Anda di halaman 1dari 12

.

Dimensi keperawatan dalam Islam

ISLAM menaruh perhatian yang besar sekali terhadap dunia kesehatan dan keperawatan guna
menolong orang yang sakit dan meningkatkan kesehatan. Kesehatan merupakan modal utama
untuk bekerja, beribadah dan melaksanakan aktivitas lainnya. Ajaran Islam yang selalu
menekankan agar setiap orang memakan makanan yang baik dan halal menunjukkan apresiasi
Islam terhadap kesehatan, sebab makanan merupakan salah satu penentu sehat tidaknya
seseorang. Wahai sekalian manusia, makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat di bumi. Wahai orang-orang yang beriman, makanlah dari apa yang baik-baik yang
Kami rezekikan kepadamu (QS al-Baqarah: l68, l72).
Makanan yang baik dalam Islam, bukan saja saja makanan yang halal, tetapi juga makanan yang
sesuai dengan kebutuhan kesehatan, baik zatnya, kualitasnya maupun ukuran atau takarannya.
Makanan yang halal bahkan sangat enak sekalipun belum tentu baik bagi kesehatan. Sebagian
besar penyakit berasal dari isi lambung, yaitu perut, sehingga apa saja isi perut kita sangat
berpengaruh terhadap kesehatan. Karena itu salah satu resep sehat Nabi Muhammad Saw adalah
memelihara makanan dan ketika makan, porsinya harus proporsional, yakni masing-masing
sepertiga untuk makanan, air dan udara (HR. Turmudzi dan al-Hakim)..
Anjuran Islam untuk hidup bersih juga menunjukkan obsesi Islam untuk mewujudkan kesehatan
masyarakat, sebab kebersihan pangkal kesehatan, dan kebersihan dipandang sebagai bagian dari
iman. Itu sebabnya ajaran Islam sangat melarang pola hidup yang mengabaikan kebersihan,
seperti buang kotoran dan sampah sembarangan, membuang sampah dan limbah di sungai/sumur
yang airnya tidak mengalir dan sejenisnya, dan Islam sangat menekankan kesucian (al-thaharah),
yaitu kebersihan atau kesucian lahir dan batin. Dengan hidup bersih, maka kesehatan akan
semakin terjaga, sebab selain bersumber dari perut sendiri, penyakit seringkali berasal dari
lingkungan yang kotor.
Islam juga sangat menganjurkan kehati-hatian dalam bepergian dan menjalankan pekerjaan,
dengan selalu mengucapkan basmalah dan berdoa. Agama sangat melarang perilaku nekad dan
ugal-ugalan, seperti bekerja tanpa alat pengaman atau ngebut di jalan raya yang dapat
membahayakan diri sendiri dan orang lain. Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke
dalam kebinasaan (al-Baqarah:: l95). Hal ini karena sumber penyakit dan kesakitan, tidak jarang
juga berasal dari pekerjaan dan risiko perjalanan. Sekarang ini kecelakaan kerja masih besar

disebabkan kurangnya pengamanan dan perlindungan kerja. Lalu lintas jalan raya; darat, laut dan
udara juga seringkali diwarnai kecelakaan, sehingga kesakitan dan kematian karena kecelakaan
lalu lintas ini tergolong besar setelah wabah penyakit dan peperangan.
Jadi walaupun seseorang sudah menjaga kesehatannya sedemikian rupa, risiko kesakitan masih
besar, disebabkan faktor eksternal yang di luar kemampuannya menghindari. Termasuk di sini
karena faktor alam berupa rusaknya ekosistem, polusi di darat, laut dan udara dan pengaruh
global yang semakin menurunkan derajat kesehatan penduduk dunia. Karena itu Islam memberi
peringatan antisipatif: jagalah sehatmu sebelum sakitmu, dan jangan abaikan kesehatan, karena
kesehatan itu tergolong paling banyak diabaikan orang. Orang baru sadar arti sehat setelah ia
merasakan sakit.
B.

