Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konferensi Internasional Promosi Kesehatan di Adelaide, Australia
tahun 1988
Konferensi Internasional Promosi Kesehatan ke dua dilaksanakan di
Adelaide, Australia pada tanggal 5-9 April 1988. Tema dari konferensi ke dua
adalah membangun kebijakan publik yang berwawasan kesehatan,
merupakan strategi promosi kesehatan yang pertama dari Ottawa Charter.
Hasil kesepakatan konferensi promosi kesehatan di Adelaide ini dituangkan
dalam rekomendasi Adelaide (Adelaide Recommendation).
Konferensi Internasional Promosi Kesehatan di Sundsvall, Swedia tahun
1991

 Menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan


Konferensi internasional promosi kesehatan yang ketiga,
dilaksanakan di Sundsvall, Swedia, tanggal 9-15 Juni 1991. Tema
konferensi yang ketiga ini adalah Menciptakan lingkungan yang
mendukung kesehatan atau “SupportiveEnvironmentforHealth”. Tema ini
merupakan strategi yang kedua promosi kesehatan dan telah dirumuskan
dalam piagam ottawa (ottawacharter).

B. Rumusan
1. Mengetahui Konferensi Internasional Promosi Kesehatan di Adelaide
2. Mengetahui Konferensi Internasional Promosi Kesehatan di Sundsvall
C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini agar pembaca dapat memahami
konferensi - konferensi internasional dalam promosi kesehatan
BAB II
PEMBAHASAN

1. Konferensi Internasional Promosi Kesehatan di Adelaide, Australia


tahun 1988
Konferensi Internasional Promosi Kesehatan ke dua dilaksanakan di
Adelaide, Australia pada tanggal 5-9 April 1988. Tema dari konferensi ke dua
adalah membangun kebijakan publik yang berwawasan kesehatan,
merupakan strategi promosi kesehatan yang pertama dari Ottawa Charter.
Hasil kesepakatan konferensi promosi kesehatan di Adelaide ini dituangkan
dalam rekomendasi Adelaide (Adelaide Recommendation).

A. Isi Rekomendasi Adelaide dan Penjelasannya


1. Lingkungan dan Perilaku Kondusif bagi Kesehatan
Konferensi kedua promosi kesehatan ini menghasilkan seperangkat
strategi guna mendukung terciptanya masyarakat yang hidup dalam
lingkungan yang sehat dan berperilaku sehat. Strategi tersebut meliputi :
a. Kebijakan public berwawasan kesehatan.
b. Mendorong terwujudnya revitalisasi nilai-nilai asasi kesehatan.
c. Pemerataan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.
d. Akuntabilitas dalam program kesehatan.
e. Meningkatkan program melampaui “pelayanan”.
f. Kemitraan.
2. Mengembangkan Kebijakan Publik Berwawasan Kesehatan
Kebijakan public berwawasan kesehatan adalah seperangkat
kebijakan, peraturan maupun regulasi yang menjamin tercapainya tujuan
pembangunan kesehatan. Adanya kebijakan publik ini akan mendorong
segera terwujudnya lingkungan fisik, maupun lingkungan sosial budaya yang
mendukung, yang memungkinkan setiap insan hidup dalam lingkungan dan
perilaku sehat. Kebijakan publik yang berwawasan kesehatan diharapkan
mampu mendorong setiap sector utamanya sector pemerintah untuk
senantiasa mengedepankan petingnya kesehatan dalam setiap formulasi
kebijakannya.
Kebijakan public berwawasan kesehatan adalah suatu konsep yang
dapat diinterpresentasikan memiliki dua pengertian, yang pertama sebagai
sesuatu yang sangat menarik untuk dikonsumsi, namun di sisi lain dapat
diartiakan sebagai sesuatu yang mengancam, terutama bagi yang tidak
memperoleh manfaat langsung dari kebijakan tersebut.
Kebijakan dapat dianalisis menggunakan 3 domain :
1. Proses terbentuknya kebijakan.
2. Isi kebijakan yang dihasilkan.
3. Dampak kebijakan yang diambil.

