Anda di halaman 1dari 13

TEORI PROMOSI KESEHATAN

A. Teori Health Belief Model


Sejarah Health Belief Model
Pada tahun 1950-an peneliti kesehatan publik Amerika Serikat mulai
mengembangkan suatu model yang memiliki target indikasi untuk program edukasi
kesehatan. (Hochbaum 1958; Rosenstock 1966). Tapi, psikolog sosial di Amerika
Serikat ini mendapati masalah dengan sedikitnya orang yang berpartisipasi dalam
program pencegahan dan deteksi penyakit.
Penelitian yang terus berkembang melahirkan model kepercayaan sehat
atau health belief model. Irwin Rosenstock (1974) adalah tokoh yang
mencetuskan health belief model untuk pertama kali bersama Godfrey Hochbaum
(1958). Mereka mengembangkannya dengan mengemukaan kerentanan yang
dirasakan untuk penyakit TBC. Stephen Kegels (1963) menunjukkan hal yang serupa
mengenai kerentanan yang dirasakan untuk masalah gigi yang parah dan perhatian
untuk mengunjungi dokter gigi menjadi tindakan prefentif sebagai salah satu solusi
masalah gigi.
Teori health belief model ini didasari oleh teori Kurt Lewin. Conner: 2003
dalam bukunya menuliskan bahwa hubungan antara prinsip hidup sehat yang benar
dengan perilaku sehat ini mengikuti terminologi konsep Lewin (1951) mengenai
valensi yang menyumbangkan bahwa perilaku dapat berubah lebih atraktif atau
kurang atraktif.
Definisi Health Belief Model
Health Belief Model (disingkat HBM) seringkali dipertimbangakan sebagai
kerangka utama dalam perilaku yang berkaitan dengan kesehatan manusia dan telah
mendorong penelitian perilaku kesehatan sejak tahun 1950-an (Kirscht, 1988;
Schmidt dkk, 1990). Hal ini menjadikan HBM sebagai model yang menjelaskan
pertimbangan seseorang sebelum mereka berperilaku sehat. Oleh karena itu, HBM
memiliki fungsi sebagai model pencegahan atau preventif (Stanley & Maddux: 1986)
HBM ini merupakan model kognitif yang artinya perilaku individu
dipengaruhi proses kognitif dalam dirinya. Proses kognitif ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti penelitian sebelumnya yaitu variabel demografi, karakteristik
sosiopsikologis, dan variabel struktural. Variabel demografi meliputi kelas, usia, jenis
kelamin. Karakteristik sosisopsikologis meliputi, kepribadian, teman sebaya (peers),
dan tekanan kelompok. Variabel struktural yaitu pengetahuan dan pengalaman
tentang masalah.
Komponen Health Belief Model
Health belief model memiliki enam komponen yaitu:

1.

Perceived Susceptibility

Perceived Susceptibility adalah kepercayaan seseorang dengan menganggap menderita


penyakit adalah hasil melakukan perilaku terentu. Perceived susceptibility juga
diartikan sebagai perceived vulnerability yang berarti kerentanan yang dirasakan yang
merujuk pada kemungkinan seseorang dapat terkena suatu penyakit. Perceived
susceptibility ini memiliki hubungan positif dengan perilaku sehat. Jika persepsi
kerentanan terhadap penyakit tinggi maka perilaku sehat yang dilakukan seseorang
juga tinggi. Contohnya seseorang percaya kalau semua orang berpotensi terkena
kanker.
2.

Perceived Severity

Perceived Severity adalah kepercayaan subyektif individu dalam menyebarnya


penyakit disebabkan oleh perilaku atau percaya seberapa berbahayanya penyakit
sehingga menghindari perilaku tidak sehat agar tidak sakit. Hal ini berartiperceived
severity berprinsip pada persepsi keparahan yang akan diterima individu. Perceived
severity juga memiliki hubungan yang positif denga perilaku sehat. Jika persepsi
keparahan individu tinggi maka ia akan berperilaku sehat. Contohnya individu
percaya kalau merokok dapat menyebabkan kanker.
3.

Perceived Benefits

Perceived Benefits adalah kepercayaan terhadap keuntungan dari metode yang


disarankan untuk mengurangi resiko penyakit. Perceived benefits secara ringkas
berarti persepsi keuntungan yang memiliki hubungan positif dengan perilaku sehat.
Individu yang sadar akan keuntungan deteksi dini penyakit akan terus melakukan
perilaku sehat seperti medical check up rutin. Contoh lain adalah kalau tidak merokok,
dia tidak akan terkena kanker.
4.