PERSPEKTIF KEPERAWATAN

Mengingat kompleksnya faktor pemicu penyakit dan kesakitan, maka profesi keperawatan tidak
bisa dihindari. Kapan dan di mana pun, keperawatan sangat dibutuhkan, baik yang dilakukan
secara sederhana dan tradisional sampai pada yang semi modern dan supermodern.
Keperawatan secara umum dapat dibagi dua, yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan medis. Di
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pelayanan kesehatan diartikan sebagai pelayanan yang
diterima seseorang dalam hubungannya dengan pencegahan, diagnosis dan pengobatan suatu
gangguan kesehatan tertentu (KBBI, l990: 504). Menurut Benjamin Lumenta (l989: l5),
pelayanan kesehatan ialah kegiatan yang sama, yang dilakukan oleh pranata sosial atau pranata
politik terhadap keseluruhan masyarakat sebagai tujuannya. Pelayanan kesehatan merupakan
kegiatan makrososial yang berlaku antara pranata atau lembaga dengan suatu populasi,
masyarakat atau komunitas tertentu.
Sedangkan pelayanan medis ialah suatu upaya dan kegiatan pencegahan dan pengobatan
penyakit, semua upaya dan kegiatan peningkatan dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan
atas dasar hubungan individual antara para ahli pelayanana medis dengan individu yang
membutuhkannya. Pelayanan medis ini merupakan kegiatan mikrososial yang berlaku antara
orang perorangan (Lumenta, l989: l5). Al Purwa Hadiwardoyo (l989: l6) menambahkan,
pelayanan medis mengandung semangat pelayanan dan usaha maksimal dengan mengutamakan
kepentingan pasien dan mengandung nilai ethos yang tidak egoistis dan materialistis.

Dengan demikian, pelayanan kesehatan lebih bersifat hubungan antarlembaga atau institusi
kesehatan dengan kelompok masyarakat yang lebih bersifat massal, sedangkan pelayanan medis
lebih bersifat hubungan individual antara pemberi layanan medis, dalam hal ini dokter,
paramedis dan perawat dengan pengguna, pasien atau orang yang membutuhkan pelayanan
medis, dengan lebih menekankankan kepada ethos kerja profesional dan tidak materialistis.
Dalam tulisan ini, perbedaan istilah di atas tidak terlalu dipersoalkan, karena muaranya juga
sama, yakni mencegah penyakit dan peningkatan derajat kesehatan. Lumenta mengatakan,
pelayanan kesehatan dan pelayanan medis mempunyai tujuan yang sama, yakni memenuhi
kebutuhan individu atau masyarakat untuk mengatasi, menetralisasi atau menormalisasi semua
masalah atau semua penyimpangan terhadap keadaan kesehatan, atau semua masalah dan
penyimpangan terhadap keadaan medis normatif.
Karena itu pranata sosial atau politik, seperti ormas kepemudaan, keagamaan dan partai politik,
memang bisa saja memberikan pelayanan kesehatan, misalnya untuk meningkatkan pengabdian
pada masyarakat, bakti sosial dan sejenisnya, tetapi tetap harus bekerjasama dengan institusi dan
pemberi layanan medis yang profesional. Sebab tanpa melibatkan para profesional di bidang
kesehatan dan medis, pelayanan yang diberikan tidak akan berhasil, bahkan akan
kontraproduktif. Di tengah tingginya tuntutan kepada profesionalisme kerja sekarang serta daya
kritis masyarakat yang juga meningkat, setiap pekerjaan harus dijalankan secara profesional.
Terlebih pekerja di bidang kesehatan dan medis, sebab pekerjaan ini sangat berisiko dan
berkaitan dengan hidup matinya manusia, yang dalam sumpah dunia kedokteran, harus
dilindungi dan diselamatkan sejak calon manusia itu masih berada di dalam perut ibunya.
C.