3. Revitalisasi Nilai Azasi Kesehatan


Pada tahun 1991, Dahlgren dan Whitehead menjelaskan bahwa determinan
kesehatan terdiri dari :
a. Aspek sosial budaya dan lingkungan.
b. Kondisi kehidupan dan pekerjaan.
c. Jejaring sosial dan komunitas.
d. Gaya hidup perorangan.
e. Umur, jenis kelamin dan factor keturunan.
Berkembangnya ilmu kesehatan sekaligus antisipasi dari semakin
kompleknyaproblematika kesehatan.
Menurut WHO, Problematika kesehatan dapat diatasi melalui :
a. Penguatan kapasitas masyarakat.
b. Penguatan keterampilan individu.
c. Perluasan akses (masyarakat) terhadap fasilitas dan pelayanan.
d. Mendorong tumbuhnya kebijakan berwawasan kesehatan.

B. Pemerataan, Uses dan Pengembangan


Herdeman dkk. Mengidentifikasi, setidaknya ada 4 faktor yang menjadi
kendala utama untuk menjangkau pelayanan kesehatan, yaitu :
a. financial
b. geografis
c. keterpaparan informasi
d. persoalan internal rumah tangga
Bridge dan Annear mengidentifikasi ada 5 hal yang menjadi kendala
dalam menjangakau pelayanan, yaitu :
a. hambatan fisik
b. hambatan financial
c. kualitas pelayanan
d. pengetahuan pengguna tentang ketersedian pelayanan, jaminan
kerahasian.
e. Hambatan sosial budaya.
Namun harus diakui bahwa dalam menghadapi peradaban dan
tantangan yang semakin kompleks termasuk problematika kesehatan,
sebagian masyarakat masih berada pada kondisi :
a. kebodohan
b. kekakuan tradisi
c. penduduk yang tidak terampil
d. konsumtif
e. tidak mampu alih teknologi/waralaba
f. salah penempatan/penggunaan.

C. Akuntabilitas untuk Kesehatan


Kebijakan public yang bersifat akuntabel berciri :
a. kebijakan tersebut rasional.
b. menjangkau khalayak yang luas.
c. efektif untuk mengatasi persoalan.
d. Oleh masyarakat dapat diterima.
Sehingga kebijakan public yang akuntabel juga menghasilkan aksi
masyarakat yang kondusif.

1. Bergerak melampaui pelayanan kesehatan.


Kebijakan public berwawasan kesehatan yang dibuat merupakan
respons dari terjadinya dinamika problematika kesehatan dan
perkembangan teknologi yang sangat cepat.
2. Mitra dalam proses kebijakan.
Kemitraan memiliki beberapa ciri :
1. kerjasama pada berbagai jenjang (individu, kelompok, institusi)
2. adanya kesepakatan tentang peran dari tiap pihak.
3. Bersama-sama mencapai tujuan tertentu.
4. Saling menanggung risiko dan manfaat
Persoalan dan kendala dalam kemitraan dilihat dari 3 sisi pelaku
kemitraan :
a. kendala bermitra di pihak pemerintah
1. asimetris, pemerintah merasakan dirinya sebagai patron, sebab
menyandang dana, mengatur, mempunyai SDM yang baik
2. orientasi pemerintah tidak berdasarkan benar-benar suatu kebutuhan
(felt needs), tetapi hanya berdasarkan intusisi saja, dan seringkali
implementasi proyek tidak sesuai dengan kondisi lapangan. Dengan
kapasitas SDM yang kuat, pemerintah mempunyai kemampuan
prediksi.
3. egosentrisme sektoral.
4. Birokratis (menghambat proses sosial exchange).
b. kendala bermitra di pihak swasta
1. asimetris (merasa sebagai klien pemerintah, dipaksa untuk melayani
masyarakat).
2. tidak merasakan need sendiri (tidak merasa bahwa dirinya punya
masalah, belum melihat manfaat langsungnya belum dapat dilihat
segera).
3. motivasi tidak sesuai dengan tujuan program (ikut program untuk
menggalang koneksi dengan pemerintah, takut didemo masyarakat).
4. Egoism individu, kelompok (merasa lebih hebat, lebih tinggi
dibandingkan masyarakat).

