Anda di halaman 1dari 19

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Sehat Sakit


2.1.1 Konsep Sehat
Sehat dan sakit adalah dua kata yang saling berhubungan erat dan merupakan bahasa kita
sehari-hari. Dalam sejarah kehidupan manusia istilah sehat dan sakit dikenal di semua
kebudayaan. Sehat dan sakit adalah suatu kondisi yang seringkali sulit untuk kita artikan
meskipun keadaan ini adalah suatu kondisi yang dapat kita rasakan dan kita amati dalam
kehidupan sehari-hari hal ini kemudian akan mempengaruhi pemahaman dan pengertian
seseorang terhadap konsep sehat misalnya, orang tidak memiliki keluhan-keluahan fisik
dipandang sebagai orang yang sehat. Sebagian masyarakat juga beranggapan bahwa anak
yang gemuk adalah anak yang sehat meskipun jika mengacu pada standard gizi kondisinya
berada dalam status gizi lebih atau overweight. Jadi faktor subyektifitas dan kultural juga
mempengaruhi pemahaman dan pengertian mengenai konsep sehat yang berlaku dalam
masyarakat.

Kata sehat menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah suatu keadaan/ kondisi seluruh badan
serta bagian-bagiannya terbebas dari sakit. UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan
menyatakan bahwa, “kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental atau psikis,
spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial
dan ekonomi” (dikutip 13 dari UU Kesehatan No. 36 tahun 2009)

Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 sehat adalah keadaan sejahtera dari badan,
jiwa dan sosial yang memungkinkan seseorang dapat hidup secara sosial dan ekonomis.
konsep “sehat”, World Health Organization (WHO) merumuskan dalam cakupan yang sangat
luas, yaitu “keadaan yang sempurna baik fisik, mental maupun sosial, tidak hanya terbebas
dari penyakit atau kelemahan/cacat”. Dalam definisi ini, sehat bukan sekedar terbebas dari
penyakit atau cacat. Orang yang tidak berpenyakit pun tentunya belum tentu dikatakan sehat.
Dia semestinya dalam keadaan yang sempurna, baik fisik, mental, maupun sosial.

Sehat mental (jiwa), mencakup:


 Sehat Pikiran tercermin dari cara berpikir seseorang yakni mampu berpikir secara
logis (masuk akal) atau berpikir runtut.
 Sehat Spiritual tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur,
pujian, atau penyembahan terhadap pencinta alam dan seisinya yang dapat dilihat dari
praktek keagamaan dan kepercayaannya serta perbuatan baik yang sesuai dengan
norma-norma masyarakat.
 Sehat Emosional tercermin dari kemampuan seseorang untuk mengekspresikan
emosinya atau pengendalian diri yang baik.

Sehat Sosial adalah kemampuan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain secara
baik atau mampu berinteraksi dengan orang atau kelompok lain tanpa membeda-bedakan ras,
suku, agama, atau kepercayaan, status sosial, ekonomi, politik. Sehat dari aspek ekonomi
yaitu mempunyai pekerjaan atau menghasilkan secara ekonomi. Untuk anak dan remaja
ataupun bagi yang sudah tidak bekerja maka sehat dari aspek ekonomi adalah bagaimana
kemampuan seseorang untuk berlaku produktif secara sosial.

Dapat dikatakan sehat merupakan suatu keadaan dimana seseorang memiliki kondisi tubuh
serta bagian-bagiannya terbebas dari sakit serta dari aspek lainnya sehingga individu dapat
beraktivitas secara normal dan mampu untuk untuk berprilaku produktif.

2.1.2 Konsep Sakit


Pengertian sakit menurut etiologi naturalistik dapat dijelaskan dari segi impersonal
sistematik, yaitu bahwa sakit merupakan satu keadaan atau satu hal yang disebabkan
gangguan terhadap sistem tubuh manusia. Tolak ukur atau acuan yang paling mudah untuk
menentukan kondisi sakit atau penyakit adalah jika terjadi perubahan dari nilai batas normal
yang telah ditetapkan, akan tetapi ada beberapa definisi mengenai sakit yang dapat dijadikan
acuan (Asmadi, 2008), antara lain :

1. Menurut Parson, sakit adalah kondisi dimana terjadi ketidakseimbangan dari fungsi
normal tubuh manusia, termasuk sistem biologis dan kondisi penyesuaian.
2. Menurut Borman, ada 3 kriteria keadaan sakit, yaitu adanya gejala, persepsi terhadap
kondisi sakit yang dirasakan serta menurunnya kemampuan dalam beraktivitas sehari-
hari.
3. Menurut batasan medis, ada 2 bukti adanya sakit, yaitu tanda dan gejala.
4. Perkins mengemukakan pula bahwa, sakit adalah suatu kondisi yang kurang
menyenangkan yang dialami seseorang sehingga menimbulkan gangguan pada
aktivitas sehari-hari, baik jasmani maupun sosial.

