cairan rumah tangga sebagai tambahan (kuah sayur, air tajin, air matang, dsb)
d. Beri oralit sampai diare berhenti. Bila muntah tunggu 10 menit dan dianjurkan sedikit
demi sedikit : Umur <1 tahun diberi 50-100 ml setiap kali berak Umur > 1 tahun
diberi 100-200 ml setiap kali berak
e. Anak harus diberi 6 bungkus oralit (200 ml) dirumah bila :
Telah diobati dengan rencana terapi B atau C Tidak dapat kembali kepada petugas
kesehatan jika diare memburuk
f. Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit

2. BERI OBAT ZINC

15
Beri Zinc 10 hari berurut-turut walaupun diare sudah berhenti. Dapat diberikan dengan
cara dikunyah atau dilarutkan dalam 1 sendok air matang atau ASI.
a. Umur < 6 bulan diberi 10 mg (1/2 tablet) per hari
b. Umur > 6 bulan diberi 20 mg (1 tablet) per hari
3. BERI ANAK MAKANAN UNTUK MENCEGAH KURANG GIZI
a. Beri makan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu anak sehat
b. Tambahkan 1-2 sendok teh minyak sayur setiap porsi makan
c. Beri makanan kaya kalium seperti sari buah segar, pisang, air kelapa hijau
d. Beri makanan lebih sering dari biasanya dengan porsi lebih kecil (setiap 3-4 jam)
e. Setelah diare berhenti, beri makanan yang sama dan makanan tambahan selama 2
minggu
4. ANTIBIOTIK HANYA DIBERIKAN SESUAI INDIKASI
MISAL : DISENTRI, KOLERA, DLL
5. NASIHAT IBU / PENGASUH
Untuk membawa anak kembali ke petugas kesehatan bila :
a. Berak cair lebih sering
b. Muntah berulang
c. Sangat haus
d. Makan dan minum sangat sedikit
e. Timbul demam
f. Berak berdarah
g. Tidak membaik dalam 3 hari

RENCANA TERAPI B
UNTUK TERAPI DIARE DEHIDRASI RINGAN/SEDANG

1. JUMLAH ORALIT YANG DIBERIKAN DALAM 3 JAM PERTAMA DI SARANA


KESEHATAN
Oralit Yang Diberikan = 75 ml x BERAT BADAN anak
a. Bila BB tidak diketahui berikan oralit sesuai tabel dibawah ini :
Umur <1 Th 1-4 Th >5 Th
Jumlah Oralit 300 ml 600 ml 1.200ml

b. Bila anak menginginkan lebih banyak oralit, berikanlah

16
c. Bujuk ibu untuk meneruskan ASI
d. Untuk bayi < 6 bulan yang tidak mendapat ASI berikan juga 100-200 ml air masak
selama masa ini.
e. Untuk anak > 6 bulan, tunda pemberian makan selama 3 jam kecuali ASI dan oralit
f. Beri obat zinc 10 hari berturut turut

2. AMATI ANAK DENGAN SEKSAMA DAN BANTU IBU MEMBERIKAN ORALIT

a. Tunjukkan jumlah cairan yang harus diberikan


b. Berikan sedikit demi sedikit tapi sering dari gelas
c. Periksa dari waktu ke waktu bila ada masalah

d. Bila kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian oralit dan berikan air masak atau
ASI. Beri oralit sesuai Rencana Terapi A bila pembengkakan telah hilang

2. SETELAH 3-4 JAM, NILAI KEMBALI ANAK MENGGUNAKAN BAGAN


PENILAIAN, KEMUDIAN PILIH RENCANA TERAPI A, B ATAU C UNTUK
MELANJUTKAN TERAPI

a. Bila tidak ada dehidrasi, ganti ke Rencana Terapi A. Bila dehidrasi telah hilang, anak
biasanya kencing kemudian mengantuk dan tidur
b. Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan/sedang, ulangi Rencana Terapi B
c. Anak mulai diberi makanan, susu dan sari buah.
d. Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat, ganti dengan Rencana Terapi C

3. BILA IBU HARUS PULANG SEBELUM SELESAI RENCANA TERAPI B


a. Tunjukkan jumlah oralit yang harus dihabiskan dalam terapi 3 jam di rumah
b. Berikan oralit 6 bungkus untuk persediaan dirumah
c. Jelaskan 5 langkah Rencana Terapi A untuk mengobati anak di rumah

RENCANA TERAPI C
UNTUK TERAPI DIARE DEHIDRASI BERAT DI

17
SARANA KESEHATAN
Ikuti tanda panah . Jika jawaban “YA” lanjutkan ke Kanan . Jika “TIDAK” lanjutkan ke
Bawah

Beri cairan intravena segera.


