Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PENGKAJIAN KEBUTUHAN PADA SAAT BENCANA:

GIZI, AIR DAN HYGIENE SANITASI

DISUSUN OLEH KELOMPOK III

Raudha / 2011071036

Muthmainna / 2011071001

Fadlun / 2011071029

Nur Eva / 2011071041

Dahniar / 2011071043

Sri Wahyuni Dadu / 2011071

Nyoman / 20110710

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALU


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
2020/2021
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Tuhan yang maha esa yang
telah memberikan taufik dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Pengkajian Kebutuhan Pada Saat Bencana : Gizi, Air dan
Higiene Sanitasi” tanpa ada halangan suatu apapun.

Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas dalam mata kuliah
Pembiayaan Kesehatan. Didalam penulisan makalah ini masih terdapat bagian-
bagian yang belum sempurna dan banyak kekurangan untuk itu saran dan kritik
yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi perbaikan makalah ini
dimasa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.

Akhir kata kami sampaikan terima kasih semoga Allah SWT senantiasa
meridhoi segala usaha kita. Aamiin.

Palu, November 2020

ii
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR ………………………………………………….. i

DAFTAR ISI …………………………………………………………… ii

BAB I PENDAHULUAN

1,1 Latar Belakang Masalah ……………………………………..... 1

1.1 Rumusan Masalah.…………………………………………… 3


1.2 Tujuan Pembahasan..…………………………………………. 4

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Apa yang harus dilakukan dalam kegiatan pelayanan Air dan Sanitasi
pada saat Bencana...............................……………………… 5

2.2 Bagaimana Sarana Sanitasi Ketika Bencana.....................….... 9


2.3 Bagaimana Penanganan gizi dalam kedaruratan bencana........12

2.4 Bagaiamana Masalah Pangan Ketika Bencana........................13

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan …………………………………………………… 14

3.2 Saran ………………………………………………………….. 14

DAFTAR PUSTAKA …..………………………………………………... 15

i
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Terjadinya bencana alam di negeri kita ini sebenarnya tidak perlu


membuat kita heran dan terkejut karena secara geologi, besar daratan di Indonesia
(pulau-pulau) berada pada patahan/sesar dan wilayah kita merupakan bertemunya
sirkum Altantik dan Mideterania yang merupakan gugus pegunungan yang tingkat
keaktifannya tinggi. Disamping itu, letak geografis kepulauan Indonesia
menimbulkan dampak tertentu bagi kehidupan masyarakat dalam hal ini bencana
alam (badai, angin puting beliung, ombak besar, hujan asam, gempa bumi,
tsunami dsb).

Bencana Alam adalah kejadian yang tentu jasa tidak kita kehendaki untuk
terjadi, namun kejadian ini dapat terjadi kapan saja dan dimana saja, sebagai
contoh kejadian Gempa Bumi yangdisertai tsunami di Palu yang baru saja terjadi
(September 2018)

Selain menimbulkan korban jiwa, rusaknya berbagai infrastruktur, bencana


juga menghasilkan Pengungsi sebagai calon korban kedua, hal ini disebabkan
karena dalam keadaan bencana akses terhadap unsur- unsur penopang kehidupan
(makanan, (air bersih) sangatlah terbatas bahkan hilang sama sekali, selain itu
keadaan lingkungan sanitasi yang buruk dan serba terbatas juga merupakan
ancamanbagi kelangsungan kelangsungan hidup karena dapat menimbulkan
berbagaipenyakit.

Pada tahap awal dari suatu bencana orang yang terkena bencana pada
umumnya lebih mudah menjadi sakit dan meninggal, karena penyakit pada
umumnya berhubungan dengan sanitasi yang tidak memadai, kekurangan
penyediaan air, dan buruknya kebersihan.

Penyakit-penyakit yang paling banyak terjadi adalah penyakit yang


ditularkan melaui tinja kemulut seperti penyakit diare, dan penyakit yang

1
disebabkan oleh vektor (hama pembawa penyakit) yang berhubungan dengan
sampah dan air.