Penyakit memiliki perbedaan dengan rasa sakit. Penyakit bersifat objektif karena bisa
dilihat dari parameter tertentu, sedangkan rasa sakit bersifat subjektif karena merupakan
keluhan yang dirasakan seseorang, karena memiliki perbedaan maka implikasinya juga
berbeda. Seseorang yang menderita penyakit belum tentu merasakan sakit, sebaliknya yang
mengeluh sakit belum tentu menderita penyakit (Asmadi, 2008).

2.2 Konsep Trias Epidemiologi


Didalam epidemiologi deskriptif dipelajari bagaimana frekuensi penyakit berubah menurut
perubahan variabel-variabel epidemiologi yang terdiri dari orang (person), tempat (place)
dan waktu (time). Hubungan asosiasi dalam bidang adalah hubungan keterikatan atau
saling pengaruh antara dua atau lebih variabel, dimana hubungan tersebut dapat bersifat
hubungan sebab akibat maupun yang bukan sebab akibat.

Dalam kaitanya dengan penyakit terdapat hubungan karasteristik antara


Karakteristik Segitiga Utama. Yaitu host, agent dan improvment. Serta terdapat
interaksi antar variabel epidemologi sebagai determinan penyakit. Ketiga faktor dalam trias
epidemiologi terus menerus dalam keadaan berinteraksi satu sama lain. Jika interaksinya
seimbang, terciptalah keadaan seimbang. Begitu terjadi gangguan keseimbangan, muncul
penyakit. Terjadinya gangguan keseimbangan bermula dari perubahan unsur-unsur trias itu.
Perubahan unsur trias yang petensial menyebabkan kesakitan tergantung pada karakteristik
dari ketiganya dan interaksi antara ketiganya.

2.2.1 Karakteristik Penjamu


Pejamu adalah tempat yang dinvasi oleh penyakit. Penjamu dapat berupa
manusia, hewan atapun tumbuhan. Manusia mempunyai karakteristik tersendiri dalam
menghadapi ancaman penyakit, yang bisa berupa:

a. Resistensi: kemampuan dari penjamu untuk bertahan terhadap suatu infeksi.


Terhadap suatu infeksi kuman tertentu, manusia mempunyai mekanisme
pertahanan tersendiri dalam menghadapinya.
b. Imunitas: kesanggupan host untuk mengembangkan suatu respon imunologis,
dapat secara alamiah maupun perolehan (non-ilmiah), sehingga tubuh kebal terhadap
suatu penyakit tertentu. Selain mempertahankan diri, pada jenis-jenis penyakit
tertentu mekanisme pertahanan tubuh dapat menciptakan kekebalan tersendiri.
Misalnya campak, manusia mempunyai kekebalan seumur hidup, mendapat imunitas
yang tinggi setelah terserang campak, sehingga seusai kena campak sekali maka
akan kebal seumur hidup.
c. Infektifnes (infectiousness): potensi penjamu yang terinfeksi untuk menularkan
penyakit kepada orang lain. Pada keadaan sakit maupun sehat, kuman yang berada
dalam tubuh manusia dapat berpindah kepada manusia dan sekitarnya.
2.2.2 Karakteristik Agen
Agen adalah penyebab penyakit yang dapat terdiri dari berbagai jenis yaitu agen
biologis (virus, bakteri, fungi, riketsia, protozoa, metazoa); Agen nutrien (Protein, lemak,
karbohidrat, vitamin, mineral, dan air); Agen fisik: Panas, radiasi, dingin, kelembaban,
tekanan; Agen kimia (Dapat bersifat endogenous seperti asidosis, diabetes
(hiperglikemia), uremia, dan eksogenous (zat kimia, alergen, gas debu, dll.); dan agen
mekanis (Gesekan, benturan, pukulan yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan).
Adapun karakteristik dari agen berupa :

a. Infektivitas: kesanggupan dari organisma untuk beradaptasi sendiri terhadap


lingkungan dari penjamu untuk mampu tinggal dan berkembangbiak (multiply)
dalam jaringan penjamu. Umumnya diperlukan jumlah tertentu dari suatu
mikroorganisma untuk mamppu menimbulakan infeksi terhadap penjamunya.
Dosis infektivitas minimum (minimum infectious dose) adalah jumlah minimal
organisma yang dibutuhkan untuk menyebabkan infeksi. Jumlah ini berbeda
antara berbagai spesies mikroba dan antara individu.
b. Patogenensis: kesanggupan organisma untuk menimbulakan suatu reaksi klinik
khusus yang patologis setelah terjadinya infeksi pada penjamu yang diserang.
Dengan perkataan lain, jumlah penderita dibagi dengan jumlah orang yang
terinfeksi.hampir semua orang yang terinfeksi dengan virus smaalpox menderita
penyakit (high pathogenenicity), swedangkan orang yang terinfeksi polivirus
tidak semua jatuh sakit (low pathogenenicity).
c. Virulensi: kesanggupan organisma tertentu untuk menghasilakan reaksi
patologis yang berat yang selanjutnya mungkin menyebabkan kematian.
Virulensi kuman menunjukkan beratnya (suverity) penyakit.
d. Toksisitas: kesanggupan organisma untuk memproduksi reaksi kimia yang
toksis dari substansi kimia yang dibuatnya. Dalam upaya merusak jaringan
untuk menyebabkan penyakit berbagai kuman mengeluarkan zat toksis.
e. Invasitas: kemampuan organisma untuk melakukan penetrasi dan menyebar
setelah memasuki jaringan.
f. Antigenisitas: kesanggupan organisma untuk merangsang reaksi imunologis
dalam penjamu. Beberapa organisma mempunyai antigenesitas lebih kuat
dibanding yang lain. Jika menyerang aliran darah (virus measles) akan lebih
merangsang immunoresponse dari yang hanya menyerang permukaan membran
(gonococcuc).
2.2.3 Karakteristik Lingkungan
a. Topografi: situasi lingkungan tertentu, baik yang natural maupun buatan
manusia yang mungkin mempengaruhi terjadinya dan penyebaran suatu
penyakit tertentu.
b. Geografis: keadaan yang berhubungan dengan struktur geologi dari bumi yang
berhubungan dengan kejadian penyakit.

