Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH konsep perilaku sehat dan sakit

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pada masa lalu, sebagian besar individu dan masyarakat memandang sehat dan sakit
sebagai sesuatu Hitam atau Putih. Dimana kesehatan merupakan kondisi kebalikan dari
penyakit atau kondisi yang terbebas dari penyakit. Anggapan atau sikap yang sederhana ini
tentu dapat diterapkan dengan mudah, akan tetapi mengabaikan adanya rentang sehat-sakit.
Pendekatan yang digunakan pada abad ke-21, sehat dipandang dengan
perspektif yang lebih luas. Luasnya aspek itu meliputi rasa memiliki kekuasaan, hubungan
kasih sayang, semangat hidup, jaringan dukungan sosial yang kuat, rasa berarti dalam
hidup, atau tingkat kemandirian tertentu (Haber, 1994).
Kesehatan adalah salah satu konsep yang telah sering digunakan namun sukar dijelaskan
artinya. Faktor yang berbeda menyebabkan sukarnya mendefinisikan kesehatan, kesakitan dan
penyakit. Meskipun begitu, kebanyakan sumber ilmiah setuju bahwa definisi kesehatan apapun
harus mengandung paling tidak komponen biomedis, personal dan sosiokultural.
Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan guna
tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar
dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Dan kesehatan yang demikian yang menjadi
dambaan setiap orang sepanjang hidupnya. Tetapi datangnya penyakit merupakan hal yang tidak
bisa ditolak meskipun kadang- kadang bisa dicegah atau dihindari.
Konsep sehat dan sakit sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan universal karena ada
faktor-faktor lain di luar kenyataan klinis yang mempengaruhinya terutama faktor sosial budaya.
Kedua pengertian saling mempengaruhi dan pengertian yang satu hanya dapat dipahami dalam
konteks pengertian yang lain.
Banyak ahli filsafat, biologi, antropologi, sosiologi, kedokteran, dan lain-lain bidang ilmu
pengetahuan telah mencoba memberikan pengertian tentang konsep sehat dan sakit ditinjau dari
masing-masing disiplin ilmu. Masalah sehat dan sakit merupakan proses yang berkaitan dengan
kemampuan atau ketidakmampuan manusia beradap-tasi dengan lingkungan baik secara biologis,
psikologis maupun sosio budaya.
UU No.23,1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa:
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan
hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh
terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakan
bagian integral kesehatan.
Definisi sakit: seseorang dikatakan sakit apabila ia menderita penyakit menahun (kronis),
atau gangguan kesehatan lain yang menyebabkan aktivitas kerja/kegiatannya terganggu.
Walaupun seseorang sakit (istilah sehari-hari) seperti masuk angin, pilek, tetapi bila ia tidak
terganggu untuk melaksanakan kegiatannya, maka ia dianggap tidak sakit.
B. TUJUAN
Penulisan makalah ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui konsep perilaku sehat dan sakit
2. Mengetahui permaslahan sehat dan sakit
C. RUMUSAN MASALAH
1. Kejadian penyakit
2. Penyebab penyakit menurut masyarakatn tradisional
3. Masalah sehat dan sakit
4. Perilaku kesehatan