Dapatkah saudara
memberikan cairan Beri cairan intravena segera.
intravena Ringer Laktat atau NaCl 0,9% (bila RL
Ya tidak tersedia) 100 ml/kg BB, dibagi sebagai
berikut :
Umur Pemberian Kemudian
I 30 ml/kg 70 ml/kg
BB BB

Bayi < 1 1 jam* 5 jam


tahun

Anak > 1 30 menit* 2 ½ jam


tahun
TIDAK

* Diulangi lagi bila denyut nadi masih lemah


atau tidak teraba
2. Nilai kembali tiap 15-30 menit. Bila nadi
belum teraba, beri tetesan lebih cepat.
3. Juga beri oralit (5 ml/kg/jam) bila penderita
bisa minum; biasanya setelah 3-4 jam
(bayi) atau 1-2 jam (anak)
4. Berikan obat Zinc selama 10 hari berturut
turut
5. Setelah 6 jam (bayi) atau 3 jam (anak) nilai
lagi derajat dehidrasi. Kemudian pilihlah
rencana terapi yang sesuai (A,B atau C)
untuk melanjutkan terapi
Adakah terapi
terdekat ( dalam 30
menit) ?
1. Rujuk penderita untuk terapi intravena
2. Bila penderita bisa minum, sediakan oralit
dan tunjukkan cara memberikannya selama
TIDAK

di perjalanan.

Apakah saudara dapat


1. Mulai rehidrasi dengan oralit melalui
menggunakan pipa
Nasogastrik/Orogastrik. Berikan sedikit
nasogastrik /
YA demi sedikit, 20 ml/kg BB/jam selama 6
orogastrik untuk
jam
rehidrasi ?
2. Nilai setiap 1-2 jam :
18
a. Bila muntah atau perut kembung
berikan cairan lebih lambat.
b. Bila rehidrasi tidak tercapai setelah 3
jam rujuk untuk terapi intravena.
TIDAK

Apakah penderita bisa 1. Mulai rehidrasi dengan oralit melalui


minum ? YA mulut. Berikan sedikit demi sedikit, 20
ml/kg BB/jam selama 6 jam
2. Nilai setiap 1-2 jam :
a. Bila muntah atau perut kembung
berikan cairan lebih lambat.
b. Bila rehidrasi tidak tercapai setelah 3
jam rujuk untuk terapi intravena.
TIDAK

3. Setelah 6 jam nilai kembali dan pilih


rencana terapi yang sesuai.

Segera rujuk anak untuk


rehidrasi melalui 1. Mulai rehidrasi dengan oralit melalui
Nasogastrik / Orogastrik mulut. Berikan sedikit demi sedikit, 20
atau Intravena. ml/kg BB/jam selama 6 jam
2. Nilai setiap 1-2 jam :
a. Bila muntah atau perut kembung
berikan cairan lebih lambat.
b. Bila rehidrasi tidak tercapai setelah 3
jam rujuk untuk terapi intravena.
Gambar 1, Langkah-Langkah Dalam6Pelaksanaan
3. Setelah Terapidan
jam nilai kembali C pilih
rencana terapi yang sesuai.

E. Sarana Rehidrasi
Sarana rehidrasi di Puskesmas disebut pojok Upaya Rehidrasi Oral (URO) atau lebih
dikenal nama pojok oralit.