D. Area Utama Kebijakan Publik Berwawasan Kesehatan

1. Dukungan Terhadap (Program) Kesehatan Perempuan

Perempuuan adalah promoter kesehatan utama di dunia, utamanya dalam


mewujudkan derajat kesehatan keluarga yang setinggi-tingginya, namun
banyak diantara mereka mengalami berbagai diskriminasi, termasuk
diantaranya upah yang rendah pada perempuan yang bekerja.
Konferensi juga mengusulkan agar semua Negara mengembangkan
kebijakan dan program yang berwawasan kesehatan dimana perempuan
menjadi focusnya. Untuk itu perlu ada :
a. keadilan memperoleh kesempatan ekonomi, atau mendapatkan pekerjaan.
b. Hak melahirkan kebutuhan dan preferensinya.
c. Kesempatan menjalankan fungsi mengasuh anak-anaknya.
d. Kebebasan menentukan pelayanan kesehatan.

2. Pangan dan Gizi

Pangan dan gizi adalah tujuan fundamental kebijakan publicberwawasan


kesehatan. Kebijakan ini harus menjamin bahwa pertanian, ekonomi dan
lingkungan yang mempunyai dampak pada kesehatan harus menjadi prioritas
pemerintah. Kebiajakan pangan dan gizi yang diperlukan adalah yang menjamin
terintegrasinya factor produksi dan distribusi makanan oleh swasta dan public,
sehingga dicapai harga yang adil dan terjangkau.

3. Tembakau dan Alkohol

Penggunaan tembakau (rokok) dan penyalahgunaan alcohol adalah dua


bahaya kesehatan yang patut mendapat tindakan segera melalui pengembangan
kebijakan public yang sehat. Konsumsi tembakau tidak hanya merugikan si
perokok, namun juga merugikan lingkungan di sekitarnya (perokok pasif). Alcohol
berkontribusi sangat besar pada kriminalitas, trauma fisik dan mental, termasuk
juga memberikan sumbangan terhadap terjadinya perselisihan sosial. Di sisi lain,
penggunaan tembakau sebagai komoditas ekonomi kelompok miskin berimplikasi
pada krisis dunia dalam produksi dan distribusi pangan.

4. Menciptakan Lingkungan yang Mendukung


Lingkungan adala determinan utama status kesehatan. Dalam
melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup terdapat setidaknya terdapat dua
prinsip dasar, yaitu harus dapat melindungi kesehatan manusia dari langsung dan
tidak langsung efek samping dari factor-faktor biologi, kimia dan fisik, serta harus
mengakui bahwa perempuan dan laki-laki adalah bagian dari ekosistem yang
kompleks. Dalam mengelola lingkungan, komitmen semua tingkat dan lini
pemerintahan diperlukan.
a. Aliansi baru untuk kesehatan.
Konferensi yang diselerenggarakan di bagian selatan Benua Australia juga
menyarankan tentang perlunya lembaga-lembaga pemerintah, swasta maupun
lembaga swadaya masyarakat local, nasional maupun internasional
menyelerenggarakan :
1. Upaya-upaya meyebarluaskan pengalaman dalam melaksanakan praktik-
praktik promosi kesehatan sebagai upaya meningkatkan kemampuan semua
pihak dalam melaksanakan program, melalui pendirian clearing house.
2. Jejaring sumber daya promosi kesehatan dalam riset, pelatihan, dan
program yang menjadi implementasi kebijakan berwawasan kesehatan.
b. Komitmen untuk kesehatan masyarakat global.
Agar kesehatan dan kesejahteraan tercapai diperlukan beberapa syarat, yaitu
perdamaian, makanan bergizi, air bersih, pendidikan, perumahan, peran sosial
yang jelas, pendapatan, serta dukungan ekosistem.