Sasaran utama kegiatan Penyediaan air bersih dan sanitasi pada keadaan
bencana adalah untuk mengurangi penularan penyakit-penyakit tinja ke mulut dan
mengurangi penjangkitan oleh vektor dengan melaksanakan penyuluhan peraktek
kebersihan yang baik, penyediaan air minum yang aman dan pengurangan
kesehatan lingkungan dengan mengusahakan suatu kondisi yang memungkinkan
orang-orang untuk hidup dengan kesehatan, martabat, kenyamanan, dan kemanan
yang memadai.

Pada fase bencana hal yang sering kita temukan seperti banyak memakan
korban dengan banyak temukan mayat-mayat dan terjadinya kerusakan
infrastruktur, salah kerusakan yang ditimbulkan adalah kerusakan fasilitas air dan
sanitasi seperti : jaringan PDAM rusak, sumur-sumur terkubur reruntuhan atau
lumpur, jalur akses sumber air terputus, banyak puing-puing, sampah-sampah
serta kondisi drainase yang rusak sehingga banyak air tergenang, didukung
perilaku kesehatan yang buruk dari masyarakat korban. Akibat dari hal tersebut
masyarakat menjadi rentan terhadap penyakit.

Julukan sebagai negara dengan laboratorium bencana sudah melekat


bahkan tidak asing lagi terdengar untuk negara Indonesia. Mengingat Indonesia
merupakan salah satu negara yang sangat rawan dengan bencana alam. Bukan
hanya dikenal rawan bencana, bencana alam yang sering melanda Indonesia
bahkan beberapa tidak pernah terjadi atau baru pertama kalinya terjadi di
Indonesia. Potensi bencana tersebut yaitu gempa bumi, tsunami, banjir, tanah
longsor, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, gunung api, dan masih banyak
lagi (Oktari, 2019). Yang hingga kini masih sering diperbincangkan yaitu bencana
likuefaksi. Likuefaksi atau peristiwa pencairan tanah, terjadi belum lama ini di
Indonesia tepatnya di Kota Palu, Sulawesi Tengah. Likuefaksi adalah fenomena
yang terjadi ketika tanah yang jenuh kehilangan kekuatan akibat adanya getaran
secara mendadak, sehingga tanah yang padat dapat berubah wujud menjadi cair.

2
Tidak hanya bencana alam, Indonesia juga sering dilanda bencana
nonalam seperti konflik sosial. Letak geografis, kondisi demografis serta
keragaman sosio-kultural masyarakat Indonesia menjadi salah satu potensi
terjadinya gesekan yang mengakibatkan terjadianya konflik sosial. Secara fisik
bencana-bencana tersebut tentu berdampak pada rusaknya saran dan prasarana,
pemukiman, juga fasilitas umum lainnya termasuk fasilitas kesehatan. Hal ini
membuka peluang munculnya bencana baru seperti KLB penyakit tertentu.
Masalah yang sering kali luput dari perhatian ialah kecukupan gizi bagi penyintas
bencana. Penurunan status gizi pasca bencana dapat terjadi akibat layanan
kesehatan terbatas, terputusnya jalur distribusi makanan serta sanitasi yang buruk
(Kementrian Kesehatan RI, 2016)

Kebutuhan layanan kesehatan dan pangan jelas akan meninggkat pada


daerah pasca bencana. Untuk itu manajemen penanggulangan terkhusus untuk
pemenuhan status gizi penyintas bencana, perlu menjadi perhatian semua pihak.
Khususnya kebutuhan nutrisi bayi, balita, anak-anak, ibu hamil serta lansia yang
rentan terserang penyakit pasca bencana terjadi (Tumenggung, 2018).