MULIANYA PROFESI PERAWAT

Menurut mantan Rektor Universitas Al-Azhar, Syeikh Mahmoud Syaltout (l973: l24), banyak
sekali petunjuk Nabi Muhammad SAW yang jelas sekali menuntut perlunya profesi keperawatan.
Perintah untuk berobat, peringatan terhadap penyakit menular, perintah mengasingkan diri
terhadap penyakit menular, penjenisan makanan-makanan sehat untuk tubuh, dll, menunjukkan
bahwa baik secara tersurat maupun tersirat Islam sangat menuntut hadirnya para perawat di
tengah masyarakat manusia. Sebab orang yang memiliki kompetensi di bidang pengobatan dan
perawatan kesehatan tidak lain adalah institusi beserta individu perawat yang mengabdi di
dalamnya. Islam tidak membedakan apakah ia dokter, paramedis atau perawat, sepanjang ia

mengabdi di bidang pengobatan dan perawatan penyakit, maka ia merupakan orang mulia.
Bahkan dalam banyak kitab fikh dan hadits, selalu ada bab khusus yang membahas tentang
penyakit dan pengobatan (kitab al-maridh wa al-thib).
Di dalam Islamic Code of Medical Ethics diterangkan bahwa pengobatan dan keperawatan
merupakan profesi mulia. Allah menghormatinya melalui mukjizat Nabi Isa bin Maryam dan
Nabi Ibrahim yang pandai mengobati penyakit dan selalu menyebut nama Allah sebagai
penyembuh penyakitnya. Sama halnya dengan semua aspek ilmu pengetahuan, ilmu kedokteran
dan keperawatan adalah sebagian dari ilmu Allah, karena Allah-lah yang mengajarkan kepada
manausia apa yang tidak diketahuinya. Allah berfirman: Iqra wa rabbukal akram, alladzi allama
bil qalam, allamal insana ma lam yalam (Bacalah dan Tuhanmulah yang paling mulia, yang
mengajar manusia dengan perantaraan qalam (baca tulis), dan Dia mengajarkan kepada manusia
segala apa yang tidak diketahuinya. QS al-Alaq: 3-5). Melalui ayat ini Allah menyuruh
mempelajari alam semesta beserta segenap organisme dan anorganisme yang ada di dalamnya
dengan nama dan kemuliaan Tuhan, melalui baca tulis, eksperimen, penelitian, diagnonis, dsb.
Ini terbukti dengan semakin banyaknya studi di bidang kedokteran dan kesehatan, semakin
terungkap tanda-tanda kekuasaan Allah terhadap makhluk-makhluk-Nya.
Berkaitan dengan ini pengadaan praktik kedokteran dan perawatan adalah perintah agama
kepada masyarakat, yang disebut fardlu kifayah, yang diwakili oleh beberapa institusi untuk
melayani kebutuhan kesehatan dan pengobatan masyarakat dan dapat dinikmati oleh setiap orang
tanpa kecuali, tanpa melihat kepada perbedaan ras, agama dan status sosialnya. Kewajiban ini
merupakan tugas negara untuk menjamin kebutuhan bangsa akan para dokter dan perawat dalam
berbagai bidang spesialisiasi. Dalam Islam hal ini merupakan kewajiban negara terhadap
warganegaranya.
Kesehatan harus menjadi tujuan, dan keperawatan kedokteran sebagai cara, pasien adalah tuan,
dokter dan perawat sebagai pelayannya. Peraturan-peraturan, jadwal-jadwal, waktu dan
pelayanan harus dilaksanakan sedemikian rupa untuk menentukan keadaan pasien dan
ditempatkan paling atas dengan kesejahteraan dan kesenangan yang pantas.
Status istimewa harus diberikan kepada pasien selama ia menjadi pasien, tidak membedakan
siapa dan apa dia. Seorang pasien berada pada tempat perlindungan karena penyakitnya dan
bukan karena kedudukan sosialnya, kekuasaan atau hubungan pribadinya. Karena itu dokter dan

perawat mengemban tugas mulia, yang dalam sumpah jabatannya mereka sudah bersumpah
dengan namaTuhan, berjanji untuk mengingat Tuhan dalam profesinya, melindungi jiwa manusia
dalam

semua

tahap

dan

semua

keadaan,

melakukan

semampu

mungkin

untuk

menyelamatkannya dari kematian, penyakit, rasa sakit dan kecemasan.


