Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

KESELAMATAN KESEHATAN KERJA DAN KESELAMATAN PASIEN


PENYAKIT AKIBAT KERJA

Dosen Pembimbing :
Laily Hidayati, S.kep, Ns., M.Kep

Disusun Oleh :
132111123001 Eka Putri Arditama
132111123002 Singgih Prasetiyo
132111123021 Maria Patrisia Lau
132111123022 Maria Yenilodia Nahak
132111123033 Hindun Milawati
132111123034 Silvia Sisilia Onasi

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya , sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan makalah
dengan judul “Penyakit Akibat Kerja” ini dengan lancar. Pembuatan makalah ini
bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah
Keselamatan Kesehatan Kerja Dan Keselamatan Pasien serta menambah ilmu
pengetahuan mengenai materi Penyakit Akibat Kerja
Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang kami peroleh dari
buku panduan , serta informasi jurnal yang berhubungan dengan “Penyakit Akibat
Kerja”.
Kami berharap makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua. Makalah ini masih
jauh dari kata sempurna, maka kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi
perbaikan menuju arah yang lebih baik.

Surabaya, 15 September 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI
COVER
Kata Pengantar ..........................................................................................................ii
Daftar Isi ....................................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN.........................................................................................1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................1
1.2 Tujuan .................................................................................................................2
1.2.1 Tujuan Umum ........................................................................................2
1.2.2 Tujuan Khusus .......................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................4
2.1 Konsep Penyakit Akibat Kerja.............................................................................
2.1.1 Definisi Penyakit Akibat Kerja .....................................................................
2.1.2 Faktor Risiko Terjadinya PAK ......................................................................
2.1.3 Jenis Penyakit Akibat Kerja ..........................................................................
2.1.4 Penyakit atau Cedera Akibat Kecelakaan Kerja ...........................................
2.1.5 Upaya Pencegahan Penyakit Akibat Kerja ....................................................
2.1.6 Diagnosis Penyakit Akibat Kerja ..................................................................
2.2 Ergonomi dalam Keselamatan Kerja ..................................................................
2.2.1 Konsep Ergonomi ..........................................................................................
2.2.2 Tujuan Penerapan Ergonomi .........................................................................
2.2.3 Prinsip ergonomi .........................................................................................
2.2.4 Metode Penerapan Kondisi Ergonomi ..........................................................
2.3 Mekanika Kesehatan dalam Keselamatan Kerja .................................................
2.3.1 Pengertian Keselamatan Kerja ......................................................................
2.3.2 Tujuan Kesehatan Kerja ................................................................................
2.3.3 Indikator Penyebab Keselamatan Kerja.........................................................
2.3.4 Masalah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja.................................................
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keselamatan saat ini telah menjadi isu global di semua sektor, termasuk dalam
sector pelayanan kesehatan. Rumah sakit merupakan salah satu penyedia pelayanan
kesehatan yang dituntut untuk senantiasa meningkatkan mutu pelayanan dengan
membangun keselamatan dan layanan kesehatan yang lebih aman sehingga
mendapat kepercayaan dari pelanggan. Keselamatan di rumah sakit merupakan
aspek penting dan prinsip dasar layanan kesehatan serta komponen kritis dari
manajemen mutu dan salah satu indikator dalam penilaian akreditasi rumah sakit
(Kepmenkes No. 1087, 2010).

Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya
untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran
lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan
produktivitas kerja. Rumah Sakit harus menjamin kesehatan dan keselamatan baik
terhadap pasien, penyediaan layanan atau pekerja maupun masyarakat sekitar dari
berbagai potensi bahaya di Rumah Sakit. Oleh karena itu, Rumah Sakit dituntut
untuk melaksanakan Upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang
dilaksanakan secara terintegrasi dan menyeluruh sehingga risiko terjadinya Penyakit
Akibat Kerja (PAK) dan kecelakaan Akibat Kerja (KAK) di Rumah Sakit dapat
dihindari. Kecelakaan kerja pada perawat dianggap sebagai suatu masalah serius
karena mengancam kesehatan dan kesejahteraan pasien dan petugas kesehatan
secara global (Maria, 2015). Penyebab penyakit dan kecelakaan akibat kerja
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor manusia, dalam hal ini adalah pekerja
seperti kurangnya pengetahuan dan ketampilan, tindakan yang tidak aman ketika
bekerja, bekerja tidak sesuai prosedur. Faktor lingkungan kerja, dan faktor
manajemen (Konradus, 2012).

