Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

KONSEP DASAR TERJADINYA PENYAKIT

Disusun oleh:

1. Nisa Chikmahyanti (P07134122045)


2. Rafli Andrian Dwi Purnama (P07134122046)
3. Zahira Nur Khairunisa (P07134122047)
4. Muhammad Sawabi Nursaiwan (P07134122048)
5. Aprilia Wahyu Kusumastuti (P07134122049)
6. Rulian Gitit Saputra (P07134122050)
7. Orlinzy Dinda Pinaringtyas (P07134122051)
8. Vivi Indira Rahmawati (P07134122052)
9. Adinda Melliza (P07134122053)
10. Rafiel Tegar Yulianto (P07134122054)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
PROGRAM STUDI DIPLOMA III
2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Istilah epidemiologi berasal dari bahasa Yunani yaitu “epi”,


“demos” untuk masyarakat dan logos untuk ilmu pengetahuan. Oleh
karena itu epidemiologi merupakan ilmu yang mempelajari segala sesuatu
yang terjadi di masyarakat. Epidemiologi adalah cabang ilmu kesehatan
yang menganalisis sifat dan penyebaran berbagai masalah kesehatan pada
populasi tertentu dan menyelidiki penyebab masalah tersebut.
Epidemiologi adalah studi tentang distribusi dan faktor-faktor yang
menentukan kondisi atau kejadian yang berhubungan dengan kesehatan
pada populasi tertentu. Kesamaan antara definisi yang berbeda berlaku
untuk penelitian kesehatan, tujuan atau sasaran.

Kajian epidemiologi selalu berfokus pada berbagai kejadian di


masyarakat terkait dengan emerging diseases, dengan penekanan pada
morbiditas, mortalitas, kecacatan dan masalah kesehatan lainnya. Analisis
dan pemahaman tentang interaksi antara proses fisik, biologis, dan
fenomena sosial dalam proses logis dan ilmiah terkait erat dengan keadaan
kesehatan, terjadinya penyakit, dan masalah kesehatan lainnya.

Pendekatan ilmiah adalah mencari faktor penyebab dan hubungan


sebab akibat terjadinya peristiwa tertentu pada suatu kelompok masyarakat
tertentu. Sasaran atau sasaran epidemiologis adalah populasi tertentu:
dapat menjadi penduduk wilayah administratif, penduduk wilayah
geografis tertentu, atau orang dengan status sosial tertentu. Oleh karena
itu, dengan bantuan epidemiologi, dimungkinkan untuk mempelajari
penyebab dan efek penyakit, mempelajari sejarah alami penyakit,
menggambarkan status kesehatan populasi, dan mengevaluasi pekerjaan
kesehatan masyarakat.

B. Tujuan
Mahasiswa dapat mengetahui tentang konsep atau teori dasar -
dasar epidemiologi diantaranya : Konsep Sehat - Sakit, Pengertian Host,
Agent, Environment dan interaksinya, Teori HL Blum, Teori Finer serta
Teori - Teori Penyebab sakit

C. Manfaat
Melalui makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi
kepada pembaca agar mengetahui dan lebih mendalami mengenai konsep
dasar terjadinya penyakit. Selain itu, dapat digunakan sebagai bahan kajian
lebih lanjut.
BAB II
ISI

A. Konsep Sehat-Sakit
1) Konsep Sehat
Kemajuan teknologi pengobatan dan penemuan berbagai obat
cenderung mendorong masyarakat untuk menjaga kesehatannya dengan
mengandalkan obat-obatan, sehingga gaya hidup “sehat” dilupakan dan
baru setelah Perang Dunia Kedua istilah “sehat” mendapat perhatian dan
terus berkembang hingga saat ini. Hal ini menghasilkan berbagai konsep
“sehat” yang dilihat dari sudut pandang yang berbeda, misalnya.
a. Konsep “sehat” dilihat dari segi fisik dan mental individu.

b. Konsep "sehat" dari sudut pandang ekologi.

Konsep “sehat” fisik dan bersifat individu adalah: “Seseorang


dikatakan sehat apabila semua organ tubuhnya dapat berfungsi dalam batas
normal, tergantung pada usia dan jenis kelamin”. Kesulitan dengan konsep
itu adalah bahwa "normal" tidak dapat dibakukan.

Sehat mental adalah kondisi yang memungkinkan perkembangan


fisik, mental, dan emosional seseorang secara optimal. Pengertian lainnya
adalah bahwa kesehatan mental adalah keadaan dimana jiwa dan roh kita
dapat berpikir secara logis dan dapat dipahami oleh orang lain. Sehat
spiritual adalah ketika kondisi seseorang dapat menunjukkan
kehidupannya mengakui keberadaan Tuhan dan beribadah sesuai dengan
norma-norma yang berlaku di masyarakat. Ekspresi kesehatan spiritual ini
adalah rasa syukur, pengampunan, pengekangan, cinta dan ajaran yang
baik dalam agamanya.