1.2 RUMUSAN MASALAH

1.2.1 Apa yang harus dilakukan dalam kegiatan pelayanan Air dan Sanitasi
pada saat Bencana?

1.2.2 Bagaimana Sarana Sanitasi Ketika Bencana


1.2.3 Bagaimana Penanganan gizi dalam kedaruratan bencana
1.2.4 Bagaiamana Masalah Pangan Ketika Bencana

3
1.3.TUJUAN
1.3.1 Tujuan umum dari kegiatan ini yaitu meningkatkan, menjaga dan
mencegah memburuknya status gizi para penyintas bencana.
Sementara tujuan khususnya yaitu memantau perkembangan status
gizi para penyintas bencana (Kementerian Kesehatan RI, 2015)
1.3.2 untuk Mengetahui kegiatan apa yang harus dilakukan dalam
pelayanan air dan sanitasi pada saat bencana

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Apa yang harus dilakukan dalam kegiatan pelayanan Air dan Sanitasi pada
saat Bencana?

Pada fase bencana hal yang sering kita temukan seperti banyak memakan
korban dengan banyak temukan mayat-mayat dan terjadinya kerusakan
infrastruktur, salah kerusakan yang ditimbulkan adalah kerusakan fasilitas air
dan sanitasi seperti : jaringan PDAM rusak, sumur-sumur terkubur
reruntuhan atau lumpur, jalur akses sumber air terputus, banyak puing-puing,
sampah-sampah serta kondisi drainase yang rusak sehingga banyak air
tergenang, didukung perilaku kesehatan yang buruk dari masyarakat korban.
Akibat dari hal tersebut masyarakat menjadi rentan terhadap penyakit.

Untuk mengurangi resiko dari bencana yang ditimbulkan, hal yang dilakukan
dalam kegiatan air dan sanitasi adalah :

1. Pasokan/penyediaan air bersih


Dalam kondisi bencana pasokan/penyediaan air sangat penting, hal ini
dikarenakan merupakan kebutuhan dasar yang perlu dipenuhi untuk
menjaga kelangsungan hidup, banyak kasus ditemukan ketika bencana
sering terjadi kekurangan air dikarenakan akses yang terputus sehingga
kuantitas tidak memadai ataupun ada kualitas airnya tidak memenuhi
syarat kesehatan, akibat dari hal tersebut masyarakat menjadi rentan
terhadap penyakit.

Untuk itu didalam pasokan/penyediaan air bersih kita harus


memperhatikan :
Kuantitas air (Jumlah air) :
Jumlah air dapat diperoleh jika kita mengetahui jenis sumber air.
Jenis Sumber Air
- air tanah : Sumur, Mata air
- air permukaan :kolam, sungai, telaga

5
- air hujan

2. Kualitas Air
Selain dari kuantitas yang cukup, juga kita harus memperhatikan
kualitasnya, sehingga air yang dikonsumsi tidak menimbulkan resiko
terhadap kesehatan. Yang perlu diperhatikan untuk bisa memenuhi
kualitas air adalah :
Pemeriksaan kualitas air
Ada tiga cara dalam pemeriksaan kualitas air :
a. Pemeriksaan secara fisik (warna, rasa, dan bau)
b. Pemeriksaan secara biologi ( pemeriksaan bakteri pathogen ; E-Coli,
yang disebabkan oleh tercemarnya air oleh kotoran tinja)
c. Pemeriksaan secara kimia (chlor, Ph,Ni,Na,Fe, dan lainnya)
Kebutuhan air bersih menjadi sangat penting pada wilayah
bencana, khususnya pada daerah pengungsian. Dari aspek kesehatan,
kecukupan air bersih sangat penting, misalnya terkait dengan upaya
pencegahan dan penanggulangan penyakit diare. Penyakit diare
merupakan penyakit menular yang sangat potensial terjadi di daerah
pengungsian maupun wilayah bencana. Selain karena keterbatasan akses
air bersih, penyebaran penyakit ini juga sangat erat terkait dengan
masalah perilaku dan masalah sanitasi lain. Mengingat pentingnya air
bersih pada wilayah bencana, maka harus dapat dipastikan akses air
bersih yang memadai untuk mampu berperan memelihara kesehatan
pengungsi. Masalah lain juga harus selalu diperhatikan jika akses ini
sudah memadai, yaitu berbagai upaya pengawasan dan perbaikan kualitas
air bersih dan sarana sanitasi di wilayah bencana. Tujuan utama perbaikan
dan pengawasan kualitas air adalah untuk mencegah timbulnya risiko
kesehatan akibat penggunaan air yang tidak memenuhi persyaratan. Pada
tahap awal kejadian bencana atau pengungsian ketersediaan air bersih
bagi pengungsi perlu mendapat perhatian, karena tanpa adanya air bersih
sangat berpengaruh terhadap kebersihan dan mening-katkan risiko

