Anda di halaman 1dari 25

Tugas Individu

Mata Kuliah : Epidemiologi Kesehatan Darurat Lanjut


Dosen : Prof.Dr. drg. Andi Zulkifli A, M.Kes

PENGENDALIAN PENYAKIT MALARIA PASCA


BENCANA GEMPA DAN MANAJEMEN KESEHATAN
LINGKUNGAN

OLEH :

SUMIATI
K012171116

KONSENTRASI EPIDEMIOLOGI
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr wb.
Puji syukur atas kesehatan yang di berikan oleh Allah SWT
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Pengendalian Penyakit Malaria Pasca Bencana Gempa Dan
Manajemen Kesehatan Lingkungan”, yang merupakan tugas dari mata
kuliah Epidemiologi Kesehatan Darurat Lanjut. Tak lupa pula kita
kirimkan salam dan salawat kepada Nabi Muhammad SAW yang telah
membawa kita dari alam kegelapan ke alam benderang seperti saat ini.
Makalah ini membahas tentang upaya pengendalian yang
dilakukan pasca bencana khususna gempa untuk menanggulangi
terjadinya peningkatan kejadian malaria yang ada di Lombok. Selain itu
dalam makalah ini juga memberikan sedikit gambaran terkait manajemen
kesehatan lingkungan pasca bencana gempa. Sehingga dapat
mengetahui hal-hal yang dapat dilakukan untuk kembali memperbaiki
lingkungan yang tercemat agar tidak berisiko meningkatkan kejadian
malaria.
Makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, penulis sangat
mengarapkan masukan dan saran dari pembaca. Dengan ini penulis
ucapkan terima kasih.
Makassar, Oktober 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Sampul i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Penulisan 3
BAB II Tinjauan Pustaka
A. Tinjauan Umum Tentang Bencana Gempa 4
B. Tinjauan Umum masalah Kesehatan Pasca Bencana Gempa 6
C. Tinjauan Umum Tentang Penyakit Malaria 9
D. Tinjauan Umum Tentang Kesehatan Lingkungan Pasca Bencana
Gempa 12
BAB III Pembahasan
A. Upaya Penanggulangan Malaria Pasca Gempa di Lombok 15
B. Manajemen Kesehatan Lingkungan Pacsa Gempa di Lombok 17
BAB IV Penutup
A. Keseimpulan 19
B. Rekomendasi 20
Daftar pustaka

iii
1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu Negara rawan bencana, hal ini
di karenakan oleh letak geografis Indonesia yang menyebabkan rawan
akan bencana. Alasan pertama factor alam yang mana Indonesia
berdiri di atas pertemuan lempeng-lempeng tektonik itu. Akibatnya
negeri ini berada di atas jalur gempa, patahan-patahan yang
menyebabkan gempa. Negeri kita ini juga memiliki banyak gunung
berapi. Jumlahnya sekitar 140 gunung yang aktif. Iklim kita yang tropis
juga menyebabkan banyak tanah yang tidak stabil. Banyak tanah yang
rusak. Iklim tropis dengan curah hujan yang cukup tinggi memudahkan
terjadi pelapukan. Bencana alam seperti longsor, misalnya, itu karena
curah hujan di sini cukup tinggi. Itu dari sisi alamnya. Kedua dari sisi
non alam. Negeri kita berpenduduk padat, terutama di Pulau Jawa dan
Sumatera. Kalau kawasan timur Indonesia mungkin belum begitu
banyak. Infrakstuktur kita tidak didesain sesuai dengan kondisi alam
itu. Bangunan rumah, juga bangunan besar seperti gedung, belum
banyak disesuaikan dengan kondisi alam.
Bencana yang terjadi di Indonesia sangat berpotensi
mempengaruhi keterbatasan pangan dan gizi serta penularan
penyakit. Sebenarnya, pemerintah Indonesia telah membangun
sebuah sistem dalam menangani masalah ini. Namun, Indonesia
memiliki keterbatasan sumber daya untuk menangani masalah ini
akibat krisis ekonomi, transisi pemerintahan, otonomi daerah,
desentralisasi, frekuensi, sifat dan intensitas bencana.(Imran
Tumenggung, 2017)
Bencana alam yang baru-baru ini terjadi di Lombok Provinsi
Nusa Tenggara Barat pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2018.
Gempa di Lombok terjadi beberapa kali yang menyebabkan
banyaknya korban jiwa dan meningkatnya pengungsi. Dilihat dari
2