Perceived Barriers

Perceived barriers adalah kepercayaan mengenai harga dari perilaku yang


dilakukan. Perceived barriers secara singkat berarti persepsi hambatan aatau persepsi
menurunnya
kenyamanan
saat
meninggalkan
perilaku
tidak
sehat.
Hubunganperceived barriers dengan perilaku sehat adalah negatif. Jika persepsi
hambatan terhadap perilaku sehat tinggi maka perialu sehat tidak akan dilakukan.
Contohnya, kalau tidak merokok tidak enak, mulut terasa asam. Contoh
lain SADARI(periksa payudara sendiri) untuk perempuan yang dirasa agak susah
dalm menghitung masa subur membuat perempuan enggan SADARI.
5.

Cues to Action

Cues to action adalah mempercepat tindakan yang membuat seseorang merasa butuh
mengambil tindakan atau melakukan tindakan nyata untuk melakukan perilaku

sehat. Cues to action juga berarti dukungan atau dorongan dari ligkungan terhadap
individu yang melakukan perilaku sehat. Saran dokter atau rekomendasi telah
ditemukan utnuk menjadi cues to action untuk bertindak dalam konteks berhenti
merokok (Weinberger et al 1981;. Stacy dan Llyod 1990) dan vaksinasi flu
(Clummings et al 1979).
6.

Self Efficacy

Hal yang berguna dalam memproteksi kesehatan adalah self efficacy. Hal ini senada
dengan pendapat Rotter (1966) dan Wallston mengenai teori self-efficacy oleh
Bandura yang penting sebagai kontrol dari faktor-faktor perilaku sehat. Self
efficacy dalam istilah umum adalah kepercayaan diri seseorang dalam menjalankan
tugas tertentu. Self Efficacy adalah kepercayaan seseorang mengenai kemampuannya
untuk mempersuasi keadaan atau merasa percaya diri dengan perilaku sehat yang
dilakukan. Self efficcay dibagi menjadi dua yaitu outcome expectancy seperti
menerima respon yang baik dan outcome value seperti menerima nilai sosial.
Aplikasi Penerapan Komponen Health Belief Model
Penelitian sebelumnya menghasilkan area luas yang bisa diidentifikasikan dari
aplikasi HBM:
1. Preventive health behaviour, yang termasuk promosi kesehatan (seperti olahraga
dan perilaku mengurangi resiko kesehatan seperti pemberian vaksinasi dan
penggunaan alat kontrasepsi.
2. Sick role behaviour yang artinya menuruti rekomendasi dari medis, biasanya
diikuti oleh diagnosi dari profesional tentang penyakit.
3. Clinic use, termasuk kunjungan dengan alasan yang bervariasi.
Kelebihan Health Belief Model

HBM mudah dan murah.


HBM adalah bentuk intervensi praktis untuk peneliti dan perawat kesehatan
khususnya yang berhubungan dengan perilaku pencegahan penyakit
(misal screening, imunisasi, vaksinasi).
HBM adalah analisator perilaku yang beresiko terhadap kesehatan.

Kelemahan Health Belief Model

Rosenstock berpendapat bahwa model HBM mungkin lebih berlaku untuk


masyarakat kelas menengah saja.
Sheran dan Orbel (1995) menyatakan dalam penelitian sebelumnya, item
kuesioner HBM tidak random dan dapat dengan mudah 'dibaca' oleh responden
sehingga validasinya diragukan.
Penelitian cross sectional untuk memperjelas hubungan perilaku dan keyakinan
seseorang.

B. Transtheoretical Model
Sejarah Transtheoretical Model (TTM)
The Transtheoritical Model (TTM) dikembangkan pada tahun 1980an oleh
sekelompok peneliti yaitu Prochaska and DiClemente di University of Rhode
Island (Conner & Norman, 2003). Teori ini muncul melalui analisa komparatif dari
integrasi sistematis menggunakan lebih dari 300 teori psikoterapi dan teori perubahan
perilaku (Prochaska & Velicer, 1997). Pada awalnya, teori ini digunakan dalam
konteks klinis untuk mendeskripsikan proses perubahan perilaku pada perilaku
kecanduan (Povey et al, 1999). Selanjutnya, TTM mulai diaplikasikan secara luas
bahkan diluar konteks klinis. TTM adalah model-tahapan yang dominan digunakan
dalam kesehatan psikologi dan promosi kesehatan (Conner & Norman, 2003).