1
Dalam melaksanakan setiap Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja tersebut,
para pekerja rumah sakit mempunyai resiko untuk terjadinya Penyakit Akibat Kerja
(PAK) dan Kecelakaan Akibat Kerja (KAK). Hal ini disebabkan karena Penyakit
Akibat Kerja (PAK) merupakan penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat
kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Penyakit Akibat Kerja (PAK) di
rumah sakit dapat menyerang semua tenaga kerja, baik medis (perawat, dan dokter),
maupun non medis (petugas kebersihan (cleaning service) mempunyai resiko untuk
terpajan bahan biologi berbahaya (biohazard), dan kontak dengan alat medis sekali
pakai (disposable aquipment) seperti jarum suntik bekas maupun selang infus bekas,
serta membersihkan seluruh ruangan di rumah sakit dapat meningkatkan resiko
untuk terkena penyakit infeksi bagi petugas kebersihan (cleaning service) rumah
sakit (Evryanti, 2012).

Perawat merupakan petugas Kesehatan dengan presentasi terbesar dan memegang


peranan penting dalam pemberian pelayanan kesehatan. WHO (2013) mencatat dari
39,47 juta petugas kesehatan di seluruh dunia, 66,7%-nya adalah perawat. Di
Indonesia, perawat juga merupakan bagian terbesar dari tenaga kesehatan yang
bertugas di rumah sakit yaitu sekitar 47,08% dan paling banyak berinteraksi dengan
pasien (Depkes RI, 2014). Ada sekitar dua puluh Tindakan keperawatan, delegasi,
dan mandat yang dilakukan dan yang mempunyai potensi bahaya biologis, mekanik,
ergonomik, dan fisik terutama pada pekerjaan mengangkat pasien, melakukan
injeksi, menjahit luka, pemasangan infus, mengambil sampel darah, dan memasang
kateter.

Kecelakaan kerja pada perawat dianggap sebagai suatu masalah serius karena
mengancam kesehatan dan kesejahteraan pasien dan petugas kesehatan secara global
(Maria, 2015). Kecelakaan tersebut yang pada akhirnya dapat mempengaruhi
produktivitas kerja perawat. Produktivitas kerja yang rendah pada akhirnya
berdampak terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan oleh rumah sakit.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah upaya untuk memberikan jaminan
keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan pekerja dengan cara pencegahan

2
kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK), pengendalian bahaya ditempat kerja,
promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi. Keselamatan dan kesehatan kerja
adalah kegiatan yang dirancang untuk menjamin keselamatan dan kesehatan di
tempat kerja. Perawat berisiko terhadap kecelakaan dan penyakit akibat pekerjaan.

Penyakit akibat kerja dan kecelakaan akibat kerja pada perawat selain disebabkan
oleh faktor lingkungan yang tidak aman (unsafe condition), juga dapat disebabkan
oleh perilaku yang tidak aman (unsafe act). Sumakmur (2009) dalam Ayu (2012)
menyatakan 85% sebab terjadinya penyakit akibat kerja dan kecelakaan akibat kerja
bersumber pada faktor manusia. Risiko bahaya di rumah sakit mencakup bahaya
biologik, fisik, kimia, ergonomik, dan psikososial (Kepmenkes No.1087, 2010).

1.2 Rumusan Masalah


Dalam menulis makalah ini, penulis ingin menjabarkan materi mengenai penyakit
akibat kerja pada perawat, Adapun rumusan masalah dalam materi ini meliputi :
1.2.1 Apakah konsep dari penyakit akibat kerja?
1.2.2 Apasajakah penyakit menular dan tidak menular akibat kerja pada perawat ?
1.2.3 Apasajakah penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja pada perawat ?
1.2.4 Bagaimana upaya pencegahan penyakit akibat kerja pada perawat ?
1.2.5 Bagaimana ergonomi dan mekanika Kesehatan dalam keselamatan kerja?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan menganalisis penyakit akibat kerja pada perawat.
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Mengetahui konsep dari Penyakit Akibat Kerja
2) Mengetahui penyakit akibat kerja pada perawat yang meliputi penyakit
menular dan penyakit tidak menular
3) Mengetahui penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja pada perawat.

3
4) Mengetahui upaya pencegahan penyakit akibat kerja pada perawat.
5) Mengetahui ergonomi dan mekanika Kesehatan dalam keselamatan
kerja

4
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Konsep Penyakit Akibat Kerja


2.4.1 Definisi Penyakit Akibat Kerja
Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang ditimbulkan oleh atau didapat pada
waktu melakukan pekerjaan. Penyakit akibat kerja atau yang lebih dikenal
sebagai occupational diseases adalah penyakit yang disebabkan oleh faktor-
faktor pekerjaan atau didapat pada waktu melakukan pekerjaan (Suma’mur,
1998) dalam (Suarniti, 2015).

Menurut WHO tahun 2018, penyakit akibat pekerjaan adalah penyakit apapun
yang dikontrak teritama sebagai akibat dari pajanan factor factor risiko yang
timbul dari aktivitas kerja. Penyakit terkait dengan pekerjaan memiliki banyak
penyebab, dimana factor factor dalam lingkungan kerja dapat memainkan peran,
bersama dengan factor risiko lain dalam perkembangan penyakit tersebut
(Kurniawidjaja,2019).