Allah berjanji akan menolong setiap orang di akhirat dan di hari pembalasan, siapa saja yang
menolong saudaranya di dunia. Walaupun kematian merupakan hak prerogatif Allah
menentukannya, namun manusia diberi kewenangan yang maksimal untuk mengatasi
penyakitnya dengan bantuan dokter dan perawat. Itu sebabnya terhadap penyakit yang parah
sekalipun, dokter dan perawat tetap melakukan usaha maksimal dan memberi semangat hidup
para pasien bersangkutan.
Ajaran-ajaran normatif agama tentang perawatan di atas, tidak hanya sebatas dasar teoritis,
melainkan sudah pula dipraktikkan dalam realitas kehidupan di masa lalu. Di masa-masa awal
perkembangan Islam dikenal sejumlah wanita yang mengabdikan dirinya di bidang keperawatan,
di antaranya Rufaidah, ia berjasa mendirikan rumah sakit pertama di zaman Nabi Muhammad
Saw guna menampung dan merawat orang-orang sakit, baik karena penyakit maupun terluka
dalam peperangan Kalau di Eropa dikenal nama Jean Henry Dunant, dokter Swiss yang melalui
Konferensi Jenewa l864 diakui sebagai Bapak Palang Merah Interasional, diikuti oleh Florence
Nightingale sebagai Ibu Perawat Dunia pertama, maka Rufaidah-lah yang dianggap sebagai
Nightingale dalam Islam.
Para Khalifah Abbasiyah juga banyak memiliki dokter dan perawat istana yang mendapatkan
kedudukan istimewa turun temurun. Jurjis ibnu Bakhti, Hunain bin Ishak dan keturunannya
merupakan para dokter dan perawat yang handal. Bazmi Alim, bukan saja aktif dalam dunia
keperawatan, tapi juga membangun rumah sakit Yamki Baghcha di Istanbul-Turki, dan masih
banyak lagi. Figuritas Ibnu Sina (Avicenna) dan Abubakar al-Razi (Razez) yang dianggap
pelopor ilmu kedokteran dengan karya-karya tulis monumentalnya di bidang keperawatan medis,
semakin memacu banyaknya masyarakat yang terjun dalam profesi keperawatan, baik pria
maupun wanita.
D.

KESIAPAN MENGABDI MASYARAKAT

Sekarang sejumlah akademi dan perguruan tinggi semakin banyak membina mahasiswanya yang
berorientasi kepada profesi keperawatan. Kondisi ini tentu patut disambut gembira, sebab tenaga