Definisi Transtheoretical Model (TTM)


The Transtheoritical Model adalah model pembentukan perilaku yang
berfokus pada kemampuan individu dalam membuat keputusan daripada pengaruh
sosial dan biologis (Velicer, Prochaska, Fava, Norman, & Redding, 1998; Scholl,
2002 dalam Lenio, n.d). Dalam menjelaskan pembentukan perilaku sehat, teori ini
menggunakan tahapan-tahapan yang mana dalam setiap tahapan terdapat proses
pengambilan keputusan berdasarkan prinsip-prinsip tertentu. Teori ini menggunakan
dimensi waktu yaitu tahapan perubahan perilaku, untuk mengintegrasikan proses dan
prinsip perubahan perilaku dari berbagai teori intervensi (Prochaska & Velicer, 1997).
Komponen Transtheoretical Model (TTM)
Transtheoretical Model (TTM) menjelaskan tahapan pembentukan atau
perubahan perilaku dengan memasukkan beberapa komponen utama yaitu, the stages
of change, the processes of change, decisional balance, self-efficacy,
dan temptation (Prochaska
&
Velicer,
1997).
Yang
mana decisional
balance menyangkutpertimbangan baik dan buruknya perubahan yang akan dilakukan,
self efficacy menyangkut kepercayaan diri dalam mengatasi situasi yang beresiko
tanpa kembali pada kebiasaan lama sertatermination menyangkut hasrat untuk
kembali pada kebiasaan lama (Prochaska dan Velicher, 1997). Tiga komponen tersebut
merupakan variabel yang saling terkait dengan stage of change dan processes of
change.

Stage of Change
Tahapan perubahan (stage of change) merupakan bagian penting dalam
konstruk TTM karena menggambarkan dimensi waktu (Prochaska & Velicer,
1997). Perubahan terjadi melalui tahapan-tahapan dan terjadi dalam periode
waktu tertentu. TTM mengemukakan enam tahap dalam perubahan perilaku.
Enam
tahapan
tersebut
meliputi, precontemplation,
contemplation,
preparation, action, maintenance dan termination (Prochaska dan Velicher,
1997).

Tahap pertama adalah precontemplation. Pada tahap ini seseorang tidak


memiliki niat untuk berubah untuk waktu yang akan datang, biasanya dihitung
selama 6 bulan ke depan (Prochaska dan Velicher, 1997). Niat untuk berubah
tidak mucul bisa disebabkan oleh kurangnya informasi tentang perilaku
mereka. Pada tahap ini mereka cenderung menghindari membaca, memikirkan,
dan membicarakan tentang resiko-resiko atas kebiasaannya (Prochaska dan
Velicher, 1997). Tahap selanjutnya adalah contemplation. Pada tahap ini
seseorang mulai memiliki niatan untuk berubah dalam 6 bulan ke depan
(Prochaska dan Velicher, 1997). Mulai memperhatikan baik buruknya
perubahan yang akan dijalani. Proses menimbang antara baik dan buruk bisa
membuat seseorang berada pada tahap ini dalam periode yang cukup panjang
(Prochaska dan Velicher, 1997).
Selanjutnya adalah tahap preparation. Pada tahap ini seseorang bermaksud
berubah dalam waktu dekat, biasanya dihitung dalam waktu satu bulan.
Mereka bisasanya telah memiliki rencana yang mengarah pada usaha
perubahan, seperti mengikuti kelas edukasi kesehatan, konsultasi atau olahraga
(Prochaska dan Velicher, 1997). Setelah melakukan preparation, seseorang
akan masuk pada tahap action. Pada tahap ini seseorang telah melakukan
modifikasi gaya hidup spesifik yang jelas terlihat berbeda dari 6 bulan
sebelumnya (Prochaska dan Velicher, 1997). Pada TTM, actionhanya salah
satu dari 6 tahap yang ada. Tidak semua modifikasi perilaku dihitung
sebagai action,hanya perilaku yang memenuhi kriteria dan disepakati oleh para
ilmuan dan para professional (Prochaska dan Velicher, 1997).
Setelah melakukan perubahan perilaku secara spesifik, selanjutnya masuk pada
tahap maintance.Tahap ketika seseorang berusaha menjaga agar perilaku lama
yang ia tinggalkan tidak kembali lagi (Prochaska dan Velicher, 1997). Dalam
tahap ini, seseorang kurang tertarik untuk kembali melakukan kebiasaan
lamanya dan semakin meningkatkan kepercayaan dirinya bahwa ia dapat
meneruskan
perubahan
perilaku
yang
telah
dilakukan.
Berdasarkan tempation dan data self afficacy, diperkirakanmaintenance ini
berlangsung sekitar 6 bulan sampai 5 tahun (Prochaska dan Velicher, 1997).
Pada tahapan terakhir, termination, seseorang sudah tidak memiliki hasrat
sama sekali untuk kembali pada kebiasaan lamanya yang tidak sehat serta
memiliki self efficacy 100%, sehingga apapun yang terjadi padanya, entah itu
depresi, bosan, cemas, sendirian, marah, atau stres, mereka tidak akan pernah
kembali pada kebiasaan lamanya yang tidak sehat (Prochaska dan Velicher,
1997).

