Raudha / 2011071036
Muthmainna / 2011071001
Fadlun / 2011071029
Dahniar / 2011071043
Nyoman / 20110710
Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Tuhan yang maha esa yang
telah memberikan taufik dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Pengkajian Kebutuhan Pada Saat Bencana : Gizi, Air dan
Higiene Sanitasi” tanpa ada halangan suatu apapun.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas dalam mata kuliah
Pembiayaan Kesehatan. Didalam penulisan makalah ini masih terdapat bagian-
bagian yang belum sempurna dan banyak kekurangan untuk itu saran dan kritik
yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi perbaikan makalah ini
dimasa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Akhir kata kami sampaikan terima kasih semoga Allah SWT senantiasa
meridhoi segala usaha kita. Aamiin.
ii
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR ………………………………………………….. i
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Apa yang harus dilakukan dalam kegiatan pelayanan Air dan Sanitasi
pada saat Bencana...............................……………………… 5
i
BAB I
PENDAHULUAN
Bencana Alam adalah kejadian yang tentu jasa tidak kita kehendaki untuk
terjadi, namun kejadian ini dapat terjadi kapan saja dan dimana saja, sebagai
contoh kejadian Gempa Bumi yangdisertai tsunami di Palu yang baru saja terjadi
(September 2018)
Pada tahap awal dari suatu bencana orang yang terkena bencana pada
umumnya lebih mudah menjadi sakit dan meninggal, karena penyakit pada
umumnya berhubungan dengan sanitasi yang tidak memadai, kekurangan
penyediaan air, dan buruknya kebersihan.
1
disebabkan oleh vektor (hama pembawa penyakit) yang berhubungan dengan
sampah dan air.
Sasaran utama kegiatan Penyediaan air bersih dan sanitasi pada keadaan
bencana adalah untuk mengurangi penularan penyakit-penyakit tinja ke mulut dan
mengurangi penjangkitan oleh vektor dengan melaksanakan penyuluhan peraktek
kebersihan yang baik, penyediaan air minum yang aman dan pengurangan
kesehatan lingkungan dengan mengusahakan suatu kondisi yang memungkinkan
orang-orang untuk hidup dengan kesehatan, martabat, kenyamanan, dan kemanan
yang memadai.
Pada fase bencana hal yang sering kita temukan seperti banyak memakan
korban dengan banyak temukan mayat-mayat dan terjadinya kerusakan
infrastruktur, salah kerusakan yang ditimbulkan adalah kerusakan fasilitas air dan
sanitasi seperti : jaringan PDAM rusak, sumur-sumur terkubur reruntuhan atau
lumpur, jalur akses sumber air terputus, banyak puing-puing, sampah-sampah
serta kondisi drainase yang rusak sehingga banyak air tergenang, didukung
perilaku kesehatan yang buruk dari masyarakat korban. Akibat dari hal tersebut
masyarakat menjadi rentan terhadap penyakit.
2
Tidak hanya bencana alam, Indonesia juga sering dilanda bencana
nonalam seperti konflik sosial. Letak geografis, kondisi demografis serta
keragaman sosio-kultural masyarakat Indonesia menjadi salah satu potensi
terjadinya gesekan yang mengakibatkan terjadianya konflik sosial. Secara fisik
bencana-bencana tersebut tentu berdampak pada rusaknya saran dan prasarana,
pemukiman, juga fasilitas umum lainnya termasuk fasilitas kesehatan. Hal ini
membuka peluang munculnya bencana baru seperti KLB penyakit tertentu.
Masalah yang sering kali luput dari perhatian ialah kecukupan gizi bagi penyintas
bencana. Penurunan status gizi pasca bencana dapat terjadi akibat layanan
kesehatan terbatas, terputusnya jalur distribusi makanan serta sanitasi yang buruk
(Kementrian Kesehatan RI, 2016)
1.2.1 Apa yang harus dilakukan dalam kegiatan pelayanan Air dan Sanitasi
pada saat Bencana?
3
1.3.TUJUAN
1.3.1 Tujuan umum dari kegiatan ini yaitu meningkatkan, menjaga dan
mencegah memburuknya status gizi para penyintas bencana.