BAB II
PEMBAHASAN
A. KEJADIAN PENYAKIT
Penyakit merupakan suatu fenomena kompleks yang berpengaruh negatif terhadap
kehidupan manusia. Perilaku dan cara hidup manusia dapat merupakan penyebab bermacam-
macam penyakit baik di zaman primitif maupun di masyarakat yang sudah sangat maju
peradaban dan kebudayaannya.
Ditinjau dari segi biologis penyakit merupakan kelainan berbagai organ tubuh manusia,
sedangkan dari segi kemasyarakatan keadaan sakit dianggap sebagai penyimpangan perilaku dari
keadaan sosial yang normatif. Penyimpangan itu dapat disebabkan oleh kelainan biomedis organ
tubuh atau lingkungan manusia, tetapi juga dapat disebabkan oleh kelainan emosional dan
psikososial individu bersangkutan. Faktor emosional dan psikososial ini pada dasarnya
merupakan akibat dari lingkungan hidup atau ekosistem manusia dan adat kebiasaan manusia
atau kebudayaan
Konsep kejadian penyakit menurut ilmu kesehatan bergantung jenis penyakit. Secara
umum konseps ini ditentukan oleh berbagai faktor antara lain parasit, vektor, manusia dan
lingkungannya. Para ahli antropologi kesehatan yang dari definisinya dapat disebutkan
berorientasi ke ekologi, menaruh perhatian pada hubungan timbal balik antara manusia dan
lingkungan alam-nya, tingkah laku penyakitnya dan cara-cara tingkah laku penyakitnya
mempengaruhi evolusi kebudayaannya melalui proses umpan balik (Foster, Anderson, 1978).
Penyakit dapat dipandang sebagai suatu unsur dalam lingkungan manusia, seperti tampak
pada ciri sel-sabit (sickle-cell) di kalangan penduduk Afrika Barat, suatu perubahan evo-lusi
yang adaptif, yang memberikan imunitas relatif terhadap malaria. Ciri sel sabit sama sekali
bukan ancaman, bahkan merupakan karakteristik yang diinginkan karena memberikan proteksi
yang tinggi terhadap gigitan nyamuk Anopheles.
Bagi masyarakat Dani di Papua, penyakit dapat merupakan simbol sosial positif, yang
diberi nilai-nilai tertentu. Etiologi penyakit dapat dijelaskan melalui sihir, tetapi juga sebagai
akibat dosa. Simbol sosial juga dapat merupakan sumber penyakit. Dalam peradaban modern,
keterkaitan antara simbol-simbol sosial dan risiko kesehatan sering tampak jelas, misalnya
remaja merokok. Suatu kajian hubungan antara psikiatri dan antropologi dalam konteks
perubahan sosial ditulis oleh Rudi Salan (1994 Cermin Dunia Kedokteran No. 149, 2005 51)
berdasarkan pengalaman sendiri sebagai psikiater; salah satu kasusnya sebagai berikut: Seorang
perempuan yang sudah cukup umur reumatiknya diobati hanya dengan vitamin dan minyak ikan
saja dan percaya penyakitnya akan sembuh.
Menurut pasien penyakitnya disebabkan karena "darah kotor" oleh karena itu satu-
satunya jalan penyembuhan adalah dengan makan makanan yang bersih , yaitu `mutih' (ditambah
vitamin seperlunya agar tidak kekurangan vitamin) sampai darahnya menjadi bersih kembali.
Bagi seorang dokter pendapat itu tidak masuk akal, tetapi begitulah kenyataan yang ada dalam
masyarakat.
B. PENYEBAB PENYAKIT MENURUT MASYARAKAT TRADISIONAL
Penyebab bersifat Naturalistik yaitu seseorang menderita sakit akibat pengaruh
lingkungan, makanan (salah makan), kebiasaan hidup, ketidak seimbangan dalam tubuh,
termasuk juga kepercayaan panas dingin seperti masuk angin dan penyakit bawaan. Konsep
sehat sakit yang dianut pengobat tradisional (Battra) sama dengan yang dianut masyarakat
setempat, yakni suatu keadaan yang berhubungan dengan keadaan badan atau kondisi tubuh
kelainan-kelainan serta gejala yang dirasakan.
Sehat bagi seseorang berarti suatu keadaan yang normal, wajar, nyaman, dan dapat
melakukan aktivitas sehari-hari dengan gairah. Sedangkan sakit dianggap sebagai suatu keadaan
badan yang kurang menyenangkan, bahkan dirasakan sebagai siksaan sehingga menyebabkan
seseorang tidak dapat menjalankan aktivitas sehari-hari seperti halnya orang yang sehat.
Sedangkan konsep Personalistik menganggap munculnya penyakit (illness) disebabkan
oleh intervensi suatu agen aktif yang dapat berupa makhluk bukan manusia (hantu, roh, leluhur
atau roh jahat), atau makhluk manusia (tukang sihir, tukang tenung).
Menelusuri nilai budaya, misalnya mengenai pengenalan kusta dan cara perawatannya.
Kusta telah dikenal oleh etnik Makasar sejak lama. Adanya istilah kaddala sikuyu (kusta
kepiting) dan kaddala massolong (kusta yang lumer), merupakan ungkapan yang mendukung
bahwa kusta secara endemik telah berada dalam waktu yang lama di tengah-tengah masyarakat
tersebut.

C. MASALAH SEHAT DAN SAKIT


Masalah kesehatan merupakan masalah kompleks yang merupakan resultante dari
berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun masalah buatan manusia, sosial
budaya, perilaku, populasi penduduk, genetika, dan sebagainya.
Derajat kesehatan masyarakat yang disebut sebagai psycho socio somatic health well
being, merupakan resultante dari 4 faktor yaitu:
1. Environment atau lingkungan.
2. Behaviour atau perilaku,
Antara yang pertama dan kedua dihubungkan dengan ecological balance.
3. Heredity atau keturunan yang dipengaruhi oleh populasi, distribusi penduduk, dan sebagainya.
4. Health care service berupa program kesehatan yang bersifat preventif, promotif, kuratif, dan
rehabilitatif.
Dari empat faktor tersebut di atas, lingkungan dan perilaku merupakan faktor yang
paling besar pengaruhnya (dominan) terhadap tinggi rendahnya derajat kesehatan masyarakat.
Tingkah laku sakit, peranan sakit dan peranan pasien sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor
seperti kelas sosial, perbedaan suku bangsa dan budaya. Maka ancaman kesehatan yang sama
(yang ditentukan secara klinis), bergantung dari variabel-variabel tersebut dapat menimbulkan
reaksi yang berbeda di kalangan pasien.
Pengertian sakit menurut etiologi naturalistik dapat dijelaskan dari segi impersonal dan
sistematik, yaitu bahwa sakit merupakan satu keadaan atau satu hal yang disebabkan oleh
gangguan terhadap sistem tubuh manusia. Pernyataan tentang pengetahuan ini dalam tradisi
klasik Yunani, India, Cina, menunjukkan model keseimbangan (equilibrium model) seseorang
dianggap sehat apabila unsur-unsur utama yaitu panas dingin dalam tubuhnya berada dalam
keadaan yang seimbang. Unsur-unsur utama ini tercakup dalam konsep tentang humors,
ayurveda dosha, yin dan yang. Departemen Kesehatan RI telah mencanangkan kebijakan baru
berdasarkan paradigma sehat.
BAB II
PERILAKU KESEHATAN