Processes of Change
Menurut Prochaska dan Velicher (1997), proses perubahan (processes of
change) adalah aktivitas tampak dan tidak tampak yang digunakan untuk
melalui suatu tahapan. Proses perubahan memberikan panduan penting dalam

program intervensi. Proses merupakan variabel independen yang seseorang


butuhkan untuk melakukan perubahan dari tahap ke tahap (Prochaska dan
Velicher, 1997). Terdapat 10 proses yang telah mendapatkan dukungan paling
empiris dalam penelitian sampai saat ini (Prochaska dan Velicher, 1997),
diantaranya adalah :
1. Consciousness raising, proses peningkatan kesadaran dapat dilakukan
dengan
melakukanfeedback (umpan
balik), edukasi,
konfrontasi,
interpretasi, bibliotherapy, dan kampanye media tentang penyebab,
konsekuensi, dan penyembuhan untuk masalah perilaku yang ingin
diubah.
2. Dramatic relief, proses ini dilakukan untuk meningkatkan pengalaman
emosional yang diikuti dengan pengurangan pengaruh jika tindakan yang
tepat dapat diambil. Psikodrama,role playing, testimoni personal, dan
kampanye media adalah contoh teknik yang dapat menggerakkan
seseorang secara emosional.
3. Self-reevaluation, menggabungkan penilaian kognitif dan afektif dari citra
diri seseorang dengan dan tanpa kebiasaan tidak sehat tertentu. Klarifikasi
nilai, role model yang sehat, danimagery adalah teknik yang dapat
mengubah seseorang secara evaluatif.
4. Environmental reevaluation, menggabungkan penilaian afektif dan
kognitif tentang ada atau tidaknya dan bagaimana kebiasaan pribadi
mempengaruhi lingkungan sosial seperti pengaruh merokok pada orang
lain. Hal tersebut bisa juga termasuk kesadaran bahwa ia telah menjadi
model peran positif atau negatif bagi orang lain. Pelatihan empati,
dokumenter, dan intervensi keluarga dapat mengawali environmental
reevaluation.
5. Self-liberation, suatu kepercayaan bahwa seseorang dapat berubah dan
berkomitmen untuk melakukan apa yang diyakini. Resolusi tahun baru,
kesaksian publik, dan pilihan tindakan yang lebih dari satu dapat
meningkatkan self-liberation atau yang biasa disebut sebagai kekuatan
kemauan.
6. Social liberation, menyangkut kebutuhan akan kesempatan sosial atau
alternatif khususnya bagi orang-orang yang terganggu oleh perilaku tidak
sehat seseorang. Advokasi, prosedur pemberdayaan, dan kebijakan yang
tepat dapat meningkatkan hal ini. Misalnya zona bebas asap dan peraturan
dilarang merokok.
7. Counterconditioning,
proses
ini
menunjukkan
diperlukannya
pembelajaran perilaku sehat yang dapat menggantikan perilaku yang
bermasalah. Misalnya relaksasi sebagai counter stress, makanan bebas
lemak sebagai pengganti makanan yang berkalori banyak.
8. Stimulus control, menghilangkan kebiasaan yang tidak sehat dan
menambah anjuran alternatif yang lebih sehat. Penghindaran, rekayasa
ulang lingkungan, dan kelompok bantuan dapat mendukung perubahan
dan mengurangi risiko untuk kambuh. Menggunakan tangga atau