Sementara tujuan khususnya yaitu memantau perkembangan status
gizi para penyintas bencana (Kementerian Kesehatan RI, 2015)
1.3.2 untuk Mengetahui kegiatan apa yang harus dilakukan dalam
pelayanan air dan sanitasi pada saat bencana
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Apa yang harus dilakukan dalam kegiatan pelayanan Air dan Sanitasi pada
saat Bencana?
Pada fase bencana hal yang sering kita temukan seperti banyak memakan
korban dengan banyak temukan mayat-mayat dan terjadinya kerusakan
infrastruktur, salah kerusakan yang ditimbulkan adalah kerusakan fasilitas air
dan sanitasi seperti : jaringan PDAM rusak, sumur-sumur terkubur
reruntuhan atau lumpur, jalur akses sumber air terputus, banyak puing-puing,
sampah-sampah serta kondisi drainase yang rusak sehingga banyak air
tergenang, didukung perilaku kesehatan yang buruk dari masyarakat korban.
Akibat dari hal tersebut masyarakat menjadi rentan terhadap penyakit.
Untuk mengurangi resiko dari bencana yang ditimbulkan, hal yang dilakukan
dalam kegiatan air dan sanitasi adalah :
5
- air hujan
2. Kualitas Air
Selain dari kuantitas yang cukup, juga kita harus memperhatikan
kualitasnya, sehingga air yang dikonsumsi tidak menimbulkan resiko
terhadap kesehatan. Yang perlu diperhatikan untuk bisa memenuhi
kualitas air adalah :
Pemeriksaan kualitas air
Ada tiga cara dalam pemeriksaan kualitas air :
a. Pemeriksaan secara fisik (warna, rasa, dan bau)
b. Pemeriksaan secara biologi ( pemeriksaan bakteri pathogen ; E-Coli,
yang disebabkan oleh tercemarnya air oleh kotoran tinja)
c. Pemeriksaan secara kimia (chlor, Ph,Ni,Na,Fe, dan lainnya)
Kebutuhan air bersih menjadi sangat penting pada wilayah
bencana, khususnya pada daerah pengungsian. Dari aspek kesehatan,
kecukupan air bersih sangat penting, misalnya terkait dengan upaya
pencegahan dan penanggulangan penyakit diare. Penyakit diare
merupakan penyakit menular yang sangat potensial terjadi di daerah
pengungsian maupun wilayah bencana. Selain karena keterbatasan akses
air bersih, penyebaran penyakit ini juga sangat erat terkait dengan
masalah perilaku dan masalah sanitasi lain. Mengingat pentingnya air
bersih pada wilayah bencana, maka harus dapat dipastikan akses air
bersih yang memadai untuk mampu berperan memelihara kesehatan
pengungsi. Masalah lain juga harus selalu diperhatikan jika akses ini
sudah memadai, yaitu berbagai upaya pengawasan dan perbaikan kualitas
air bersih dan sarana sanitasi di wilayah bencana. Tujuan utama perbaikan
dan pengawasan kualitas air adalah untuk mencegah timbulnya risiko
kesehatan akibat penggunaan air yang tidak memenuhi persyaratan. Pada
tahap awal kejadian bencana atau pengungsian ketersediaan air bersih
bagi pengungsi perlu mendapat perhatian, karena tanpa adanya air bersih
sangat berpengaruh terhadap kebersihan dan mening-katkan risiko
6
terjadinya penularan penyakit seperti diare, typhus, scabies dan penyakit
lainnya.
a. Standar Minimum Kebutuhan Air Bersih
1. Prioritas pada hari pertama atau awal terjadinya bencana/
pengungsian, kebutuhan air bersih yang harus disediakan bagi
Manajemen Bencana 91 pengungsi adalah 5 liter/orang/hari.
Jumlah ini dimaksudkan hanya untuk memenuhi kebutuhan
minimal, seperti masak, makan dan minum.
2. Pada hari kedua dan seterusnya harus segera diupayakan untuk
meningkatkan volume air sampai sekurang kurangnya 15–20
liter/orang/hari. Volume sebesar ini diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan minum, masak, mandi dan mencuci. Bilamana hal ini
tidak terpenuhi, sangat besar potensi risiko terjadinya penularan
penyakit, terutama penyakit berbasis lingkungan.