lokasi terjadinya gempa dan kedalaman hiposenter, maka gempa bumi


ini merupakan akibat aktivitas sesar Naik Flores (Flores Back Arc
Thrust) berdasarkan hasil penelitian bahwa gempa yang terjadi di
akibatkan oleh deformasi batuan dengan mekanisme pergerakan naik
(thrust fault). Terjadinya bencana gempa di Lombok berdampak pada
menurunnya kualitas hidup masyarakat setempat, salah satunya
adalah terkait dengan kesehatan. Masalah kesehatan merupakan
dampak utama yang muncul pada kondisi pasca bencana. Timbulnya
masalah kesehatan antara lain berawal dari minimnya air bersih dan
buruknya sanitasi lingkungan, yang merupakan pintu awal penyebab
terjadinya berbagai jenis penyakit menular. (Suni, 2018)
Setelah bencana gempa yang melanda Lombok kini pasca
gempa diperhadapkan lagi dengan masalah kesehatan. Masalah
kesehatan yang terjadi saat ini adalah dengan mewabahnya penyakit
menular yaitu malaria. Malaria yang sebelumnya dikenal sebagai
penyakit yang endemis di Lombok memberikan risiko yang lebih besar
terhadap meningkatnya prevelensi malaria di Lombok. Pada tanggal
16 September 2018 dilaporkan bahwa sebanyak 137 warga dinyatakan
positif malaria yang tersebar di beberapa daerah yaitu kecematan
Gunung Sari, Kecematan Batu Layard an Kecamatan Lingsar
(Kompas, 2018). Malaria adalah salah satu masalah ke- sehatan
penting di dunia. Secara umum ada 4 jenis malaria, yaitu tropika,
tertiana, ovale, dan quartana. Di dunia ada lebih dari 1 juta meninggal
setiap tahun. (Hasyim, Camelia, & Alam, 2014)
Kasus malaria pertama pasca bencana terjadi di Kecamatan
Gunungsari. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten
Lombok Barat, terdapat 103 orang positif terkena malaria yang wilayah
penyebarannya sampai 28 dusun, 10 desa dan 4 wilayah kerja
puskesmas (News.okezone.com, 08 September 2018). Kasus tersebut
terus meningkat. Per 13 September 2018, tercatat sebanyak 128 orang
terinfeksi malaria, termasuk ibu hamil, 2 bayi dan 2 anak di 4 wilayah.
3

Data terakhir menyebutkan, sebanyak 137 orang telah terinfeksi


malaria (Suni, 2018)
Kejadian malaria yang meningkat terus menerus yang
disebabkan oleh mudahnya terjadi penularan di tempat pengungsian
yang padar, tempat perindukan nyamuk dari pung-pung bangunan dan
sampah-sampah yang berserakan, sehingga butuh pengendalian dan
manajemen kesehatan lingkungan untuk menanggulangi dan
mencegah meningkatnya kejadian malaria.
Sehingga dalam makalah ini akan di bahas tentang
“Penanggulangan Penyakit Malaria Pasca Bencana Gempa dan
Manajemen Kesehatan Lingkungan”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah
dalam makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimanakah Upaya pengendalian Penyakit Malaria Pasca
Bencana Gempa?
2. Bagaimanakah Manajemen Kesehata Lingkungan di lokasi Pasca
Bencana gempa?
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bentuk
upaya yang perlu dilakukan dalam pengendalian penyakit malaria dan
manajemen kesehatan lingkungan setelah bencana gempa di Lombok
Provinsi Nusa Teggara Barat.
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Bencana Gempa
1. Definisi Gempa
Gempa bumi adalah getaran yang terjadi permukaan bumi.
Gempa bumi biasa disebabkan oleh pergerakan kerak bumi
(lempeng bumi). Kata gempa bumi juga digunakan untuk
menunjukkan daerah asal terjadinya kejadian gempa bumi tersebut.
Bumi kita walaupun padat, selalu bergerak, dan gempa bumi terjadi
apabila tekanan yang terjadi karena pergerakan itu sudah terlalu
besar untuk dapat ditahan. Gempa Bumi merupakan pelepasan
energi secara tiba-tiba yang menimbulkan getaran partikel yang
menyebar kesegala arah akibat proses subduksi. (Purnama, 2017)
2. Jenis-jenis gempa
a. Gempa Vulkanik merupakan gempa yang berasal dari letusan
gunung berapi, terjadinya letusan gunung berapi karena adanya
pergerakan aktivitas magma yang berada di dalam gunung
berapi, magma yang terus terkumpul dari dalam bumi
menyebabkan terjadinya tekanan terhadap bebatuan yang
berada disekitarnya, hal ini dapat memicu terjadinya letusan
gunung berapi.
b. Gempa bumi Tektonik : Kerak bumi terdiri dari lapisan-lapisan
berupa bebatuan, tiap lapisan mempunyai tingkat kekerasannya
masing-masing dan masa jenis yang berbeda-beda, karena
adanya arus konveksi lempeng-lempeng tektonik lapisan kulit
bumi terus mengalami perpindahan dan pergeseran satu
dengan yang lainnya. Akibat dari perpindahan dan pergeseran
yang terus terjadi, energi stress akan terkumpul menjadi banyak
yang suatu saat akan terlepas, pergeseran lempeng terbagi atas
pergeseran mendatar dan pergeseran menunjam. pergeseran
mendatar menyebabkan terjadinya patahan mendatar dan
5