mencanangkan jalan kaki menuju kantor sebagai upaya menurunkan berat


badan adalah contoh dari stimulus control.
9. Contingency management, membuktikan konsekuensi untuk pengambilan
langkah dalam instruksi tertentu. Meskipun penguatan dapat dilakukan
dengan memberikan punishment,akan tetapi reward lebih mudah membuat
seseorang melakukan perubahan diri dibanding dengan reinforcement.
10. Helping relationship, merupakan kombinasi kepedulian, kepercayaan,
keterbukaan dan penerimaan serta dukungan untuk perubahan perilaku
sehat. Rapport building, aliansi terapi, konseling, dan buddy system dapat
menjadi sumber dari dukungan sosial.
Promosi, edukasi, dan intervensi kesehatan dapat dilakukan dengan
menggunakan komponen dalam TTM. Prochaska dan Velicher (1997) mengawali
mengaplikasikan transtheoritical model dalam upaya intervensi menghentikan
merokok. Proses intervensi tersebut diawali dengan mengklasifikasikan partisipan
menggunakan stage of change dalam TTM. Selanjutnya dilakukan intevensi sesuai
dengan tahapan dimana partisipan tersebut berada. Di setiap tahapan, intervensi
meliputi self-help manuals, feedback report berdasarkan asesmen dari decisional
balance, process of change, self efficacy dan temptation (Prochaska dan Velicher,
1997).
Selain perilaku merokok, terdapat beberapa perilaku sehat yang
mengaplikasikan TTM, diantaranya adalah perilaku diet, panic disorder, prevensi
AIDS, eating disorder dan obesitas (Prochaska dan Velicher, 1997). Komponen TTM
digunakan untuk melakukan asesmen dan intervensi dalam pembentukan perilaku
sehat. Pada umumnya, asesmen dilakukan untuk mengetahui posisi partisipan
dalam stage of change. Selanjutnya, intervensi dilakukan sesuai dengan posisi
partisipan dalam stage of change. Intervensi juga didasari pada process of
change, decisional balance, self efficacy dan temptation seseorang.
Melalui kriteria yang telah ditetapkan pada setiap stage of change, TTM dapat
diterapkan untuk mengidentifikasi dan menjelaskan bagaimana perilaku seseorang
dapat berubah. Misalnya, ketika seseorang tidak memiliki niat untuk berubah, maka
dia berada pada tahap precontemplation.Sehingga intervensi yang dapat dilakukan
agar niat berubah muncul adalah dengan memberi informasi tentang perilaku sehat
sehingga kesadarannya untuk berubah meningkat. Begitu juga dalam tahapan
selanjutnya, intervensi disesuaikan dengan tahapan yang sedang dijalani oleh
seseorang.
Melalui komponen-komponennya, TTM dapat mengidentifikasi dan menjelaskan
bagaimana seseorang mengubah perilakunya. Menurut Prochaska et al. (1994) TTM
dapat digeneralisasikan pada berbagai masalah perilaku dengan populasi yang
beragam (Lenio, n.d). Hal tersebut menjadi kelebihan bagi teori ini karena tidak
semua teori dapat digeneralisasikan dengan mudah. Dalam sebuah studi, Rodgers et

al (2001) juga mendukung bahwa prinsip TTM dapat diaplikasikan pada berbagai
populasi, seperti medis, industri, dan pemerintahan (Lenio, n.d).
Meskipun begitu, TTM tidak lepas dari kritik. Menurut Bandura (1997) dalam Lenio
(n.d) faktanya manusia terlalu kompleks dan multidimensi untuk dikategorikan dalam
tahapan yang diskrit. Sutton (2001) juga menyebutkan bahwa terdapat masalah dalam
metode yang digunakan untuk menentukan tahapan seseorang dalam stage of
change (Lenio, n.d). Selain itu, Kraft dkk (1999) mengemukakan bahwa tidak ada
alasan teoritis yang mendasari pembagian waktu enam bulan dalam setiap tahapan
(Lenio, n.d). Hal tersebut menunjukkan bahwa pembagian dan penentuan tahapan
bagi seseorang tidak dapat dengan mudah dipastikan.