Didalam epidemiologi dekriptif, terdapat tiga variabel determinan yaitu orang, tempat
dan waktu. Frekuensi penyakit berubah menurut perubahan variabel-variabel
epidemiologi tersebut

2.2.4 Person (Orang)


Variabel orang yang mempengaruhi penyakit adalah karakteristik dan atribut dari
anggota populasi. Perbedaaan rate penyakit berdasarkan orang menunjukkan sumber
paparan yang potensial dan berbeda-beda pada faktor host. Adapun beberapa variabel
orang adalah

1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Kelas sosial
4. Jenis pekerjaan
5. Penghasilan
6. Ras dan suku bangsa (etnis)
7. Agama
8. Status perkawinan
9. Besarnya keluarga – umur kepala keluarga
10. Struktur keluarga
11. Paritas

2.2.5 Place (Tempat)


Varibel tempat adalah karakteristik lokal dimana orang hidup, bekerja dan
berkunjung. Perbedaan insiden berdasarkan tempat menunjukkan perbedaan susunan
penduduk atau lingkungan mereka tinggal. Pentingnya variabel tempat di dalam
mempelajari etiologi suatu penyakit dapat digambarkan dengan jelas pada
penyelidikan wabah dan penyelidikan terhadap kaum migran.
Beberapa varibel tempat :
1. Batas-batas daerah pemerintahan (desa, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi)
2. Kota dan pedesaan
3. Daerah atau tempat berdasarkan batas-batas alam
4. Negara-negara
5. Regional – global

2.2.6 Time (Waktu)


Variabel waktu dapat menganalisis perbedaan cara pandang dari kurva epidemik.
Hubungan antara waktu dan penyakit merupakan kebutuhan dasar di dalam analisis
epidemiologi oleh karena perubahan penyakit menurut waktu menunjukkan faktor
etiologis.

Beberapa pola penyakit :


1. Sporadis (jarang terjadi dan tidak teratur)
2. Penyakit endemis (kejadian dapat diprediksi)
3. Epidemis (kejadian yang tidak seperti biasa/KLB)
4. Propagating epedemik (penyakit yang terus meningkat sepanjang waktu)

2.2.7 Interaksi Agen, Host, dan Lingkungan


Faktor agent adalah penyebab penyakit berupa biologis, fisik, kimia. Faktor host adalah
karakteristik personal, perilaku, presdisposisi genetik dan immmunologic. Faktor
lingkungan adalah keadaan eksternal (selain agent) yang mempengaruhi proses penyakit
baik berupa fisik, biologis atau sosial.

Keseimbangan dari segitiga epidemiologi diatas


akan mempengaruhi status kesehatan. Berlaku untuk
penyakit menular maupun tidak menular.

Gambar 1 : Segitiga Epidemiologi

Gambar 2 : Interaksi Segitiga Epidemiologi


2.3 Riwayat Alamiah Penyakit
2.3.1 Definisi RAP
Setiap penyakit yang terjadi pada individu baik akut maupun kronis memiliki riwayat
alamiah penyakit tersendiri. Riwayat alamiah penyakit adalah perkembangan penyakit
secara alamiah, tanpa ikut campur tangan medis atau intervensi kesehatan lainnya. Riwayat
alamiah penyakit (natural history of disease) adalah deskripsi tentang perjalanan waktu dan
perkembangan penyakit pada individu, dimulai sejak terjadinya paparan dengan agen kausal
hingga terjadinya akibat penyakit, seperti kesembuhan atau kematian, tanpa terinterupsi
oleh suatu intervensi preventif maupun terapetik (CDC, 2010c).

Riwayat alamiah penyakit perlu dipelajari. Pengetahuan tentang riwayat alamiah


penyakit sama pentingnya dengan kausa penyakit untuk upaya pencegahan dan
pengendalian penyakit. Dengan mengetahui perilaku dan karakteristik masing-masing
penyakit maka bisa dikembangkan intervensi yang tepat untuk mengidentifikasi maupun
mengatasi problem penyakit tersebut (Gordis, 2000; Wikipedia, 2010)

Riwayat alamiah penyakit ini mengacu pada perkembangan proses penyakit pada individu
dari waktu ke waktu, tanpa adanya pengobatan terhadap penyakit tersebut. Misalnya, Ebola
yang tidak diobati akan menimbulkan gejala klinis dimulai pada saat gejala primer hingga
berakhir dengan kesakitan bahkan kematian.

