Anda di halaman 1dari 31

Makalah penyakit menular dan tidak

menular
DISUSUN OLEH : NINA FITRIANI

TAHUN AJARAN 2020/2021


BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Perhatian terhadap penyakit menular dan tidak menular


makin hari semakin meningkat, karena semakin meningkatnya frekuensi
kejadiannya pada masyarakat. Dari tiga penyebab utama kematian (WHO,
1990). Penyakit jantung, diare, dan stroke, dua di antaranya adalah penyakit
menular dan tidak menular. Selama epidemiologi kebanyakan berkecimpung
dalam menangani masalah penyakit menular, bahkan kebanyakan terasa
bahwa epidemiologi hanya menangani masalah penyakit menular. Karena
itu, epidemiologi hampir selalu dikaitkan dan dianggap epidemiologi penyakit
menular dan tidak menular.hal ini tidak dapat disangkal dari sejarah
perkembangannya epidemiologi berlatar belakang penyakit menular. Sejarah
epidemiologi memang bermula dengan penanganan masalah penyakit
menular dan tidak menular yang merajalela dan banyak menelan korban
pada waktu itu. Perkembangan sosio-ekonomi dan kultural bangsa dan dunia
kemudian menurut epidemiologi untuk memberikan perhatian kepada
penyakit tidak menular karena sudah mulai meningkatkan sesuai dengan
perkembangan masyarakat. Pentingnya pengetahuan tentang penyakit tidak
menular dilatarbelakangi dengan kecenderungan semakin meningkatnya
prevalensi PTM dalam masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia.
Bangsa Indonesia yang sementara membangun dirinya dari suatu negara
agraris yang sedang berkembang menuju masyarakat industri membawa
kecenderungan baru dalam pola penyakit masyarakat. Perubahan pola
struktur masyarakat , khususnya masyarakat Indonesia. Bangsa Indonesia
yang sementara membangun dirinya dari suatu negara agraris yang sedang
berkembang menuju masyarakat industri membawa kecenderungan baru
dalam pola penyakit dalam masyarakat. Perubahan pola struktur masyarakat
agraris ke masyarakat industri banyak memberi andil terhadap perubahan
pola fertilitas, gaya hidup, sosial ekonomi yang pada giliran nya dapat
memacu semakin meningkat nya PTM. Di Indonesia keadaan

2. 2 perubahan pola dari penyakit menular ke penyakit tidak menular lebih


dikenal dalam sebutan transisi epidemiologi. 1.2.Rumusan Masalah Apa
pengertian penyakit menular? Apa saja faktor penyebab penyakit menular?
Bagaimana mekanisme penyakit menular? Bagaimana cara pencegahan dan
penanggulangan penyakit menular? Apa pengertian penyakit tidak menular?
Apa pengertian dan jenis faktor resiko penyakit tidak menular? Bagaimana
upaya pencegahan penyakit tidak menular? 1.3.Tujuan Penulisan Tujuan
penulisan makalah ini selain untuk memenuhi salah satu tugas kuliah dan
kelompok dalam mata kuliah Dasar-dasar Epidemiologi. Dan juga kami
sebagai penulis ingin memberikan informasi kepada rekan-rekan yang lain
tentang epidemiologi penyakit menular dan tidak menular.