19
1. Pojok Oralit
Pojok oralit didirikan sebagai upaya terobosan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap
dan perilaku masyarakat/ibu rumah tangga, kader, petugas kesehatan dalam tatalaksana
penderita diare. Pojok oralit juga merupakan sarana untuk observasi penderita diare, baik
yang berasal dari kader maupun masyarakat. melalui pojok oralit diharapkan dapat
meningkatkan kepercayaan masyarakat dan petugas terhadap tatalaksana penderita diare,
khususnya dengan upaya rehidrasi oral.
a. Fungsi
1) Mempromosikan upaya-upaya rehidrasi oral
2) Memberi pelayanan penderita diare
3) Memberikan pelatihan kader (Posyandu)
b. Tempat
Pojok oralit adalah bagian dari suatu ruangan di Puskesmas (ruangan tunggu pasien)
dengan 1-2 meja kecil. Seorang petugas puskesmas dapat mempromosikan rehidrasi
oral pada ibu-ibu yang sedang menunggu giliran untuk suatu pemeriksaan. Bagi
penderita diare yang mengalami dehidrasi Ringan-Sedang diobservasi di Pojok Oralit
selama 3 jam. Ibu/keluarganya akan dianjurkan bagaimana cara menyiapkan oralit dan
berapa banyak oralit yang harus diminum oleh penderita.
c. Sarana Pendukung
1) Tenaga pelaksana : dokter dan paramedis terlatih
2) Prasarana :
a) Tempat pendaftaran
b) Ruangan yang dilengkapi dengan meja, ceret, oralit 200 ml, gelas, sendok, lap
bersih, sarana cuci tangan dengan air mengalir dan sabun (wastafel), poster
untuk penyuluhan dan tatalaksana penderita diare.
3) Cara membuat pojok oralit
a) Pilihan lokasi untuk “Pojok Oralit” :
- Dekat tempat tunggu (ruang tunggu), ruang periksa, serambi muka yang tidak
berdesakan
- Dekat dengan toilet atau kamar mandi
- Nyaman dan baik ventilasinya
b) Pengaturan model di Pojok Oralit
- Sebuah meja untuk mencampur larutan oralit dan menyiapkan larutan
- Kursi atau bangku dengan sandaran, dimana ibu dapat duduk dengan nyaman
saat memangku anaknya

20
- Sebuah meja kecil dimana ibu dapat menempatkan gelas yang berisi larutan
oralit
- Oralit paling sedikit 1 kotak (100 bungkus)
- Botol susu/gelas ukur
- Gelas
- Sendok
- Lembar balik yang menerangkan pada ibu, bagaimana mengobati atau
merawat anak diare
- Leaflet untuk dibawa pulang ke rumah
Media penyuluhan tentang pengobatan dan pencegahan diare perlu
disampaikan pada ibu selama berada di Pojok Oralit. Selain itu pojok oralit
sangat bermanfaat bagi ibu untuk belajar mengenai upaya rehidrasi oral
serta hal-hal penting lainnya, seperti pemberian ASI, pemberian makanan
tambahan, penggunaan air bersih, mencuci tangan dengan air mengalir dan
sabun, penggunaan jamban, serta poster tentang imunisasi.
d. Kegiatan Pojok Oralit
1) Penyuluhan upaya rehidrasi oral
a) Memberikan demonstrasi tentang bagaimana mencampur larutan oralit
dan bagaimana cara memberikannya
b) Menjelaskan cara mengatasi kesulitan dalam memberikan larutan oralit
bila ada muntah
c) Memberikan dorongan pada ibu untuk memulai memberikan makanan
pada anak atau ASI pada bayi (Puskesmas perlu memberikan
makanan pada anak yang tinggal sementara di fasilitas pelayanan).
d) Mengajari ibu mengenai bagaimana meneruskan pengobatan selama
anaknya di rumah dan menentukan indikasi kapan anaknya dibawa
kembali ke Puskesmas.
e) Petugas kesehatan perlu memberikan penyuluhan pada pengunjung
Puskesmas dengan menjelaskan tatalaksana penderita diare di rumah
serta cara pencegahan diare.
2) Pelayanan Penderita
Setelah penderita diperiksa, tentukan diagnosis dan derajat rehidrasi di
ruang pengobatan, tentukan jumlah cairan yang diberikan dalam 3 jam

21
selanjutnya dan bawalah ibu ke Pojok URO untuk menunggu selama
diobservasi serta :
a) Jelaskan manfaat oralit dan ajari ibu membuat larutan oralit
b) Perhatikan ibu waktu memberikan oralit
c) Perhatikan penderita secara periodic dan catat keadaanya setiap 1-2
jam sampai penderita teratasi rehidrasinya (3-6 jam)
d) Catat/hitung jumlah oralit yang diberikan
e) Berikan pengobatan terhadap gejala lainnya seperti penurunan panas
dan antibiotika untuk mengobati disentri dan kolera.