Gambar 3 : Bagan Riwayat Perjalanan Penyakit


Manfaat yang diperoleh dari riwayat alamiah penyakit, yaitu:

1. Untuk diagnostik: masa inkubasi dapat dipakai sebagai pedoman penentuan jenis
penyakit, misalnya jika trejadi KLB (Kejadian Luar Biasa).
2. Untuk pencegahan: dengan mengetahui kuman patologi penyebab dan rantai
perjalanan penyakit dapat dengan mudah dicari titik potong yang penting dalam
upaya pencegahan penyakit. Dengan mengetahui riwayat penyakit dapat trelihat
apakah penyakit itu perlangsungannya akut ataukah kronik. Tentu berbeda upaya
pencegahan yang diperlukan untuk penyakit yang akut dibanding dengan kronik.
3. Untuk terapi: intervensi atau terapi hendaknya biasanya diarahkan ke fase
pasling awal. Pada tahap perjalanan awal penyakit itu terapi tepat sudah perlu
diberikan. Lebih awal terapi akan lebbih baik hasil yang diharapkan. Keteralambatan
diagnosis akan berkaitan dengan keterlambatan terapi.

Pengetahuan mengenai Riwayat Alamiah Penyakit (RAP) merupakan dasar untuk


melakukan upaya pencegahan. RAP dan hasil pemeriksaan fisik akan mengarahkan
pemeriksa (tenaga kesehatan) untuk menetapkan diagnosis dan kemudian memahami
bagaimana perjalanan penyakit yang telah didiagnosis. Hal ini penting untuk dapat
menerangkan tindakan pencegahan, keganasan penyakit, lama kelangsungan hidup
penderita, atau adanya gejala sisa berupa cacat atau carrier. Informasi-informasi ini
akan berguna dalam strategi pencegahan, perencanaan lama perawatan, model pelayan yang
akan dibutuhkan kemudian, dan lain sebagainya.

Proses penyakit menular dimulai dengan terjadinya pemaparan agen infeksius yang
dapat mengakibatkan penyakit. Tanpa tindakan pengobatan, proses perjalanan penyakit
dapat berakhir dengan kondisi sembuh sempurna, carrier, cacat, atau meninggal. Sebagian
besar penyakit memiliki karakteristik riwayat alamiah tertentu namun beberapa
penyakit belum dapat dipahami dengan baik mengenai riwayat alamiah penyakitnya.
Karakteristik RAP menular mempunyai kerangka waktu dan manifestasi yang berbeda-beda
dan bervariasi antarindividu. Namun dengan pemberian pengetahuan tentang penyakit pada
individu, perkembangan penyakit dapat dihambat dengan tindakan pencegahan dan
pengobatan, meningkatkan faktor yang berhubungan dengan kesehatan pejamu dan faktor
lainnya yang dapat mempengatuhi kejadian penyakit

2.3.2 Tahapan RAP


Secara umum, riwayat alamiah penyakit melalui dua tahap, yaitu tahap prepatogenesis dan
patogenesis. Ketika individu dalam keadaan sehat, segitiga epidemiologi mereka akan
seimbang, tetapi mereka rentan terhadap agen penyakit (stage of susceptible) dikenal dengan
tahap Pre Patogenesis. Namun, ketika telah terjadi interaksi antara pejamu dan agen di luar
tubuh pejamu, misal imunitas pejamu sedang lemah, atau bibit penyakit (agen) lebih ganas,
dan kondisi lingkungan (environment )tidak menguntungkan bagi pejamu maka penyakit
akan melanjutkan riwayat alamiahnya yakni ke tahap Patogenesis. Tahap Patogenesis terjadi
ketika sudah terjadi ketidakseimbangan segitiga epidemiologi baik pada host, agent maupun
lingkungan sehingga menyebabkan host sakit. Pada tahap ini terdiri dari 4 sub-tahap, yaitu:
tahap inkubasi, tahap dini (subklinis), tahap lanjut (klinis) dan tahap akhir (sembuh sempurna,
sembuh dengan cacat, karier, kronik, atau kematian).

Gambar 4 :Riwayat Perjalanan Penyakit pada Manusia

1. Tahap Prepatogenesis
Pada tahap ini individu berada dalam keadaan normal sehat tetapi mereka pada dasarnya
peka terhadap kemungkinan terganggu oleh serangan agen penyakit (stage of suseptibility).
Walaupun demikian pada tahap ini sebenarnya telah terjadi interaksi antara penjamu
dengan bibit penyakit, tetapi interaksi ini masih terjadi di luar tubuh, dalam arti bibit
penyakit masih ada di luar tubuh penjamu di mana para kuman mengembangkan potensi
infektifitas, siap menyerang penjamu. Pada tahap ini belum ada tanda-tanda sakit sampai
sejauh daya tahan tubuh penjamu masih kuat. Namun begitu penjamunya ‘lengah’ ataupun
memang bibit penyakit menjadi lebih ganas, ditambah dengan kondisi lingkungan yang
kurang menguntungkan penjamu, maka keadaan segera dapat berubah. Penyakit akan
melanjutkan perjalanannya memasuki fase berikutnya, tahap patogenesis.

