Anda di halaman 1dari 4

5.

Gambaran determinan kesehatan terkait degan pengendalian tembakau

Determinan kesehatan menurut wold health organization ( WHO) merupakan perpaduan faktor –
faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan baik individu maupun masyarakat teori klasik mengenai
determinan kesehatan di cetus oleh H.L Bloom menyatakan bawa ada 4 faktor yang mempengaruhi
derajat kesehatan secara berturut-turut yaitu

1. Gaya hidup (life style)


2. Lingkungan sosial (sosial , ekonomi, politik, budaya
3. Pelayanan kesehatan
4. Faktor genetik ( keturunan)

Dua dari tiga laki-laki dewasa Indonesia adalah perokok dengan rata-rata konsumsi
rokok 13 batang per hari1. Kenyataan ini membawa Indonesia berada pada urutan
ketiga dunia dengan jumlah perokok laki-laki dewasa terbanyak di bawah China dan
India. Meskipun rata-rata usia mulai merokok adalah 17,6 tahun namun sekitar 75%
perokok Indonesia memulai merokok sebelum berusia 20 tahun. Sebanyak 78,4%
mereka yang berusia 15 tahun ke atas terpapar asap rokok di rumah, 63,4% di
kantor pemerintah, 17,9% di fasilitas kesehatan, 85,4% di restoran, dan 70% di
sarana transportasi umum Karena sebagian besar penyakit yang dipicu oleh rokok
DAPAT DICEGAH, maka tindakan yang perlu dilakukan oleh pemerintah provinsi
dan kabupaten/kota yang tidak mendapatkan penyaluran DBHCHT adalah dengan
melindungi masyarakat dari paparan asap rokok melalui upaya pencegahan dan
promosi kesehatan serta untuk menyelamatkan keuangan daerah dari
pembiayaan kesehatan berbagai penyakit yang dipicu oleh rokok, berupa:

1. Kebijakan

- Menetapkan Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

1. Sebagai payung hukum untuk melindungi mereka yang tidak merokok


2. Amanah UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, pasal 115 (ayat 2):
pemerintah daerah berkewajiban untuk menetapkan kawasan tanpa
rokok3.
3. Peraturan Pemerintah No. 109 tahun 2012 tentang Pengamanan
Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi
Kesehatan, pasal 52: Pemerintah Daerah Wajib menetapkan Kawasan
Tanpa Rokok di Wilayahnya dengan Peraturan Daerah 7
4. Kawasan Tanpa Rokok antara lain3,7: (1) Fasiitas Pelayanan
Kesehatan; (2) Tempat Proses Belajar Mengajar; (3) Tempat Anak Bermain;
(4) Tempat Ibadah; (5) Angkutan Umum; (6) Tempat Kerja; dan (7) Tempat
Umum dan Tempat Lain yang Ditetapkan
- Pelarangan iklan dan promosi

1. Amanah UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pasal 59


dan pasal 67: Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan
bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak
yang menjadi korban penyalahgunaan zat adiktif. 8
2. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa iklan, promosi, dan sponsor
Rokok menimbulkan keinginan anak-anak untuk mulai merokok, mendorong
anak-anak perokok untuk terus merokok dan mendorong anak-anak yang
telah berhenti merokok untuk kembali merokok.
3. Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota seharusnya melarang
seluruh iklan rokok di media masa, termasuk iklan media luar ruang dan
radio.
4. Pelarangan juga harus dilakukan terhadap promosi dalam berbagai
bentuk lainnya seperti pemberian diskon, hadiah, dan peningkatan citra
dengan menggunakan merek atau nama perusahaan rokok.
5. Sponsorship perusahaan rokok dalam bentuk beasiswa, bantuan untuk
pendidikan, lingkungan hidup, serta peristiwa seni budaya dan olahraga
harus dilarang.
6. Pelarangan iklan dan promosi adalah bentuk pencegahan terhadap
perkembangan penyakit dan beban keuangan.
7. Kehilangan pendapatan dari pajak reklame rokok dapat digantikan
dengan pemasukan pajak reklame dari produk lain yang tidak terkait dengan
rokok.
8. Pendapatan dari pajak reklame produk rokok sangat kecil yaitu
hanya sebesar 0,12%-1,01% dari total Pendapatan Asli Daerah