Konsep “sehat” yang berbasis ekologi berbunyi: “Sehat berarti


proses adaptasi antara individu dengan lingkungannya. Proses adaptasi ini
terus berlanjut dan berubah seiring dengan perubahan lingkungan yang
mengubah keseimbangan ekologi, dan untuk menjaga kesehatan manusia
harus beradaptasi dengan lingkungan.” Konsep kesehatan yang dianut oleh
banyak negara adalah konsep “sehat” yang disebutkan dalam pembukaan
Konstitusi WHO (1948) dan berbunyi sebagai berikut.
"Health is atage of complete ph ysical, mental and social wellbeing and
not merely the absence of disease or infirmity"

Konsep “sehat” sangat ideal sehingga sulit diwujudkan dalam kenyataan,


oleh karena itu konsep ini dikritik.

1. Sehat bukanlah keadaan statis, melainkan proses yang dinamis


dan terus berubah.

2. Batasan "kesejahteraan" sangat sulit untuk didefinisikan.

3. Banyak indikator berdasarkan validitas yang berbeda digunakan


untuk pengukuran.

2) Konsep Sakit
Setelah konsep “sehat”, istilah “sakit” harus dibicarakan karena
kedua konsep tersebut meskipun berkaitan, namun tidak memiliki batasan
yang jelas dalam keadaan tertentu. Meskipun 'sakit' umumnya lebih mudah
untuk didefinisikan, dalam beberapa kasus sama sulitnya dengan
mendefinisikan batas-batas “sehat”, oleh karena itu “sakit” belum dibatasi.
Seperti konsep "sehat", "sakit" adalah proses yang dinamis dan
relatif. Proses dinamis ini dibandingkan dengan "pendulum" jam yang
berayun berulang kali tanpa henti. Sama untuk sehat, sehat hari ini,
mungkin besok sakit, lalu sehat lagi dan seterusnya sampai mati. Nyeri
adalah proses yang relatif dan dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Seseorang (A) yang memiliki kelainan pada pola EKG tetapi tidak
memiliki keluhan selama hidupnya dan tidak memerlukan pengobatan
tanpa membatasi aktivitas sehari-harinya, sebaliknya (B) yang memiliki
pola EKG yang sama dengan A tetapi menimbulkan gejala dan
memerlukan pengobatan.

2. Dua orang terkena infeksi yang sama, yang satu mungkin sakit dan
timbul gejala serta memerlukan pengobatan, tetapi yang lain tidak sakit

Dari dua contoh di atas, timbul pertanyaan: Apakah seseorang


dengan EKG abnormal yang sudah terinfeksi sudah dianggap sakit padahal
tidak ada gejala dan tidak ada keterbatasan dalam aktivitas sehari-harinya,
atau apakah gejala harus muncul dan dianggap sakit? Hingga saat ini,
masih ada ketidaksepakatan dan belum ada jawaban yang seragam.
Kondisi di atas menjadi salah satu penyebab sulitnya menentukan
“sehat” atau “sakit” atau awal mula suatu penyakit. Ketidaksepakatan ini
mengarah pada pencatatan kejadian dan prevalensi berbagai penyakit
tergantung pada batasan yang digunakan. Membandingkan kejadian atau
prevalensi penyakit tanpa mempertimbangkan batasan atau kriteria yang
digunakan adalah menyesatkan. Demikian juga, selama bertahun-tahun,
teknologi ini telah menjadi teknologi yang setua tahun. Selain
ditemukannya berbagai penyakit baru, dianggap sudah tidak tepat lagi.

B. Pengertian Host, Agent, Environment dan Interaksinya

1. Host (Pejamu)

Host (Pejamu) merupakan makhluk hidup, umumnya manusia atau


hewan, yang berfungsi sebagai tempat bagi patogen (mikroorganisme
penyebab penyakit) untuk bertahan hidup dan berkembang biak. Pejamu
menyediakan lingkungan dan sumber daya yang diperlukan bagi patogen
untuk berkembang, namun tidak selalu mengalami infeksi atau penyakit
akibat patogen tersebut. Reaksi tubuh terhadap patogen dapat dipengaruhi
oleh faktor-faktor seperti tingkat kekebalan tubuh, faktor genetik, tingkat
paparan patogen, status kesehatan, dan tingkat kebugaran fisik pejamu.
Pejamu juga bisa berupa individu atau kelompok populasi dengan
karakteristik yang berbeda (Fannya, 2020).