Secara ringkas, gambaran tahap prepatogenesis, yaitu:


a) Kondisi Host masih normal/sehat
b) Sudah ada interaksi antara Host dan Agent, tetapi Agent masih diluar Host
c) Jika interaksi Host, Agent dan Environment berubah maka Host jadi lebih rentan atau
Agent jadi lebih virulen jadi Agent masuk ke Host (memasuki tahap patogenesis).

2. Tahap Patogenesis
Tahap ini meliputi 4 sub-tahap, yaitu:
a) Tahap Inkubasi
Tahap inkubasi merupakan tenggang waktu antara masuknya bibit penyakit ke
dalam tubuh yang peka terhadap penyakit, sampai timnulnya gejala penyakit. tahap
ini ditandai dengan mulai masuknya Agent ke dalam Host, sampai timbulnya gejala
sakit. Masa inkubasi ini bervariasi antara satu penyakit dengan penyakit lainnya. Dan
pengetahuan tentang lamanya masa inkubasi ini sangat penting, tidak sekedar sebgai
pengetahuan riwayat penyakit, tetapi berguna untuk informasi diagnosis. Setiap
penyakit mempunyai mas inkubasi tersendiri, dan pengetahuan mas inkubasi dapat
dipakai untuk indentifikasi jenis penyakitnya.

b) Tahap Dini
Tahap ini mulai dengan munculnya gejala penyakit yang kelihatannya ringan. Tahap
ini sudah mulai menjadi masalah kesehatan karena sudah ada gangguan patologis
(pathologic changes), walaupun penyakit masih dalam masa subklinik (stage of
subclinical disease). Seandainya memungkinkan, pada tahap ini sudah diharapkan
diagnosis dapat ditegakkan secara dini.

c) Tahap Lanjut
Merupakan tahap di mana penyakit bertambah jelas dan mungkin tambah berat
dengan segala kelainan patologis dan gejalanya (stage of clinical disease). Pada
tahap ini penyakit sudah menunjukkan gejala dan kelainan klinik yang jelas
sehingga diagnosis sudah realtif mudah ditegakkan. Saatnya pula, setelah
diagnosis ditegakknan, diperlukan pengobatan yang tepat untuk menghindari akibat
lanjut yang kurang baik.

d) Tahap Akhir
Berakhirnya perjalanan penyakit dapat berada dalam lima pilihan keadaan, yaitu
:
1. Sembuh sempurna, yakni bibit penyakit menghilang dan tumbuh menjadi pulih,
sehat kembali.
2. Sembuh dengan cacat, yakni bibit penyakit menghilang, penyakit sudah tidak ada,
tetapi tubuh tidak pulih sepenuhnya, meninggalkan bekas gangguan yang
permanen berupa cacat.
3. Karier, di mana tubuh penderita pulih kembali, namun bibit penyakit masih
tetap ada dalam tubuh tanpa memperlihatkan gangguan penyakit
4. Penyakit tetap berlangsung secara kronik.
5. Berakhir dengan kematian.
Gambar 5 :Riwayat Alamiah Penyakit

Menurut Murti, Riwayat alamiah penyakit mencakup tahap-tahap sebagai berikut :