C. Interactive Domain Model (IDM)


Interactive Domain Model (IDM) menurut Kahan & Goodstads (2001) adalah
: suatu model / konsep yang dapat dipergunakan untuk melihat, menganalisa, dan
sekaligus mendasari rencana intervensi untuk mencegah penyakit dan masalah
kesehatan yang dilakukan oleh tenaga promosi kesehatan yang terdiri dari 3 domain
yaitu: domain dasar (fondasi) yang meliputi unsur tujuan, nilai, teori; domain
pemahaman lingkungan, dan domain praktek. Setiap domain tersebut saling
berinteraksi dan berhubungan dengan lingkungan internal dan eksternal. Lingkungan
internal adalah lingkungan yang ada pada masyarakat tersebut antara lain : sosial
budaya, ekonomi, sedangakn lingkungan eksternal adalah lingkungan yang tidak
berada dalam masyarakat tersebut, tetapi berpengaruh terhadap masyarakat tersebut.
Misalnya kebijakan Puskesmas dll.
IDM terdapat fase diagnosis yang terdiri dari 4 langkah yaitu deskripsi
masalah, mengidentifikasi promosi kesehatan yang ideal, pengaplikasian promosi
kesehatan dalam kondisi saat ini, mengidentifikasi respon. Fase selanjutnya (step 5)
yaitu planning mengembangkan rencana action sesuai hasil indentifikasi step 4. Pada
step 6 adalah implementasi, dan step 7 mengevaluasi implementasi pada step 6 dan
merevisi yang diperlukan.

D. Precede-Proceed
Lawrence Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan.
Kesehatan seseorang atau masyrakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yakni faktor
perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non-behaviour causes).
Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor :
1. Faktor-faktor predisposisi (Predisposing factors), yang terwujud dalam
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.
2. Faktor-faktor pendukung (Enabling factors), yang terwujud dalam fasilitasfasilitas atau sarana-sarana, alat-alat kontrasepsi, jamban, dan sebagainya.

3. Faktor-faktor pendorong (Renforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan


Perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi
dari perilaku masyarakat.
Teori Lawrence W Green merupakan salah satu teori modifikasi perubahan
perilaku yang dapat digunakan dalam mendiagnosis masalah kesehatan ataupun
sebagai alat untuk merencanakan suatu kegiatan perencanaan kesehatan atau
mengembangkan suatu model pendekatan yang dapat digunakan untuk membuat
perencanaan kesehatan yang dikenal dengan kerangka kerja Precede dan Proceed.
Kerangka kerja precede mempertimbangkan beberapa faktor yang membentuk status
kesehatan dan membantu perencana terfokus pada faktor tersebut sebagai target untuk
intervensi.
PRECEDE
yang
merupakan
akronim
dari
Predisposing, Reinforcing, and Enabling Causes in Educational Diagnosis and
Evaluation, menggambarkan perencanaan proses diagnosis untuk membantu
perkembangan program kesehatan atau edukasi kesehatan. PROCEED yang
merupakan akronim dari Policy, Regulatory, Organizational Construct, in
Educational and Enviromental Development, mendampingi proses implementasi
danevaluasi dari program atau intervensi yang telah dirancang menggunakan
PRECEDE. Model PRECEDE-PROCEED mengatur perhatian pertama edukator
kesehatan pada outcome danmemulai proses perencananaan edukasi kesehatan dengan
melihat outcome yang diinginkan,dalam hal ini berupa kualitas hidup yang baik.
Precede mengarahkan perhatian awal pendidik kesehatan terhadap keluaran dan
bukan terhadap masukan dan memaksanya memulai proses perencanaan pendidikan
kesehatan dari ujung Keluaran. Ini mendorong munculnya pertanyaan mengapa
sebelum pertanyaan bagaimana. Dari sudut perencanaan, apa yang terlihat sebagai
ujung yang salah sebagai tempat untuk memulai, kenyataannya adalah sesuatu yang
benar. Orang mulai dengan keluaran akhir, kemudian bertanya tentang apa yang harus
mendahului keluaran itu, yakni dengan cara menentukan sebab-sebab keluaran itu.
Dinyatakan dalam cara lain, semua faktor yang penting untuk suatu keluaran harus
didiagnosis sebelum intervensi dirancang; jika tidak, intervensi akan didasarkan atas
dasar tebakan (kira-kira) dan mempunyai resiko salah arah.
Bekerja menggunakan precede dan proceed, mengajak orang berpikir deduktif, untuk
memulai dengan akibat akhir dan bekerja ke belakang ke arah sebab-sebab yang asli.
Adapun penjelasan dari tiap fase dalam kerangka Precede Proceed Theory adalah
sebagai berikut:
1. Fase 1 (Diagnosa Sosial)
Adalah proses penentuan persepsi seseorang terhadap kebutuhan dan kualitas
hidupnya dan aspirasi untuk lebih baik lagi, dengan penerapan berbagai informasi
yang didesain sebelumnya. Partisipasi masyarakat adalah sebuah konsep pondasi
dalam diagnosis sosial dan telah lama menjadi prinsip dasar bagi kesehatan dan
pengembangan komunitas. Hubungan sehat dengan kualitas hidup merupakan