BAB II

PEMBAHASAN

I. Definisi Penyakit Sebelum kita mendeskripsikan suatu penyakit kita juga


harus memahami konsep penyakit itu sendiri, agar kita dapat mendeteksi
penyakit tersebut dan melakukan tindakan kesehatan sesuai prosedur
pelayanan kesehatan. Perbedaan konsep penyakit antara tenaga kesehatan
dan masyarakat menyebabkan gagalnya peningkatan pelayanan kesehatan
dalam masyarakat. Berikut beberapa pendapat tentang definisi penyakit,
antara lain : 1. Menurut Kathleen Meehan Arias Penyakit adalah suatu
kesakitan pada organ tubuh yang biasanya memiliki sedikitnya 2 sifat dari
kriteria ini : agen atiologik telah diketahui, kelompok tanda serta gejala yang
dapat di identifikasi, atau perubahan anatomi yang konsisten. 2. Menurut dr.
Beate Jacob Suatu penyimpangan dari keadaan tubuh yang normal atau
ketidakharmonisan jiwa. 3. Menurut Wahyudin Rajab, M.epid Keadaan yang
bersifak objektif dan rasa sakit yang bersifat subyektif. 4. Menurut dr. Eko
Dudiarto Kegagalan mekanisme adaptasi suatu organisme untuk bereaksi
secara tepat terhadap rangsangan atau tekanan sehingga timbul gangguan
pada fungsi atau struktur organ atau sistem tubuh. 5. Menurut Azizan Haji
Baharuddin Keadaan yang diakibatkan oleh kerusakan keseimbangan fungsi
tubuh dan bagian badan. Jadi dari beberapa pendapat di atas, dapat
disimpulkan penyakit adalah suatu keadaan tidak normal pada suatu
organisme atau minda yang menyebabkan ketidakseimbangan,
ketidakselesaan, disfungsi, atau tekanan/stress kepada orang

4. 4 yang terkait atau berhubungan dengannya. Kadang kala istilah ini


digunakan secara umum untuk menerangkan kecederaan, kecacatan,
sindrom, simptom, keserongan tingkah laku, dan variasi biasa sesuatu
struktur atau fungsi, sementara dalam konteks lain boleh dianggap sebagai
kategori yang boleh dibedakan. 1. Penyakit Menular 1.1 Pengertian penyakit
menular Penyakit menular dapat didefinisikan sebagai sebuah penyakit yang
dapat ditularkan (berpindah dari orang satu ke orang yang lain, baik secara
langsung maupun perantara). Penyakit menular ini ditandai dengan adanya
agent atau penyebab penyakit yang hidup dan dapat berpindah serta
menyerang host/ inang (penderita) 1.2Karaktersitik Penyakit Menular
Karakteristik utama penyakit menular adalah sebagai berikut. 1.Penyakit-
penyakit tersebut sangat umum terjadi dimasyarakat 2.Beberapa penyakit
dapatmenyebabkan kematian ataukecacatan 3.Beberapa penyakit
dapatmenyebabkan epidemik. 4.Penyakit-penyakit tersebut sebagian besar
dapat dicegah dengan intervensi sederhan. 5.Penyakit-penyakit tersebut
banyak menyerang bayi dananak-anak 1.3 Jenis Penularan Penyakit
Menular Jadi Penyakit menular adalah penyakit yang menyerang manusia
yang bisa mengalami perpindahan penyakit ke manusia lain dengan cara
tertentu. Secara garis besar cara penularan penyakit menular dapat
dikelompokkan menjadi 3, yaitu : 1. Media Langsung dari Orang ke Orang
(Permukaan Kulit) Tiga Sifat Utama Aspek Penularan Penyakit Dari Orang
Ke Orang a. WaktuGenerasi (Generation Time) Masa antara masuknya
penyakit pada pejamu tertentu sampai masa kemampuan maksimal pejamu
tersebut untuk dapat menularkan

5. 5 penyakit. Hal ini sangat penting dalam mempelajari proses penularan.


Perbedaan masa tunas ditentukan oleh masuknya unsur penyebab sampai
timbulnya gejala penyakit sehingga tidak dapat ditentukan pada penyakit dengan
gejala yang terselubung, sedangkan waktu generasi untuk waktu masuknya
unsur penyebab penyakit hingga timbulnya kemampuan penyakit tersebut untuk
menularkan kepada pejamu lain walautanpagejalaklinik / terselubung. b.
KekebalanKelompok (Herd Immunity) Kekebalan kelompok adalah kemampuan
atau daya tahan suatu kelompok penduduk tertentu terhadap
serangan/penyebaran unsur penyebab penyakit menular tertentu didasarkan
tingkat kekebalan sejumlah tertentu anggota kelompok tersebut. Herd immunity
merupakan factor utamadalam poses kejadianwabah di masyarakat serta
kelangsungan penyakit pada suatu kelompok penyakit tertentu. c.
AngkaSerangan (Attack Rate) Adalah sejumlah kasus yang berkembang atau
muncul dalam satu satuan waktu tertentu dikalangan anggota kelompok yang
mengalami kontak serta memiliki resiko / kerentanan terhadap penyakit tersebut.
Angka serangan ini bertunjuan untuk menganalisis tingkat penularan dan tingkat
keterancaman dalam keluarga, dimana tata cara dan konsep keluarga, system
hubungan keluarga dengan masyarakat serta hubungan individu dalam
kehidupan sehari-hari pada kelompok populasi tertentu merupakan unit
Epidemiologi tempat penularan penyakit berlangsung. 2. Melalui Media Udara
Penyakit yang dapat ditularkan dan menyebar secara langsung maupun tidak
langsung melalui udara pernapasan disebut sebagai air borne disease.