1. Tahap Rentan (Susceptible)
Pada tahap rentan, individu belum terpapar oleh agen penyebab penyakit sehingga
diperlukan upaya pencegahan primer seperti promosi kesehatan,imunisasi,
pencegahan spesifik, dan sebagainya. Tujuannya untuk mencegah timbulnya angka
kejadian penyakit baru. Orang yang termasuk kelompok rentan HIV dan risikotinggi
HIV, pencegahan dilakukan dengan pendidikan `kesehatan reproduksi untuk remaja
dan ibu rumah tangga, penggunaan kondom pada seks berisikopada wanita pekerja
seksual dan laki-laki berisikotinggi, tidak menggunakan jarum suntik bersamaan pada
pengguna narkoba suntik. Pada anak-anak, imunisasi lengkap sangat diperlukan untuk
mencegah berbagai penyakit yang bisa dicegah melalui imunisasi
2. Tahap Subkilinis (Asympthomatic)
Pada tahap subklinis, individu telah terpapar oleh agen penyakit, terjadi perubahan
patologis pada tubuh, namun belum timbul gejala dan tanda klinis. Tahap subklinis ini
memiliki peran dalam transmisi penyakit atau penularan penyakit dari individu yang
terinfeksi agen penyebab penyakit ke individu yang rentan, sehingga perlu adanya
upaya pencegahan sekunder (skrinning, pengobatan segera, dan lain-lain) agar dapat
mengurangi durasi dan tingkat keparahan penyakit. Pada tahap subkilinis penyakit
infeksi, terjadi perkembangbiakan mikroorganisme pathogen. Waktu yang dibutuhkan
sejak awal paparan/infeksi oleh agen penyebab penyakit hingga timbulnya gejala dan
tanda klinis disebut masa inkubasi. Sedangkan, pada penyakit non-infeksi, waktu
tersebut disebut masa laten.
Setiap penyakit memiliki masa inkubasi dan masa laten yang berbeda-beda, seperti
masa inkubasi penyakit Hepatitis A adalah 15-50 hari, Poliomyelitis 5 –30 hari,
Campak 10-14 hari, dan sebagainya. Pada penyakit tertentu terdapat istilah periode
jendela (window period) yaitu periode waktu sejak terinfeksi hingga terdeteksinya
infeksi tersebut pada tes laboratorium/skrining. Pada window periodini individu yang
terinfeksi juga dapat menularkan penyakit meskipun hasil tes laboratorium belum
menunjukkan hasil positif. Contoh, window periodpada HIV adalah 3 minggu –6
bulan. Pada masa ini, individu yang terinfeksi HIV dapat menularkan virus HIV ke
individu yang rentan meskipun hasil tes laboratorium belum menunjukkan hasil
positif. Oleh karena itu, pada window periodsebaiknya tidak dilakukan tes
laboratorium.
3. Tahap Klinis
Pada tahap penyakit klinis, individu mulai menunjukkan gejala dan tanda klinis
penyakit, seperti kesembuhan, kecacatan, atau kematian, dan terjadi proses ekspresi
yaitu gejala dapat berangsur menghilang tanpa dilakukan pengobatan (self-limiting
disease). Anak-anak yang menderita penyakit Polio, ada yang cacat, dan paling parah
menyebabkan kematian apabilavirus menyerang sumsum tulang belakang dan batang
otak. Sedangkan orang dengan HIV-AIDS selalu berakhir pada kematian pada 8-10
tahun mendatang. Pada tahap penyakit klinis perlu dilakukan upaya pencegahan
tersier, seperti rehabilitasi, melakukan limitasi kecacatan, dan bantuan fungsi lainnya.
4. Tahap Kesembuhan/Kecacatan/Kematian
Pada tahap ini, jika individu yang menderita suatu penyakit klinis tertentu tidak
diberikan pengobatan yang tepat maka individu tersebut akan masuk ke dalam tahap
akhir penyakit, dimana gangguan patologis tersebut dimanifestasikan menjadi kondisi
yang lebih berat, sepeti kecacatan, komplikasi, bahkan kematian. Sebaliknya, jika
individu tersebut diberikan pengobatan yang tepat maka tahap akhir dari penyakit
tersebut adalah kesembuhan. Waktu sejak timbulnya gejala klinis sampai terjadinya
akibat-akibat penyakit disebut durasi.
Ada juga yang membagi periode penyakit berdasarkan periode penularannya, sebelum
bisa menularkan (latent period) dan periode pejamu bisa menularkan penyakit
(infectious period).

2.4 Konsep Pencegahan Penyakit


2.4.1 Definisi Pencegahan Penyakit
Secara umum pencegahan atau preventif dapat diartikan sebagai tindakan yang dilakukan
sebelum peristiwa yang diharapkan (atau diduga) akan terjadi, sehingga peristiwa tadi tidak
terjadi atau dapat dihindari (to come before or precede, or anticipate, to make imposible by
advance provision). Pencegahan penyakit adalah tindakan yang ditujukan untuk mencegah,
menunda,mengurangi, membasmi, mengeliminasi penyakit dan kecacatan dengan
menerapkan sebuah atau sejumlah intervensi yang telah dibuktikan efektif. (Kleinbaum, et al.,
1982; Last,2001). Pencegahan penyakit ialah mengambil tindakan terlebih dahulu sebelum
kejadian dengan menggunakan langkah‐langkah yang didasarkan pada data/keterangan
bersumber hasil analisis/pengamatan/penelitian epidemiologi.

2.4.2 Tindakan pencegahan

Tindakan pencegahan penyakit dibagi menjadi tiga tingkatan sesuai dengan perjalanan
penyakit, yaitu:

a. Pencegahan primer (primary prevention), yang dilakukan dalam fase pre-patogenesis


sebelum proses itu terjadi
b. Pencegahan sekunder (secondary prevention), di mana proses penyakit sudah mulai
memasuki fase patogenesis tapi masih dalam tahap ringan dan belum nyata
c. Pencegahan tersier (tertiary prevention), di mana dalam fase patogenesis tersebut
proses penyakit sudah nyata dan berlanjut dan mungkin dalam taraf sudah akan
berakhir (sembuh, menahun, kelainan yang menetap atau kematian)