F. Survailans Epidemiologi
Surveilans epidemiologi penyakit diare adalah kegiatan analisis secara sistematis
dan terus menerus terhadap penyakit diare dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya
peningkatan dan penularan penyakit diare agar dapat melakukan tindakan
penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan
dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan.
Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat
yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi daripada keadaan yang lazim
pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka.
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan
atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu
tertentu, dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah.
Kriteria KLB Diare (sesuai dengan Permenkes RI No. 1501 / MENKES / PER / X / 2010
), sebagai berikut :
1. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
Permenkes RI No. 1501/MENKES/PER/X/2010 yang sebelumnya tidak ada atau
tidak dikenal pada suatu daerah .
2. Peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama 3 (tiga) kurun waktu dalam jam,
hari atau minggu berturut-turut .
3. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode
sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari atau minggu
4. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan kenaikan dua
kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun
sebelumnya.

22
5. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan
per bulan pada tahun sebelumnya
6. Angka kematian kasus (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu) kurun waktu tertentu
menunjukkan kematian 50% (lima puluh persen) atau lebih dibandingkan dengan
angka kematian kasus suatu penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang
sama.
a. Prosedur Survailans
1. Cara Pengumpulan Data Diare
Ada tiga cara pengumpulan data diare, yaitu melalui (Kemenkes RI, 2011) :
a. Laporan Rutin
Dilakukan oleh Puskesmas dan Rumah Sakit melalui SP2TP (LB), SPRS
(RL), STP dan rekapitulasi diare. Karena diare termasuk penyakit yang
dapat menimbulkan wabah maka perlu dibuat laporan mingguan (W2).
Untuk dapat membuat laporan rutin perlu pencatatan setiap hari (register)
penderita diare yang datang ke sarana kesehatan, posyandu atau kader agar
dapat dideteksi tanda-tanda akan terjadinya KLB/wabah sehingga dapat
segera dilakukan tindakan penanggulangan secepatnya. Laporan rutin ini
dikompilasi oleh petugas RR/Diare di Puskesmas kemudian dilaporkan ke
Tingkat Kabupaten/Kota melalui laporan bulanan (LB) dan STP setiap
bulan.
Petugas/Pengelola Diare Kabupaten/Kota membuat rekapitulasi dari
masing-masing Puskesmas dan secara rutin (bulanan) dikirim ke tingkat
Propinsi dengan menggunakan formulir rekapitulasi diare. Dari tingkat
Propinsi direkap berdasarkan kabupaten/kota secara rutin (bulanan) dan
dikirim ke Pusat (Subdit Diare, & ISPL) dengan menggunakan formulir
rekapitulasi diare.
b. Laporan KLB/Wabah
Setiap terjadi KLB/wabah harus dilaporkan dalam periode 24 jam (W1)
dan dilanjutkan dengan laporan khusus yang meliputi :
1) Kronologi terjadinya KLB
2) Cara penyebaran serta faktor-faktor yang mempengaruhinya
3) Keadaan epidemiologis penderita
4) Hasil penyelidikan yang telah dilakukan
5) Hasil penanggulangan KLB dan rencana tindak lanjut

23
c. Pengumpulan data melalui studi kasus
Pengumpulan data ini dapat dilakukan satu tahun sekali, misalnya
pada pertengahan atau akhir tahun. Tujuannya untuk mengetahui
“base line data” sebelum atau setelah program dilaksanakan dan hasil
penilaian tersebut dapat digunakan untuk perencanaan di tahun yang
akan datang.
2. Pengolahan, Analisis dan Interpretasi
Data-data yang telah dikumpulkan diolah dan ditampilkan dalam
bentuk tabel-tabel atau grafik, kemudian dianalisis dan diinterpretasi. Analisis
ini sebaiknya dilakukan berjenjang dari Puskesmas hingga Pusat, sehingga
apabila terdapat permasalahan segera dapat diketahui dan diambil tindakan
pemecahannya.
3. Penyebarluasan Hasil Interpretasi
Hasil analisis dan interpretasi data yang telah dikumpulkan, diumpan
balikkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan yaitu kepada pimpinan di
daerah (kecamatan hingga Dinkes Propinsi) untuk mendapatkan tanggapan dan
dukungan penanganannya.
G. Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui
pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat agar mereka dapat menolong
dirinya sendiri serta mengembangkan kegiatan yang bersumberdaya masyarakat, sesuai
sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.
Tujuan dari promosi kesehatan adalah terwujudnya masyarakat yang mengerti,
menghayati dan melaksanakan hidup sehat melalui komunikasi, informasi dan edukasi
(KIE) sehingga kesakitan dan kematian karena diare dapat dicegah.
1. Strategi Promosi Kesehatan
Terdapat 3 strategi komunikasi dalam promosi kesehatan yaitu : Advokasi, Bina
Suasana dan Gerakan Masyarakat.
1. Advokasi ( Pendekatan Pimpinan / Pengambil Keputusan )
Advokasi merupakan upaya yang sistematis dan terorganisir untuk memperoleh
dukungan kebijakan pemerintah Pusat dan Daerah, Publik, atau pengambil
Keputusan dan berbagai pihak dalam pengendalian Penyakit Diare agar dapat
dilaksanakan secara konsisten dan terus menerus.