6
terjadinya penularan penyakit seperti diare, typhus, scabies dan penyakit
lainnya.
a. Standar Minimum Kebutuhan Air Bersih
1. Prioritas pada hari pertama atau awal terjadinya bencana/
pengungsian, kebutuhan air bersih yang harus disediakan bagi
Manajemen Bencana 91 pengungsi adalah 5 liter/orang/hari.
Jumlah ini dimaksudkan hanya untuk memenuhi kebutuhan
minimal, seperti masak, makan dan minum.
2. Pada hari kedua dan seterusnya harus segera diupayakan untuk
meningkatkan volume air sampai sekurang kurangnya 15–20
liter/orang/hari. Volume sebesar ini diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan minum, masak, mandi dan mencuci. Bilamana hal ini
tidak terpenuhi, sangat besar potensi risiko terjadinya penularan
penyakit, terutama penyakit berbasis lingkungan.
3. Hari berikutnya: 20 liter/org/hari.
4. Bagi fasilitas pelayanan kesehatan dalam rangka melayani korban
bencana dan pengungsian, volume air bersih yang perlu disediakan
di Puskesmas atau rumah sakit: 50 liter/org/hari.
b. Sumber Air Bersih dan Pengolahannya.
1. Bila sumber air bersih yang digunakan untuk pengungsi berasal
dari sumber air permukaan (sungai, danau, laut, dan lain-lain),
sumur gali, sumur bor, mata air dan sebagainya, perlu segera
dilakukan pengamanan terhadap sumber-sumber air tersebut dari
kemungkinan terjadinya pencemaran, misalnya dengan melakukan
pemagaran ataupun pemasangan papan pengumuman dan
dilakukan perbaikan kualitasnya.
2. Bila sumber air diperoleh dari PDAM atau sumber lain yang
cukup jauh dengan tempat pengungsian, harus dilakukan
pengangkutan dengan mobil tangki air.
3. Untuk pengolahan dapat menggunakan alat penyuling air (water
purifier/water treatment plant).
c. Pendistribuasian Air Bersih Berdasarkan Sumbernya

7
1. Air Permukaan (sungai dan danau)
a. Diperlukan pompa untuk memompa air ke tempat pengolahan
air dan kemudian ke tangki penampungan air di tempat
penampungan pengungsi. 92 Manajemen Bencana
b. Area disekitar sumber harus dibebaskan dari kegiatan manusia
dan hewan.

2. Sumur gali

a. Lantai sumur harus dibuat kedap air dan dilengkapi dengan SPAL
(saluran pembuangan air limbah).

b. Bilamana mungkin dipasang pompa untuk menyalurkan air ke


tangki-tangki penampungan air.

3. Sumur Pompa Tangan (SPT)

a. Lantai sumur harus dibuat kedap air dan dilengkapi dengan SPAL
(saluran pembuangan air limbah).

b. Bila lokasinya agak jauh dari tempat penampungan pengungsi harus


disediakan alat pengangkut seperti gerobak air dan sebagainya.

4. Mata Air.

a. Perlu dibuat bak penampungan air untuk kemudian disalurkan


dengan pompa ke tangki air.

b. Bebaskan area sekitar mata air dari kemungkinan pencemaran.

D. Tangki Penampungan Air Bersih di Tempat Pengungsian Tempat


penampungan air di lokasi pengungsi dapat berupa tangki air yang
dilengkapi dengan kran air. Untuk mencegah terjadinya antrian yang
panjang dari pengungsi yang akan mengambil air, perlu diperhatikan
jarak tangki air dari tenda pengungsi minimum 30 meter dan maksimum
500 meter. Untuk keperluan penampungan air bagi kepentingan
seharihari keluarga pengungsi, sebaiknya setiap keluarga pengungsi

8
disediakan tempat penampungan air keluarga dalam bentuk ember atau
jerigen volume 20 liter.