A. PENGERTIAN PERILAKU
Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk
hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup
mulai dari tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berprilaku, karena mereka
mempunyai aktivitas masing-masing.
Jadi kesimpulannya perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia,
baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.
Skinner (1938) seorang akhli psikologis, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon
atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dilihat dari bentuk respon
terhadap stimulus ini maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua,yaitu :
1. Perilaku tertutup (covert behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup, misalnya ibu hamil
tahu pentingnya periksa kehamilan.
2. Perilaku terbuka (overt behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata, misalnya seorang ibu
memeriksakan kehamilannya.
B. MACAM-MACAM PERILAKU
1. PERILAKU KESEHATAN
Perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok:
a. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance)
Usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk
penyembuhan bilamana sakit. Perilaku pemeliharaan kesehatan terdiri dari 3 aspek :
Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan kesehatan
bilamana telah sembuh dari penyakit.
Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sakit.
Perilaku gizi (makanan dan minnuman)
b. Perilaku pencarian dan penggunaan sisitem atau fasilitas pelayanan kesehatan.
Upaya seseorang pada saat menderita dan atau kecelakaan.Dimulai dari pengobatan sendiri
sampai mencari pengobatan ke luar negeri.
c. Perilaku kesehatan lingkungan
Becker, 1979 membuat klasifikasi tentang perilaku kesehatan, diantaranya:
Perilaku hidup sehat
Kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya. Perilaku ini
mencakup :
Menu seimbang

Olahraga teratur

Tidak merokok

Tidak meminum-minuman keras dan narkoba

Istirahat yang cukup

Mengendalikan stress

Perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan.

Perilaku sakit
Respon seseorang terhadap sakit dan penyakit. Persepsinya terhadap sakit pengetahuan tentang
penyebab dan gejala penyakit, pengobatan penyakit dsb.
Perilaku peran sakit
Perilaku ini mencakup :
Tindakan untuk memperoleh kesembuhan

Mengenal atau mengetahui fasilitas atau sasaran pelayanan penyembuhan penyakit yang

layak.
Mengetahui hak, misalnya memperoleh perawatan.
2. PERILAKU SAKIT
Perilaku sakit merupakan perilaku orang sakit yang meliputi: cara seseorang memantau
tubuhnya; mendefinisikan dan menginterpretasikan gejala yang dialami; melakukan upaya
penyembuhan; dan penggunaan sistem pelayanan kesehatan.
Seorang individu yang merasa dirinya sedang sakit, perilaku sakit bisa berfungsi sebagai
mekanisme koping.
Menurut Parsons, perilaku spesifik yang tampak bila seseorang memilih peran sebagai
orang sakit , yaitu orang sakit tidak dapat disalahkan sejak mulai sakit, dikecualikan dari
tanggung jawab pekerjaan, sosial dan pribadi, kemudian orang sakit dan keluarganya diharapkan
mencari pertolongan agar cepat sembuh.
Menurut Cockerham, meskipun konsep Parsons tersebut tidak berguna untuk memahami
peran sebagai orang sakit, namun tidak terlalu tepat untuk: menerangkan variasi perilaku sakit,
dipakai pada penyakit kronis, keadaan dan situasi yang mempengaruhi hubungan pasien-dokter,
atau untuk menerangkan perilaku sakit masyarakat kelas bawah. Juga menurut Meile, konsep
Parsons tersebut tidak cocok dipakai pada orang sakit jiwa.
a. Penyebab Perilaku Sakit
Menurut Mechanic sebagaimana diuraikan oleh Solito Sarwono (1993) bahwa penyebab
perilaku sakit itu sebagai berikut:
Dikenal dan dirasakannya tanda dan gejala yang menyimpang dari keadaan normal.
Anggapan adanya gejala serius yang dapat menimbulkan bahaya
Gejala penyakit dirasakan akan menimbulkan dampak terhadap hubungan keluarga, hubungan
kerja, dan kegiatan kemasyarakatan.
Frekuensi dan persisten (terus-menerus, menetap) tanda dan gejala yang dapat dilihat.
Kemungkinan individu untuk terserang penyakit.
Adanya informasi, pengetahuan, dan anggapan budaya tentang penyakit.
Adanya perbedaan interpretasi tentang gejala penyakit.
Adanya kebutuhan untuk mengatasi gejala penyakit.
Tersedianya berbagai sarana pelayanan kesehatan, seperti: fasilitas , tenaga, obat-obatan, biaya,
dan transportasi.
Menurut Sri Kusmiyati dan Desmaniarti (1990), terdapat 7 perilaku orang sakit yang
dapat diamati, yaitu:
Fearfullness (merasa ketakutan), umumnya individu yang sedang sakit memiliki perasaan takut.
Bentuk ketakutannya, meliputi takut penyakitnya tidak sembuh, takut mati, takut mengalami
kecacatan, dan takut tidak mendapat pengakuan dari lingkungan sehingga merasa diisolasi.
Regresi, salah satu perasaan yang timbul pada orang sakit adalah ansietas (kecemasan). Untuk
mengatasi kecemasan tersebut, salah satu caranya adalah dengan regresi (menarik diri) dari
lingkungannya.
Egosentris, mengandung arti bahwa perilaku individu yang sakit banyak mempersoalkan tentang
dirinya sendiri. Perilaku egosentris, ditandai dengan hal-hal berikut:
Hanya ingin menceritakan penyakitnya yang sedang diderita.