2. Agent

Agent adalah faktor penyebab penyakit, yang dapat berupa


berbagai jenis seperti bakteri, virus, parasit, jamur, atau kapang, yang
bertanggung jawab sebagai penyebab penyakit infeksius. Selain itu, pada
kondisi penyakit, ketidakmampuan, cedera, atau situasi kematian lainnya,
agent juga dapat berupa zat kimia, faktor fisik seperti radiasi atau panas,
kekurangan gizi, atau bahkan beberapa substansi beracun seperti racun
ular.
Satu atau lebih dari satu agent dapat berperan dalam menyebabkan
suatu penyakit. Istilah "faktor penyebab" juga dapat digunakan untuk
menggantikan istilah "agent," dan mengandung makna bahwa identifikasi
perlu dilakukan terhadap penyebab atau etiologi dari penyakit,
ketidakmampuan, cedera, dan kematian.

Sifat-sifat dari agent biologis meliputi:

a. Patogenesis: Kemampuan untuk menimbulkan reaksi pada


pejamu, baik itu dalam bentuk subklinis (tidak menunjukkan gejala yang
jelas) maupun klinis (menunjukkan gejala yang jelas). Proporsi orang yang
terinfeksi yang akhirnya berkembang menjadi penyakit klinis.

b. Virulensi: Tingkat keparahan reaksi yang ditimbulkan oleh agen


biologis. Proporsi orang dengan penyakit klinis yang mengalami gejala
berat atau bahkan meninggal dunia.

c. Imunogenitas: Kemampuan agen biologis untuk merangsang


produksi kekebalan atau imunitas dalam tubuh pejamu.

d. Infektivitas: Kemampuan unsur penyebab atau agent untuk


masuk ke dalam tubuh pejamu, berkembang biak, dan menyebabkan
infeksi.

Semua sifat-sifat tersebut berperan penting dalam memahami


bagaimana agent biologis berinteraksi dengan pejamu dan menyebabkan
penyakit.

3. Lingkungan (Environment)

Lingkungan adalah semua hal yang ada di sekitar manusia atau


hewan dan juga mencakup kondisi eksternal yang dapat menyebabkan atau
memungkinkan penularan penyakit. Faktor-faktor lingkungan mencakup
berbagai aspek seperti biologis, sosial, budaya, dan fisik. Lingkungan bisa
terdapat baik di dalam (dalam lingkup masyarakat) maupun di luar
pejamu. Ini mencakup segala hal yang ada di sekitar tempat kehidupan
organisme dan dampaknya terhadap organisme tersebut (Fannya, 2020)..

Interaksi

Konsep dasar epidemiologi dikenal sebagai "segitiga


epidemiologi" menggambarkan hubungan antara tiga faktor utama yang
berperan dalam timbulnya penyakit dan masalah kesehatan lainnya.
Segitiga epidemiologi ini melibatkan interaksi antara tiga komponen
utama yaitu Host (penjamu), Agent (penyebab), dan Environment
(lingkungan).

Menurut model ini, perubahan pada salah satu komponen dapat


mempengaruhi keseimbangan interaksi ketiga komponen tersebut, yang
pada akhirnya dapat menyebabkan bertambahnya atau berkurangnya
penyakit. Hubungan antara ketiga komponen tersebut digambarkan dengan
analogi seperti tuas pada sebuah timbangan. Host (penjamu) dan Agent
(penyebab) berada di ujung masing-masing tuas, sedangkan Environment
(lingkungan) berperan sebagai penumpu di tengah-tengahnya (Fannya,
2020)..

Interaksi antara Host, Agent, dan Lingkungan dapat


diuraikan sebagai berikut:

1. Interaksi antara Agent Penyakit dan Lingkungan:

Ini terjadi saat agent penyakit dipengaruhi oleh


lingkungan pada tahap pre-patogenesis penyakit. Contohnya,
viabilitas bakteri terhadap sinar matahari, stabilitas vitamin
dalam sayuran ketika disimpan di ruang pendingin, atau
penguapan bahan kimia beracun karena proses pemanasan.

2. Interaksi antara Host dan Lingkungan:


Pada tahap pre-patogenesis, manusia dipengaruhi oleh
lingkungannya. Contohnya, reaksi terhadap cuaca dingin,
hujan, atau kebiasaan membuat dan menyajikan makanan.

3. Interaksi antara Host dan Agent Penyakit:

Pada tahap patogenesis, agen penyakit menetap,


berkembang biak, dan mempengaruhi manusia untuk
menimbulkan gejala penyakit. Ini mencakup respon tubuh
seperti demam, perubahan fisiologis, pembentukan kekebalan,
atau mekanisme pertahanan tubuh lainnya. Interaksi ini dapat
mengakibatkan kesembuhan, cacat, ketidakmampuan, atau
bahkan kematian.