pergeseran menunjam yaitu salah satu lempeng menghimpit


lempeng yang lain yang menyebabkan tinggi rendahnya suatu
permukaan, contohnya terbentuknya bukit baru, terjadinya
pelepasan energi pada lempeng yang saling bergeser inilah
yang disebut dengan gempa tektonik.
c. Gempa runtuhan atau terban merupakan gempa bumi yang
terjadi karena adanya runtuhan tanah atau batuan. Lereng
gunung atau pantai yang curam memiliki energi potensial yang
besar untuk runtuh, juga terjadi di kawasan tambang akibat
runtuhnya dinding atau terowongan pada tambang-tambang
bawah tanah sehingga dapat menimbulkan getaran di sekitar
daerah runtuhan, namun dampaknya tidak begitu
membahayakan. Justru dampak yang berbahaya adalah akibat
timbunan batuan atau tanah longsor itu sendiri.
d. Gempa jatuhan jarang sekali terjadi, sehingga hampir tidak
dimasukkan kedalam jenis-jenis gempa, kita semua mengetahui
bahwasannya di alam semesta ini terdapat banyak galaksi,
bintang, planet, bulan, begitu juga dengan meteor-meteor yang
bertebaran di tata surya
e. Gempa bumi buatan yaitu gempa yang dibuat dengan sengaja
oleh para ilmuan untuk melakukan berbagai percobaan dan
penelitian, namun tak jarang juga gempa bumi ini terjadi karena
terjadi perang, lalu apa sebab terjadinya gempa bumi buatan
ini? Gempa bumi buatan diakibatkan oleh bom-bom, nuklir, dan
peledak-peledak lainnya yang dibuat oleh manusia, terutama
ledakan bom nuklir yang memberikan efek goncangan gempa
yang cukup besar, tergantung besarnya ledakan dari bom
tersebut.
Gempa bumi dapat diukur dengan parameter diantaranya yakni
waktu terjadinya gempa bumi (Orign Time-OT), lokasi pusat gempa
bumi (episenter), kedalaman pusat gempa bumi (depth), kekuatan
6

gempa bumi (Magnitudo) (BMKG, 2014). Lokasi titik-titik pusat gempa


(episentrum), besaran dan mekanisme gempa dianalisis dari berbagai
stasiun pencatat gempa bumi menggunakan peralatan seismometer
(seismograf). (Purnama, 2017)
B. Tinjauan Umum masalah Kesehatan Pasca Bencana Gempa
Banyaknya bencana alam yang terjadi di Indonesia
memberikan dampak dan pengaruh terhadap kualitas hidup
penduduk yang dapat dirasakan baik secara langsung maupun tidak
langsung. Salah satu dampak langsung dari tetjadinya bencana alam
terhadap penduduk adalah jatuhnya korban jiwa, hilang dan luka-luka.
Sedangkan dampak tidak langsung terhadap penduduk antara lain
adalah tetjadinya banyak kerusakan-kerusakan bangunan perumahan
penduduk, sarana sosial seperti bangunan sekolah, rumah sakit dan
sarana kesehatan lainnya, perkantoran dan infrastruktur jalan,
jembatan, jaringan listrik dan telekomunikasi. Selain itu, terjadinya
bencana alam juga mengakibatkan adanya kerugian ekonomi bagi
penduduk, seperti kerusakan lahan pertanian dan kehilangan mata
pencaharian, terutama bagi penduduk yang bekerja disektor in formal.
(Wadayatun dkk, 2013)
Penyakit menular merupakan masalah yang perlu mendapat
perhatian besar, mengingat potensi munculnya KLB penyakit menular
pada periode paska bencana yang besar sebagai akibat banyaknya
faktor risiko yang memungkinkan terjadinya penularan bahkan KLB
penyakit. (Limbong, U.B. 2017)
Dampak yang peroleh akan lebih rentan pada kelompok
penduduk tertentu. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 55 (2) UU
Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, kelompok
rentan meliputi: 1). Bayi, balita dan anak-anak; 2). Ibu yang sedang
mengandung atau menyusui; 3). Penyandang cacat; dan 4) Orang
lanjut usia. Selain keempat kelompok penduduk tersebut, dalam
Peraturan Kepala BNPB Nomor 7 Tahun 2008 tentang Pedoman Tata
7

Cara Pemenuhan Kebutuhan Dasar ditambahkan ‘orang sakit’ sebagai


bagian dari kelompok rentan dalam kondisi bencana. Upaya
perlindungan tentunya perlu diprioritaskan pada kelompok rentan
tersebut, mulai dari penyelamatan, evakuasi, pengamanan sampai
dengan pelayanan kesehatan dan psikososial.
Pemberian pelayanan kesehatan pada kondisi bencana sering
tidak memadai. Hal ini terjadi antara lain akibat rusaknya fasilitas
kesehatan, tidak memadainya jumlah dan jenis obat serta alat
kesehatan, terbatasnya tenaga kesehatan, terbatasnya dana
operasional pelayanan di lapangan. Dengan semua keterbatasan
tersebut dilain sisi permasalahan kesehatan akibat bencana juga
menyebabkan meningkatnya potensi kejadian penyakit menular
maupun penyakit tidak menular. Bahkan, tidak jarang kejadian luar
biasa (KLB) untuk beberapa penyakit menular tertentu, seperti KLB
diare, Malaria, DBD, ISPA, dan lain-lain. Meningkatnya kejadian
penyakit menular juga sangat dipengaruhi oleh kepadatan pengungsi,
kesehatan lingkungan yang tidak sehat, banyaknya tempat perindukan
nyamuk dan ventor yang dapat menjadi penyebab meningkatnya suatu
penyakit.
Bencana alam dapat memperbesar risiko penyakit yang dapat
dicegah akibat perubahan yang merugikan pada bidang – bidang
tersebut. Adapun penyebab KLB penyakit menular pasca bencana
adalah sebagai berikut : (Imran Tumenggung, 2017)
1. Kepadatan Penduduk
Kontak yang dekat antar manusia itu sendiri berpotensi
meningkatkan penyebaran penyakit bawaan udara (airborne
disease). Kondisi tersebut ikut menyebabkan sebagian peningkatan
kasus infeksi pernapasan akut yang dilaporkan pascabencana.
Selain itu, layanan sanitasi yang tersedia sering tidak cukup untuk
mengatasi pertambahan penduduk yang mendadak.
8