keperawatan di daerah kita, apalagi di perdesaan dan pedalaman masih sangat kurang. Untuk
lebih memberikan kesiapan fisik dan mental dalam menekuni profesi keperawatan, kiranya
penting digarisbawahi hal-hal mendasar berikut:
Pertama, hendaklah profesi keperawatan yang disandang dijadikan sebagai profesi yang
sebenarnya. Menurut pakar pendidikan, Ahmad Tafsir (l996), suatu pekerjaan dapat dipandang
sebagai pekerjaan profesional apabila:
1. Memiliki keahlian khusus untuk profesi tersebut, dilengkapi dengan kecakapan diagnostik dan
kompetensi aplikatif untuk membantu klien atau pasien. Ini berarti para perawat harus terus
meningkatkan ilmu, keahlian dan pengalamannya, baik melalui pembelajaran teoritis maupun
praktis. Di tengah semakin majunya dunia kedokteran dan keperawatan, tentu menuntut setiap
orang yang menggelutinya tidak boleh berhenti untuk menambah ilmu dan skill-nya untuk
disumbangkan kepada masyarakat.
2. Profesi dipilih karena panggilan hidup yang akan dijalani sepenuh waktu, jadi bukan profesi
terpaksa yang akan dijalani sambil lalu. Ketika sudah memantapkan hati menjadi perawat,
haruslah all out menggeluti bidang ini sampai akhir dengan motivasi yang tulus ikhlas dan penuh
pengabdian. Dengan motivasi dan dedikasi tinggi, tentu jenjang karier dan prospeknya akan terus
meningkat.
3. Profesi haruslah untuk kepentingan masyarakat, bukan individu dan golongan. Ini berarti
prinsip yang mendasari profesi keperawatan adalah kepentingan masyarakat yang membutuhkan
pertolongan, tanpa boleh membedakan status orang yang diberikan pelayanan.
4. Profesi juga memiliki organisasi dan kode etik tertentu, ini berarti para perawat mestilah
merasakan bahwa dirinya merupakan bagian dari institusi dan organisasi yang mewadahinya,
sekaligus sadar untuk menaati kode etik yang berlaku.
5. Sebuah profesi pada dasarnya memiliki otonomi, tapi juga tetap terbuka menjalin kerjasama
dengan pihak lain yang terkait. Ini berarti para perawat, meskipun di satu sisi yakin akan
kemampuannya, tapi untuk efektivitas pekerjaannya, ia harus tertap terbuka dan proaktif
bekerjasama dengan para pihak yang dapat menunjang kesuksesan layanan keperawatan. Jadi
dalam profesi terkandung persyaratan pemilikan kompetensi personal berupa kepribadian terpuji,
kompetensi profesional berupa keahlian, serta kompetensi sosial berupa semangat pengabdian
yang tinggi untuk masyarakat.

Kedua, dalam menjalankan tugas keperawatan hendaknya dibarengi dengan kecermatan, kehatihatian dan kewaspadaan guna meminimalisasi risiko negatif yang mungkin timbul. Seringnya
mencuat kasus malapraktik akhir-akhir ini haruslah dijadikan pelajaran bagi segenap insan
keperawatan, dokter dan paramedis, untuk lebih hati-hati dan cermat dalam melakukan
pekerjaan. Agama menggariskan beberapa sikap waspada yang perlu direnungi bagi para
perawat. Sayyid Sabiq mengatakan, dalam memberikan perawatan medis, hendaknya paramedis
menjalankan tugas sesuai bidang keahliannya.
Para ulama sepakat, bahwa orang yang memberikan perawatan yang di luar keahliannya, lalu
menimbulkan kecacatan atau risiko yang menambah berat penyakit pasiennya, maka dia harus
bertanggung jawab sesuai kadar bahaya yang ditimbulkannya, dan risiko tersebut dapat ditebus
dengan ganti rugi dari hartanya sendiri, bukan harta negara atau institusi. Tetapi jika paramedis
berbuat kekeliruan, sedangkan ia seorang memiliki ilmu dan keahlian cukup, maka risiko yang
timbul, juga harus dibayarkan kepada korban. Dalam hal ini ada yang berpendapat diambil dari
hartanya, ada pula berpendapat diambil dari harta negara atau institusi tempatnya bekerja. Imam
Malik berpendapat, paramedis tidak perlu dituntut apa-apa, karena kesalahan itu di luar
kemauannya, dan perawatan yang diberikan beserta risikonya sudah seizin pasien sendiri atau
keluarganya.
Adanya keharusan bertanggung jawab tidak lain untuk melindungi jiwa manusia dan
mengingatkan paramedis atau perawat agar lebih cermat dan hati-hati dalam menjalankan
pekerjaannnya, sebab pekerjaannya berkaitan langsung dengan jiwa manusia. Ketika seorang
pasien meninggal, tidak hanya keluarga kehilangan anggotanya, tapi bisa pula kehilangan
pengasuh, pengayom dan pemimpin keluarga, penopang ekonomi keluarga, kehilangan orang
tercinta, kehilangan harapan hidupnya dan sebagainya.
Ketiga, para perawat hendaknya lebih proaktif ketika mengabdikan dirinya kepada masyarakat,
tidak pasif menunggu orang sakit datang ke rumah sakit saja. Kita semua mengetahui bahwa
UNDP setiap tahun mengukur peringkat kualitas hidup manusia, human development index
(HDI), di mana HDI rakyat Indonedia selalu yang terendah dibanding bangsa-bangsa di dunia
dan di Asia Tenggara. Rendahnya derajat kesehatan merupakan salah satu indikator kriteria yang
digunakan UNDP. Dipastikan masyarakat yang kualitas kesehatannya rendah tersebut berada
pada level ekonomi menengah ke bawah. Mereka ini baru berobat atau terpaksa datang ke rumah