4. Interaksi antara Agent Penyakit, Host, dan Lingkungan:

Interaksi kompleks antara agent penyakit, manusia


(host), dan lingkungan dapat mempengaruhi dan memperburuk
satu sama lain, sehingga memudahkan agen penyakit masuk ke
dalam tubuh manusia baik secara langsung maupun tidak
langsung. Contohnya, pencemaran air sumur oleh kotoran
manusia dapat menyebabkan penyakit bawaan air (Water
Borne Disease) (Fannya, 2020).

Dalam keseluruhan proses epidemiologi, interaksi antara ketiga


komponen tersebut berperan penting dalam mempengaruhi tingkat dan
penyebaran penyakit serta dampaknya pada populasi manusia.

C. Teori HL Blum
Status kesehatan suatu kelompok penduduk dipengaruhi oleh
interaksi kompleks antara manusia dan lingkungannya. Status kesehatan
dapat dianggap sebagai hasil akhir dari interaksi antara sistem lingkungan
eksternal dan sistem biologis internal dalam tubuh. Meskipun penyakit
tidak disebabkan hanya oleh faktor lingkungan saja, lingkungan
memainkan peran penting dalam menentukan kesehatan masyarakat. Teori
H.L. Blum (1974) mendukung pandangan ini bahwa faktor-faktor
lingkungan berperan dalam menentukan tingkat kesehatan baik pada
tingkat individu maupun masyarakat secara keseluruhan (Pitriani dan
Herawanto, 2019).
Teori Hendrik L. Blum menjelaskan bahwa kesehatan sebagai
kesehatan individu dan juga kesehatan masyarakat sebagai suatu interaksi
serasi dari beberapa faktor yaitu: lingkungan (sosial, ekonomi, politik,
budaya), faktor gaya hidup (life style), faktor pelayanan kesehatan dan
faktor genetik (keturunan) (Rachmawati dkk, 2023).

1) Lingkungan (Environment)
Dari gambar di atas, terlihat bahwa lingkungan adalah
faktor yang memiliki pengaruh terbesar terhadap kesehatan. Faktor
utama yang mempengaruhi kesehatan pertama adalah lingkungan.
Lingkungan mencakup lingkungan fisik, baik yang berasal dari
alam seperti lingkungan alamiah, maupun yang dibuat oleh
manusia seperti permasalahan sampah.

Selain itu, lingkungan sosial ekonomi juga merupakan


faktor lingkungan yang berpengaruh. Hal ini termasuk status
ekonomi, tingkat pendidikan, dan jenis pekerjaan seseorang. Faktor
lingkungan fisik berhubungan dengan kualitas sanitasi lingkungan
tempat manusia tinggal, yang berpengaruh langsung terhadap
kesehatan. Sementara itu, lingkungan sosial ekonomi berkaitan
dengan kondisi perekonomian masyarakat secara keseluruhan.
Kemiskinan dapat memperlambat pencapaian tingkat kesehatan
yang optimal.

Selain itu, lingkungan pendidikan individu dan masyarakat


juga memiliki peran penting dalam mencapai derajat kesehatan
yang lebih baik. Semakin tinggi taraf pendidikan individu dan
masyarakat, semakin cepat tercapainya kesehatan yang optimal.

Dalam keseluruhan, lingkungan, baik fisik maupun sosial


ekonomi, merupakan faktor kunci dalam menentukan status
kesehatan suatu kelompok penduduk. Faktor-faktor ini saling
berinteraksi dan saling mempengaruhi, sehingga perhatian terhadap
kualitas lingkungan menjadi penting dalam meningkatkan
kesehatan masyarakat secara keseluruhan.
2) Faktor gaya hidup (life style)
Gaya hidup individu atau masyarakat memiliki pengaruh
terbesar kedua terhadap kesehatan. Perilaku terhadap kesehatan
dipengaruhi oleh adat istiadat, kepercayaan, kondisi sosial
ekonomi, dan perilaku lainnya yang melekat pada individu atau
masyarakat. Jika gaya hidup tersebut mengarah pada perilaku
sehat, maka hal itu akan mendukung tercapainya tingkat kesehatan
yang baik. Salah satu perilaku yang penting untuk dilakukan oleh
masyarakat adalah Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS),
seperti mencuci tangan, menjaga jarak, berolahraga, dan
melakukan vaksinasi guna meningkatkan imunitas.