Menurut Kurniawidjaja dalam modul kuliahnya tahun 2005 yang berjudul “


Modul Mata Kuliah Penyakit Akibat Kerja dan Surveilans”, konsep dasar
penyakit akibat kerja terdiri dari 3 hal, yakni :
1. Adanya hubungan antara pajanan yang spesifik dengan penyakit
2. Adanya fakta bahwa frekuensi kejadian penyakit pada populasi pekerja lebih
tinggi daripada masyarakat umum.
3. Penyakit dapat dicegah dengan melakukan Tindakan preventif di tempat
kerja.

Berdasarkan Komisi Bersama ILO/WHO dalam Kesehatan Kerja Tahun 1989,


Penyakit Terkait Kerja ( PTK) yang merupakan terjemahan dari Work Related
Diseases (WRD) adalah semua penyakit yang timbul akibat pekerja terpajan
terhadap bahan atau kondisi yang membahayakan dalam proses pekerjaan,

5
dimana lingkungan kerja dan kondisi kerja menjadi salah satu factor utama dari
banyak factor penyebab lainnya.

Pengertian Penyakit Akibat Kerja (PAK) yang merupakan terjemahan dari


Occupational Diseases (OD) dan PTK masih dipisah ILO pada tahun 1983. Pada
tahun 1987 Komisi Bersama ILO/WHO dalam Kesehatan Kerja mengeluarkan
gagasan bahwa PTK dapat digunakan untuk PAK (PAK telah terlebih dahulu
diakui dan penyebabnya tunggal) dan untuk gangguan Kesehatan dimana
lingkungan kerja dan proses kerja merupakan salah satu factor penyebab yang
bermakna ( penyebab PAK dianggap muktifaktor) (Kurniawidjaja, 2019).

2.4.2 Faktor Risiko Terjadinya PAK


Menurut Jeyaratnam, (2019) dalam Salawati, (2015) faktor risiko yang dapat
menyebabkan terjadinya PAK adalah sebagai berikut:
1. Golongan fisik
a. Kebisingan dapat mengakibatkan gangguan pada pendengaran sampai
dengan Non-induced hearing loss
b. Radiasi (sinar radio aktif) dapat mengakibatkan kelainan darah dan kulit
c. Suhu udara yang tinggi dapat mengakibatkan heat stroke, heat cramps,
atau hyperpyrexia. Sedangkan suhu udara yang rendah dapat
mengakibatkan frostbite, trenchfoot atau hypothermia.
d. Tekanan udara yang tinggi dapat mengakibatkan caison disease
e. Pencahayaan yang tidak cukup dapat mengakibatkan kelahan mata.
Pencahayaan yang tinggi dapat mengakibatkan timbulnya kecelakaan.

2. Golongan kimia
a. Debu dapat mengakibatkan pneumoconiosis
b. Uap dapat mengakibatkan metal fume fever, dermatitis dan keracunan
c. Gas dapat mengakibatkan keracunan CO dan H2S d. Larutan dapat
mengakibatkan dermatitis
d. Insektisida dapat mengakibatkan keracunan

6
3. Golongan infeksi
a. Anthrax
b. Brucell
c. HIV/AIDS

4. Golongan fisiologis
Dapat disebabkan oleh kesalahan kontruksi, mesin, sikap badan yang kurang
baik, salah cara melakukan suatu pekerjaan yang dapat mengakibatkan
kelelahan fisik bahkan lambat laun dapat menyebabkan perubahan fisik pada
tubuh pekerja.

5. Golongan mental
Dapat disebabkan oleh hubungan kerja yang tidak baik atau keadaan
pekerjaan yang monoton yang menyebabkan kebosanan.

2.4.3 Jenis Penyakit Akibat Kerja


Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
PER01/MEN/1981 dan Keputusan Presiden RI No 22/1993 dalam Salawati
(2015), terdapat 31 jenis penyakit akibat kerja yaitu sebagai berikut:
1) Pneumokoniosis yang disebabkan oleh debu mineral pembentukan jaringan
parut (silikosis, antrakosilikosis, asbestosis) dan silikotuberkulosis yang
silikosisnya merupakan faktor utama penyebab cacat atau kematian.
2) Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkopulmoner) yang disebabkan
oleh debu logam keras.
3) Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkopulmoner) yang disebabkan
oleh debu kapas, vlas, henep dan sisal (bissinosis).
4) Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan zat
perangsang yang dikenal berada dalam proses pekerjaan.