2.4.3 Tahap-tahap Pencegahan Penyakit


a. Tahap primary prevention
Tahap pencegahan primer diterapkan dalam fase pre-patogenesis, yaitu pada keadaan di
mana proses penyakit belum terjadi atau belum mulai. Dalam fase ini meskipun proses
penyakit belum mulai tapi ke 3 faktor utama untuk terjadinya penyakit, yaitu agent, host dan
enviroment yang membentuk konsep segitiga epidemiologi selalu akan berinteraksi yang satu
dengan lainnya dan selalu merupakan ancaman potensial untuk sewaktu-waktu mencetuskan
terjadinya stimulus yang akan memicu untuk mulainya terjadi proses penyakit dan masuk
kedalam fase patogenesis.
Tahap pencegahan primer terbagi menjadi dua sub-tahap, yaitu :
1) Tahap Healt Promotion (pembinaan kesehatan)
Tujuan utamanya adalah untuk pembinaan atau memajukan (to promote) kesehatan
secara umum dan kesejahteraan hidup individu atau kelompok masyarakat. Dengan upaya-
upaya ini diharapkan daya tahan secara fisik dan mental dan social ditingkatkan dan kita
dijauhkan dari segala ancaman stimulus yang dapat memicu terjadinya atau mulainya
suatu proses penyakit secara umum.

Sebagian besar upaya-upaya tersebut mungkin dapat dicapai melalui pendidikan atau
penyuluhan (komunikasi, informasi dan edukasi), sebagian melalui kegiatan-kegiatan
bersama di lapangan, melalui organisasi atau perkumpulan yang teratur dan terencana
(organized & structured) dan sebagianmelalui kegiatan berkategori santai dan bebas.

Leavell dan Clark menyebutkan beberapa bentuk kegiatan yang termasuk


‘HealthPromotion’ dan yang sudah banyak dikembangkan dan sudah tercakup atau
terintegrasi dalam berbagai bentuk program pelayanan kesehatan yang umumnya termasuk
kategori ‘primary health care’ maupun ‘basic health services’ seperti :

a) Pendidikan/penyuluhan kesehatan
b) Kondisi kerja yang baik
c) Makanan bergizi
d) Keturunan dan KB
e) Perkembangan kepribadian
f) Nasehat perkawinan
g) Perumahan sehat
h) Pemeriksaan berkala
i) Rekreasi dan olah raga
j) Dan lain-lain
2) Tahap Specific Protection (perlindungan khusus)
Umumnya orang (awam) mengartikannya. Upaya pencegahan disini sudah tertuju,tahap
ini biasanya dimaksudkan sebagai arti pencegahan sebagaimana kepada jenis penyakit atau
masalah kesehatan tertentu. Biasanya sasarannya adalah individu atau kelompok
masyarakat yang berisiko tinggi (high risk group) terhadap suatu penyakit tertentu.

Bentuk kegiatan yang termasuk specific protection antara lain:


a) Imunisasi khusus
b) Perlindungan terhadap kecelakaan
c) Hygiene/kebersihan perorangan
d) Pemberian makanan khusus
e) Perlindungan tumbuh kembang anak
f) Perlindungan terhadap karsinogen
g) Sanitasi/kesehatan lingkungan
h) Perlindungan terhadap allergen
i) Perlindungan terhadap penyakit akibat kerja

b. Tahap secondary prevention


Upaya pencegahan pada tahap ini berbentuk ‘Diagnosis Dini dan Pengobatan
Langsung’ (Early Diagnosis & Prompt Treatment). Tahap ini sudah dalam fase
patogenesis tapi masih pada awal dari proses penyakit yang bersangkutan (dalam masa
inkubasi dan mulai terjadi perubahan anatomis dan fungsi faaliah, tapi belum
menimbulkan keluhan-keluhan, gejala-gejala atau tanda-tanda yang secara klinis dapat
diamati oleh dokter atau penderita sendiri; fase sub-klinis yang masih berada di bawah
‘clinical horizon’)

Tujuan utama pencegahan pada tahap ini adalah :


1) Mencegah tersebarnya penyakit ke orang lain dalam masyarakat, terutama pada
penyakit menular
2) Untuk bisa mengobati dan menghentikan berkembangnya penyakit menjadi lebih berat,
atau membatasi ‘disability’ dan agar tidak timbul komplikasi, cacat berubah jadi
menahun
3) Membatasi atau mengehentikan perjalanan / proses penyakit dalam fase dini
Dalam epidemiologi dan program-program pemberantasan penyakit menular di
masyarakat dikenal upaya-upaya seperti berikut ini:

1) Upaya penemuan kasus (case finding), baik secara aktif maupun pasif
2) Screening, naik masal maupun selektif, dan kadang terhadap dasar-dasar ilmu
kesehatan dalam kebidanan
3) Pemeriksaan khusus dan berkala (periodic selective examination) teruatam tertuju
kepada kelompok tertuju kepada risiko tinggi (selective high risk group

c. Tahap tertiary prevention


Tahap ini sudah masuk dalam fase patogenesis yang secara klinis penyakitnya sudah
nyata dan mungkin sudah lanjut (advanced diseases), atau sebaliknya proses penyakit dari
Host justru terbalik ke fase penyembuhan (reconvalesence) dan memasuki tahap
pemulihan (rehabilitation).