Tidak ingin mendengarkan persoalan orang lain.

Hanya memikirkan penyakitnya sendiri.

Senang mengisolasi dirinya baik dari keluarga, lingkungan maupun kegiatan.

Terlalu memperhatikan persoalan kecil, yaitu perilaku individu yang sakit dengan melebih-
lebihkan persoalan kecil. Akibatnya pasien menjadi cerewet, banyak menuntut, dan banyak
mengeluh tentang masalah sepele.
Reaksi emosional tinggi, yaitu perilaku individu yang sakit ditandai dengan sangat sensitif
terhadap hal-hal remeh sehingga menyebabkan reaksi emosional tinggi.
Perubahan perpepsi terhadap orang lain, karena beberapa faktor diatas, seorang penderita sering
mengalami perubahan persepsi terhadap orang lain.
Berkurangnya minat, individu yang menderita sakit di samping memiliki rasa cemas juga kadang-
kadang timbul stress. Faktor psikologis inilah salah satu sebab berkurangnya minat sehingga ia
tidak mempunyai perhatian terhadap segala sesuatu yang ada di lingkungannya. Berkurangnya
minat terutama kurangnya perhatian terhadap sesuatu yang dalam keadaan normal ia tertarik atau
berminat terhadap sesuatu.
b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Sakit
Faktor Internal
Persepsi individu terhadap gejala dan sifat sakit yang dialami.

Klien akan segera mencari pertolongan jika gejala tersebut dapat mengganggu rutinitas kegiatan
sehari-hari.
Misal: Tukang Kayu yang menderitas sakit punggung, jika ia merasa hal tersebut bisa
membahayakan dan mengancam kehidupannya maka ia akan segera mencari bantuan.
Akan tetapi persepsi seperti itu dapat pula mempunyai akibat yang sebaliknya. Bisa saja orang
yang takut mengalami sakit yang serius, akan bereaksi dengan cara menyangkalnya dan tidak
mau mencari bantuan.
Asal atau Jenis penyakit

Pada penyakit akut dimana gejala relatif singkat dan berat serta mungkin mengganggu fungsi
pada seluruh dimensi yang ada, Maka klien bisanya akan segera mencari pertolongan dan
mematuhi program terapi yang diberikan.
Sedangkan pada penyakit kronik biasany berlangsung lama (>6 bulan) sehingga jelas dapat
mengganggu fungsi diseluruh dimensi yang ada. Jika penyakit kronik itu tidak dapat
disembuhkan dan terapi yang diberikan hanya menghilangkan sebagian gejala yang ada, maka
klien mungkin tidak akan termotivasi untuk memenuhi rencana terapi yang ada.
Faktor Eksternal
Gejala yang Dapat Dilihat