2. Perpindahan Penduduk
Ketika terjadi perpindahan penduduk besar-besaran secara
spontan atau terorganisir terjadi sangat diperlukan sekali bantuan
kemanusiaan. Penduduk mungkin pindah ke daerah perkotaan
disebabkan pelayanan publik tidak dapat melayani, dan akhirnya
dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas.
3. Kerusakan dan pencemaran
Sistem persediaan air dan sistem pembuangan air kotor dan sistem
saluran listrik adalah system yang sangat rentan dan mudah rusak
akibat bencana alam. Setelah gempa bumi tahun 1985 di Mexico
City, misalnya, jutaan penduduk bertahan tanpa adanya saluran
penyediaan air bersih selama beberapa minggu. Air minum sangat
rentan terhadap kontaminasi yang disebabkan oleh kebocoran
saluran air kotor dan adanya bangkai binatang di sumber air.
Penyakit menular merupakan masalah yang perlu mendapat
perhatian besar, mengingat potensi munculnya KLB penyakit menular
pada periode pasca bencana yang besar sebagai akibat banyaknya
faktor risiko yang memungkinkan terjadinya penularan bahkan KLB
penyakit. Permasalahan penyakit menular ini disebabkan oleh :(Imran
Tumenggung, 2017)
1. Kerusakan lingkungan dan pencemaran.
2. Jumlah pengungsi yang banyak, menempati suatu ruangan yang
sempit, sehingga harus berdesakan.
3. Pada umumnya tempat penampungan pengungsi tidak memenuhi
syarat kesehatan.
4. Ketersediaan air bersih yang seringkali tidak mencukupi jumlah
maupun kualitasnya.
5. Diantara para pengungsi banyak ditemui orang-orang yang memiliki
risiko tinggi, seperti balita, ibu hamil, usia lanjut.
6. Pengungsian berada pada daerah endemis penyakit menular,
dekat sumber pencemaran, dll.
9

C. Tinjauan Umum Tentang Penyakit Malaria


1. Pengertian Malaria
Malaria merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi
masalah kesehatan di hampir semua negara tropis terutama pada
kelompok risiko tinggi, yaitu bayi, anak balita, dan ibu hamil. Selain
itu, malaria secara langsung menyebabkan anemia dan dapat
menurunkan produktivitas kerja. Terjadinya infeksi malaria
disebabkan oleh faktor individu dan faktor lingkungan. Faktor
individu yaitu usia, jenis kelamin, genetik, kehamilan, status gizi,
aktivitas di luar rumah pada malam hari, dan faktor risiko
lingkungan yaitu perumahan, keadaan musim, sosial ekonomi, dan
lain-lain(Budiyanto Anif, 2017)
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa
obligat intraseluler dari genus Plasmodium. Penyakit ini secara
alami ditularkan oleh gigitan nyamuk Anopheles betina. (Sir, Arsin,
Syam, & Despitasari, 2015)
Penyakit malaria merupakan penyakit yang bersifat akut dan
laten yang dapat berdampak luas. Secara umum, dampak dari
penyakit malaria dapat mengakibatkan menurunnya kualitas
sumber daya manusia. Dampak klinisnya, malaria dapat berimbas
pada beberapa organ penting, di antaranya: Penyumbatan
pembuluh kapiler darah di otak, karena disebabkan oleh kerusakan
sel darah merah; pembesaran hati; pembesaran limpa; dan gagal
ginjal akut. Dampak lebih lanjut, apabila tidak segera ditangani
maka malaria berat dapat menyebabkan kematian (Kemenkes,
2017: 5)
2. Gejala Malaria
Gejala penyakit malaria dipengaruhi oleh daya tahan tubuh
penderita serta jenis dan jumlah plasmodium malaria yang
menginfeksi. Biasanya penderita malaria menunjukkan satu atau
lebih gejala-gejala sebagai berikut : demam, dingin, berkeringat,
10

sakit kepala, muntah, badan nyeri, dan rasa tidak enak badan. Dari
daerah yang jarang ditemukan penyakit malaria, gejala-gejala ini
sering dikaitkan dengan penyakit influensa, dingin, atau
infeksi/peradangan umum yang lain, terutama jika tidak mencurigai
infeksi malaria. Sebaliknya, penduduk yang berasal dari daerah
endemis malaria, sering mengenal gejala-gejala malaria tanpa
mengkonfirmasikan diagnosa. Gejala yang terlihat secara fsik
meliputi suhu tinggi, berkeringat, badan lemah, dan limpa
membesar. (Prabowo, 2007 dan Centers for Diseases Control and
Prevention. 2006)
3. Epidemiologi Penyakit Malaria
Secara alamiah, penularan malaria terjadi karena adanya interaksi
antara agent (parasit Plasmodium spp), host definitive (nyamuk
Anopheles spp) dan host intermediate (manusia). Karena itu, penu-
laran malaria dipengaruhi oleh keberadaan dan fluktuasi populasi
vektor (penular yaitu nyamuk Anopheles spp), yang salah satunya
dipengaruhi oleh in- tensitas curah hujan, serta sumber parasit
Plasmodium spp. atau penderita. Sumber parasit Plasmodium spp.
adalah host yang menjadi penderita positif malaria. Tapi di daerah
endemis malaria tinggi, seringkali gejala klinis pada penderita tidak
muncul (tidak ada gejala klinis) meskipun parasit terus hidup di
dalam tubuhnya. Ini disebabkan adanya peru- bahan tingkat
resistensi manusia terhadap parasit malaria sebagai akibat
tingginya frekuensi kontak dengan parasit, bahkan di beberapa
negara terjadinya kekebalan ada yang diturunkan melalui mutasi
genetik. (Hakim, 2011)
Komponen epidemiologi malaria terdiri dari (1). agent malaria
adalah parasit Plasmodium spp, (2). host malaria, ada dua jenis
yaitu manusia sebagai host intermediate atau sementara karena
tidak terjadi pembiakan seksual dan nyamuk sebagai host definitive
atau tetap karena terjadi pembiakan seksual dan (3). lingkungan
11