hubungan sebab akibat. Input pendidikan kesehatan, kebijakan, regulasi dan


organisasi menyebabkan perubahan out come, yaitu kualitas hidup. Fase ini
membantu masyarakat (community) menilai kualitas hidupnya tidak hanya pada
kesehatan. Adapun untuk melakukan diagnosa sosial dilaksanakan dengan
mengidentifikasi masalah kesehatan melalui review literature (hasil-hasil penelitian),
data (misalnya BPS, Media massa), group method.
Hubungan sebab akibat dapat terjadi secara langsung melalui kebijakan sosial,
intervensi pelayanan sosial, kebijakan kesehatan dan program kesehatan.
a) Bagian atas yaitu kebijakan sosial atau keadaan sosial, mengindikasikan
masalah kesehatan mempengaruhi kualitas hidup, sehingga kualitas hidup
dapat memotivasi dan mampu mengatasi berbagai masalah kesehatan.
Kualitas hidup sulit diukur dan sulit didefinisikan; ukuran obyektif (indikator
sosial), yaitu angka pengangguran, kepadatan hunian, kualitas air. Ukuran
subyektif (informasi dari anggota masyarakat tentang kepuasan hidup,
kejadian hidup yang membuat stress, individu dan sumber daya sosial.
b) Bagian bawah yaitu intervensi kesehatan, mengindikasikan kondisi sosial dan
kualitas hidup dipengaruhi oleh masalah kesehatan.
2. Fase 2 (Diagnosa Epidemiologi)
Masalah kesehatan merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup
seseorang, baik langsung maupun tidak langsung. Yaitu penelusuran masalah-masalah
kesehatan yang dapat menjadi penyebab dari diagnosa sosial yang telah
diprioritaskan. Ini perlu dilihat data kesehatan yang ada dimasyarakat berdasarkan
indikator kesehatan yang bersifat negatif yaitu morbiditas dan mortalitas, serta yang
bersifat positif yaitu angka harapan hidup, cakupan air bersih, cakupan rumah sehat.
Untuk menentukan prioritas masalah kesehatan, dilakukan dengan beberapa tahapan,
diantaranya:
a) Masalah yang mempunyai dampak terbesar pada kematian, kesakitan, lama hari
kehilangan kerja, biaya rehabilitasi, dan lain-lain.
b) Apakah kelompok ibu dan anak-anak yang mempunyai resiko.
c) Masalah kesehatan yang paling rentan untuk intervensi.
d) Masalah yang merupakan daya ungkit tinggi dalam meningkatkan status
kesehatan, economic savings.
e) Masalah yang belum pernah disentuh atau di intervensi.
f) Apakah merupakan prioritas daerah/ nasional.
3. Fase 3 (Diagnosa Perilaku Dan Lingkungan)
Pada fase ini terdiri dari 5 tahapan, antara lain:
a. Memisahkan penyebab perilaku dan non perilaku dari masalah kesehatan.
b. Mengembangkan penyebab perilaku
1) Preventive behaviour (primary, secondary, tertiary)
2) Treatment behaviour

c.
1)
2)
d.
e.

Melihat important perilaku


Frekuensi terjadinya perilaku
Terlihat hubungan yang nyata dengan masalah kesehatan
Melihat changebility perilaku
Memilih target perilaku
Untuk mengidentifikasi masalah perilaku yang mempengaruhi status kesehatan,
digunakan indikator perilaku seperti: pemanfaatan pelayanan kesehatan (utilisasi),
upaya pencegahan (prevention action), pola konsumsi makanan (consumtion pattern),
kepatuhan (compliance), upaya pemeliharaan sendiri (self care).
Untuk mendiagnosa lingkungan diperlukan lima tahap, yaitu: membedakan penyebab
perilaku dan non perilaku; menghilangkan penyebab non perilaku yang tidak bisa
diubah; melihat important faktor lingkungan, melihat changeability faktor lingkungan,
memilih target lingkungan.
4. Fase 4 (Diagnosa Pendidikan Dan Organisasi )
Mengidentifikasi kondisi-kondisi perilaku dan lingkungan yang status kesehatan atau
kualitas hidup dengan memperhatikan faktor-faktor penyebabnya. Mengidentifikasi
faktor-faktor yang harus diubah untuk kelangsungan perubahan perilaku dan
lingkungan. Merupakan target antara atau tujuan dari program.
Ada 3 kelompok masalah yang berpengaruh terhadap perilaku, yaitu:
a. Faktor predisposisi (predisposing factor): pengetahuan, sikap, kepercayaan,
keyakinan, nilai, dan lain-lain.
b. Faktor penguat (reinforcing factor): perilaku petugas kesehatan atau petugas
lain, dan lain-lain.
c. Faktor pemungkin (enabling factor): lingkungan fisik tersedia atau tidak
tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, dan lain-lain.
5. Fase 5 (Diagnosa Administrasi Dan Kebijakan)
Pada fase ini dilakukan analisis kebijakan, sumber daya dan kejadian-kejadian dalam
organisasi yang mendukung atau menghambat perkembangan promosi kesehatan.