6. 6 3. Melalui Media Air Penyakit dapat menular dan menyebar secara langsung
maupun tidak langsung melalui air. Penyakit-penyakit yang ditularkan melalui air
disebut sebagai water borne disease atau water related disease. 1.4 Kelompok
utama penyakit menular 1. Penyakit yang sangat berbahaya karena angka
kematian sangat tinggi 2. penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan
kematian dan cacat, walaupun akibatnya lebih ringan dari yang pertama 3.
Penyakit menular yang jarang menimbulkan kematian dan cacat tetapidapat
mewabah yang menimbulkan kerugian materi. 1.5 Komponen Proses
PenyakitMenular 1. Faktor penyebabPenyakit Menular Pada proses perjalanan
penyakit menular di dalam masyarakat sektor yang memegang peranan
pentingya adalah: a. Faktor penyebab / agent yaitu organisme penyebab
penyakit menular b. Sumber penularan yaitu reservoir maupun resources c.
Cara penularan khusus melalui mode of transmission factor penyebab
dikelompokan dalam : 1. Kelompok arthropoda (serangga) seperti scabies,
pediculosisdll 2. Kelompok cacing / helminthbaikcacing darah maupun cacing
perut 3. Kelompok protozoa seperti plasmodium, amuba, dll 4. Fungus / jamur
baik ini maupun multiseluler 5. Bakteri termasuk spirochaeta maupun ricketsia 6.
Virus dengan kelompok penyebab yang paling sederhana 1.6 Sumber
penularan: 1. Penderita, penderita dapat menularkan penyakit yang sedang
dideritanya kepada oranglain yang sehat, misalnya melaui udara ketika bersin,
pemakaian bersama jarum suntik, dll.

7. 7 2. Binatang sakit, binatang yang sakit juga dapat menularkan penyakit


kepada manusia, melalui gigitan, air liur, maupun kotorannya. 3. Benda,
seseorang dapat tertular suatu penyakit apabila seseorang menggunakan benda
secara bersama dengan orang yang terkena penyakit tersebut. Contohnya pada
pemakaian bersama jarum suntik olaeh seseorang yang sehat dengan orang
yang terinfeksi HIV, kemungkinan tertular penyakit HIV bagi orang tersebut
sangat besar. 1.7 Cara penularan: 1. Kontak langsung(Direct contact), yaitu cara
penularan penyakit karena kontak antara badan dengan badan, antara penderita
dengan orang yang ditulari, misalnya : penyakit kelamin dan lain-lain. 2. Kontak
tidak langsung (indirect contact), yaitu cara penularan dengan perantara benda-
benda kontaminasi karena telah berhubungan dengan penderita. misalnya :
pakaian dan lain-lain. 3. Melalui makanan / minuman(Food borne infection) yaitu
cara penularan suatu penyakit melalui perantara makanan dan minuman yang
telah terkontaminasi. Penyakit yang menular dengan cara ini biasanya penyakit
saluran pencernaan, misalnya : cacingan, demam tifoid dan lain-lainnya. Cara
penularan ini juga disebut sebagai "water borne diseases" dimana kebanyakan
masyarakat menggunakan air yang tidak memenuhi syarat kesehatan untuk
keperluan rumah tangga. 4. Melalui udara (air borne infections), yaitu cara
penularan penyakit melalui udara terutama pada penyakit saluran pernafasan.
Seperti melalui debu diudara yang sangat banyak mengandung bibit penyakit,
seperti pada penularan penyakit Tuberculosa. Dan melaui tetes ludah halus
(Droplet infections), penularan penykit dengan percikan ludah seperti pada
pederita yang sakit batuk atau sedang berbicara misalnya pada penyakit
Diphtheri.