sakit sesudah penyakitnya parah. Oleh karenanya, para perawat hendaknya proaktif turun ke
lapangan, sehingga potensi penyakit di masyarakat dapat dihindari. Bukankah dalam pengobatan
berlaku prinsip, lebih baik mencegah daripada mengobati.***
E.

ASUHAN KEPERAWATAN ISLAM


Pada zaman Nabi perawat dapat diberi nama Al Asiyah dari kata Aasa yang berarti

mengobati luka, dengan tugas utama memberi makanan dan memberikan obat. Pelayanan
kesehatan telah dimulai sejak zaman Nabi Muhammad SAW dengan seorang perawat wanita
yang pertama yang bernama Rufaidah. Islam sangat menghargai seorang petugas kesehatan
karna petugas ini adalah petugas kemanusiaan yang sangat mulia.
Pelayanan kesehatan adalah memberi pelayanan kesehatan kepada orang yang
membutuhkan baik itu berupa asuhan keperawatan atau pelayanan kepada pasien. Hubungan
antara petugas kesehatan dan pasien adalah sebagai penjual jasa dan pemakai jasa.
Antara petugas kesehatan dan pasien terjadi akad Hijrah. Akad Hijrah adalah suatu akad
dimana satu pihak memanfaatkan Barang, Tenaga, Pikiran dan Keahlian.Islam sangat
memperhatikan masalah kesehatan, baik kesehatan Fisik, Mental maupun kesehatan lingkungan.
F.
HAK DAN KEWAJIBAN ANTARA PERAWAT DENGAN PASIEN.
kewajiban petugas keperawatan

melaksanakan tugas sesuai dengan sumpah jabatan

memberikan pelayanan dengan baik

menetapkan tarip yang terjangkau oleh masyarakat

mengusahakan keringanan biaya

bertanggung jawab atas kematian /penderitaan dan kerugian pasien yang disebabkan oleh
kesalahan perawat

melimdungi pasien dari sasaran propaganda agama lain

menyampaikan wasiat pasien yang meninggal kapada keluarganya

membantu pemakaman jenazah secepat mungkin

menolak permintaan pelayanan yang bertentangan dengan ajaran agama.

Hak Hak petugas keperawatan

Mendapatkan Gaji dan Honorer

Mendapatkan penghargaan yang layak dari pemerintah

Mendapat perlindungan hukum

Melindungi pasien dari ancaman luar kehidupan keselamatan jiwanya.