E. The Policy Rainbow


The policy rainbow merupakan salah satu model yang sering digunakan dalam
kebijakan nasional dan internasional yang dibuat oleh Dahlgren dan Whitehead tahun
1991.

The

policy

rainbow

mendeskripsikan

lapisan-lapisan

faktor

yang

mempengaruhi potensi kesehatan seseorang. Faktor-faktor yang dideskripsikan antara


lain, faktor yang tetap seperti usia, jenis kelamin dan genetik, dan faktor yang
termodifikasi, seperti faktor gaya hidup seseorang, koneksi sosial dan komunitas, dan
kondisi sosio-ekonomi, budaya dan lingkungan. Model yang dibuat oleh Dahlgren dan
Whitehead ini telah berguna dalam memberikan kerangka untuk memunculkan
pertanyaan tentang besarnya kontribusi dari masing-masing lapisan untuk kesehatan,
kelayakan mengubah faktor spesifik dan tindakan pelengkap yang akan diperlukan

untuk mempengaruhi faktor di lapisan lainnya . Model ini telah membantu peneliti
untuk membangun berbagai hipotesis tentang faktor-faktor penentu kesehatan, untuk
mengeksplorasi pengaruh relatif dari faktor penentu kesehatan dan interaksi antara
berbagai faktor penentu.

F. The Theory of Planned Behavior


Teori ini berawal dari the theory of reasoned action yang dikembangkna oleh Fishben
dan Ajzen (1985). Mereka menyempurnakan aspek-aspek yang ada dalam Health
Belief Model dengan memisahkan belief dari attitude dan menekankan pentingnya
pengaruh hal-hal lain yang penting yang membuat seseorang melakukan tindakan
tertentu. Selain itu, teori ini juga menjelaskan adanya kesenjangan antara keinginan
dan tindakan. Secara singkat, teori ini digambarkan sebagai berikut.
Model Theory of Planned Behavior (TPB)
Keyakinan perilaku
Sikap
evaluasi keyakian

perilaku

Keyakian normatif
Norma subjektif
Motifasi untuk patuh

Kontrol

Niat
Prilaku

DAFTAR PUSTAKA
1. Conner, M and Norman, P. (2003). Predictiong Health Behaviour, Research and
Practice with Social Cognition Model. Buckingham: Open University Press.
2. Taylor, S. E., (2012), Health Psychology (8th edition). New York: McGraw-Hill
Higher Education.
3. Smet, Bart. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta: Grasindo.
4. Stanley, M. A., Maddux, J. E. 1986. Cognitive Processes in Health Enhancement:
Investigation of a Combined Protection Motivation and Self-Efficacy Model. Basic
and Applied Social Psychology, 7(2).
5. Prochaska, J. O., & Velicer, W. F. (1997). The Transtheoretical Model of Health
Behavior Change.American Journal of Health Promotion, Vol. 12, No. 1, pp. 38-48.
6. Conner, M and Norman, P. (2003). Predictiong Health Behaviour, Research and
Practice with Social Cognition Model. Buckingham: Open Univeristy Press
7. Lenio, J. A. (n.d.). Analysis of the Transtheoretical Model of Behavior
Change. Journal of Student Research, 7386.
8. Povey, R., Conner, M., Sparks, P., James, R., & Shepherd, R. (1999). A critical
examination of the application of the Transtheoretical Model s stages of change to
dietary behaviours, 14(5), 641651.
9. Notoatmodjo. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta. Rineka
Cipta.
10. Kahan, B & Goodstadt, M. 2001.The Interactive Domain Model of BestPractices in
Health Promotion : Developing and Implementing a BestPractices Approach to Health
Promotion.Sage Publication

Anda mungkin juga menyukai