Gajala yang terlihat dari suatu penyakit dapat mempengaruhi Citra Tubuh dan Perilaku Sakit.
Misalnya: orang yang mengalami bibir kering dan pecah-pecah mungkin akan lebih cepat
mencari pertolongan dari pada orang dengan serak tenggorokan, karena mungkin komentar orang
lain terhadap gejala bibir pecah-pecah yang dialaminya.
Kelompok Sosial
Kelompok sosial klien akan membantu mengenali ancaman penyakit, atau justru meyangkal
potensi terjadinya suatu penyakit.
Misalnya: Ada 2 orang wanita, sebut saja Ny. A dan Ny.B berusia 35 tahun yang berasal dari dua
kelompok sosial yang berbeda telah menemukan adanya benjolan pada Payudaranya saat
melakukan SADARI. Kemudian mereka mendisukusikannya dengan temannya masing-masing.
Teman Ny. A mungkin akan mendorong mencari pengobatan untuk menentukan apakah perlu
dibiopsi atau tidak; sedangkan teman Ny. B mungkin akan mengatakan itu hanyalah benjolan
biasa dan tidak perlu diperiksakan ke dokter.
Latar Belakang Budaya
Latar belakang budaya dan etik mengajarkan sesorang bagaimana menjadi sehat, mengenal
penyakit, dan menjadi sakit. Dengan demikian perawat perlu memahami latar belakang budaya
yang dimiliki klien.
Ekonomi
Semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang biasanya ia akan lebih cepat tanggap terhadap gejala
penyakit yang ia rasakan. Sehingga ia akan segera mencari pertolongan ketika merasa ada
gangguan pada kesehatannya.
Kemudahan Akses Terhadap Sistem Pelayanan
Dekatnya jarak klien dengan RS, klinik atau tempat pelayanan medis lain sering mempengaruhi
kecepatan mereka dalam memasuki sistem pelayanan kesehatan.
Demikian pula beberapa klien enggan mencari pelayanan yang kompleks dan besar dan mereka
lebih suka untuk mengunjungi Puskesmas yang tidak membutuhkan prosedur yang rumit.
Dukungan Sosial
Dukungan sosial disini meliputi beberapa institusi atau perkumpulan yang bersifat peningkatan
kesehatan. Di institusi tersebut dapat dilakukan berbagai kegiatan, seperti seminar kesehatan,
pendidikan dan pelatihan kesehatan, latihan (aerobik, senam POCO-POCO dll). Juga
menyediakan fasilitas olehraga seperti, kolam renang, lapangan Bola Basket, Lapangan Sepak
Bola, dll.
c. Tahap-tahap Perilaku Sakit
Tahap I (Mengalami Gejala)
Pada tahap ini pasien menyadari bahwa ada sesuatu yang salah . Mereka mengenali sensasi
atau keterbatasan fungsi fisik tetapi belum menduga adanya diagnosa tertentu.
Persepsi individu terhadap suatu gejala meliputi: (a) kesadaran terhadap perubahan fisik (nyeri,
benjolan, dll); (b) evaluasi terhadap perubahan yang terjadi dan memutuskan apakah hal tersebut
merupakan suatu gejala penyakit; (c) respon emosional. Jika gejala itu dianggap merupakan
suatu gejal penyakit dan dapat mengancam kehidupannya maka ia akan segera mencari
pertolongan.
Tahap II (Asumsi Tentang Peran Sakit)
Terjadi jika gejala menetap atau semakin berat. Orang yang sakit akan melakukan konfirmasi
kepada keluarga, orang terdekat atau kelompok sosialnya bahwa ia benar-benar sakit sehingga
harus diistirahatkan dari kewajiban normalnya dan dari harapan terhadap perannya.
Menimbulkan perubahan emosional seperti: menarik diri/depresi, dan juga perubahan fisik.
Perubahan emosional yang terjadi bisa kompleks atau sederhana tergantung beratnya penyakit,
tingkat ketidakmampuan, dan perkiraan lama sakit. Seseorang awalnya menyangkal pentingnya
intervensi dari pelayanan kesehatan, sehingga ia menunda kontak dengan sistem pelayanan
kesehatan akan tetapi jika gejala itu menetap dan semakin memberat maka ia akan segera
melakukan kontak dengan sistem pelayanan kesehatan dan berubah menjadi seorang klien.
Tahap III (Kontak dengan Pelayanan Kesehatan)
Pada tahap ini klien mencari kepastian penyakit dan pengobatan dari seorang ahli, mencari
penjelasan mengenai gejala yang dirasakan, penyebab penyakit, dan implikasi penyakit terhadap
kesehatan dimasa yang akan datang. Profesi kesehatan mungkin akan menentukan bahwa mereka
tidak menderita suatu penyakit atau justru menyatakan jika mereka menderita penyakit yang bisa
mengancam kehidupannya. Klien bisa menerima atau menyangkal diagnosa tersebut. Bila klien
menerima diagnosa mereka akan mematuhi rencan pengobatan yang telah ditentukan, akan tetapi
jika menyangkal mereka mungkin akan mencari sistem pelayanan kesehatan lain, atau
berkonsultasi dengan beberapa pemberi pelayanan kesehatan lain sampai mereka menemukan
orang yang membuat diagnosa sesuai dengan keinginannya atau sampai mereka menerima
diagnosa awal yang telah ditetapkan. Klien yang merasa sakit, tapi dinyatakan sehat oleh profesi
kesehatan, mungkin ia akan mengunjungi profesi kesehatan lain sampai ia memperoleh diagnosa
yang diinginkan. Klien yang sejak awal didiagnosa penyakit tertentu, terutama yang mengancam
kelangsungan hidup, ia akan mencari profesi kesehatan lain untuk meyakinkan bahwa kesehatan
atau kehidupan mereka tidak terancam. Misalnya: klien yang didiagnosa mengidap kanker, maka
ia akan mengunjungi beberapa dokter sebagai usaha klien menghindari diagnosa yang
sebenarnya.
Tahap IV (Peran Klien Dependen)
Pada tahap ini klien menerima keadaan sakitnya, sehingga klien bergantung pada pada pemberi
pelayanan kesehatan untuk menghilangkan gejala yang ada.
Klien menerima perawatan, simpati, atau perlindungan dari berbagai tuntutan dan stress
hidupnya.
Secara sosial klien diperbolehkan untuk bebas dari kewajiban dan tugas normalnya semakin
parah sakitnya, semakin bebas. Pada tahap ini klien juga harus menyesuaikanny dengan
perubahan jadwal sehari-hari. Perubahan ini jelas akan mempengaruhi peran klien di tempat ia
bekerja, rumah maupun masyarakat.
Tahap V (Pemulihan dan Rehabilitasi)
Merupakan tahap akhir dari perilaku sakit, dan dapat terjadi secara tiba-tiba, misalnya penurunan
demam. Penyembuhan yang tidak cepat, menyebabkan seorang klien butuh perawatan lebih lama
sebelum kembali ke fungsi optimal, misalnya pada penyakit kronis. Tidak semua klien melewati
tahapan yang ada, dan tidak setiap klien melewatinya dengan kecepatan atau dengan sikap yang
sama. Pemahaman terhadap tahapan perilaku sakit akan membantu perawat dalam
mengidentifikasi perubahan-perubahan perilaku sakit klien dan bersama-sama klien membuat
rencana perawatan yang efektif
d. Dampak Sakit
Terhadap Perilaku dan Emosi Klien.
Setiap orang memiliki reaksi yang berbeda-beda tergantung pada asal penyakit, reaksi orang lain
terhadap penyakit yang dideritanya, dan lain-lain.
Penyakit dengan jangka waktu yang singkat dan tidak mengancam kehidupannya akan
menimbulkan sedikit perubahan perilaku dalam fungsi klien dan keluarga. Misalnya seorang
Ayah yang mengalami demam, mungkin akan mengalami penurunan tenaga atau kesabaran
untuk menghabiskan waktunya dalam kegiatan keluarga dan mungkin akan menjadi mudah
marah, dan lebih memilih menyendiri.
Sedangkan penyakit berat, apalagi jika mengancam kehidupannya.dapat menimbulkan perubahan
emosi dan perilaku yang lebih luas, seperti ansietas, syok, penolakan, marah, dan menarikd diri.
Perawat berperan dalam mengembangkan koping klien dan keluarga terhadap stress, karena
stressor sendiri tidak bisa dihilangkan.
Terhadap Peran Keluarga
Setiap orang memiliki peran dalam kehidupannya, seperti pencari nafkah, pengambil keputusan,
seorang profesional, atau sebagai orang tua. Saat mengalami penyakit, peran-peran klien tersebut
dapat mengalami perubahan.
Perubahan tersebut mungkin tidak terlihat dan berlangsung singkat atau terlihat secara drastis
dan berlangsung lama. Individu / keluarga lebih mudah beradaftasi dengan perubahan yang
berlangsung singkat dan tidak terlihat.
Perubahan jangka pendek klien tidak mengalami tahap penyesuaian yang berkepanjangan. Akan
tetapi pada perubahan jangka penjang klien memerlukan proses penyesuaian yang sama dengan
Tahap Berduka. Peran perawat adalah melibatkan keluarga dalam pembuatan rencana
keperawatan.
Terhadap Citra Tubuh
Citra tubuh merupakan konsep subjektif seseorang terhadap penampilan fisiknya. Beberapa
penyakit dapat menimbulkan perubahan dalam penampilan fisiknya, dan klien/keluarga akan
bereaksi dengan cara yang berbeda-beda terhadap perubahan tersebut.
Reaksi klien/keluarga etrhadap perubahan gambaran tubuh itu tergantung pada:
Jenis Perubahan (mis: kehilangan tangan, alat indera tertentu, atau organ tertentu)