7
5) Alveolitis allergika yang disebabkan oleh faktor dari luar sebagai akibat
penghirupan debu organic.
6) Penyakit yang disebabkan oleh berillium atau persenyawaannya yang
beracun.
7) Penyakit yang disebabkan oleh kadmium atau persenyawaannya yang
beracun.
8) Penyakit yang disebabkan oleh fosfor atau persenyawaannya yang beracun.
9) Penyakit yang disebabkan oleh krom atau persenyawaannya yang beracun.
10) Penyakit yang disebabkan oleh mangan atau persenyawaannya yang beracun.
11) Penyakit yang disebabkan oleh arsen atau persenyawaannya yang beracun.
12) Penyakit yang disebabkan oleh raksa atau persenyawaannya yang beracun.
13) Penyakit yang disebabkan oleh timbal atau persenyawaannya yang beracun.
14) Penyakit yang disebabkan oleh flour atau persenyawaannya yang beracun.
15) Penyakit yang disebabkan oleh karbon disulfida.
16) Penyakit yang disebabkan oleh derivat halogen dari persenyawaan
hidrokarbon alifatik atau aromatik yang beracun.
17) Penyakit yang disebabkan oleh benzena atau homolognya yang beracun.
18) Penyakit yang disebabkan oleh derivat nitro dan amina dari benzena atau
homolognya yang beracun.
19) Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam nitrat lainnya.
20) Penyakit yang disebabkan oleh alkohol, glikol atau keton.
21) Penyakit yang disebabkan oleh gas atau uap penyebab asfiksia atau
keracunan seperti karbon monoksida, hidrogen sianida, hidrogen sulfida atau
derivatnya yang beracun, amoniak, seng, braso dan nikel.
22) Kelainan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan.
23) Penyakit yang disebabkan oleh getaran mekanik (kelainan-kelainan otot,
urat, tulang persendian, pembuluh darah tepi atau syaraf tepi).
24) Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yang bertekanan
lebih.
25) Penyakit yang disebabkan oleh radiasi elektromagnetik dan radiasi yang
mengion.

8
26) Penyakit kulit (dermatosis) yang disebabkan oleh penyebab fisik, kimiawi
atau biologik.
27) Kanker kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh ter, pic, bitumen,
minyak mineral, antrasena, atau persenyawaan, produk atau residu dari zat
tersebut.
28) Kanker paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh asbes.
29) Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang
didapat dalam suatu pekerjaan yang memiliki resiko kontaminasi khusus.
30) Penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah atau panas radiasi
atau kelembaban udara tinggi.
31) Penyakit yang disebabkan oleh bahan kimia lainnya termasuk bahan obat.

2.4.4 Penyakit atau Cedera Akibat Kecelakaan Kerja


Menurut Sardjito (2012), kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga
dan tidak diharapkan. Biasanya kecelakaan menyebabkan, kerugian material dan
penderitaan dari yang paling ringan sampai kepada yang paling berat.
Kecelakaan dapat berbentuk 2 jenis yaitu :
a) Kecelakaan medis, jika yang menjadi korban pasien
b) Kecelakaan kerja, jika yang menjadi korban petugas itu sendiri.

Penyebab kecelakaan kerja dapat dibagi dalam kelompok :


1) Kondisi berbahaya (unsafe condition), yaitu yang tidak aman dari:
- Peralatan / Media Elektronik, Bahan dan lain-lain
- Lingkungan kerja
- Proses kerja
- Sifat pekerjaan
- Cara kerja
2) Perbuatan berbahaya (unsafe act), yaitu perbuatan berbahaya dari
manusia, yang dapat terjadi antara lain karena:
- Kurangnya pengetahuan dan keterampilan pelaksana

9
- Cacat tubuh yang tidak kentara (bodily defect)
- Keletihanan dan kelemahan daya tahan tubuh.
- Sikap dan perilaku kerja yang tidak baik

Beberapa contoh kecelakaan yang banyak terjadi di Tempat Kerja


Kesehatan :
1) Terpeleset, biasanya karena lantai licin.
Terpeleset dan terjatuh adalah bentuk kecelakaan kerja yang dapat
terjadi di tempat kerja kesehatan akibat :
a) Ringan memar
b) Berat fraktura, dislokasi, memar otak, dll.
c) Pencegahan :
- Pakai sepatu anti slip
- Jangan pakai sepatu dengan hak tinggi, tali sepatu longgar
- Hati-hati bila berjalan pada lantai yang sedang dipel (basah
dan licin) atau tidak rata konstruksinya.
- Pemeliharaan lantai dan tangga
2) Mengangkat beban
Mengangkat beban merupakan pekerjaan yang cukup berat, terutama
bila mengabaikan kaidah ergonomi.
Akibat : cedera pada punggung
Pencegahan :
a) Beban jangan terlalu berat
b) Jangan berdiri terlalu jauh dari beban
c) Jangan mengangkat beban dengan posisi membungkuk tapi
pergunakanlah tungkai bawah sambil berjongkok
d) Pakaian penggotong jangan terlalu ketat sehingga pergerakan
terhambat.