24
Tujuan dari Advokasi adalah diperolehnya dukungan dari pimpinan, pengambil
keputusan serta penyandang dana untuk mencapai kesepakatan dan rencana tindak
lanjut pengendalian penyakit Diare.
Langkah kegiatan dalam advokasi, meliputi :
a. Menentukan dan menetapkan bentuk dukungan yang diharapkan dari para
pengambil keputusan
b. Menentukan sasaran advokasi, yang meliputi :
1) Gubernur, Bupati, Walikota
2) DPRD
3) Bappeda
4) Media Informasi
5) LSM
6) Dunia Usaha
7) Swasta
8) Penyandang Dana
c. Menentukan materi yang disampaikan sesuai dengan tujuan yang hendak di
capai
d. Menentukan metode dan teknis yang disesuaikan dengan segmen sasaran
Advokasi, antara lain : Pendekatan langsung, seminar, rapat kerja, lokakarya,
sarasehan, pertemuan lintas sektor.
e. Menentukan media yang disesuaikan dengan segmen sasaran dan metode serta
tehnik penyampaian, missal : proposal, buku pedoman, makalah dan leaflet.
f. Menentukan kesepakatan dan rencana tindak lanjut, seperti :
1) Terbentuknya komitmen integrasi pelaksanaan kegiatan
2) Dukungan politis berupa SK, SE, Kesepakatan, Perda, dan lain-lain.
3) Dukungan sumber daya
2. Bina Suasana
Bina suasana adalah upaya menciptakan opini atau lingkungan sosial yang
mendorong individu anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku dalam
pengendalian penyakit diare. Tujuan dari bina suasana adalah terciptanya opini
positif atau suasana yang mendukung untuk penyelenggaraan pengendalian
penyakit diare.
Langkah kegiatan bina suasana adalah :
a. Menentukan dan menetapkan bentuk kerjasama yang diharapkan
b. Menentukan sasaran

25
Kelompok sasaran lebih ke tingkat teknis operasional secara berjenjang,
antara lain
1) Wartawan media massa & elektronik
2) Organisasi keagamaan
3) Organisasi kepemudaan
4) LSM
5) PKK
6) Petugas Kesehatan
7) Kelompok Professi
8) Tokoh Masyarakat
c. Menentukan materi yang lebih ke arah operasional misalnya SKD,
pencegahan penyakit diare, tatalaksana diare, dll.
d. Menentukan metode yang digunakan, yaitu : orientasi, pelatihan, kunjungan
lapangan, jumpa pers, dialog terbuka/interaktif TV, Media elektronik,
Penulisan artikel
e. Hasil yang diharapkan
1) Opini positif berkembang di masyarakat tentang pentingnya
pengendalian penyakit diare
2) Semua kelompok potensial di masyarakat sudah menyuarakan dan
mendukung tentang pentingnya pencegahan dengan berperilaku hidup
bersih dan sehat serta melakukan pengobatan
3) Adanya dukungan sumberdaya dari kelompok potensial di masyarakat
3. Gerakan / Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan adalah proses pemberian informasi secara terus menerus dan
berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran, serta proses membantu
sasaran, agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu, mau,
mampu dalam melaksanakan upaya pengendalian penyakit diare, dengan
mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan masyarakat terutama
dalam tatalaksana penderita di rumah tangga dan pencegahan diare. Tujuan
dari gerakan/pemberdayaan masyarakat adalah agar masyarakat tahu, mau dan
mampu melaksanakan upaya pengendalian penyakit diare.
Langkah kegiatan gerakan/pemberdayaan masyarakat, adalah :
a. Menentukan sasaran