Kapasitas adaptasi

Kecepatan perubahan

Dukungan yang tersedia.

Terhadap Konsep Diri


Konsep Diri adalah citra mental seseorang terhadap dirinya sendiri, mencakup bagaimana
mereka melihat kekuatan dan kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.
Konsep diri tidak hanya bergantung pada gambaran tubuh dan peran yang dimilikinya tetapi juga
bergantung pada aspek psikologis dan spiritual diri.
Perubahan konsep diri akibat sakit mungkin bersifat kompleks dan kurang bisa terobservasi
dibandingkan perubahan peran.
Konsep diri berperan penting dalam hubungan seseorang dengan anggota keluarganya yang lain.
Klien yang mengalami perubahan konsep diri karena sakitnya mungkin tidak mampu lagi
memenuhi harapan keluarganya, yang akhirnya menimbulkan ketegangan dan konflik.
Akibatnya anggiota keluarga akan merubah interaksi mereka dengan klien.
Misal: Klien tidak lagi terlibat dalam proses pengambilan keputusan dikeluarga atau tidak akan
merasa mampu memberi dukungan emosi pada anggota keluarganya yang lain atau kepada
teman-temannya klien akan merasa kehilangan fungsi sosialnya.
Perawat seharusnya mampu mengobservasi perubahan konsep diri klien, dengan
mengembangkan rencana perawatan yann membantu mereka menyesuaikan diri dengan akibat
dan kondisi yang dialami klien.
Terhadap Dinamika Keluarga
Dinamika Keluarga meruapakan proses dimana keluarga melakukan fungsi, mengambil
keputusan, memberi dukungan kepada anggota keluarganya, dan melakukan koping terhadap
perubahan dan tantangan hidup sehari-hari.
Misal: jika salah satu orang tua sakit maka kegiatan dan pengambilan keputusan akan tertunda
sampai mereka sembuh.
Jika penyakitnya berkepanjangan, seringkali keluarga harus membuat pola fungsi yang baru
sehingga bisa menimbulkan stress emosional.
Misal: anak kecil akan mengalami rasa kehilangan yang besar jika salah satu orang tuanya tidak
mampu memberikan kasih sayang dan rasa aman pada mereka. Atau jika anaknya sudah dewasa
maka seringkali ia harus menggantikan peran mereka sebagai mereka termasuk kalau perlu
sebagai pencari nafkah.
3. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU Perilaku
merupakan respon dari stimulus (rangsangan dari luar). Faktor-faktor yang membedakan respon
terhadap stimulus disebut determinan perilaku. Determinan perilaku dapat dibedakan menjadi
dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu karakteristik orang yang
bersangkutan yang bersifat given atau bawaan misalnya tigkat kecerdasan, tingkat emosional,
jenis kelamin dan sebagainya. Faktor ekternal yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik, fisik,
ekonomi, politik dan sebagainya. (Anonim, 2011).
Perilaku adalah totalitas penghayatan dan aktifitas seseorang yang merupakan hasil
bersama atau resultanre antara berbagai faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal.
Dengan kata lain perilaku manusia sangatlah kompleks dan mempunyai bentangan yang sangat
luas. (Notoatmodjo, 2003)
Menurut Ghana (2008) perilaku manusia dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal adlah faktor yang ada dalam dirinya yaitu ras/ keturunan, jenis kelamin,
sifat fisik, kepribadian, bakat dan intelegensia. Sedangkan faktor eksternalnya antara lain
pendidikan, agama, kebudayaan, lingkungan dan sosial ekonomi.
Menurut Anderson R (1968) dalam behavioral model of families use of health services,
perilaku orang sakit berobat ke pelayanan kesehatan secara bersama-sama dipengaruhi oleh
faktor predisposisi (usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan), faktor pemungkin (ekonomi
keluarga, akses terhadap sarana pelayanan kesehatan yang ada dan penanggung biaya berobat)
dan faktor kebutuhan (kondisi individu yang mencakup keluhan sakit). (Supardi dkk, 2011).
Menurut J. Winardi (2001), perilaku tidak hanya dideterminasi oleh keinginan saja, akan
tetapi perilaku juga dipengaruhi juga oleh lingkungan, pengetahuan, persepsi, norma-norma
social, sikap-sikap dan mekanisme-mekanisme pertahanan.