10
2.4.5 Upaya Pencegahan Penyakit Akibat Kerja
Berikut ini adalah penerapan konsep lima tingkatan pencegahan penyakit (five
level of prevention disease) pada penyakit akibat kerja, yakni:
a. Peningkatan kesehatan (health promotion).
Misalnya: penyuluhan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) pendidikan
kesehatan, meningkatkan gizi yang baik, pengembangan kepribadian,
perusahaan yang sehat dan memadai, rekreasi, lingkungan kerja yang
memadai, penyuluhan perkawinan dan pendidikan seksual, konsultasi
tentang keturunan dan pemeriksaan kesehatan periodik.
b. Perlindungan khusus (specific protection).
Misalnya: imunisasi, hygiene perorangan, sanitasi lingkungan, serta proteksi
terhadap bahaya dan kecelakaan kerja dengan menggunakan alat pelindung
diri (APD) seperti helm, kacamata kerja, masker, penutup telinga (ear muff
dan ear plug) baju tahan panas, sarung tangan, dan sebagainya.
c. Diagnosis (deteksi) dini dan pengobatan segera serta pembatasan titik-titik
lemah untuk mencegah terjadinya komplikasi.
d. Membatasi kemungkinan cacat (disability limitation).
Misalnya: memeriksa dan mengobati tenaga kerja secara komprehensif,
mengobati tenaga kerja secara sempurna dan pendidikan kesehatan.
e. Pemulihan kesehatan (rehabilitation).
Misalnya: rehabilitasi dan mempekerjakan kemali para pekerja yang
menderita cacat. Sedapat mungkin perusahaan mencoba menempatkan
keryawan-karyawan cacat di jabatan yang sesuai.
Upaya yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk mencegah PAK adalah
sebagai berikut:
1. Menyingkirkan atau mengurangi risiko pada sumbernya, misalnya
menggantikan bahan kimia yang berbahaya dengan bahan yang tidak
berbahaya.
2. Mengurangi risiko dengan pengaturan mesin atau menggunakan APD.

11
3. Menetapkan prosedur kerja secara aman untuk mengurangi risiko lebih
lanjut.
4. Menyediakan, memakai dan merawat APD

2.4.6 Diagnosis Penyakit Akibat Kerja


Secara teknis penegakan diagnosis dilakukan dengan cara berikut ini
(Saalawati,2015) :
1. Tentukan diagnosis klinis dengan anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik
diagnostik dan pemeriksaan penunjang.
2. Tentukan pajanan terhadap faktor risiko dengan melakukan anamnesis
mengenai riwayat pekerjaan secara cermat dan teliti yang mencakup: Kapan
pertama kali bekerja, sudah berapa lama bekerja, apa yang dikerjakan, bahan
yang digunakan, informasi bahan yang digunakan (Material Safety Data
Sheet/MSDS), bahan yang diproduksi, jenis bahaya yang ada, jumlah
pajanan, kapan mulai timbul gejala, kejadian sama pada pekerja lain,
pemakaian alat pelindung diri, cara melakukan pekerjan, pekerjaan lain yang
dilakukan, kegemaran (hobi) dan kebiasaan lain (merokok, alkohol)
3. Membandingkan gejala penyakit sewaktu bekerja dan dalam keadaan tidak
bekerja
a. Pada saat bekerja maka gejala timbul atau menjadi lebih berat, tetapi
pada saat tidak bekerja atau istirahat maka gejala berkurang atau hilang
b. Perhatikan juga kemungkinan pemajanan di luar tempat kerja
c. nformasi tentang ini dapat ditanyakan dalam anamnesis atau dari data
penyakit di perusahaan
4. Pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan catatan :
a. Tanda dan gejala yang muncul mungkin tidak spesifik
b. Pemeriksaan laboratorium penunjang membantu diagnostik klinis c.
c. Adanya penyakit akibat kerja dilakukan juga melalui pemeriksaan
laboratorium khusus atau pemeriksaan biomedis
5. Pemeriksaan laboratorium khusus atau pemeriksaan biomedis

12
a. Seperti pemeriksaan spirometri dan rontgen paru
(pneumokoniosispembacaan standar ILO)
b. Pemeriksaan audiometrik
c. Pemeriksaan hasil metabolit dalam darah atau urin
6. Pemeriksaan atau pengujian lingkungan kerja atau data hygiene perusahaan
yang memerlukan:
a. Kerja sama dengan tenaga ahli hygiene perusahaan
b. Kemampuan mengevaluasi faktor fisik dan kimia berdasarkan data yang
ada
c. Pengenalan secara langsung sistem kerja, intensitas dan lama pemajanan
7. Konsultasi keahlian medis dan keahlian lain
a. Seringkali penyakit akibat kerja ditentukan setelah ada diagnosis klinis,
kemudian dicari faktor penyebabnya di tempat kerja atau melalui
pengamatan (penelitian) yang relatif lebih lama
b. Dokter spesialis lainnya, ahli toksikologi dan dokter penasihat (kaitan
dengan kompensasi)

2.5 Ergonomi dalam Keselamatan Kerja


2.5.1 Konsep Ergonomi
Ergonomi atau ergonomics (Bahasa Inggris) menurut Sritomo Wignjosoebroto
(1995) dalam Suarniti (2015), ergonomi berasal dari kata yunani yaitu Ergo
yang berarti kerja dan Nomos yang berarti hukum. Ergonomi dimaksudkan
sebagai disiplin keilmuan yang mempelajari manusia dalam kaitannya dengan
pekerjaan. Disiplin ergonomi secara khusus akan mempelajari keterbatasan dari
kemampuan manusia dalam berinteraksi dengan teknologi dan produk-produk
buatannya. Disiplin ini berangkat dari kenyataan bahwa manusia memiliki batas-
batas kemampuan baik jangka pendek maupun jangka panjang pada saat
berhadapan dengan keadaan lingkungan sistem kerjanya yang berupa perangkat
keras/hardware (mesin, peralatan kerja dll) dan/atau perangkat lunak/software
(metode kerja, sistem dan prosedur, dll).