26
Sebagai sasaran utama adalah masyarakat. Secara aktif masyarakat
terutama ibu yang mempunyai balita dapat melaksanakan tatalaksana
diare dengan benar dan kegiatan pencegahan yang efektif.
b. Menentukan materi pesan
1) Tatalaksana diare di rumah tangga yaitu :
a) Beri lebih banyak minum cairan rumah tangga, yaitu air tajin, air
teh, air kuah sayur, air sup, oralit
b) Teruskan pemberian makanan sesuai dengan umur
c) Bawa anak ke sarana kesehatan untuk mendapatkan pertolongan
lanjutan, bila anak tidak membaik selama 3 hari atau ada salah
satu tanda berikut :
- Diare terus menerus
- Muntah berulang-ulang
- Rasa haus yang nyata
- Tidak bisa makan/minum
- Demam
- Ada darah dalam tinja
2) Pencegahan penyakit diare, yaitu :
a) Pemakaian air bersih yang cukup
b) Minum air yang sudah dimasak
c) Buang air besar dijamban, termasuk membuang kotoran bayi
d) Cuci tangan dengan sabun sebelum makan dan sesudah buang air besar
e) Memperbaiki makanan pendamping ASI
f) Memberikan ASI
g) Memberikan imunisasi campak
c. Menentukan metode dan teknik
Metode dan teknik disesuaikan sasaran dan diupayakan berlangsung
dinamis, misalnya : tatap muka, simulasi, demostrasi, penyuluhan
kelompok.
d. Media saluran komunikasi
Pemilihan media hendaknya disesuaikan dengan segmen sasaran, yaitu
menggunakan perpaduan media cetak dan elektronika.
2. Tindakan Pencegahan
Tujuan pencegahan adalah untuk tercapainya penurunan angka kesakitan diare
dengan meningkatkan akses masyarakat terhadap sarana sanitasi. Kegiatan

27
pencegahan penyakit diare yang benar dan efektif yang dapat dilakukan adalah
(Kemenkes RI, 2011):
1. Perilaku Sehat
a. Pemberian ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia
dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal
oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 6 bulan.
Tidak ada makanan lain yang dibutuhkan selama masa ini.
ASI bersifat steril, berbeda dengan sumber susu lain seperti susu formula atau
cairan lain yang disiapkan dengan air atau bahan-bahan yang dapat terkontaminasi
dalam botol yang kotor. Pemberian ASI saja, tanpa cairan atau makanan lain dan
tanpa menggunakan botol, menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme
lain yang akan menyebabkan diare. Keadaan seperti ini disebut disusui secara
penuh (memberikan ASI Eksklusif). Bayi harus disusui secara penuh sampai
mereka berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan dari kehidupannya, pemberian ASI harus
diteruskan sambil ditambahkan dengan makanan lain (proses menyapih).
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan
zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap
diare. Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya
lindung 4 x lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan
susu botol. Flora normal usus bayi-bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri
penyebab diare.
Pada bayi yang tidak diberi ASI secara penuh, pada 6 bulan pertama kehidupan,
mempunyai resiko mendapat diare 30 x lebih besar. Pemberian susu formula
merupakan cara lain dari menyusui. Penggunaan botol untuk susu formula, berisiko
tinggi menyebabkan diare yang dapat mengakibatkan terjadinya gizi buruk.
b. Makanan Pendamping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai
dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Pada masa tersebut merupakan masa
yang berbahaya bagi bayi sebab perilaku pemberian makanan pendamping ASI
dapat menyebabkan meningkatnya resiko terjadinya diare ataupun penyakit lain
yang menyebabkan kematian. Perilaku pemberian makanan pendamping ASI yang
baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa dan bagaimana makanan pendamping
ASI diberikan.

28
Beberapa hal yang dapat meningkatkan cara pemberian makanan pendamping ASI
yang lebih baik, yaitu :
1) Memperkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 6 bulan dan dapat
teruskan pemberian ASI. Tambahkan macam makanan setelah anak berumur 9
bulan atau lebih. Berikan makanan lebih sering (4 x sehari).Setelah anak
berumur 1 tahun, berikan semua makanan yang dimasak dengan baik, 4-6 x
sehari, serta teruskan pemberian ASI.
2) Tambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi/bubur dan biji-bijian untuk
energy. Tambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacang-kacangan,
buah-buahan dan sayuran berwarna hijau ke dalam makananya.
3) Cuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan menyuapi anak. Suapi anak
dengan sendok yang bersih.

4) Masak makanan dengan benar, simpan sisanya pada tempat yang dingin dan
panaskan dengan benar sebelum diberikan kepada anak.

c. Menggunakan Air Bersih yang Cukup


Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui Fecal-
oral. kuman tersebut dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut melalui
makanan, minuman atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya jari-jari
tangan, makanan yang wadahnya atau tempat makan-minum yang dicuci dengan
air tercemar.
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih
mempunyai risiko menderita diare lebih kecil di banding dengan masyarakat yang
tidak mendapatkan air bersih.
Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare yaitu dengan
menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi
Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui Fecal-oral.
kuman tersebut dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut melalui makanan,
minuman atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya jari-jari tangan,
makanan yang wadahnya atau tempat makan-minum yang dicuci dengan air
tercemar.