yaitu yang berpengaruh terhadap kehidupan manusia dan nyamuk


vektor malaria. (Hakim, 2011)
4. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian malaria
a. Pada ibu hamil kejadian malaria dipengaruhi oleh pemantauan
kesehatan ibu hamil oleh bidan yang diwujudkan dalam
kepemilikan buku KIA, pemakaian obat nyamuk bakar/elektrik
ketika tidur malam, status ekonomi ibu hamil dan kemudahan
akses ibu hamil ke praktik bidan/ rumah sakit bersalin.
(Budiyanto Anif, 2017)
b. Pendidikan, penghasilan, pengetahuan, sikap, tindakan, dan
penggunaan kelambu dengan kejadian malaria. (Sir et al., 2015)
c. Lingkungan juga menjadi salah satu factor yang berhubungan
dengan kejadian malaria adalah breeding place. (Hasyim et al.,
2014)
5. Penyebab penyebaran malaria pasca bencana di Lombok
Sebelum terjadinya gempa, Lombok merupakan daerah
endemis malaria, sehingga vector penyebab malaria sudah ada di
sana. Berdasarkan data Kemenkes tahun 2013 disebutkan bahwa
prevalensi malaria di wilayah tersebut di atas prevalensi Nasional
yaitu sebesar 9%. Menurut laporan profil kesehatan Nusa Tenggara
Barat Tahun 2017, kasus malaria terbanyak terdapat di Kabupaten
Lombok Barat sebesar 268 kasus. Pasca bencana, Wilayah
Lombok menjadi lebih rentan terserang penyakit malaria. Bencana
telah menyebabkan kerusakan pada infrastruktur. Pada kondisi
pasca bencana di Lombok, kondisi jalanan mengalami kerusakan.
Banyak jalan berlubang yang apabila lubang tersebut berisi air,
maka dapat menjadi sarang perkembangbiakan nyamuk. Populasi
nyamuk meningkat, lebih banyak dari kondisi biasanya. Selain
jalan, fasilitas kesehatan (faskes) juga banyak mengalami
kerusakan. Per 14 Agustus 2018, Dinas Kesehatan Provinsi NTB
mencatat kerusakan faskes di Lombok akibat bencana gempa,
12

yaitu: sebanyak 37 faskes rusak ringan, 67 faskes rusak sedang,


dan 56 faskes rusak berat (dinkes.ntbprov. go.id, 18 September
2018). Kondisi seperti ini menyebabkan buruknya akses terhadap
pelayanan kesehatan, sehingga dapat meningkatkan risiko
penularan penyakit malaria.(Suni, 2018)
D. Tinjauan Umum Tentang Kesehatan Lingkungan Pasca Bencana
Gempa
Masalah kesehatan pasca bencana menjadi masalah yang
tidak dapat terhindarkan. Potensi penularan penyakit semakin
meningkat karena mudahnya penularan baik dari vector ke manusia
baik manusia ke manusia. Penularan yang lebih banyak terjadi
disebabkan oleh kontaminasi feses manusia ke makanan dan
minuman, perindukan jamuk penyebab malaria dan DBD, dan lainnya.
(Imran Tumenggung, 2017)
Perubahan lingkungan pasca bencana merupakan ancaman
untuk beberapa bulan ke depan. Peningkatan penyakit malaria di
Kecamatan Gunungsari menjadi salah satu ancaman yang serius
sehingga harus segera ditangani. Pemerintah telah berupaya
menanggulanginya, namun upaya pencegahan yang meluas masih
perlu dilakukan. (Suni, 2018)
Potensi timbulnya penyakit menular pada kondisi pasca
bencana dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: penyakit yang sudah
ada sebelum bencana, perubahan ekologis karena bencana,
pengungsian, perubahan kepadatan penduduk, rusaknya fasilitas
umum, hilangnya layanan kesehatan dasar, dan yang paling utama
adalah kesehatan lingkungan pasca bencana gempa. (Imran
Tumenggung, 2017)
Secara umum, jumlah kegiatan bantuan bencana yang
dikhususkan untuk pengelolaan kesehatan lingkungan sebanding
dengan kecukupan fasilitas sanitasi yang ada sebelumnya. Durasi
terbatas dari aktivitas bantuan bencana menjadikannya tidak praktis
13