E. Tantangan Masa Depan

a. Keadilan dan pemerataan dalam penguasaan dan kepemilikan sumber daya


ekonomi.
b. Terjaminnya Keselamatan, kesejahteraan dan kesehatan masyarakat dalam
melaksanakan aktivitas pekerjaannya.
c. Pengembangan jejaring internasional dalam mewujudkan perdamaian,
keadilan sosial, hak asasi manusia, konservasi lingkungan serta
pembangunan berkelanjutan.
d. Terwujudnya komitmen semua pihak dari beragam latar belakang aspirasi
sosial politiknya dalam menumbuhkan kebijakan berwawasan kesehatan.
e. Memastikan bahwa memajuan teknologi dalam kesehatan harus membantu
meningkatkan tercapainya masyarakat yang sehat, bukan menghambatnya.
2. Konferensi Internasional Promosi Kesehatan di Sundsvall, Swedia tahun
1991

 Menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan


Konferensi internasional promosi kesehatan yang ketiga, dilaksanakan
di Sundsvall, Swedia, tanggal 9-15 Juni 1991. Tema konferensi yang ketiga
ini adalah Menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan atau
“SupportiveEnvironmentforHealth”. Tema ini merupakan strategi yang kedua
promosi kesehatan dan telah dirumuskan dalam piagam ottawa
(ottawacharter).
Konferensi di Sundsvall merupakan penjabaran yang lebih rinci tentang
pengembangan lingkungan yang mendukung kesehatan. Konferensi dihadiri
oleh 318 orang peserta atau perwakilan dari 81 negara, baik dari negara maju
maupun negaran berkembang. Hasil konferensi promosi kesehatan yang
ketiga ini dirumuskan dalam pernyataan sundsvall (sundsvallstatement).
Konferensi diselenggarakan berjarak tiga tahunsetelah konferensi di
adelaide, Australia, dan 5 tahun setelah konferensi pertama di ottawa. Sesuai
dengan tujuan yang disusun sejak awal perencanaan konferensi, konferensi
memang dimaksudkan untuk memfokuskan diri pada hal yang bersifat
kegiatan “action”. Untuk itu, peserta yang datang ke konferensi ini membawa
dan menyajikan pengalaman mereka tentang upaya-upaya yang sudah
berhasil dijalankan berkenaan dengan “lingkungan yang mendukung
kesehatan”. Ada tujuh isu pokok tentang lingkungan yang mendukung ini, dan
didiskusikan melalui lokakarya yaitu pendidikan, makanan dan gizi, rumah
dan lingkungan rumah tangga, pekerjaan dan tempat kerja, transportasi, dan
dukungan sosial.
1. Model praktik promosi kesehatan
a. Healthpromotionstrategyanalysis model (HELPSAME)
Model ini berguna untuk manganalisis pengalaman dalam menciptakan
lingkungan yang mendukung. Dengan menyediakan struktur analisis,
HELPSAME dapat dipakai sebagai alat analisis dalam menciptakan
lingkungan yang mendukung dan mengklarifikasi strategi dan unsur-unsur
yang penting untuk dipakai dalam menjalankan promosi kesehatan.
b. Sundsvallpyramidofsupportiveenvironment
Yang didasarkan pad 6 topik yang didiskusikan yaitu makanan, rumah dan
lingkungan tetangga, makanan dan transportasi sebagai alas piramid, dan
pendidikan dan dukungan sosial sebagai dinding piramid.
c. Supportiveenvironmentaction model (SESAME)
Model ini berperan dalam memfasilitasi kegiatan, dan dapat dilihat sebagai
sebuah spiral. HELPSAME dan SESAME bersifat saling melengkapi, tidak
masing-masing eksklusif dan tidak pula dapat saling mengganti.
2. Lingkungan yang mendukung kesehatan
Konferensi sundsvall yakin bahwa proposal untuk penerapan strategi
kesehatan untuk semua harus mencerminkan dua prinsip dasar:
a. Pemerataan harus menjadi prioritas dasar dalam percepatan lingkungan
yang mendukung bagi kesehatan, dengan mengeluarkan energi dan
kekuatan kreatif dan mengajak semua orang dalam upaya yang unik ini.
b. Kegiatan publik untuk lingkungan yang mendukung bagi kesehatan harus
mengakui saling ketergantungan diantara semua makhluk hidup dan harus
menatalaksana semua sumber daya alam, dengan memperhatikan
kebutuhan generasi masa depan