29
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih
mempunyai risiko menderita diare lebih kecil di banding dengan masyarakat yang
tidak mendapatkan air bersih.
Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare yaitu dengan
menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai
dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah. Beberapa hal yang harus
diperhatikan oleh keluarga, yaitu :
1) Ambil air dari sumber air yang bersih
2) Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan
gayung khusus untuk mengambil air
3) Pelihara atau jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk
mandi anak-anak
4) Minum air yang sudah matang
5) Cuci semua peralatan masak dan makan dengan air yang bersih dan
cukup.
d. Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang
penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan
dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja
anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak dan
sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare.
e. Menggunakan Jamban
Pengalaman di beberapa Negara membuktikan bahwa upaya
penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risiko
terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus
membuat jamban dan keluarga harus buang air besar di jamban. Beberapa hal
yang harus diperhatikan oleh keluarga, yaitu:
1) Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai
oleh seluruh anggota keluarga
2) Membersihkan jamban secara teratur
3) Menggunakan alas kaki bila akan buang air besar
f. Membuang Tinja Bayi yang Benar
Tinja bayi berbahaya oleh karena itu tinja bayi harus dibuang secara benar
karena dapat menularkan penyakit pada anak-anak dan orangtuanya. Beberapa
hal yang harus diperhatikan oleh keluarga, yaitu :

30
1) Kumpulkan segera tinja bayi dan membuangnya ke jamban
2) Bantu anak-anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah
dijangkau olehnya.
3) Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja anak seperti di
dalam lubang atau dikebun kemudian ditimbun.
4) Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangan dengan
sabun.
g. Pemberian Imunisasi Campak
Pemberian imunisasi campak pada bayi sangat penting untuk mencegah
agar bayi tidak terkena penyakit campak. Anak yang sakit campak sering
disertai diare, sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah
diare. Oleh karena itu berilah imunisasi campak segera setelah bayi berumur 9
bulan.
2. Penyehatan Lingkungan
a. Penyediaan Air Bersih
Beberapa penyakit yang dapat ditularkan melalui air antara lain adalah
diare, kolera, disentri, hepatitis, penyakit kulit, penyakit mata dll, maka
penyediaan air bersih baik secara kuantitas dan kualitas mutlak diperlukan
dalam memenuhi kebutuhan air sehari-hari termasuk untuk menjaga
kebersihan diri dan lingkungan.
b. Pengelolaan Sampah
Sampah merupakan sumber penyakit dan tempat berkembang biaknya
vektor penyakit seperti lalat, nyamuk, tikus, kecoa, dsb. Selain itu sampah
dapat mencemari tanah dan menimbulkan gangguan kenyamanan dan
estetika seperti bau yang tidak sedap dan pemandangan yang tidak enak
dilihat. Oleh karena itu pengelolaan sampah sangat penting, untuk
mencegah penularan penyakit tersebut. Tempat sampah harus disediakan,
sampah harus dikumpulkan setiap hari dan dibuang ke tempat penampungan
sementara. Bila tidak terjangkau oleh pelayanan pembuangan sampah ke
tempat pembuangan akhir dapat dilakukan pemusnahan sampah dengan cara
ditimbun atau dibakar.

c. Sarana Pembuangan Air Limbah


Air limbah baik limbah pabrik atau limbah rumah tangga harus dikelola
sedemikian rupa agar tidak menjadi sumber penularan penyakit. Sarana

31
pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat akan menimbulkan bau,
mengganggu estetika dan dapat menjadi tempat perindukan nyamuk dan
bersarangnya tikus, kondisi ini dapat berpotensi menularkan penyakit seperti
leptospirosis, filariasis untuk daerah yang endemis filaria.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya
kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan
preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah
kerjanya( Kemenkes, 2014).
Menurut Kemenkes RI (2011) diare adalah buang air besar dengan konsistensi
lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dengan frekuensi lebih sering dari biasanya
(tiga kali atau lebih) dalam satu hari. Tata Laksana Penderita Diare, Prinsip tatalaksana
penderita diare adalah LINTAS Diare (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang terdiri atas
(Kemenkes RI, 2011) :
 Berikan Oralit
 Berikan Zinc selama 10 hari berturut-turut
 Teruskan ASI dan Pemberian Makan
 Berikan antibiotic secara selektif