untuk mencoba membangun fasilitas sanitasi permanen dan sumber


air dan makanan yang aman jika ini rusak parah akibat bencana atau
sebelumnya tidak ada.
Penting bagi para ahli epidemiologi untuk menyadari bahwa
tindakan lingkungan yang memberikan bantuan administrator yang
mengutamakan sering bukan yang paling terkait dengan risiko
penularan penyakit menular. Di antara keprihatinan pertama manajer
kesehatan lingkungan adalah keberadaan tempat tinggal dan air
minum, penguburan orang mati dan pembuangan sampah.
Pengendalian vektor, perlindungan makanan dan mempromosikan
kebersihan pribadi selalu diberi prioritas lebih rendah. Kegiatan-
kegiatan terakhir ini, bagaimanapun, sangat penting dalam hal
transmisi penyakit menular. Dalam bencana besar, khususnya di
negara-negara miskin, ketersediaan di semua tingkat orang yang
terlatih dan tersedia untuk mempraktikkan manajemen kesehatan
lingkungan adalah faktor yang membatasi promosi langkah-langkah
prioritas tinggi ini.
Bangkai manusia dan hewan jarang, jika pernah, dikaitkan
dengan epidemi penyakit menular, tetapi meskipun masalah yang
berkaitan dengan kesehatan tidak menjadi masalah, di sebagian besar
masyarakat pembuangan mayat yang dapat diterima sangat penting
untuk alasan budaya. Dalam sebagian besar keadaan, bau busuk
hewan yang tidak dikubur atau yang tidak dikebumikan tidak akan
ditoleransi terlalu lama. Intervensi lingkungan juga sering gagal
mencegah penularan penyakit menular karena keterbatasan dalam
teknik yang ada dan / atau misapplication. Klorinasi dan / atau
penyaringan air, misalnya, tidak dapat menghancurkan protozoa
seperti Giardia lamblia. Air tablet desinfeksi (seperti Globaline dan
Halazone) akan menghancurkan bakteri enterik, amuba, dan
beberapa, tetapi tidak semua, virus enterik. Distribusi besar-besaran
tablet pemurnian air setelah bencana tidak efektif pada populasi
14

berpendidikan rendah yang tidak terbiasa dengan penggunaan yang


tepat dan dengan demikian bukan merupakan tindakan rutin yang
direkomendasikan. Memang, jika tablet tersebut dicerna seluruhnya
seperti pil, bisa mengakibatkan kematian. Tablet mungkin berguna,
namun, di antara kelompok terdidik dan termotivasi seperti pekerja
bantuan, militer, pegawai negeri, dan sebagainya.
Langkah-langkah seperti pengendalian vektor terlalu sering
diarahkan pada serangga pengganggu daripada vektor penyakit
manusia. Pestisida dapat diterapkan pada vegetasi luar ruangan untuk
mengurangi populasi nyamuk yang menggigit (misalnya Culex), bukan
vektor malaria (Anopheles) atau demam berdarah dan kuning (Aedes
aegypti). Populasi lalat rumah yang resah juga dapat diobati dengan
pestisida dalam jumlah yang berlebihan ketika peningkatan ekskreta
dan pengumpulan dan pembuangan limbah padat akan jauh lebih
efektif. Manual Pan American Health Organization, Pengendalian
Vektor Darurat setelah Bencana Alam (53), dan Panduan Organisasi
Kesehatan Dunia untuk Sanitasi dalam Bencana Alam (22)
memberikan tinjauan menyeluruh atas prinsip-prinsip manajemen
kesehatan lingkungan.
15

BAB III
PEMBAHASAN
A. Upaya Penanggulangan Malaria Pasca Gempa di Lombok
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 145/Menkes/SK/l/2017 tentang Pedoman Penanggulangan
Bencana Bidang Kesehatan; disebutkan bahwa dalam prinsip
penanggulangan bencana di sektor kesehatan tidak ada kebijakan
dalam pembentukan sarana dan prasarana secara khusus. Tetapi,
dalam bentuk pemanfaatan sarana dan prasarana yang telah ada,
dengan meningkatkan semua sumberdaya baik dari pemerintah
kabupaten/ kota dan provinsi, serta masyarakat maupun pihak swasta.
(Suni, 2018)
Penanggulangan penyakit menular seperti malaria lebih
mengutamakan aspek promotif dan preventif. Tujuannya adalah untuk
menurunkan angka kesakitan dan kematian, serta membatasi
penularan dan penyebaran penyakit agar tidak meluas ke daerah lain.
Upaya penanggulangan mencakup upaya pengendalian dan
pemberantasan secara efektif, efisien, dan terpadu. Penyakit endemis
di daerah bencana harus dimasukkan dalam sistem surveilans
penilaian risiko penyakit menular; supaya ancaman penyakit bisa
teridentifikasi dan terprioritaskan, sehingga dapat dilakukan tindakan
pengamanan jika diperlukan. (Suni, 2018)
Kasus malaria di Lombok telah menjadi prioritas masalah untuk
segera ditangani. Berdasarkan penyelidikan epidemiologi secara cepat
sampai minggu ke-36, Kabupaten Lombok Barat memenuhi kriteria
KLB. Khususnya Kecamatan Gunungsari dimana peningkatan kasus
tersebut terkonfirmasi lebih dari tiga kali lipat. Penetapan KLB di
kecamatan tersebut telah sesuai dengan Permenkes RI Nomor 949
tahun 2014 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem
Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa. Upaya-upaya pencegahan
16