8. 8 1.8 Contoh Penyakit Menular 1. Penyakit kulit Ini adalah salah satu jenis
penyakit menular yang banyak sekali jenisnya, dan mudah menular dari satu
orang ke orang lain. Penularan yang paling sering terjadi adalah melalui kontak
langsung atau kita menggunakan barang yang juga dipakai oleh penderita,
contohnya handuk, baju, dll. Contoh : cacar air, kudis, panu, dll. 2. Parainfluenza
Penyakit virus pernafasan ini menjadi penting karena penularannya yang sangat
cepat seperti halnya penyakit menular lewat pernapasan lainnya. Pada
umumnya penyakit ini terjadi oleh infeksi virus parainfluenza saja gejalanya
hanya ringan atau subklinis. Terdapat empat virus yang terdapat dalam keluarga
parainfluenza, yang ditandai dengan tipe 1-4 yaitu virus mempunyai genom RNA
helai-tunggal, tidak bersegmen dengan pembungkus mengandung lipid yang
berasal dari pertunasan melalui membran sel. Bagian antigenik utama adalah
tonjolan – tonjolan protein pembungkus yang menunjukkan sifat – sifat
hemaglutinasi (protein HN) dan fusi sel ( protein F). Virus parainfluenza
menyebar dari saluran pernapasan oleh sekresi yang teraerosol atau kontak
tangan langsung denga sekresi. Pada umur 3th anak – anak biasanya
mengalami infeksi tipe 1-3, tipe 3 bersifat endemik dan dapat menyebabkan
penyakit pada bayi sebelum umur 6 bulan, dan dapat mengganggu sistem imun.
Sedangkan pada tipe 1&2 lebih musiman dan terjadi pada musim panas dan
musim gugur, tipe 4 lebih sukar tumbuh. Virus parainfluenza bereplikasi dalm
epitel pernapasan tanpa bukti adanya penyebaran sistemik, kecenderungan
menimbulkan penyakit pada jalan napas lebih besar pada laring, trakhea,
bronkus, . Penghancuran sel pada jalan napas atas dapat menyebbakan invasi
bakteri dan menimbulkan trakeitis bakteri. Obstruksi tuba eustachii dapat
menyebabkan invasi bakteri sekunder ruang telinga tengah dan otitis media
akut. 3. Demam Berdarah Cara penularannya melalui virus yang terdapat pada
nyamuk Aighes Aygepti yang menghisap darah organ.

9. 9 4. Penyakit Kelamin Cara penularannya melalui hubungan sex yang tidak


sehat dan sering berganti pasangan. Penyakit yang timbul bukan hanya
menyerang alat kelamin saja tetapi dapat menjalar ke organ lain. 5. HIV/AIDS
Virus yang berasl dari simpanse ini dapat merusak sistem imunitas, tetapi virus
ini tidak menimbulkan kematian. Tapi jika virus HIV mengenai penyakit lain
seperti menyerang organ vital bias menimbulkan kematian. Apabila sistem imun
pada tubuh telah rusak resiko berbagai virus akan masuk ke tubuhpun sangat
besar dan tubuh akan rentan terhadap penyakit. 6 . TBC Tuberculosis (TBC,
MTB, TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri “mycobacterium
tuberculosis”. Yang menyerang pada organ paru – paru, dan juga dapat
menyerang pada organ lain. Bakteri yang sekeluarga dengan bakteri
mycobacterium tuberculosis ini juga dapat menimbulkan infeksi dan
memunculkan gejala yang mirip. Bakteri ini ditularkan melalui udara (airborne),
yaitu ketika penderita bersin atau batuk dan bakteri akan keluar dan terhirup
oleh orang sehat. Biasanya penderita TBC akan diisolasi dikarenakan mudahnya
penyebatran penyakit TBC. 1.9 Cara-cara Pencegahan Penyakit Menular secara
Umum a. Mempertinggi nilai kesehatan. Ditempuh dengan cara usaha
kesehatan (hygiene) perorangan dan usaha kesehatan lingkungan (sanitasi). b.
Memberi vaksinasi/imunisasi Merupakan usaha untuk pengebalan tubuh. Ada
dua macam, yaitu : Pengebalan aktif, yaitu dengan cara memasukkan vaksin
( bibit penyakit