Perilaku kesehatan individu dan masyarakat sangat


berperan dalam mencapai derajat kesehatan yang optimal. Faktor-
faktor seperti adat istiadat, kepercayaan, dan kondisi sosial
ekonomi dapat mempengaruhi cara individu atau masyarakat
menjaga kesehatannya. Dengan menerapkan perilaku sehat, seperti
PHBS dan protokol kesehatan, diharapkan kesehatan dapat
ditingkatkan dan penyakit dapat dicegah secara efektif.
3) Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan merupakan faktor berpengaruh
terbesar ketiga terhadap kesehatan. Di masyarakat, terdapat
berbagai fasilitas pelayanan kesehatan yang disediakan baik oleh
institusi pemerintah maupun swasta, seperti Posbindu, posyandu,
polindes, dan Puskesmas. Fasilitas-fasilitas ini dapat dimanfaatkan
oleh individu, keluarga, maupun masyarakat dalam menjaga
kesehatan mereka.

Namun, meskipun pelayanan kesehatan sudah tersedia,


partisipasi masyarakat dalam memanfaatkannya belum selalu
optimal. Hal ini bisa disebabkan oleh kurangnya kesadaran dan
pengetahuan masyarakat tentang manfaat fasilitas kesehatan yang
tersedia di sekitar mereka. Ketika kesadaran masyarakat
meningkat, seperti dalam situasi saat ini dengan adanya kebutuhan
akan vaksin Covid, fasilitas kesehatan yang diselenggarakan di
tingkat desa, RT/RW, atau banjar mulai diikuti oleh masyarakat.

Dengan meningkatnya partisipasi masyarakat dalam


memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada, diharapkan tingkat
kesehatan dapat lebih terjaga dan ditingkatkan. Kesadaran
masyarakat dalam mengakses fasilitas kesehatan menjadi kunci
penting dalam mencapai derajat kesehatan yang lebih baik.
4) Herediter / Keturunan
Beberapa penyakit dapat diturunkan melalui genetik atau
gen yang dimiliki individu sejak lahir, seperti Diabetes mellitus,
epilepsi, retardasi mental, hipertensi, buta warna, dan kelainan
darah. Faktor-faktor ini bawaan sejak lahir dan intervensi untuk
mengatasi kondisi ini saat ini masih terbatas dan memerlukan biaya
yang cukup tinggi.

Oleh karena itu, kesadaran masyarakat dalam upaya


pencegahan penyakit yang diturunkan secara genetik akan berperan
penting dalam meningkatkan derajat kesehatan. Dengan
meningkatkan kesadaran tentang risiko penyakit herediter dan
pentingnya pencegahan, masyarakat dapat mengambil langkah-
langkah yang tepat untuk mengurangi risiko terkena penyakit-
penyakit ini.

Pencegahan penyakit herediter melibatkan pendekatan yang


holistik, termasuk pengetahuan tentang riwayat keluarga dan
konsultasi dengan tenaga medis yang berkompeten. Melalui
pendekatan ini, diharapkan dapat mengidentifikasi risiko potensial
dan mengambil langkah-langkah preventif untuk mengurangi
dampaknya pada kesehatan individu dan keluarga.

Dengan meningkatkan kesadaran dan upaya pencegahan,


diharapkan kualitas kesehatan masyarakat dapat meningkat, dan
risiko terjadinya penyakit-penyakit herediter dapat diminimalisasi
(Eliana, 2016).

D. Teori FINER
Merujuk pada teori FINER, apabila suatu masalah dapat diangkat
menjadi masalah penelitian, maka dalam memilih masalah penelitian
dapat mengacu pada kriteria FINER yakni: Feasible, Interesting, Novel,
Ethics, dan Relevant. Apabila dikaitkan dengan penelitian terhadap konsep
dasar terjadinya penyakit, teori FINER dapat dijabarkan secara rinci
sebagai berikut:
1. Feasible:
a. Tersedia subjek penelitian, sebagai contoh penelitian
tentang munculnya wabah penyakit yang menular, maka
harus ada kasus pasien yang merupakan penyintas dari
penyakit yang bersedia sebagai responden dalam penelitian
tanpa paksaan.
b. Tersedia dana, sebagai contoh penelitian tentang vaksinasi
wabah penyakit. Maka peneliti harus siap dengan dana
yang besar untuk biaya penelitian tersebut hingga akhir
penelitian.
c. Tersedia waktu, alat dan keahlian Pelaksanaan penelitian
harus direncanakan dengan matang, jangan sampai putus di
tengah jalan, oleh karena itu peneliti benar-benar harus
menyisihkan waktu dan mempersiapkan alat penelitian
dengan tepat serta harus mampu menjalaninya dengan baik
sesuai keahliannya (Indarwati, 2019).

2. Interesting
Sebuah masalah yang menjadi dasar dari penelitian haruslah
memiliki tingkat kemenarikan. Kata menarik disini bisa dilihat
berdasarkan tujuan penelitian dan manfaat hasil penelitiannya,
karena apabila peneliti tidak tertarik terhadap materi atau dasar
penelitiannya, maka ada dua kemungkinan yang akan terjadi:
mungkin ia akan cepat menyerah bila dihadapkan pada berbagai
kendala, atau ia akan taat asas pada rencana penelitian yang telah
dibuatnya (Indarwati, 2019).