Yang termasuk tahap pencegahan tersier, yaitu :


1) Tahap disability limitation
Biasanya orang tidak akan mengkategorikan ‘Disability Limitation’ sebagai tindakan
pencegahan lagi karena penyakitnya sudah nyata bahkan mungkin sudah lanjut. Istilah
pencegahan di sini mungkin dapat diartikan sebagai tindakan agar penyakit tidak
berlanjut dan berkembang menjadi lebih parah, dan bila penyakit tersebut sudah dalam
stadium lanjut dan parah, maka tindakan pencegahan dapat diartikan agar tidak menjadi
menahun atau berakibat cacat yang menetap, dan akhirnya dapat juga diartikan sebagai
tindakan untuk mencegah kematian. Tindakan pencegahan tahap ini sebenarnya sudah
termasuk kategori ‘medis-kuratif yang merupakan lahan garapan utama.
2) Tahap rehabilytation
Tindakan pencegahan tahap akhir ini merupakan tindak lanjut setelah penderita berhasil
melalui masa diability atau ketidakmampuannya dan masuk dalam proses
penyembuhan. Pengertian sembuh di sini juga harus diartikan secara fisik, mental dan
social, dan bahkan juga spiritual.

2.4.4 Tingkatan Pencegahan Penyakit


Pencegahan penyakit menurut Leavel and Clark ada 5 tingkatan, yaitu:
a) Peningkatan kesehatan (Health Promotion)
b) Perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit - penyakit tertentu (General and
Spesifik Protection)
c) Menegakkan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat (early
diagnosis and prompt treatment)
d) Pembatasan kecacatan (Disability Limitation)
e) Penyembuhan kesehatan (Rehabilitation)

2.4.5 Upaya Pencegahan


1. Upaya Pencegahan Primer
a. Upaya Peningkatan Kesehatan
Yaitu upaya pencegahan yang umumnya bertujuan meningkatkan taraf kesehatan
individu/keluarga/masyarakat, misalnya :

1) Penyuluhan kesehatan, perbaikan gizi, penyusunan pola gizi memadai, pengawasan


pertumbuhan anak balita dan usia remaja
2) Perbaikan perumahan yang memenuhi syarat kesehatan
3) Kesempatan memperoleh hiburan sehat yang memungkinkan pengembangan kesehatan
mental dan sosial
4) Pendidikan kependudukan, nasihat perkawinan, pendidikan seks dan sebagainya
5) Pengendalian faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi kesehatan.

b. Perlindungan Umum dan Khusus


Perlindungan khusus terhadap kesehatan. Golongan masyarakat tertentu serta keadaan
tertentu yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi tingkat kesehatan.
Upaya-upaya yang termasuk perlindungan umum dan khusus antara lain :

1) Peningkatan hygiene perorangan dan perlindungan terhadap lingkungan yang tidak


menguntungkan
2) Perlindungan tenaga kerja terhadap setiap kemungkinan timbulnya penyakit akibatkerja
3) Perlindungan terhadap bahan-bahan beracun, korosif, allergen, dan sebagainya
4) Perlindungan terhadap sumber-sumber pencemaran

2. Upaya Pencegahan Sekunder


Pada pencegahan sekunder termasuk upaya yang bersifat diagnosis dini dan pengobatan
segera (eraly diagnosis and prompt treatment) dengan cara; Mencari kasus sedini mungkin:

a. Melakukan general check up rutin pada tiap individu


b. Melakukan berbagai survey. Contoh: survey sekolah, rumah tangga dalam rangka
pemberantasan penyakit menular
c. Pengawasan obat-obatan, termasuk obat terlarang yang diperdagangkan bebas. Contoh:
narkotika, psikofarmaka, dan obat-obat bius lainnya

3. Upaya Pencegahan Tersier


Pencegahan tersier berupa pencegahan terjadinya komplikasi penyakit yang lebih parah,
yang bertujuan menurunkan angka kejadian cacat fisik ataupun mental, meliputi upaya :

a. Penyempurnaan cara pengobatan serta perawatan lanjut


b. Rehabilitasi sempurna setelah penyembuhan penyakit (rehabilitasi fisik dan mental)
c. Mengusahakan pengurangan beban sosial penderita, sehingga mencegah kemungkinan
terputusnya kelanjutan pengobatan serta kelanjutan rehabilitasi dan sebagainya
DAFTAR PUSTAKA

https://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11808/2/T1_462012002_BAB%20II.pdf

https://uin-alauddin.ac.id/tulisan/detail/konsep-sehat-dan-sakit

https://id.scribd.com/doc/19629055/Konsep-sehat-sakit

http://repository.uinsu.ac.id/5523/1/DIKTAT%20DASAR%20EPID.pdf

Najmah, S. M. (2016). Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: TIM.

https://fk.uns.ac.id/static/materi/Riwayat_Alamiah_Penyakit_-_Prof_Bhisma_Murti.pdf
diakses pada 25 Januari 2021 pukul 08.55 WIB

Eliana, Sumiati Sri. 2016. Kesehatan Masyarakat. Kemenkes RI.

Anda mungkin juga menyukai