10. 10 yang telah dilemahkan), sehingga tubuh akan dipaksa membuat antibodi.
Contohnya pemberian vaksin BCG, DPT, campak, dan hepatitis. Pengebalan
pasif, yaitu memasukkan serum yang mengandung antibodi. Contohnya
pemberian ATS (Anti Tetanus Serum). c. Pemeriksaan kesehatanberkala
Merupakan upaya mencegah munculnya atau menyebarnya suatu penyakit,
sehingga munculnya wabah dapat dideteksi sedini mungkin. Dengan cara ini
juga, masyarakat bisa mendapatkan pengarahan rutin tentang perawatan
kesehatan, penanganan suatu penyakit, usaha mempertinggi nilai kesehatan,
dan mendapat vaksinasi. Selain cara di atas, gaya hidup sehat merupakan cara
yang terpenting untuk mencegah penyakit. Untuk mendapatkan kualitas hidup
yang lebih baik agar terhindar dari penyakit ada beberapa cara, antara lain : 1.
Udara bersih, paru-paru pun sehat Untuk terhindar dari gangguan pernapasan,
hiruplah udara yang bersih dan sehat. Caranya Tidak perlu repot mencari udara
pegungungan, udara pagi pun sangat baik bagi paru-paru Anda. Selain itu
hindari pula udara tercemar, seperti asap rokok, asap kendaraan atau debu.
Bersihkan rumah dan ruangan kerja secara teratur, termasuk perabot, kipas
angin dan AC. 2. Banyak minum air putih Air putih adalah yang terbaik dari
minuman apapun. Biasakanlah minum air putih 8-10 gelas per hari. Kebiasaan
ini akan membantu menjaga kelancaran fungsi ginjal dan saluran kemih.
Upayakan untuk minum air hangat di malam hari dan air sejuk (bukan air es) di
siang hari. Tambahkan juga sedikit perasan jeruk lemon atau jeruk nipis. Selain
baik untuk menyegarkan diri, minuman ini sekaligus membantu mengeluarkan
toksin dari dalam tubuh.

11. 11 3. Konsumsi menu bergizi dan seimbang Pilihlah menu dengan gizi yang
cukup, seimbang, dan bervariasi. Perbanyak konsumsi sayuran hijau dan buah
yang mengandung banyak serat dan zat gizi yang diperlukan tubuh serat.
Sebisa mungkin hindari junk food dan makanan olahan, serta kurangi konsumsi
garam dan gula. Satu lagi, jangan lupa sarapan pagi! Karena sarapan pagi dapat
menunjang aktifitas kita sepanjang hari. 4. Seimbangkan antara kerja, olahraga
dan istirahat Kerja keras tanpa istirahat sama sekali tidak ada untungnya bagi
Anda. Biasakan istirahat teratur 7-8 jam pada malam hari, dan jangan sering
begadang atau tidur terlalu malam. Cobalah menggunakan waktu senggang
untuk berolahraga ringan atau sekedar melemaskan otot-otot persendian.
Dengan berolahraga 2 – 3 kali per minggu, selama 30 – 45 menit, cukup
membuat tubuh bugar dan stamina prima. 5. Kontrol kerja otak Otak, seperti
halnya tubuh kita, dia juga butuh istirahat. Jangan terlalu memberi beban terlalu
banyak, karena otak pun memiliki memori yang terbatas. Lakukan kegiatan di
waktu senggang yang membuat otak bekerja lebih santai, misalkan melakukan
hobi yang menyenangkan, seperti melukis, membaca novel terbaru atau hanya
sekedar mendengarkan musik. 6. Jalani hidup secara harmonis Manusia
merupakan mikrokosmos yang harus mematuhi alam sebagai makrokosmos jika
ia ingin tetap sehat. Gunakan akal sehat, itu kuncinya, jangan mengorbankan
hidup dengan menuruti kesenangan diri lewat kebiasaan hidup yang buruk dan
beresiko. Misalkan, minum-minuman keras, merokok atau menggunakan obat-
obatan terlarang. Cobalah untuk menjalani hidup secara harmonis, sebisa
mungkin perkecil resiko terjadinya stres emosional atau psikis.