13
Dalam perkembangan selanjutnya, ergonomi dikelompokkan atas empat bidang
penyelidikan yaitu:
a. Penyelidikan tentang tampilan (display).
Tampilan (display) adalah suatu perangkat antara (interface) yang
menyajikan informasi tentang keadaan lingkungan,dan
mengkomunikasikannya pada manusia dalam bentuk tanda-tanda, angka,
lambang dansebagainya,
b. Penyelidikan tentang kekuatan fisik manusia.
Dalam hal ini diselidiki tentang aktivitas-aktivitas manusia ketika bekerja,
dan kemudian dipelajari cara mengukur aktivitas-aktivitas tersebut.
c. Penyelidikan tentang ukuran tempat kerja.
Penyelidikan ini bertujuan untuk mendapatkan rancangan tempat kerja yang
sesuai dengan ukuran(dimensi) tubuh manusia, agar diperoleh tempat kerja
yang baik, yang sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan manusia.
d. Penyelidikan tentang lingkungan kerja.
Penyelidikan ini meliputi kondisi lingkungan fisik tempat kerja dan fasilitas
kerja seperti pengaturan cahaya, kebisingan suara, temperatur, getaran dll.
yang dianggap dapat mempengaruhi tingkah laku manusia .

2.5.2 Tujuan Penerapan Ergonomi


Secara umum tujuan dari penerapan ergonomic menurut Pollock & Stracker
(1993) dalam Daily (2013) adalah :
a) Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan
cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental,
mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.
b) Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak
sosial, mengelola dan mengordinir kerja secara tepat guna dan meningkatkan
jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak
produktif.

14
c) Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek yaitu aspek
teknis, ekonomis, antropologis, dan budaya dari setiap sistem kerja yang
dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi.

2.5.3 Prinsip ergonomi


Prinsip ergonomi adalah pedoman dalam menerapkan ergonomi di Rumah
Sakit, dalam prinsip itu terdapat 12 prinsip (Macleod,1999) dalam (Daily, 2013)
yaitu:
a. Bekerja dalam posisi atau postur normal.
b. Mengurangi beban berlebihan
c. Menempatkan peralatan agar selalu berada dalam jangkauan.
d. Bekerja sesuai dengan ketinggian dimensi tubuh.
e. Mengurangi gerakan berulang dan berlebihan.
f. Minimalisasi gerakan statis.
g. Meminimalisasikan titik beban.
h. Mencakup jarak ruang.
i. Menciptakan lingkungan kerja yang nyaman (tidak bising, suhu lingkungan
normal, pencahayaan baik).
j. Melakukan gerakan, olahraga dan peregangan saat bekerja
k. Membuat agar display dan contoh mudah dimengerti
l. Mengurangi stress

2.5.4 Metode Penerapan Kondisi Ergonomi


Terdapat juga beberapa metode yang diperkenalkan dalam menerapkan kondisi
egronomik pada posisi berbaring, duduk, berdiri, dan berjalan. Berikut ini
merupakan beberapa jenis dari metode pengukuran ergonomi :
1) Rapid Uper Limb Assesment (RULA)
RULA adalah suatu cara yang digunakan untuk melihat postur, besarnya
gaya, dan pergerakkan yang menghubungkan dengan jenis pekerjaan. Seperti
pasien yang bekerja dengan komputer, manufaktur, atau pekerjaan lainnya
dimana bekerja selama posisi duduk atau berdiri tanpa berpindah tempat.