E. Perbaikan Kualitas Air Bersih Pada situasi bencana dan pengungsian


umumnya sulit memperoleh air bersih yang sudah memenuhi
persyaratan, oleh karena itu apabila air yang tersedia tidak memenuhi
syarat, baik dari Manajemen Bencana 93 segi fisik maupun
bakteriologis, perlu dilakukan dengan membuang bahan pencemar,
serta melakukan beberapa hal berikut:

1. Melakukan penjernihan air secara cepat apabila tingkat kekeruhan


air yang ada cukup tinggi.

2. Melakukan desinfeksi terhadap air yang ada dengan menggunakan


bahan-bahan desinfektan untuk air.

3. Melakukan pemeriksaan kadar sisa klor jika air dikirim dari PDAM.

4. Melakukan pemeriksaan kualitas air secara berkala pada titik-titik


distribusi.

3. Sarana dan piranti air


Masyarakat mempunyai sarana dan piranti yang mencukupi untuk
mengumpulkan, menyimpan, dan menggunakan air untuk minum,
memasakan, dan kebersihan pribadi, dan memastikan air minum
tetap aman sampai pada waktu dikonsumsi. Pada bencana hal
pertama dilakukan adalah pembagian jeriken

2.2. Bagaimana Sarana Sanitasi Ketika Bencana

1. Pembuangan Tinja

Langkah langkah yang diperlukan:

 Pada awal terjadinya pengungsian perlu dibuat jamban umum


yang dapat menampung kebutuhan sejumlah pengungsi. Contoh

9
jamban yang sederhana dan dapat disediakan dengan cepat adalah
jamban kolektif (jamban jamak). Pada awal pengungsian:
1 (satu) jamban dipakai oleh 50 – 100 org. Pemeliharaan terhadap
jamban harus dilakukan dan diawasi secara ketat dan lakukan
desinfeksi di area sekitar jamban dengan menggunakan kapur, lisol
dan lain-lain.
2. Pada hari hari berikutnya setelah masa emergency berakhir,
pembangunan jamban darurat harus segera dilakukan dan 1 (satu)
jamban disarankan dipakai tidak lebih dari 20 orang.
1 (satu) jamban dipakai oleh 20 orang.
Jamban yang dibangun di lokasi pengungsi disarankan:
a. Ada pemisahan peruntukannya khusus laki laki dan wanita.
b. Lokasi maksimal 50 meter dari tenda pengungsi dan minimal 30
meter dari sumber air.
c. Konstruksi jamban harus kuat dan dilengkapi dengan tutup pada
lubang jamban agar tidak menjadi tempat berkembang biak lalat.

2. Sanitasi Pengelolaan Sampah

Kegiatan yang dilakukan dalam upaya sanitasi pengelolaan sampah,


antara lain:

1. Pengumpulan Sampah

a. Sampah yang dihasilkan harus ditampung pada tempat sampah


keluarga atau sekelompok keluarga.disarankan menggunakan
tempat sampah yang dapat ditutup dan mudah

b. dipindahkan/diangkat untuk menghindari lalat serta bau, untuk


itu dapat digunakan potongan drum atau kantung plastik sampah
ukuran 1 m x 0,6 m untuk 1 – 3 keluarga.

c. Penempatan tempat sampah maksimum 15 meter dari tempat


hunian.

10
d. Sampah di tempat sampah tersebut maksimum 3 (tiga) hari harus
sudah diangkut ke tempat pembuangan akhir atau tempat
pengumpulan sementara.

2. Pengangkutan Sampah Pengangkutan sampah dapat dilakukan


dengan gerobak sampah atau dengan truk pengangkut sampah untuk
diangkut ke tempat pembuangan akhir.

3. Pembuangan Akhir Sampah.

Pembuangan akhir sampah dapat dilakukan dengan beberapa cara,


seperti pembakaran, penimbunan dalam lubang galian atau parit
dengan ukuran dalam 2 meter lebar 1,5 meter dan panjang 1 meter
untuk keperluan 200 orang. Perlu diperhatikan bahwa lokasi
pembuangan akhir harus jauh dari tempat hunian dan jarak minimal
dari sumber air 10 meter.