12. 12 7. Gunakan suplemen gizi Hanya jika perlu, tubuh kita memerlukan
antioksidan (beta-karoten), vitamin C, vitamin E, dan selenium. Semua zat ini
dibutuhkan oleh tubuh untuk meningkatkan vitalitas dan memperpanjang usia
harapan hidup. Untuk memperolehnya banyak cara yang bisa dilakukan. Selain
mengkonsumsi makanan segar, bisa juga dengan cara mengkonsumsi
suplemen kesehatan yang banyak dijual di pasaran. Sebaiknya, penggunaan
suplemen makanan lebih dianjurkan sebagai terapi alternatif saja dengan
mengutamakan jenis suplemen makanan yang sudah diteliti dan bermanfaat. 2.
Penyakit Tidak Menular 2.1 Pengertian Penyakit tidak menular Penyakit tidak
menular (PTM) atau penyakit noninfeksi adalah suatu penyakit yang tidak
disebabkan karena kuman melainkan dikarenakan adanya masalah fisiologis
atau metabolisme pada jaringan tubuh manusia. Biasanya penyakit ini terjadi
karena pola hidup yang kurang sehat seperti merokok, faktor genetik, cacat fisik,
penuaan/usia, dan gangguan kejiwaan. Contohnya : sariawan, batuk, sakit perut,
demam, hipertensi, DM, obesitas, osteoporosis, depresi, RA, keracunan, dsb.
Penyakit tidak Menular terjadi akibat interaksi antara agent (Non living agent)
dengan host dalam hal ini manusia (faktor predisposisi, infeksi dll) dan
lingkungan sekitar (source and vehicle of agent). Istilah PTM mempunyai
kesamaan arti dengan : a) Penyakit Kronik Penyakit kronik dapat dipakai untuk
PTM karena kelangsungan PTM biasanya bersifat kronik/menahun/lama. Namun
ada pula PTM yang kelangsungannya mendadak/akut, misalnya ; Keracunan.

13. 13 b) Penyakit Non – Infeksi Sebutan penyakit non-infeksi dipakai karena


penyebab PTM biasanya bukan oleh Mikro-organisme.Namun tidak berarti tidak
ada peranan mikro-organisme dalam terjadinya PTM. c) New Communicable
Disease Hal ini disebabkan PTM dianggap dapat menular; yaitu melalui Gaya
Hidup (Life Style). Gaya hidup dalam dunia modern dapat menular dengan
caranya sendiri. Gaya hidup di dalamnya dapat menyangkut Pola Makan,
Kehidupan Seksual, dan Komunikasi Global. Contoh ; perubahan pola makan
telah mendorong perubahan peningkatan penyakit jantung yang berkaitan
dengan makan berlebih yang mengandung kolesterol tinggi. d) Penyakit
Degeneratif Disebut juga sebagai penyakit degeneratif karena
kejadiannyaberkaitan dengan proses degenerasi/ketuaan sehingga PTM banyak
ditemukan pada usia lanjut

2.2 KARAKTERISTIK PENYAKIT TIDAK MENULAR Berbeda dengan penyakit


menular, PTM mempunyai beberapa karakteristik tersendiri seperti : 1.
Penularan penyakit tidak melalui suatu rantai penularan tertentu 2. Masa
inkubasi yyang panjang 3. Bersifat Krinik (berlarut – larut) 4. Banyak
menghadapi kesulitan diagnosis 5. Mempunyai variasi yang luas 6. Memerlukan
biaya yang tinggi dalam pencegahan dan penanggulangannya