dan penanganan kasus tersebut menjadi fokus pemerintah saat ini


(Suni, 2018)
Deteksi dini kasus malaria dapat ditingkatkan melalui monitoring
terhadap kasus mingguan dan harus menjadi bagian dari pengawasan.
Risiko timbulnya kasus malaria juga harus dievaluasi secara
sistematis. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengendalian
penyakit menular, seperti air bersih, sanitasi yang efektif, pengendalian
vektor serta kemampuan tenaga kesehatan dalam mendiagnosis dini
suatu penyakit, perlu menjadi perhatian.(Suni, 2018)
Upaya Penanggulangan Yang Dilakukan Oleh Pusat
Penanggulangan Krisis Kesehatan adalah sebagai berikut :
1. Penilaian Kesehatan
Melakukan koordinasi dengan jajaran direktur dan tim ahli bedah
untuk mengatasi permasalahan serta untuk melaporkan secara
lisan adanya masalah yang dihadapi seperti korban meninggal,
luka-luka, luasnya kejadian serta persediaan logistik, memberikan
pelayanan dan melakukan evakuasi pada korban jika dilakukan
rujukan kasusnya.
2. Melakukan penyemprotan desinfektan ditempat penemuan jenazah
untuk menghindari potensi KLB penyakit
3. Penyuluhan tentang pencegahan penyakit menular oleh petugas
kesehatan
4. Pemantauan vector penyakit Malaria oleh Dinkes Propinsi,
Kab/Kota, Petugas P2PL. (Purnama, 2017)
Prinsip – prinsip pencegahan dan pengendalian masalah gizi dan
penyakit menular pasca bencana, antara lain:
1. Melaksanakan sesegera mungkin semua upaya kesehatan
masyarakat untuk mengurangi risiko timbulnya penularan penyakit
Malaria
17

2. Menyusun suatu sistem pelaporan penyakit yang reliabel untuk


mengidentifikasi KLB dan untuk memulai pengendalian sesegera
mungkin.
3. Menyelidiki semua laporan penyakit malaria secara cepat.
Klarifikasi awal mengenai situasi dapat mencegah pemakaian yang
sebenarnya tidak diperlukan dari sumber daya yang jumlahnya
terbatas dan mencegah terputusnya program yang biasa. (Imran
Tumenggung, 2017)
B. Manajemen Kesehatan Lingkungan Pacsa Gempa di Lombok
Pengelolaan kesehatan lingkungan setelah bencana terdiri dari
kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan dasar sanitasi ; pembuangan
sampah, pemeliharaan persediaan air, kebersihan pribadi, asupan
makanan dan kontrol vektor, pemakaman yang tepat untuk korban
bencana, dan penyediaan tempat tinggal. Bantuan bencana
administrator harus memperhatikan keterbatasan waktu, tenaga kerja,
dan sumber daya namun harus tetap membuat suatu prioritas. Faktor-
faktor yang harus dipertimbangkan adalah dengan memperhatikan
kondisi lingkungan sebelum kejadian bencana.(WHO, n.d.)
Program pengendalian untuk penyakit bawaan vektor harus
digencarkan selama periode darurat dan rehabilitasi, khususnya di
wilayah yang endemik, seperti yang diketahui bahwa lombok
merupakan wilayah endemik malaria sebelum terjadi gempa. Prioritas
dilakukan untuk daerah endemik malaria dengan langkah-langkah di
bawah ini:
1. Pulihkan aktivitas pengumpulan dan pembuangan sampah yang
saniter sesegera mungkin.
2. Selenggarakan promosi kesehatan untuk memusnahkan tempat
perkembangbiakan vektor dan tentang upaya untuk mencegah
infeksi, termasuk hygiene personal.
3. Lakukan survei pada kamp dan wilayah berpenduduk padat untuk
mengidentifikasi lokasi perkembangbiakan potensial nyamuk.
18

4. Musnahkan tempat perkembangbiakan vektor dengan


mengeringkan dan/atau menimbun kolam, empang, dan rawa-rawa,
melakukan gerakan 3M, dll.
5. Lakukan pengendalian kimia jika perlu seperti penyemprotan
(foging). (Fadil, 2010)
19

BAB IV
PENTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian dalam pembahasan di atas maka disimpulkan
sebagai berikut:
1. Malaria merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah
kesehatan di hampir semua negara tropis terutama pada kelompok
risiko tinggi, yaitu bayi, anak balita, dan ibu hamil.
2. Secara alamiah, penularan malaria terjadi karena adanya interaksi
antara agent (parasit Plasmodium spp), host definitive (nyamuk
Anopheles spp) dan host intermediate (manusia). Di tempat
pengungsian sangat berisiko karena padatnya penduduk sehingga
mempermudah atau mempercepat penularan penyakit malaria.
3. Penanggulangan penyakit menular seperti malaria lebih
mengutamakan aspek promotif dan preventif. Tujuannya adalah
untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian, serta membatasi
penularan dan penyebaran penyakit agar tidak meluas ke daerah
lain.
4. Deteksi dini kasus malaria dapat ditingkatkan melalui monitoring
terhadap kasus mingguan dan harus menjadi bagian dari
pengawasan. Risiko timbulnya kasus malaria juga harus dievaluasi
secara sistematis. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
pengendalian penyakit menular, seperti air bersih, sanitasi yang
efektif, pengendalian vektor serta kemampuan tenaga kesehatan
dalam mendiagnosis dini suatu penyakit, perlu menjadi perhatian.
5. Pengelolaan kesehatan lingkungan setelah bencana terdiri dari
kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan dasar sanitasi;
pembuangan sampah, pemeliharaan persediaan air, kebersihan
pribadi, asupan makanan dan kontrol vektor, pemakaman yang
tepat untuk korban bencana, dan penyediaan tempat tinggal.
20