- Mendorong pemerintah pusat dan Kementrian Kesehatan untuk segera


menandatangani Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau
(Framework Convention on Tobacco Control - FCTC). 
2. Epidemi tembakau merupakan masalah global sehingga perlu ditangani
secara bersama oleh masyarakat dunia secara serentak.
3. Indonesia belum menjadi bagian FCTC sementara 176 negara (mewakili 88%
populasi dunia) telah menjadi bagian dari FCTC. 10
4. Apabila Indonesia tidak segera meratifikasi FCTC, maka epidemi tembakau
dunia akan terkonsentrasi di Indonesia dan hal ini akan membawa bangsa
Indonesia kepada kehancuran karena beban ekonomi yang tinggi dari produk
tembakau dan berbagai penyakit yang ditimbulkannya.
5. Kerangka FCTC tersebut meliputi:11 (1) Peningkatan pajak cukai tembakau;
(2) Pelarangan iklan rokok; (3) Penerapan kawasan tanpa rokok yang
komprehensif; (4) Peringatan kesehatan bergambar pada bungkus rokok; (5)
Membantu orang yang ingin berhenti merokok; (6) Pendidikan masyarakat
2. Pemberdayaan Masyarakat
 

- Pemberian informasi kesehatan yang benar dan pembentukan pendidik


sebaya di kalangan remaja.
o Remaja perlu dibekali dengan informasi dan pemahaman yang benar
tentang bahaya merokok dan pembohongan serta eksploitasi oleh
industri rokok dimana mereka adalah sasaran pasar potensial.
o Pendidik sebaya berfungsi sebagai teman yang akan memberikan
pemahaman tentang bahaya merokok bagi mereka yang tidak
merokok dan memberikan tips untuk berhenti merokok untuk remaja
yang sudah merokok.
 
- Mendorong gerakan masyarakat demi terciptanya rumah bebas asap rokok
untuk melindungi perokok pasif
o Selain risiko terkena penyakit Jantung yang disebabkan oleh asap
rokok, Perokok Pasif berisiko terkena penyakit kanker 30% (tiga puluh
persen) lebih besar dibandingkan dengan yang tidak terpapar asap
Rokok.
o Oleh karena itu, menciptakan Rumah Bebas Asap Rokok merupakan
hal yang harus segera dilakukan untuk melindungi orang yang dicintai
dari paparan asap rokok.
o Perjanjian sosial (deklarasi) yang mengikat dalam sebuah komunitas
perlu segera dibuat, meliputi:
 Tidak merokok di dalam rumah
 Tidak merokok dalam pertemuan
 Tidak menyediakan asbak
o Gerakan rumah bebas asap rokok dapat berhasil apabila dilakukan
secara serentak oleh semua warga negara dan didukung oleh pihak-
pihak terkait seperti pusat kesehatan, dan pemerintah daerah.
o Rumah bebas asap rokok adalah upaya yang sangat mungkin
diwujudkan, seperti yang telah dilaksanakan di Kota Yogyakarta. Hasil
penelitian Quit Tobacco Indonesia (QTI) pada tahun 2011 di empat
lingkungan perumahan di Yogyakarta menemukan bahwa dalam satu
tahun gerakan rumah bebas asap rokok, hanya 39% dari 54% perokok
yang masih merokok di dalam rumah. Angka ini jauh menurun jika
dibandingkan dengan 87% sebelum studi dilaksanakan. 12

3. Kesehatan
 

1. Klinik Berhenti Merokok


a. Upaya untuk menolong perokok yang ingin berhenti merokok.
b. Hasil studi menunjukkan bahwa sekitar 70% perokok ingin berhenti
merokok, 46% perokok berusaha berhenti merokok dan hanya 3% yang
berhasil berhenti merokok tanpa bantuan orang lain. Sebagian besar dari
mereka berfikir untuk berhenti merokok ketika sakit. 13
c. Klinik berhenti merokok dapat ditempatkan di Puskesmas, klinik
swasta, dan rumah sakit.
d. Klinik berhenti merokok merupakan pelayanan yang tidak dipungut
biaya.
 
2. Perhatian dari Tenaga Kesehatan

a. Setiap tenaga kesehatan, khususnya dokter harus memberi perhatian


dengan bertanya mengenai kebiasaan merokok pasien dan mencatatnya
dalam catatan medis pasien.
b. Tenaga kesehatan harus memberikan nasihat secara terus menerus
kepada pasien yang merokok untuk berhenti merokok dan menganjurkannya
untuk dating ke klinik berhenti merokok terdekat

Anda mungkin juga menyukai