4. RUANG LINGKUP PERILAKU


Benjamin Bloom, seorang psikolog pendidikan, membedakan adanya 3 bidang perilaku
yakni kognitif, afektif dan psikomotor. Kemudian dalam perkembangannya, domain perilaku
yang diklasifikasikan oleh Bloom dibagi menjadi 3 tingkat yaitu pengetahuan, sikap dan
tindakan. (Wikipedia, 2011).
a. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan
terhadap suatu obyek tertentu. (Notoatmodjo, 2003).
Menurut teori WHO, pengetahuan seseorang diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman
orang lain. (Bascom, 2009).
Notoatmodjo (2003), membagi pengetahuan dalam 6 tingkatan yaitu tahu, memahami, aplikasi,
analisis, sintesis dan evaluasi.
Tahu

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajarinya, seperti mengingat
kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangtan yang telah
diterima.
Memahami

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek
yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
Aplikasi
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan materi yang telah dipelajari pada
situasi atau kondisi real.
Analisis

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi/ suatu obyek kedalam komponen-
komponen tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan masih ada aitannya satu sama lain.
Sintesis

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-
bagian didalam suatu bentuk keseluruhanyag baru.
Evaluasi

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap
suatu materi atau objek.
b. Sikap
Menurut Wikipedia (2011), sikap merupakan respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau
obje tertentu yang melibatkan faktor pendapat yang bersangkutan.
Sikap menggambarkan suka atau tidak suka terhadap objek, sikap sering diperoleh dari
pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. (Bascom, 2009).
Newcomb, salah seorang ahli psikologis social, menyatakan bahwa sikap itu merupakan
kesiapan atau esediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif-motif.
Tertentu. (Notoadmojo, 2003). Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai
tingkatan, yaitu:
Menerima

Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan
objek.
Merespon

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan
adalah suatu indikasi dari sikap.
Menghargai

Mengajak orang lain untuk mengerjakan dan mendiskusikan suatu masalah.


Bertanggung jawab
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan
sikap yang paling tinggi.
Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan secara langsung dan tidak langsung.
5. PRAKTIK ATAU TINDAKAN
Tindakan ini merujuk pada perilaku yang dideskripsikan dalam bentuk tindakan yang
merupakan bentuk nyata dari pengetahuan dan sikap yang telah dimiliki. (Wikipedia, 2011).
Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yata diperlukan faktor-faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Disamping
faktor fasilitas, juga diperlukan faktor dukungan dari pihak lain. (Notoatmojo, 2003).
a. Persepsi
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah
merupakan praktik tingkat pertama.
b. Respon terpimpin
Dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh.
c. Mekanisme
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu sesuai denagn benar secara otomatis, atau
sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.
d. Adaptasi
Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.
6. STATUS KESEHATAN
Status kesehatan adalah keadaan kesehatan pada waktu tertentu. Karena itu, status
kesehatan tidak sama dengan perilaku kesehatan. Bagaimanapun, menurut Cochman, persepsi
seseorang terhadap status atau persepsi peningkatan, kesembuhan atau perubahan lain pada status
kesehatan adalah perilaku kesehatan.
Berdasarkan pendekatan Teori Blum terdapat 4 faktor yang mempengaruhi status kesehatan
dalam masyarakat, yaitu: faktor lingkungan, faktor perilaku, faktor pelayanan kesehatan, dan
faktor keturunan.
a. Faktor Lingkungan
Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang
optimum sehingga berpengaruh positif pada terwujudnya status kesehatan yang optimal pula.
Ruang lingkup kesehatan lingkungan tersebut antara lain mencakup : perumahan, pembuangan
kotoran manusia (tinja), penyediaan air bersih, pembuangan sampah, pembuangan air kotor
(limbah), rumah hewan ternak (kandang).
b. Faktor Perilaku masyarakat.
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus
yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta
lingkungan.
c. Faktor Pelayanan Kesehatan
Sistem pelayanan kesehatan masyarakat mencakup pelayanan kedokteran (medical service) dan
pelayanan kesehatan masyarakat (public health service). Secara umum pelayanan kesehatan
masyarakat merupakan sub-sistem pelayanan kesehatan, yang tujuannya adalah pelayanan
preventif (pencegahan) dan promotif (peningkatan kesehatan) dengan sasaran masyarakat.
Meskipun demikian, tidak berarti bahwa pelayanan kesehatan masyarakat tidak melakukan
pelayanan kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan). Oleh sebab itu, perlu dibedakan
adanya 3 bentuk pelayanan, yakni:
Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health care).
Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan untuk masyarakat yang sakit ringan dan masyarakat
yang sehat untuk meningkatkan kesehatan mereka atau promosi kesehatan. Bentuk pelayanan ini
di Indonesia adalah Puskesmas, Puskesma pembantu,Puskesmas keliling, dan Balkesmas.
Pelayanan kesehatan tingkat kedua (secondary health ser-vices).
Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan oleh kelompok masyarakat yang memerlukan
perawatan inap, yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan primer. Bentuk
pelayanan ini misalnya Rumah Sakit tipe C dan D, dan memerlukan tersedianya tenaga-tenaga
spesialis.
Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tertiary health services)
Pelayanan kesehatan ini diperlukan oleh kelompok masyarakat atau pasien yang sudah tidak
dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan sekunder. Pelayanan sudah kompleks, dan memerlukan
tenaga-tenaga super spesialis. Contoh di Indonesia: Rumah Sakit tipe A dan B. Dalam suatu
sistem pelayanan kesehatan, ketiga strata atau jenis pelayanan tersebut tidak berdiri sendiri-
sendiri, namun berada dalam suatu sistem, dan saling berhubungan.
d. Faktor Keturunan
Faktor keturunan (genetik) merupakan faktor yang telah ada dalam diri manusia dibawa sejak
lahir, misalnya dari golongan penyakit keturunan, diabetes melitus, asma bronhiale. Determinan
Yang Mempengaruhi Status Kesehatan Teori klasik yang dikembangkan oleh Blum (1974)
mengatakan bahwa adanya 4 determinan utama yang mempengaruhi derajat kesehatan individu,
kelompok atau masyarakat.
Empat determinan tersebut secara berturut-turut besarnya pengaruh terhadap kesehatan adalah:
a). lingkungan, b). perilaku, c). pelayanan kesehatan, dan d).keturunan atau herediter. Keempat
determinan tersebut adalah determinan untuk kesehatan kelompok atau komunitas yang
kemungkinan sama di kalangan masyarakat.