B. Dimensi-dimensi Aksi untuk Menciptakan Lingkungan yang Mendukung


Dalam konteks kesehatan, lingkungan yang mendukung aspek fisik, sosial,
dan budaya di mana masyarakat tinggal, beraktivitas, serta dengan siapa saja
mereka berinteraksi. Oleh karena itu konsep lingkungan tidak dapat
dipisahkan dari besarnya akses terhadap sumber data dan daya dukung yang
memadai untuk kehidupannya, dan seberapa besar peluang bagi masyarakat
untuk diberdayakan. Dengan demikian, dalam menciptakan lingkungan yang
mendukung, setidaknya terrdapat beberapa dimensi, yaitu melakukan
perubahan fisik, perubahan sosial, meningkatkan aspek spiritual, serta
mendorong peningkatan kualitas ekonomi dan politik. Semua dimensi saling
terkait membentuk interaksi yang dinamis.
Oleh sebab itu, pemerintah dan masyarakat di berbagai negara perlu
mencermati terjadinya perubahan, sekaligus melakukan berbagai tindakan
proaktif dan antisipatif yang cerdas, serta empatik. Berbagai aksi perlu
dirancang dengan cermat, dan koordinasi pada tingkat lokal, regional,
nasional, dan tingkat global harus dilakukan agar solusi yang diperoleh tepat
dan sejalan dengan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan
(sustainabledevelopment).
Konferensi ini mengupas empat dimensi dalam lingkungan yang mendukung
kesehatan, yaitu:
1. Dimensi sosial budaya
Dimensi sosial meliputi nilai dan norma, adat kebiasaan serat proses-proses
sosial di masyarakat yang mempengaruhi kesehatan. Dalam masyarakat
tradisional berbagai praktik sosial budaya dapat mengancam kesehatan. Di
sisi lain, terdapat juga budaya masyarakat yang berdampak positif terhadap
kesehatan, mislanya kebiasaan bergotong-royong masyarakat.
2. Dimensi politik
Sejalan dengan tumbuh kembangnya demokrasi, terjadi pergeseran
perspektif hubungan antara pemerintah dan rakyatnya, dari suatu keadaan
kewenangan mutlak pemerintah atas rakyatnya (thestatesociety) menjadi
partisipasi rakyat dalam mengelola negara (civilsociety). Untuk itu pemerintah
harus menjamin peran serta masyarakat dalam mengambil keputusan,
menumbuhkan tanggung jawabnya sekaligus mendesentralisasikan sumber
daya yang diperlukan dalam pembangunan.
3. Dimensi ekonomi
Ekonomi adalah determinan utama kesehatan, untuk menjamin tercapainya
kesehatan untuk semua dan pembangunan berkelanjutan diperlukan
peningkatan dan redistribusi ekonomi, termasuk di dalamnya penggunaan
teknologi yang aman dan terpercaya.
4. Dimensi gender
Sejalan dengan terjadinya perkembangan peradaban, berbagai pihak perlu
melihat secara lebih berimbang tentang persoalan gender. Berbagai peran
dalam pembangunan seharusnya terbebaskan dari diskriminasi gender.
Perempuan mempunyai kemampuan yang tidak kalah dari laki-laki.
Untuk mewujudkan lingkungan yang mendukung kesehatan, konferensi
sundsvall merumuskan pelaksanaan promosi kesehatan yang berdasarkan
dua prinsip utama, yakni ekuitas (pemerataan) dan keseimbangan ekologis
dan sustainabilitas.