Menolak pelanyanan kesehatan yang bertentangan dengan ajaran Agama


Profesi keperawatan dalam islam adalah dipandang sebagai profesi yang mulia.akan
tetapi hal itu berlaku apabila asuhan keprawatan yang dilakukan sesuai dengan syariah
islam,yaitu dengan memperhatikan kaidah-kaidah dan aturan-aturan dalam islam.dalam AlQuran disebutkan bahwa:
bertolong-tolonglah kamun dalam hal kebaikan,dan janganlah kamu bertolong-tolong
dalam hal keburukan atau kejahatan.
Dari ayat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Al-Quran menganjurkan untuk membantu
orang orang yang sedang kesulitan dalam hal ini adalah pada keadaan sakit.seperti yang
dicontohkan oleh rufaidah di zaman Rasulullah Saw.sebagai perumpamaan dalam penerapan
asuhan keperawatan yang sesuai dengan aturan-aturan yang ada dalam islam.misalnya adalah
bagaimana cara bersuci dan shalat bagi pasien yang sedang sakit.
Allah berfirman dalam surat Al-baqarah ayat 185:
artinya : allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran
bagimu(QS.Al-baqarah;185)

G.
TATA CARA BERIBADAH BAGI ORANG YANG SAKIT
Tata Cara Bersuci Bagi Orang Yang Sakit
1. diwajibkan bersuci dengan air, berwudhu jika berhadats kecil dan mandi jika berhadats besar
2. Jika tidak bisa dengan air karena dikhawtirkan dapat memperlambat kesembuhan, maka boleh
tayamum
3. Bila tidak mampu bersuci sendiri maka dapat dibantu orang lain
4. Jika pada tubuh terdapat luka yang digips atau dibalut maka cukup mengusap balutan tadi
dengan air

5. Cara bertayamum ialah memukulkan dua tangannya ketanah yang suci sekali pukulan, kemudian
mengusap wajahnya lalu mengusap telapak tangannya
6. Jika sebagian tubuh yang harus disucikan terluka, maka dibasuh dengan air jika membahayakan
cukup diusap sekali saja jika membahayakan juga maka bias bertayamum
7. Dibolehkan bertayamum pada dinding yang mengandung debu yang suci
8. Jika tidak mungkin bertayamum diatas tanah atau dinding atau tempat lain yang mengandung
debu maka boleh menggunakan sapu tangan
9. Orang yang sakit juga wajib membersihkan tubuhnya dari najis, jika tidak mungkin maka ia solat
apa adanya, dan solatnya sah
10. Orang yang sakit wajib menggunakan pakaian yang suci dalam melaksanakan solat jika tidak
memungkainkan maka solat apa adanya dan solatnya sah
11. orang yang sakit juga wajib solat ditempat yang suci jika tidak mungkin maka cara sholat
ditempat apa adanya dan sholatnya sah.
Tata Cara Shalat Bagi Orang Sakit
1. Diwajibkan berdiri meskipun tidak tegak atau bersandar pada dinding atau bertumpu pada
tongkat
2. Bila tidak mampu berdiri maka hendaklah solat dengan duduk
3. Bila tidak mampu duduk maka solat dengan berbaring miring dengan bertumpu pada sisi tubuh
sebelah kanan menghadap kiblat
4. Jika tidak mampu berbaring maka dapat dengan telentang dan kaki menuju arah kiblat dan
kepala agak ditinggikan
5. Jika tidak mampu juga maka solat dengan menggunakan isyarat tubuh seperti kepala jika kepala
tidak mampu maka dengan mata
6. Jika memang semua itu tidak mampu maka dapat solat didalam hati
7. Jika orang sakit merasa kesulitan mengerjakan solat pada waktunya, maka dibolehkan menjamak
Orang yang diperbolehkan tidak berpuasa dalam bulan suci rhamadan
1. Orang yang sedang bepergian (musafir)

Selama bepergian tersebut tidak untuk maksiat dan sesuai dengan ketentuan ukum islam maka
diperbolehkan untuk tidak berpuasa dan dapat menggantinya dihari yang lain sesuai dengan
puasa yang ditinggalkannya.
2.