3. Pengendalian vektor
Vektor adalah suatu agent/penyebab pembawa penyakit, dan salah
satu penyakit yang ditimbulkan disituasi bencana adalah melalui
vektor yang tidak terkontrol.
Contoh Vektor/hama dan Jenis penyakit yang ditimbulkan :

1. Nyamuk, biasanya hidup dan berkembang biak di tempat yang


banyak terdapat genangan air, merupakan vektor penyakit Malaria,
Demam Berdarah
2. Lalat/ kecoak, biasanya hidup ditempat yang banyak menyediakan
makan dan berbau (Tempat sampah), merupakan vektor penyakit perut
(diare dan sejenisnya)
3. Kutu/ Mites, biasanya terdapat di Handuk, air yang kotor, tempat
tidur yang kotor....ada juga sih yang hidup di tubuh manusia, penyebab
Scabies
4. Tikus, biasanya hidup di tempat Sanpah, merupakan vektor penyakit
Salmonella, leptospirosis.

11
2.3 Bagaimana Penanganan gizi dalam kedaruratan bencana

bahwa masalah mendasar yang selalu terjadi pasca bencana yaitu


penurunan status gizi masyarakat diwilayah bencana. Sayangnya dalam
manajemen penanggulangan bencana, kurang adanya perhatian terhadap masalah
gizi dalam kedaruratan. Penurunan status gizi masyarakat penyintas bencana dapat
menyebabkan munculnya masalahmasalah kesehatan lainnya seprti diare, yang
bisa mengamcam nyawa para penyintas bencana. Keterbatasan fasilitas kesehatan,
kondisi pengungsian yang tidak layak, sanitasi yang buruk juga dapat menjadi
pemicu memburuknya derajat kesehatan penyintas bencana (Suryani, 2017).

Penanganan gizi dalam kedaruratan bencana sangat penting. Beberapa hal


yang menjadi penyebab pentingnya penanganan gizi yaitu keterbatasana
dipengungsian, bantuan makanan untuk mempertahankan status gizi, perlu adanya
survailens gizi untuk optimalisasi bantuan dan penanganan gizi yang sesuai
(Salmayati, Hermansyah and Agussabti, 2016).

Kegiatan dalam penanganan gizi pada kedaruratan meliputi beberapa


kegiatan yaitu pelayanan gizi, penyuluhan gizi, tenaga khusus atau sumber daya
manusia dibidang gizi, dan penyediaan makanan (Salmayati, Hermansyah and
Agussabti, 2016).

Pelayanan gizi dilakukan oleh tenaga gizi yang ditempatkan khusus


dilokasi pengungsian penyintas bencana untuk menyiapkan makanan darurat.
Karena pada saat ditetapkan untuk menggungsi, para penyintas tidak mungkin
menyiapkan makanannya sendiri (Salmayati, Hermansyah and Agussabti, 2016)
Selanjutnya kegiatan penyuluhan gizi bertujuan untuk merubah perilaku dan
membangun mental penyintas untuk dapat mempertahankan dan meningkatkan
status gizinya. Kegiatan ini diharakan mampu memberikan pemahaman terhadap
penyintas akan pentingnya makanan bergizi meski dalam masa darurat bencana.
Dalam kedaruratan pasca bencana juga perlu adanya tenaga khusus dibidang gizi
yang diperbantukan untuk dapur-dapur umum yang menyediakan makanan bagi
para penyintas. Para tenaga gizi diharapkan dapat memberikan perhatian terhadap
kebersihan dan menu makanan yang akan diberikan bagi para penyintas. Yang

12
perlu diperhatikan juga pasca bencana, penyediaan bahan makanan harus dalam
waktu yang sesingkat mungkin untuk memenuhi kebutuhan gizi para penyintas
(Salmayati, Hermansyah and Agussabti, 2016).