3. Novel
Nilai baru dalam penelitian seringkali dihubungkan dengan
orisinalitas suatu penelitian, hal yang sering membuat ragu-ragu
peneliti. Dikatakan orisinil jika penelitian yang sama sekali baru,
sedangkan yang mengulang penelitian terdahulu disebut replikatif.
Penelitian yang semata-mata mengulang penelitian terdahulu yang
hasilnya telah jelas berarti membuang sumberdaya yang sia-sia.
Namun demikian bukan semua penelitian harus baru. Mungkin saja
peneliti ingin mengulang suatu penelitian untuk menguji
konsistensi hasil penelitian, menerapkannya pada kondisi atau
populasi yang berbeda, atau justru karena ia melihat kekurangan
pada metodologi penelitiannya, pelaksanaannya, analisis ataupun
kesimpulan penelitian sejenis yang duplikasi sebelumnya
(Indarwati, 2019).

4. Ethics
Etika disini bisa mencakup etika dalam melakukan penelitian
itu sendiri dan hasil penelitiannya tidak melanggar aturan yang ada.
Sebagai contoh penelitian percobaan vaksinasi yang berhubungan
dengan subjek penelitian yakni manusia. Penelitian apapun,
khususnya yang menggunakan manusia sebagai subjek, tidak boleh
bertentangan dengan etika. Seseorang mungkin mengatakan
sesuatu hal secara etis masih diterima, namun bagi orang lain
mungkin sudah melanggar etika. Oleh karena itu setiap peneliti
yang menggunakan manusia sebagai subjek harus mendapatkan
persetujuan dari komisi etika setempat (Indarwati, 2019).

5. Relevant
Relevansi merupakan hal utama yang harus dipikirkan pada
awal penelitian. Tiap peneliti harus dapat memprediksi hasil
penelitian yang akan diperoleh, apakah relevan dengan kemajuan
ilmu, tatalaksana pasien, atau kebijakan kesehatan, ataupun sebagai
dasar untuk penelitian selanjutnya. Mengacu pada (Dharma, 2011)
relevan dapat dijabarkan secara rinci sebagai berikut:
a. Relevan bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
b. Relevan untuk tata laksana pasien atau kebijakan kesehatan.
c. Relevan sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya.
d. Relevan dengan bidang keahlian peneliti.

E. Teori-Teori Penyebab Sakit

Adanya proses perubahan dan perkembangan dari berbagai aspek


lingkungan secara langsung telah mendorong pola pikir para ahli
kesehatan masyarakat yang kemudian melahirkan berbagai teori penyebab
yang terjadinya suatu penyakit yang dilandasi oleh kondisi zaman dimana
mereka berada saat itu (Irwan, 2017). Menurut Irwan (2017), teori tersebut
dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Teori Segitiga (Triangle theory)

Teori ini dikemukakan oleh John Gordon dan La Richt (1950)


dimana teori segitiga menggambarkan interaksi tiga komponen yaitu
manusia (host), penyebab (agent), dan lingkungan (environment).

Gordon berpendapat bahwa:

a. Penyakit timbul karena ketidakseimbangan antara agent


(penyebab) dan host (manusia).
b. Keadaan ketidakseimbangan bergantung pada sifat alami dan
karakteristik antara agen dan host.
c. Adanya interaksi antara agent dan host akan berhubungan
langsung pada keadaan alami dari lingkungan.

Singkatnya, salah satu komponen akan mengubah keseimbangan


interaksi antara tiga komponen tersebut yang berakibat pada
bertambah atau berkurangnya penyakit. Model ini cocok untuk
mengetahui penyebab penyakit infeksi.

2. Teori Jaring-Jaring Sebab Akibat (The Web of Causation)

Teori ini dikemukakan oleh Mac Mohan dan Pugh (1970) dengan
konsep teori bahwa suatu penyakit disebabkan oleh multifaktor.
Adanya suatu penyakit merupakan hasil interaksi dari berbagai faktor.
Adanya perubahan dari salah satu faktor akan mengubah
keseimbangan yang berakibat bertambah atau berkurangnya penyakit
yang bersangkutan. Sehingga menurut teori ini suatu penyakit tidak
bergantung pada satu sebab yang berdiri sendiri melainkan sebagai
akibat dari serangkaian proses dan akibat. Oleh karena itu, suatu
penyakit dapat dicegah dengan memotong mata rantai pada berbagai
titik. Teori ini sangat cocok untuk mengetahui penyakit yang
disebabkan oleh perilaku dan gaya hidup individu.