Orang yang sakit

Sakit yang diperbolehkan untuk tidak berpuasa adalah yang mengakibatkan bahaya bagi jiwa,
atau bertanmbahnya penyakit baginya, atau dikhawatirkan terlambatnya kesembuhan akibat dari
puasa tersebut dan dapat menggantinya dihari yang lain sesuai dengan puasa yang
ditinggalkannya.
3.

Wanita yang haid dan nifas

Wajib mengganti dihari yang lain dan jika wanita tersebut berpuasa maka puasanya tidak sah.
4. Orang yang sudah lanjut usia
Orang yang lanjut usia dan perempuan tua yang tidak mampu berpuasa hendaknya memberi
makanan setiap hari, satu orang miskin
5. Wanita yang hamil dan menyusui
Allah meringankan bagi mereka untuk tidak berpuasa, dan termasuk dari golongan hambanya
yang lemah adalah wanita hamil dan menyusui.
Para pemimpin rumah sakit-rumah tidak boleh menugaskan seorang perawat laki-laki dan
seorang perawat wanita untuk piket dan jaga malam bersama, ini suatu kesalahan dan
kemungkaran besar, dan ini artinya mengajak kepada perbuatan keji. Jika seorang laki-laki hanya
berduaan dengan seorang wanita di suatu tempat, tidak bisa dijamin aman dari godaan setan
untuk melakukan perbuatan keji dan sarana-sarananya.
Karena

itu

Rasulullah

Shallallahu

alaihi

wa

sallam

bersabda:

Tidaklah seorang laki-laki bersepi-sepian dengan seorang wanita (yang bukan mahramnya)
kecuali yang ketiganya setan"
Menurut islam kesehatan yang bersifat (Prepentif) lebih diutamakan dari pada Kuratif
(pengobatan).
Hak dan kewajiban petugas kesehatan lebih besar dari pada hak dan kewajiban pasien karna hak
dan kewajiban petugas kesehatan bertanggung jawab atas jiwa dan raga pasien.

Menurut islam bahwasan orang sakit wajib melakukan berobat untuk mengobati penyakit
nya.sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW.
berobatlah kamu, hai hamba hamba Allah! Sebab sesungguhnya Allah SWT tidak membuat
penyakit kecuali membuat pula obat nya, selain itu penyakitnya, ialah sakit tua.(Hadis riwayat
Ahmad, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim)
Menurut hukum islam, seseorang yang melakukan praktek kedokteran dan pengobatan,
sedangkan ia bukan ahlinya, misalnya, ia Kunter (dukun yang melakukan praktek dokter
seperti operasi), atau Terkun (dokter yang melakukan praktek dukun)
Seperti ia tidak memberikan resep obat kepada pasiennya yang sesuai dengan disiplin ilmu
kedokteran yang ia pelajari, tetapi ia harus bertanggung jawab atas kerugian pasien nya,
jiwa/materialnya. Hal ini berdasarkan sabda Hadis Nabi :
Barang siapa melakukan praktek kedokteran/pengobatan, sedangkan ia bukan ahlinya, maka ia
harus bertanggung jawab menggung kerugian.
kemudian ketika memberikan pelayanan perawatan bagi pasien yang perempuan
hendaknya dirawat oleh perawat perempuan.begitu juga sebaliknya,pasien laki-laki dirawat oleh
perawat laki-laki pula.
ruang lingkup itu mencakup berbagai aspek dan keadaan yang sesuai dengan kaidah dan
aturan dalam islam.misalnya :
Tata cara dan aturan tentang alat kontrasepsi atau KB
1. Proses dan pasca melahirkan
2. Transplantasi organ tubuh
3. Tranfusi darah
4. Aturan dan cara pengadopsian anak
5. Dan lain sebagainya.
Sebagai seorang praktisi keperawatan kita harus bertindak professional sesuai fungsi dan tujuan
dari asuhan keperawatan.dengan demikian dapat tercapai pelaksanaan asuhan keperawatan yang
bermutu dan sesuai dengan syariah islam.

Anda mungkin juga menyukai