3. Hari berikutnya: 20 liter/org/hari.
4. Bagi fasilitas pelayanan kesehatan dalam rangka melayani korban
bencana dan pengungsian, volume air bersih yang perlu disediakan
di Puskesmas atau rumah sakit: 50 liter/org/hari.
b. Sumber Air Bersih dan Pengolahannya.
1. Bila sumber air bersih yang digunakan untuk pengungsi berasal
dari sumber air permukaan (sungai, danau, laut, dan lain-lain),
sumur gali, sumur bor, mata air dan sebagainya, perlu segera
dilakukan pengamanan terhadap sumber-sumber air tersebut dari
kemungkinan terjadinya pencemaran, misalnya dengan melakukan
pemagaran ataupun pemasangan papan pengumuman dan
dilakukan perbaikan kualitasnya.
2. Bila sumber air diperoleh dari PDAM atau sumber lain yang
cukup jauh dengan tempat pengungsian, harus dilakukan
pengangkutan dengan mobil tangki air.
3. Untuk pengolahan dapat menggunakan alat penyuling air (water
purifier/water treatment plant).
c. Pendistribuasian Air Bersih Berdasarkan Sumbernya
7
1. Air Permukaan (sungai dan danau)
a. Diperlukan pompa untuk memompa air ke tempat pengolahan
air dan kemudian ke tangki penampungan air di tempat
penampungan pengungsi. 92 Manajemen Bencana
b. Area disekitar sumber harus dibebaskan dari kegiatan manusia
dan hewan.
2. Sumur gali
a. Lantai sumur harus dibuat kedap air dan dilengkapi dengan SPAL
(saluran pembuangan air limbah).
a. Lantai sumur harus dibuat kedap air dan dilengkapi dengan SPAL
(saluran pembuangan air limbah).
4. Mata Air.
8
disediakan tempat penampungan air keluarga dalam bentuk ember atau
jerigen volume 20 liter.
3. Melakukan pemeriksaan kadar sisa klor jika air dikirim dari PDAM.
1. Pembuangan Tinja
9
jamban yang sederhana dan dapat disediakan dengan cepat adalah
jamban kolektif (jamban jamak). Pada awal pengungsian:
1 (satu) jamban dipakai oleh 50 – 100 org. Pemeliharaan terhadap
jamban harus dilakukan dan diawasi secara ketat dan lakukan
desinfeksi di area sekitar jamban dengan menggunakan kapur, lisol
dan lain-lain.
2. Pada hari hari berikutnya setelah masa emergency berakhir,
pembangunan jamban darurat harus segera dilakukan dan 1 (satu)
jamban disarankan dipakai tidak lebih dari 20 orang.
1 (satu) jamban dipakai oleh 20 orang.
Jamban yang dibangun di lokasi pengungsi disarankan:
a. Ada pemisahan peruntukannya khusus laki laki dan wanita.
b. Lokasi maksimal 50 meter dari tenda pengungsi dan minimal 30
meter dari sumber air.
c. Konstruksi jamban harus kuat dan dilengkapi dengan tutup pada
lubang jamban agar tidak menjadi tempat berkembang biak lalat.
1. Pengumpulan Sampah
10
d. Sampah di tempat sampah tersebut maksimum 3 (tiga) hari harus
sudah diangkut ke tempat pembuangan akhir atau tempat
pengumpulan sementara.
3. Pengendalian vektor
Vektor adalah suatu agent/penyebab pembawa penyakit, dan salah
satu penyakit yang ditimbulkan disituasi bencana adalah melalui
vektor yang tidak terkontrol.
Contoh Vektor/hama dan Jenis penyakit yang ditimbulkan :
11
2.3 Bagaimana Penanganan gizi dalam kedaruratan bencana
12
perlu diperhatikan juga pasca bencana, penyediaan bahan makanan harus dalam
waktu yang sesingkat mungkin untuk memenuhi kebutuhan gizi para penyintas
(Salmayati, Hermansyah and Agussabti, 2016).
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
: Gizi, Air dan Higiene Sanitasi ini dapat memberikan pemahaman kepada
pembaca terutama penulis khususnya tentang gizi, penyediaan air dan higiene
sanitasi ketika bencana.
14
DAFTAR PUSTAKA
15