32
 Berikan Nasihat pada Ibu / Pengasuh
Surveilans epidemiologi penyakit diare adalah kegiatan analisis secara sistematis dan
terus menerus terhadap penyakit diare dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya
peningkatan dan penularan penyakit diare agar dapat melakukan tindakan penanggulangan
secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran
informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan.
Promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat
melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat agar mereka dapat
menolong dirinya sendiri serta mengembangkan kegiatan yang bersumberdaya masyarakat,
sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan
kesehatan.

B. Saran

1. Diharapkan adanya instruksi yang jelas dan tegas serta pengawasan, pembinaan dan
evaluasi yang jelas dari Dinas Kesehatan Kota Kabupaten Karawang kepada puskesmas
terhadap pelaksanaan program diare.
2. Mengingat pentingnya kelengkapan dan ketersediaan sarana dalam mendukung pelaksanaan
program diare, maka perlu melengkapi ketersediaan obat-obatan khususnya tablet zinc dan
menjalankan pojok oralit sebagai sarana rehidrasi oral di Puskesmas.
3. Diharapkan kepada Puskesmas agar penyuluhan diare direncanakan dengan baik secara
rutin dan berlanjut. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
masyarakat khususnya ibu balita, sehingga ibu balita dapat mencegah penyakit diare dan
melakukan pertolongan pertama saat anak diare.
4. Diharapkan kepada Puskesmas agar melakukan pendekatan Manajemen Terpadu Balita
Sakit (MTBS) kepada seluruh balita sakit diare yang datang ke puskesmas. Puskesmas juga
diharapkan agar membentuk tim MTBS dan ruangan khusus MTBS agar balita sakit diare
dapat diobati dengan efektif dan efisien.
5. Diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang untuk melakukan pelatihan
tatalaksana diare agar pengetahuan dan keterampilan tenaga kesehatan dapat meningkat.
Kepada Puskesmas juga diharapkan untuk melakukan pelatihan dan pembinaan kader
posyandu secara intensif.

33
6. Agar pelaksanaan program diare mendapatkan dukungan yang baik di masyarakat,
Puskesmas diharapkan untuk lebih meningkatkan kerjasama/koordinasi dengan lintas
sektoral.
7. Diharapkan kepada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas agar dapat menjaga kebersihan
lingkungan dan dapat melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) khususnya
tidak buang sampah sembarangan dan tidak buang air besar (BAB) sembarangan.

DAFTAR PUSTAKA

Astati, Indah. 2012. Pengaruh Persepsi Ibu Bayi/Balita Tentang Penyakit Diare Dan
Program Pencegahan Diare Terhadap Tindakan Pencegahannya Di Desa
Tanjung Anom Kecamatan Pancur Batu Tahun 2012. Skripsi.Medan:
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

Depkes RI. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 128/Menkes/Sk/II/2004 tentang


Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat.

2007. Buku Paket Pelatihan Kader Kesehatan dan Tokoh Masyarakat Dalam
Pengembangan Desa Siaga. Jakarta.

2007. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 216/Menkes/Sk/XI/2001 tentang Pedoman


Pemberantasan Penyakit Diare. Edisi ke 5. Jakarta.

2008. Pengantar Manajemen Terpadu Balita Sakit. Jakarta.

Ewles, L, Simnett. 1994. Promosi Kesehatan. Edisi Kedua, Gadjah Mada University
Pers. Yogyakarta.

Kementrian Kesehatan RI. 2010. Pedoman Kader Seri Kesehatan Anak.2011. Buku
Pedoman Pengendalian Penyakit Diare.

2011. Buku Saku Petugas Kesehatan tentang Lima Langkah Tuntaskan Diare (Lintas
Diare).

2011. Buletin Jendela Data Dan Informasi Kesehatan tentang Situasi Diare Di Indonesia.
34
2011. Profil Kesehatan Indonesia 2010. (http://depkes.go.id). (05 Desember 2013).
Muninjaya, Gde. 2004. Manajemen Kesehatan, Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Penerbit Rineka
Cipta. Jakarta.

2010. Promosi Kesehatan Teori & Aplikasi. Penerbit Rineka Cipta.Jakarta.


Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

35

Anda mungkin juga menyukai