BAB III
PENGOBATAN
A. SARANA PENGOBATAN MASYARAKAT
Sebagian besar masyarakat hampir tidak pernah lepas dari pelayanan sekaligus
mengharapkan adanya pelayanan yang memuaskan. Untuk memenuhi kebutuhannya manusia
berusaha tidak langsung melalui aktifitas orang lain. Seperti yang dikatakan oleh AS. Moenir
(1998) proses pemenuhan kebutuhan melalui aktifitas orang lain langsung disebut pelayanan.
(Anonim, 2011).
Sedangkan J.S Poerwadarminta melihat pelayanan sebagai melakukan perbuatan,
melayani apa yang diperlukan dan diharapkan oleh orang lain dengan bantuan pihak lain yang
menyediakan sesuatu diperlukan oleh orang lain tersebut. (Anonim, 2011).
Pelayanan kesehatan merupakan salah satu aspek yang berperan dalam penciptaan derajat
kesehatan yanbg merata kepada seluruh masyarakat. Sesuai dengan tujuasn penyelenggaraan
pembangunan kesehatan yaitu terwujudnya masyarakat yang mandiri untuk menggapai
pelayanan kesehatan dan perilaku hidup sehat. (Syaer, 2010).
Sumber pengobatan di Indonesia menurut Kalangie (1984), mencakup 3 sektor yang
saling berkaitan yaitu pengobatan rumah , tangga atau pengobatan dirumah, pengobatan
tradisional dan juga pengobatan medis professional (praktek tenaga kesehatan, poli klinik,
puskesmas dan rumah sakit). (Supardi dkk, 2011).
B. PENGOBATAN TRADISIONAL
Pengobatan tradisional merupakan bentuk pelayanan pengobatan yang menggunakan
cara, alat atau bahan yang tidak termasuk dalam standar pengobatan kedokteran modern dan
dipergunakan sebagai alternative atau pelengkap pengobatan kedokteran modern tersebut.
(Kurniasari, 2011).
Ramuan tradisional adalah media pengobatan yang menggunakan tamanan dengan
kandungan bahan-bahan alamiah sebagai bahan bakunya. (Agromedia, 2008).
Kecendrungan meningkatnya penggunaan obat tradisional disadari pada beberapa alasan
yaitu harga obat-obatan buatan pabrik saat ini sudah semakin mahal, efek samping yang
ditimbulkan oleh obat tradisional sangat kecil dan kandungan unsure kimia yang terkandung
didalam obat tradisional sebenarnya menjadi dasar pengobatan kedokteran modern. (Agromedia,
2008).

BAB IV
KESIMPULAN
A. KESIMPULAN
1. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup
produktif secara sosial dan ekonomi.
2. Kesakitan: keadaan dimana seseorang menderita penyakit menahun (kronis), atau gangguan
kesehatan lain yang menyebabkan aktivitas kerja/kegiatannya terganggu.
3. Perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati
langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.

http://anggelinaninny.blogspot.co.id/2013/12/makalah-konsep-perilaku-sehat-dan-sakit.html

https://aritw.wordpress.com/2014/02/02/makalah-sehat-sakit/

Anda mungkin juga menyukai