C. Mempromosikan lingkungan yang mendukung


Konferensi sundsvall mengidentifikasi empat strategi utama ditingkat
masyarakat dalam mempromosikan terciptanya lingkungan yang mendukung
kesehatan, yaitu:
1. Advokasi
Advokasi adalah upaya yang dilakukan untuk memperoleh dukungan politis
dalam kebijakan dan implementasi program. Nerdasarkan kepentingannya,
sasaran advokasi dapat dikelompokkan menjadi:
1) Pengambil kebijakan utama
2) Legislatif
3) Stakeholder
4) Public figur
5) Asosiasi/organisasi profesi

Tujuan dari advokasi adalah:

a) Meningkatkan jumlah kebijakan publik yang selaras dengan yang


diharapkan
b) Meningkatkan opini masyarakat dalam mendukung program
c) Teratasinya masalah yang menimpa banyak orang

Untuk dalam rangka memenuhi syarat dasar melakukan advokasi, pada


waktu memilih sasaran advokasi hal-hal berikut perlu diperhatikan:

1) Bentuk instrumen kebijakan publik yang diinginkan (apakah berbentuk


peraturan, anggaran, atau hal lain)
2) Kompetensi dan jangkauan kewenangan unsur atau istansi yang hendak
diadvokasi
3) Ciri dan kondisi spesifiknya sebagai sasaran komunikasi
a. Substansi advoaksi
Beberapa syarat tertentu agar suatu substansi/program tertentu dapat
diadvokasikan:
1. Credible, Program yang diajukan dapat dipercaya
2. Feasible, secara teknis program layak untuk dilaksanakan
3. Relevant, program memenuhi kebutuhan masyarakat dan benar-benar
memecahkan masalah
4. Urgent, program harus segera dilaksanakn
5. Highpriority, program mempunyai prioritas tinggi
b. Kompone advokasi
1. Analisis terhadap para pemangku kepentingan (stakholders).
2. Analisis terhadap jejaring (network) dalam pengambilan keputusan/
pemberian dukungan.
3. Merumuskan strategi advokasi.
4. Pendekatan kunci dalam advokasi.
2. Pendidikan dan pemberdayaan masyarakat
Sebagai suatu proses, jackson (1989) dan rissel (1994) mengatakan
pemberdayaan masyarakat melibatkan beberapa komponen berikut, yaitu
pemberdayaan personal, pengembangan kelompok kecil, pengorganisasian
masyarakat, kemitraan dan aksi sosial dan politik. Pemberdayaan
masyarakat dapat dilaksanakan dengan mengikuti langkah-langkah:
a. Menetapkan tujuan
b. Merancang program
c. Memilih strategi pemberdayaan
d. Implementasi strategi dan manajemen
3. Kemitraan
Kemitraan adalah tema yang mulai sering dibicarakan sejalan dengan
adanya kesadaran tentang dunia yang mengglobal, serta diperlukannya kerja
sama di berbagai jenjang dari lokal hingga internasional dalam mengatasi
berbagai persoalan, kemiskinan, hak asasi manusia, hingga kesehatan.
Kesehatan adalah masalah yang cukup kompleks. Dalam kesehatan, tema
kemitraan semakin menguat setelah dilaksanakannya konferensi
internasional promosi kesehatan ke 4 di jakarta, idonesia, dengan tema The
newplayersforthenew era (pemeran-pemeran baru untuk era baru)
4. Mediasi
Promosi kesehatan adalah kegiatan yang besar, luas, sekaligus berat.
Promosi kesehatan dilaksanakan dengan berpedoman pada 6 faktor:
a) Masalah
b) Nilai-nilai
c) Teori
d) Fakta
e) Strategi
f) Aksi