B. REKOMENDASI
Berdasarkan kesimpulan di atas maka diharapkan:
1. Untuk mencegah timbulnya kejadian luar biasa pada situasi
bencana, maka deteksi kasus dan respons pengendalian harus
dilakukan secara simultan.
2. Setiap informasi yang mengarah munculnya sebuah kasus penyakit
prioritas di wilayah bencana (meskipun dalam bentuk rumor), harus
ditindaklanjuti dengan proses verifikasi segera dengan melakukan
penyelidikan epidemiologi.
3. Pencegahan dan pengendalian penyakit malaria dapat dilakukan
dengan cara memutuskan mata rantai penularan, pengobatan
penderita, memberantas temoat perindukan nyamuk, dan
meningkatkan sanitasi lingkungan terutama di lokasi pengungsian
hingga suasana kembali kondusif bahkan petugas kesehatan perlu
untuk tetap melaksanakan surveilans malaria secara aktif di dalam
populasi sebagai upaya kewaspadaan dini.
DAFTAR PUSTAKA

Budiyanto Anif, W. T. (2017). Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian


Malaria pada Ibu Hamil di Indonesia. Media Litbangkes, 27 No., 25–
30. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.22435/mpk.v27i1.5494.25-30
Abstrak
Hakim, L. (2011). Malaria : Epidemiologi dan Diagnosis. Aspirator, 3(2),
107–116.
Hasyim, H., Camelia, A., & Alam, N. F. (2014). Determinan Kejadian
Malaria di Wilayah Endemis Provinsi Sumatera Selatan. Kesehatan
Masyarakat Nasional, 8(7), 291–294.
https://doi.org/10.21109/kesmas.v0i0.367
Imran Tumenggung. (2017). MASALAH GIZI DAN PENYAKIT MENULAR
PASCA BENCANA. Health and Nutritions, III.
Purnama, S. G. (2017). Modul manajemen bencana, 1–89.
Sir, O., Arsin, A., Syam, I., & Despitasari, M. (2015). Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kejadian Malaria Di Kecamatan Kebola ,
Kabupaten Alor ,Provinsi Nusa Tenggara Timur ( NTT ) Tahun 2014
Factors Related to Malaria in Kabola Village , Alor District , East Nusa
Tenggara Province , 2014. Jurnal Ekologi Kesehatan, 14(4), 334–341.
https://doi.org/10.22435/jek.v14i4.4712.334-341
Suni, N. S. P. (2018). Penyebaran penyakit malaria pasca bencana di
lombok dan upaya penanggulangan. Pusat Penelitian Badan Keahlian
DPR RI.
WHO. (n.d.). Epidemiologic Surveillance after Natural Disaster Study
Guide and Course Text Epidemiologic Surveillance after Natural
Disaster.
Centers for Diseases Control and Prevention. 2006, Disease, content
source : Division of parasitic diseases national center for zoonotic,
vector-borne, and enteric diseases (ZVED), Page last modified :
September 21, 2006, http://www.cdc.gov
Fadil. (2010). Manajemen Kesehatan Lingkungan Pasca Bencana.
https://fadhilhayat.wordpress.com/2010/10/14/manajemen-
kesehatan-lingkungan-dalam-bencana/. Di akses pada tanggal 15
Oktober 2018.

https://id.wikipedia.org/wiki/Gempa_bumi_Lombok_Juli_2018

Kementerian Kesehatan. (2017). Buku Saku Penatalaksanaan Kasus


Malaria. Jakarta: Kemenkes.

Kompas. 2018. 137 Warga Lombok Terjangkit Malaria, Tes Darah dan
Bagi Kelambu Terus Dilakukan.
https://regional.kompas.com/read/2018/09/16/13580391/137-warga-
lombok-terjangkit-malaria-tes-darah-dan-bagi-kelambu-terus. di
akses pada tanggal 22 September 2018.

Limbong, U.B. 2017. Pengendalian Penyakit Leptospirosis Pasca


Bencana Banjir Dan Manajemen Kesehatan Lingkungan. Program
Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar. Sulawesi Selatan.

Prabowo A. Malaria mencegah dan mengatasinya, Puspa Swara, Anggota


IKAPI, Cetakan II; 2007

Ratnasari, Yuliana (29 Juli 2018). "Gempa Susulan di Lombok NTB 133
Kali, BMKG: Hindari Gedung Rusak". Tirto.id. Diakses tanggal 30 Juli
2018.

Widayatun, dkk. 2013. Permasalahan Kesehatan Dalam Kondisi Bencana:


Peran Petugas Kesehatan Dan Partisipasi Masyarakat. Jurnal
Kependudukan Indonesia Vol. 8 No.1 Tahun 2013 (ISSN 1907-2902)

Anda mungkin juga menyukai