3. Teori Roda (The well of causation)

Teori roda memiliki kemiripan dengan teori jaring-jaring sebab


akibat, dimana teori ini lebih menekankan pada berbagai faktor
lingkungan hidup yang berperan dalam timbulnya penyakit daripada
faktor agen. Konsep dari teori roda adalah hubungan antara manusia
dengan lingkungan hidupnya. Oleh karena itu, besarnya peranan
lingkungan tentunya sangat bergantung dengan penyakit yang
bersangkutan (Sidabutar, 2020).

Teori ini menggambarkan hubungan antara manusia dengan


lingkungannya sebagai roda, dimana bagian intinya merupakan
manusia yang dikelilingi oleh komponen lingkungan biologi, sosial
dan fisik.

4. Teori Contagion (Contagion Theory)

Teori Contagion dikemukakan oleh Girolamo Fracastoro (1483-


1553), yang menyatakan bahwa terjadinya suatu penyakit ditularkan
dari satu orang kepada orang lain melalui zat penular (transference)
yang disebut kontangion. Teori ini dikembangkan berdasarkan
penyakit lepra yang terjadi di Mesir.

Fracastoro lebih lanjut menjelaskan terdapat tiga jenis


kontangion, yaitu:

a. Jenis kontangion yang ditularkan melalui kontak langsung


misalnya berciuman, bersentuhan dan berhubungan seksual.
b. Jenis kontangion yang ditularkan melalui benda perantara, seperti
melalui pakaian, handuk dan sapu tangan.
c. Jenis kontangion yang ditularkan dalam jarak jauh.

Teori Contagion kemudian digolongkan sebagai penemuan jasad


renik atau mikroorganisme yang baru. Upaya preventif yang
dilakukan pada saat itu adalah karantina dan kegiatan-kegiatan anti
epidemik yang didasarkan pada pengalaman praktik.

5. Teori Hypocrates (Hippocratic Theory)


Teori ini dikemukakan oleh Hippocrates (460-377 SM), yang
telah membebaskan berbagai macam paham yang bersifat spekulatif
dan superstitif (takhayul) dalam memahami kejadian penyakit.
Hippocrates berpendapat bahwa terjadinya penyakit dapat disebabkan
oleh dua sebab, yaitu adanya kontak dengan jasad hidup dan berkaitan
dengan lingkungan eksternal maupun internal individu.

Lebih lanjut, Hippocrates menjelaskan bahwa faktor masalah


lingkungan dan perilaku hidup penduduk dapat mempengaruhi
meluasnya penyakit pada masyarakat. Tidak hanya terletak pada
lingkungan, faktor internal dari tubuh manusia juga menjadi penyebab
terjadinya suatu penyakit.

Teori penemuan Hippocrates memberikan kontribusi untuk


epidemiologi, bukan hanya dari penyebab suatu penyakit tetapi juga
riwayat alamiah sejumlah penyakit. Penemuan Hippocrates telah
banyak dibukukan, salah satunya adalah buku “About Disease” yang
menjelaskan mengenai perjalanan penyakit hepatitis akut.

6. Teori Miasma (Miasmatic Theory)

Konsep miasma muncul pada abad ke-18 dan dikembangkan oleh


William Farr akibat adanya epidemi kolera. Dasar pemikiran dari teori
ini adalah adanya uap yang dapat menimbulkan penyakit yang
disebabkan oleh sisa-sisa makhluk hidup yang mengalami
pembusukan atau dari buangan limbah yang tergenang. Pada masa itu,
dipercaya bahwa seseorang yang menghirup miasma akan terjangkit
penyakit. Sehingga dilakukan tindakan pencegahan berupa menutup
rumah rapat-rapat terutama di malam hari dikarenakan udara malam
cenderung membawa miasma dan kebersihan lingkungan untuk
terhindar dari miasma.
Teori ini kemudian diteliti kembali oleh John Snow dengan
melakukan eksperimen beberapa rumah tangga di London yang
memperoleh air dari perusahaan minum air swasta. Air yang disuplai
oleh Lambert Company berasal dari hilir Sungai Thames yang
tercemar namun kemudian dipindahkan ke bagian hulu yang kurang
tercemar. Perusahaan lain yaitu Southwark Vauxhall Company tidak
memindahkan sumber air (tetapi di bagian hilir). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa risiko kematian karena kolera lebih tinggi pada
penduduk yang mendapatkan air yang berasal dari Southwark
Vauxhall Company daripada dari perusahaan Lambert Company. Dari
penelitian ini yang menyebabkan John Snow tidak sependapat dengan
William Farr.

7. Teori Jasad Renik (Teori Germ)

Teori jasad renik muncul pada abad ke-19, dimana masa ini
merupakan puncak kejayaan dari teori penyakit yang disebabkan oleh
invasi mikroorganisme ke dalam tubuh. Ditambah dengan penemuan
mikroskop menjadi pengaruh yang besar dalam perkembangan
epidemiologi penyakit infeksi.