15
RULA memberikan sebuah kemudahan dalam menghitungkan rating dari
beban kerja otot dalam bekerja dimana orang mempunyai risiko pada bagian
leher dan beban kerja pada anggota tubuh bagian atas.
2) Baseline Risk Identification of Ergonomi Factor (BRIEF)
BRIEF adalah suatu alat yang digunakan untuk skrinning awal dengan
menggunakan sistem rating untuk mengidentifikasi bahaya ergonomi yang
diterima oleh pasien dalam kegiatan sehari-harinya. Dalam BRIEF survei
terdapat 4 faktor risiko ergonomi yang perlu diketahui yaitu:
a. Postur, sikap anggota tubuh janggal waktu menjalankan pekerjaan.
b. Gaya, beban yang harus ditanggung oleh anggota tubuh saat melakukan
postur janggal dan melampaui batas kemampuan tubuh.
c. Lama, lama waktu yang digunakan untuk melakukan gerakan pekerjaan
dengan postur janggal
d. Frekuensi, jumlah postur janggal yang berulang dalamsatuan waktu.
Semakin banyak skor yang didapat dalam suatu pekerjaan, maka
pekerjaan tersebut semakin berisiko dan memerlukan penanggulangan
segera.
3) Ergonomic Assesment Survey Metode (EASY)
EASY adalah suatu cara yang diguanakan untuk menilai besarnya tingkat
risiko ergonomi terhadap kegiatan kerja pasien. Metode ini terdiri dari 3
jenis survey yang masing-masing memiliki skor berbeda. Rating tersebut
akan menunjukkan prioritas pengendalian yang perlu dilakukan. Semakin
besar skornya, maka pengendaliannya pun semakin besar.
Berikut merupakan skor untuk penilaian EASY:
a. Employee Survey
Bertujuan untuk mengetahui keluhan nyeri pada pasien yang dialami
pada saat melakukan kegiatan. Survei ini dapat dilakukan dengan
menyebarkan kuesioner atau wawancara dengan pasien.
b. Medical Survey
Hasil dari medical survey berupa data yang berisi hasil foto rontgen,
riwayat kesehatan tenaga kerja, dan hasil medical record tahunan.

16
c. Quick Exposure Checklist (QEC)
QEC adalah metode yang secara cepat menilai pajanan risiko dari
Muskuloskeletal Disorders. QEC memiliki tingkat sensitivitas dan
kegunaan yang tinggi serta dapat diterima secara luas realibilitasnya.
d. Rapid Entire Body Assesment (REBA)
Metode REBA, dipekenalkan oleh Hignett dan McAtammney yang
bertujuan untuk memberikan penilaian atas risiko postur tubuh yang
dapat menimbulkan gangguan terkait musculoskeletal.

2.6 Mekanika Kesehatan dalam Keselamatan Kerja

2.6.1 Pengertian Keselamatan Kerja


Keselamatan Kerja Keselamatan kerja juga dimaksudkan untuk memberikan
perlindungan kepada tenaga kerja, yang menyangkut aspek keselamatan,
kesehatan, pemeliharaan moral kerja, perlakuan sesuai martabat manusia dan
moral agama. Hal tersebut dimaksudkan agar para tenaga kerja secara aman
dapat melakukan pekerjaannya guna meningkatkan hasil kerja dan produktivitas
kerja. Dengan demikian, para tenaga kerja harus memperoleh jaminan
perlindungan keselamatan dan kesehatannya di dalam setiap pelaksaan
pekerjaannya sehari-hari (Tarwaka, 2014).

2.6.2 Tujuan Kesehatan Kerja


Tujuan Kesehatan kerja adalah :
1)Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pekerja di
semua lapangan pekerjaan ketingkat yang setinggi-tingginya, baik fisik,
mental maupun kesehatan sosial.
2) Mencegah timbulnya gangguan kesehatan masyarakat pekerja yang
diakibatkan oleh tindakan/kondisi lingkungan kerjanya.
3) Memberikan perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaanya dari
kemungkinan bahaya yang disebabkan olek faktor-faktor yang
membahayakan kesehatan.
4) Menempatkan dan memelihara pekerja di suatu lingkungan pekerjaan yang

17
sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjanya. Kesehatan kerja
mempengaruhi manusia dalam hubunganya dengan pekerjaan dan
lingkungan kerjanya, baik secara fisik maupun psikis yang meliputi, antara
lain: metode bekerja, kondisi kerja dan lingkungan kerja yang mungkin
dapat menyebabkan kecelakaan, penyakit ataupun perubahan dari
kesehatan seseorang. (Nuraini, 2012).

Menurut Mangkunegara (2002) bahwa tujuan dari keselamatan dan


kesehatan kerja adalah sebagai berikut:
1) Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan
kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis.
2) Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya
selektif mungkin.
3) Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
4) Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi
pegawai.
5) Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
6) Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh
lingkungan atau kondisi kerja.
7) Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja

2.6.3 Indikator Penyebab Keselamatan Kerja


Menurut Mangkunegara (2002), bahwa indikator penyebab keselamatan kerja
adalah:
a) Keadaan tempat lingkungan kerja, yang meliputi:
- Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya yang
kurang diperhitungkan keamanannya.
- Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak
b) Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya.
c) Pemakaian peralatan kerja, yang meliputi:

18
- Pengaman peralatan kerja yang sudah usang atau rusak.
- Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengaman yang baik
Pengaturan penerangan.