D. Perspektif global
Perspektif global adalah cara pandang yang melihat semua makhluk dari
berbagai belahan dunia adalah bagian yang integral dari ekosistem bumi.
Demikian pula halnya dengan kesehatan, adalah bagian yang tak terpisahkan
dari lingkungan hidupnya. Pengaruh lingkungan terhadap kehidupan mahkluk
hidup sangat besar. Oleh karena itu untuk mempertahankan kualitas hidupnya,
manusia harus berprilaku yang selaras dengan upaya melestarikan dan
mengelola lingkungan yang sejalan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan.
Hal tersebut merupakan tantangan besar bagi umat manusia, di tengah
berbagai ketidakadilan. Ketidakadilan yang dipicu oleh ketimpangan yang besar
dalam pendapatan masyarakat antarbangsa telah menyebabkan terjadinya
ketidaksetaraan dalam akses masyarakat dalam kesehatan, lingkungan hidup,
pemukiman, air bersih dan sanitasi. Pengambilan keputusan politik dan
pengembangan industri lebih sering didasarkan pada perencanaan jangka
pendek dan keuntungan ekonomi yang tidak memperhitungkan risiko kesehatan
dan kerusakan lingkungan. Berbagai penyelesaian hutang telah menguras
sumber daya negara-negara miskin. Belanja militer meningkat dan peperangan
telah menyebabkan kematian, kecacatan, dan kini menyebabkan terjadinya
vandalisme ekologis.
Eksploitasi tenaga kerja, eksportasi dan dumping bahan-bahan berbahaya,
khususnya pada bangsa-bangsa yang lemah dan miskin dan konsumsi sumber
daya dunia secara mubazir, mendemonstrasikan bahwa pendekatan
pembangunan yang ada merupakan sebuah krisis. Diperlukan pengembangan
etika baru dan perjanjian global yang didasarkan pada hidup bersama secara
damai guna memungkinkan distribusu dan penggunaan yang merata dari
sumber daya bumi yang terbatas ini.

E. Mencapai akuntabilitas global


Konferensi sundsvall menyerukan kepada masyarakat internasional agar
memantapkan mekanisme baru dalam program kesehatan dan akuntabilitas
ekologi yang dibangun di atas prinsip-prinsip pembangunan kesehatan yang
berkelanjutan. Untuk itu, diperlukan berbagai inisiatif, etika dan kebijakan peda
tingkat global dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan. Salah satu
diantaranya adalah dalam mengendalikan perdagangan dan pemasaran produk
zat berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan. Berbagai lembaga donor
internasional dan multilateral, misalnya bank dunia dan dan moneter
internasional didesak untuk menggunakan panduan tentang pembangunan
berkelanjutan dalam menyusun perencanaan , pelaksanaan dan menilai proyek-
proyek pembangunan. Negara-negara miskin dan berkembang perlu dibantu
sehingga lebih mandiri dalam mengambil keputusan yang mereka perlukan.
Konferensi sundsvall telah menunjukkan kembali bahwa isu-isu kesehatan,
lingkungan dan pembangunan manusia tidak dapat dipisah-pisahkan.
Pembangunan harus dimaknai sebagai upaya meningkatkan kualitas hidup dan
kesehatan, sambil menjaga kelestarian lingkungan. Kemitraan global diperlukan
untuk menjamin masa depan kehidupan umat manusia dimuka bumi ini.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Konferensi Internasional Promosi Kesehatan di Adelaide, Australia
tahun 1988
Konferensi Internasional Promosi Kesehatan ke dua dilaksanakan di Adelaide,
Australia pada tanggal 5-9 April 1988. Tema dari konferensi ke dua adalah
membangun kebijakan publik yang berwawasan kesehatan, merupakan
strategi promosi kesehatan yang pertama dari Ottawa Charter.
A. Isi Rekomendasi Adelaide dan Penjelasannya

1. Lingkungan dan Perilaku Kondusif bagi Kesehatan

2. Mengembangkan Kebijakan Publik Berwawasan Kesehatan

3. Revitalisasi Nilai Azasi Kesehatan

B. Pemerataan, Uses dan Pengembangan


C. Akuntabilitas untuk Kesehatan
2. Konferensi Internasional Promosi Kesehatan di Sundsvall, Swedia tahun
1991
 Menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan
 Dimensi-dimensi Aksi untuk Menciptakan Lingkungan yang Mendukung
 Mempromosikan lingkungan yang mendukung
Daftar Pustaka

Hartono, Bambang.2010.Promosi Kesehatan di Puskesmas & Rumah Sakit.Jakarta: Rineka


Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo.,dkk.2013.Promosi Kesehatan Global.Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo.2010.Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasinya.Jakarta: Rineka
Cipta.
Supiyati dan Eny Retna Ambarwati.2012.Promosi Kesehatan Dalam Perspektif Ilmu
Kebidanan.Yogyakarta: Pustaka Rihama.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2008.Promosi Kesehatan di Sekolah.Jakarta:
Fakultas Kesehatan Masyarakat UI

Anda mungkin juga menyukai