2.4. Masalah Pangan Ketika Bencana

Dalam beberapa tahun terakhir, masalah ketahanan pangan menjadi isu


penting di Indonesia, terlebih bila dikaitkan dengan bencana alam. Seolah bencana
merupakan sumber penyebab kerapuhan pangan. Bagaimanapun, bencana alam
merupakan salah satu sumber kerentanan pangan. Tetapi, bencana jelas bukan
yang paling mencemaskan. Setiap bencana alam, seberapa pun besarnya, tetapi
tidak pernah terjadi secara serentak dan di semua tempat sekaligus.

Prioritas dalam meringankan masalah makanan, antara lain adalah :

a. Segera menyediakan makanan jika memang terdapat kebutuhan yang


mendesak, misalnya untuk penduduk yang terisolasi, institusi, dan
petugas penolong

b. Melakukan estimasi awal kemungkinan kebutuhan makanan di suatu


wilayah, sehingga upaya dapat di lakukan untuk pengadaan,
pengangkutan, penyimpanan, dan distribusi

c. Menempatkan atau mengumpulkan persediaan makanan dan mengkaji


kesesuainnya untuk konsumsi lokal

d. Memantau informasi kebutuhan makanan sehingga persediaan,


distribusi, dan program lain dapat di modifikasi sesuai perubahan
situasi.

13
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dalam kondisi bencana pasokan/penyediaan air sangat penting, hal ini


dikarenakan merupakan kebutuhan dasar yang perlu dipenuhi untuk menjaga
kelangsungan hidup, banyak kasus ditemukan ketika bencana sering terjadi
kekurangan air dikarenakan akses yang terputus sehingga kuantitas tidak memadai
ataupun ada kualitas airnya tidak memenuhi syarat kesehatan, akibat dari hal
tersebut masyarakat menjadi rentan terhadap penyakit.
Kebutuhan air bersih menjadi sangat penting pada wilayah bencana,
khususnya pada daerah pengungsian. Dari aspek kesehatan, kecukupan air bersih
sangat penting, misalnya terkait dengan upaya pencegahan dan penanggulangan
penyakit diare.

Masyarakat berhak mendapat jumlah jamban yang memadai, cukup dekat


dengan tempat tinggal, untuk mengkinkan akses yang cepat, aman, dan pantas
baik siang maupun malam.

Makalah ini menyimpulkan bahwa penanggulangan gizi pasca bencana


sangatlah penting untuk menjadi perhatian semua pihak yang bersangkutan.
Penanggulangan gizi pasca bencana diharapkan mampu meningkatkan dan
menjaga status gizi para penyintas bencana agar tidak terjadi masalah-masalah
kesehatan lainnya yang tidak diinginkan.

3.2 Saran

Dengan adanya Makalah Pengkajian Kebutuhan Pada Saat Bencana:

: Gizi, Air dan Higiene Sanitasi ini dapat memberikan pemahaman kepada
pembaca terutama penulis khususnya tentang gizi, penyediaan air dan higiene
sanitasi ketika bencana.

14
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan RI (2015) Pedoman Kegiatan Gizi dalam


Penanggulangan Bencana.

Departemen Kesehatan RI. 2007. Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis


Kesehatan Akibat Bencana (Mengacu Pada Standar Internasional).
Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2011. Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis


Kesehatan Akibat Bencana (Mengacu Pada Standar Internasional) Edisi
Revisi. Jakarta.

Rachmadhi Purwana. 2013. Manajemen Kedaruratan Kesehatan Lingkungan


Dalam Kejadian Bencana. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Salmayati, S., Hermansyah, H. and Agussabti, A. (2016) „Kajian penanganan gizi


balita pada kondisi kedaruratan bencana banjir di kecamatan sampoiniet
kabupaten aceh jaya‟, Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, 16(3), pp. 176–
180.

Suryani, A. S. (2017) „Pemenuhan Kebutuhan Dasara Bidang Kesehatan


Lingkungan Bagi Penyintas Bencana Studi di Provinsi Riau dan Jawa
Tengah‟.

Tumenggung, I. (2018) „Masalah Gizi dan Penyakit Menular Pasca Bencana‟,


Journal Health And Nutritions, 3(1),

15

Anda mungkin juga menyukai