2.6.4 Masalah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja


Kinerja (performance) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan
resultante dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja
dan lingkungan kerja yang dapat merupakan beban tambahan pada pekerja.
Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu derajat kesehatan
kerja yang optimal dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya bila terdapat
ketidak serasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit
ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan
produktivitas kerja. (Sardjito, 2012).
a) Kapasitas Kerja
Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum
memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30–
40% masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi
dan 35% kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini
tidak memungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas
yang optimal. Hal ini diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan
kerja yang ada sebagian besar masih di isi oleh petugas kesehatan dan non
kesehatan yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam
melakukan tugasnya mungkin sering mendapat kendala terutama
menyangkut masalah PAHK dan kecelakaan kerja.
b) Beban Kerja
Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis
beroperasi 8 - 24 jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan
kesehatan pada laboratorium menuntut adanya pola kerja bergilirdan
tugas/jaga malam. Pola kerja yang berubah-ubah dapat menyebabkan
kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya perubahan pada bioritmik

19
(irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat beban kerja antara lain
tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yang masih relatif rendah,
yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secara
berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan
stres.
c) Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi
kesehatan kerja dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational
Accident), Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja
(Occupational Disease & Work Related Diseases) (Sardjito, 2012).

20
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kehidupan manusia tidak pernah terlepas dari pekerjaan, apapun jenis
pekerjaan selalu dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan sehari-hari,
mulai dari pekerjaan berisiko rendah hingga berisiko tinggi.5 Disamping itu
pemahaman dan penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) masih
kurang di perhatikan oleh pekerja formal maupun informal. Pada hal faktor
K3 sangat penting dan harus diperhatikan oleh pekerja dan hal ini menjadi
tanggung jawab bersama, perlu adanya kerja sama antara pemerintah,
perusahaan dan pekerja agar terhindar dari Kecelakaan Akibat Kerja (KAK)
dan Penyakit Akibat Kerja (PAK).

Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan
lingkungan kerja. Faktor risiko PAK antara lain: Golongan fisik, kimiawi,
biologis atau psikososial di tempat kerja. Faktor tersebut di dalam
lingkungan kerja merupakan penyebab yang pokok dan menentukan
terjadinya penyakit akibat kerja. Faktor lain seperti kerentanan individual
juga berperan dalam perkembangan penyakit di antara pekerja yang terpajan.

3.2 Saran
Perawat sebagai tenaga kesehatan yang paling lama kontak dengan pasien
harus memahami risikonya dan menerapkan k3 dengan sebaik-baiknya agar
tidak terjadi penyakibat akibat kerja (PAK) dan kecelakaan akibat kerja
(KAK). Sebab pelayanan keperawatan memegang kunci dalam upaya
penerapan K3.

21
DAFTAR PUSTAKA

Daily. (2013). Gambaran Tingkat Risiko Ergonomi Terhadap Terjadinya Keluhan


Msds Pada Pekerja Mekanik Unit Produksi Tcw Di Pt Gmf
Aeroasia.Skripsi-Uin Syarif Hidayatullah.Jakarta.Tidak Dipublikasikan.
Departemen Kesehatan Ri. (2014). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014. Retrieved
From Www.Depkes.Go.Id/Resources/.../ Profil-Kesehatan.../Profil-
Kesehatanindonesia-2014.
Evryanti. Kajian Risiko Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pada Petugas Kesehatan
Dan Petugas Kebersihan Klinik X. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Ui,
Depok, 2012.
Hasibuan, R. (2017). Pengaruh Kesehatan Dan Keselamatan Kerja, Pelatihan Dan Kerja
Tim Terhadap Kinerja Tenaga Medis Di Rumah Sakit Budi Kemuliaan Batam.
Jurnal Dimensi, 6(2), 323-340.
Kepmenkes No. 1087 Tahun 2010. Diaksespada 3 Sept Ember 2016 Dari Ht
Tp://W W W . D E P K E S . G O . I D / D O W N L O A D S /K E P M E N K
E S / K E P M E N K E S _ 1 0 8 7_Th_2010.Pdf
Konradus, D. 2012. Keselamatan Dan Kesehatan Kerja: Membangun Sdm Pekerja Yang
Sehat, Produktif Dan Kompetitif. Jakarta: Bangka Adinatha Mulia.
Maria, S., Wiyono, J., & Candrawati, E. (2015). Kejadian Kecelakaan Kerja Perawat
Berdasarkan Tindakan Tidak Aman. Jurnal Care, 3(2).
Salawati,L.(2015). Penyakit Akibat Kerja Dan Pencegahan. Jurnal Kedokteran Syiah
Kuala Volume 15 Nomor 2
Suarniti,. P., L. (2015).Risiko Ergonomi Penyakit Akibat Kerja Pada Perawat
Gigi. Jurnal Kesehatan Gigi, Dental Healthjournal Vol 3 No 2
Tarwaka. 2014. Keselamatan Dan Kesehatan Kerja : Manajemen Dan Implementasi K3
Di Tempat Kerja. Surakarta : Harapan Press.
World Health Organization. (2013). The World Health Report 2006: Working Together
For Health. Geneva, Switzerland: Who. Retrived From
Www.Who.Int/Whr/2006/ Whr06_En.Pdf.

Anda mungkin juga menyukai