Berkat teori ini memungkinkan penemuan obat-obatan


antimikroba dan antibiotika, vaksin, sterilisasi, pasteurisasi dan
program sanitasi publik. Sehingga banyak penyakit yang dapat
dicegah dan disembuhkan. Diiringi dengan pendekatan mikroskopik
yang mendorong penemuan mikroskop elektron berkekuatan tinggi
sehingga memungkinkan riset epidemiologi hingga level molekul.
Namun, penerapan teori jasad renik menimbulkan pro dan kontra.
Pengaruh yang kuat dari teori jasad renik mengakibatkan adanya
keyakinan bahwa mikroorganisme merupakan etiologi dari semua
penyakit, padahal belum tentu demikian. Banyak penyakit yang tidak
disebabkan oleh mikroba atau disebabkan oleh mikroba tetapi bukan
satu-satunya. Hal ini didukung dengan meningkatnya insidensi
penyakit non-infeksi pada tahun 1950, bahwa suatu penyakit
disebabkan oleh multifaktor.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Teori dasar-dasar epidemiologi mencakup beberapa hal seperti konsep
sehat yang memiliki 2 arti dari sudut pandang yang berbeda. Pada segi
fisik dan mental individu, sehat bermakna kondisi dimana semua organ
tubuhnya dapat berfungsi dalam batas normal dan keadaan dimana jiwa
dan roh kita dapat berpikir secara logis dan dapat dipahami oleh orang lain
serta sudut pandang ekologi yang memiliki arti proses adaptasi antara
individu dengan lingkungannya. Kemudian pada konsep sakit yang
memiliki arti proses yang dinamis dan relatif yang berayun berulang kali
tanpa henti. Selain konsep sehat - sakit adapun berbagai faktor yang
mempengaruhi dasar epidemiologi seperti: host (makhluk hidup) atau
tempat bagi patogen untuk bertahan hidup dan berkembang biak, agent
atau faktor penyebab penyakit serta environment atau kondisi eksternal
yang dapat menyebabkan atau memungkinkan penularan penyakit.
Adapun teori H.L. Blum (1974) yang menyatakan bahwa faktor-faktor
lingkungan berperan dalam menentukan tingkat kesehatan baik pada
tingkat individu maupun masyarakat secara keseluruhan dan teori FINER
yang didasarkan untuk hasil penelitian dengan masalah penelitian dapat
mengacu pada kriteria FINER yakni: Feasible atau masalah tersebut harus
bisa diteliti, Interesting atau masalah tersebut menarik untuk diteliti, Novel
atau masalah tersebut bisa memberikan sesuatu yang baru, Ethical atau
masalah tersebut jika diteliti tidak melanggar etika dalam kehidupan
manusia serta Relevant atau masalah tersebut secara keilmuan relevan
dengan bidang keahlian peneliti, serta teori-teori penyebab penyakit yang
dirinci menjadi teori segitiga, teori jaring-jaring sebab akibat, teori roda,
teori contagion, teori hypocrates, teori miasma dan teori jasad renik.

B. Saran
Diharapkan dari penulisan makalah ini dapat memberikan
pengetahuan mengenai mekanisme terjadinya suatu penyakit sehingga
dapat tercipta dan terbina perilaku sehat serta melakukan pemeriksaan
secara berkala.

DAFTAR PUSTAKA

Dharma, K. K. 2011. Metodologi Penelitian Keperawatan, panduan


melaksanakan dan penerapan hasil penelitian. Jakarta: Trans Info Media.
Eliana dan Sumiati S. 2016. Kesehatan Masyarakat. Indonesia: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Fannya, Puteri. 2020. Konsep Penyebab Penyakit. Universitas Esa Unggul.
Indarwati. 2019. Penerapan Metode Penelitian dalam Praktik Keperawatan
Komunitas. Surakarta: CV Indotama Solo
Irwan. 2017. Epidemiologi Penyakit Menular. Yogyakarta: CV. Absolute Media.
Pitriani dan Herawanto. 2019. Buku Ajar Epidemiologi Kesehatan Lingkungan.
Makasar: CV. Nas Media Pustaka.
Rachmawati, D. S., Lestari, A. S., Sya’diyah. H., Suardana, I W., Gama, I K.,
Achjar, K. A. H., Purwanti, S., Mustika, I W., Wulandari, S. K. dan
Sudiantara, K. 2023. Keperawatan Komunitas. Jambi: PT. Sonpedia
Publishing Indonesia.
Sidabutar, S. 2020. Buku Ajar Epidemiologi. Jawa Timur: Forum Ilmiah
Kesehatan (FORIKES).

Anda mungkin juga menyukai