14. 14 7. Faktor penyebab bermacam – macam (Multicausal), atau bahkan tidak


jelas. 2.3 Contoh Penyakit tidak menular 1) Penyakit Kanker Penyakit kanker
merupakan salah satu penyakit yang sangat ditakuti saat ini. Kanker sebenarnya
bukan penyakit atau rasa sakit. Sebenarnya adalah sebuah nama untuk
kelompok besar macam-macam perasaan tidak sehat dengan gejala-gejala yang
sama. Faktor-faktor yang dapat membantu tumbuhnya kanker (tumor) 1. Virus-
virus tertentu dianggap sebagai timbulnya kanker 2. Merokok membantu
timbulnya kanker paru-paru dan timbulnya kanker kerongkongan 3. alkohol
dalam jumlah yang besar juga dapat menimbulkan kanker hati 2) Diabetus
Melitus Penyakit ini juga merupakan salah satu macam penyakit tidak menular
adalah penyakit yang berkaitan dengan kadar gula dalam darah yang tinggi,
Sebagai gambaran yang nyata dari seorang penderita diabetes yang tidak
terawat, adalah orang tersebut mengeluarkan sejumlah besar urine yang
mengandung kadar gula tinggi. 3) Penyakit Jantung Macam-macam penyakit
tidak menular lainnya adalah penyakit jantung. Kebanyakan orang yang karena
perasaanya sendiri mengira bahwa dia menderita penyakit jantung adalah
berjantung sehat. Jika orang tersebut diperiksa, mungkin dapat ditemukan
jantungnya berdenyut terlalu cepat, terlalu lambat atau kurang teratur. 2.4
Pencegahan Penyakit Tidak Menular 4 Tingkat Pencegahan PenyakitTidak
Menular

1. 15. 15 1. Pencegahan primordial → dimaksudkan untuk memberikan kondisi


pada masyarakat yang memungkinkan penyakit tidak mendapat dukungan
dasar dari kebiasaan, gaya hidup dan faktor resiko lainnya. Upaya ini sangat
komplek, tidak hanya merupakan upaya dari kesehatan tapi multimitra. 2.
Pencegahan tingkat pertama, meliputi :  Promosi kesmas, misal : kampanye
kesadaran masyarakat, promosi kesehatan, pendidikan kesmas. 
Pencegahan khusus, misal : pencegahan ketrpaparan, pemberian
kemoprevntif 3. Pencegahan tingkat kedua, meliputi :  Diagnosis dini, misal
dengan melakukan screening  Pengobatan, kemoterapi atau tindakan bedah
4. Pencegahan tingkat ketiga, meliputi: Rehabilitasi, misal perawatan rumah
jompo, perawatan rumah sakit Screening Penyakit Tidak Menular Screening
atau penyaringan adalah usaha untuk mendeteksi/mencari penderita
penyakit tertentu tanpa gejala dalam masyarakat atau kelompok tertentu
melalui suatu test/pemeriksaan, yang secara singkat dan sederhana dapat
memisahakan mereka yang kemungkinan besar menderita, yang selanjutnya
didiagnosa dan dilanjutkan dengan pengobatan. Screening ini sangat erat
kaitannya dengan faktor resiko dari PTM. Sebagian besar penyakit tidak
menular dapat dicegah bila kita menghindari 4 faktor risiko (perilaku) yang
utama yaitu: 1. Pemakaian tembakau (merokok). 2. Kurangnya aktivitas fisik.
3. Konsumsi alkohol. 4. Diet yang tidak sehat.
2. 16. 16 3. FaktorResiko 3.1 Pengertian Faktor Resiko faktor risiko (risk
factors) digunakanuntuk membedakan dengan istilah etiologi yang sering
digunakan dalam meoorganisma penyakit menular atau diagnosis klinik. 3.2
Jenis Faktor Risiko : 1. Menurut dapat tidaknya faktor risiko itu di ubah : o
Unchangeable risk factors ; faktor risiko yang tidak dapat berubah, ms; faktor
umur atau genetik. o Changeable risk factors ; faktor risiko yang dapat
berubah, ms ; kebiasaan merokok atau latihan olah raga. 2. Menurut
kestabilan peranan faktor risiko : o Suspected risk factors ; faktor risiko yang
dicurigai, yakni faktor – faktor yang belum mendapat dukungan sepenuhnya
dari hasil-hasil penelitian sebagai faktor risiko, ms ; rokok sebagai faktor
risiko kanker leher rahim. o Established risk factors ; faktor yang telah
ditegakkan, yakni faktor risiko yang sudah mantap mendapat dukungan
ilmiah penelitian dalam peranannya sebagai faktor yang berperanan dalam
kejadian suatu penyakit. Misalnya, rokok sebagai faktor risiko terjadinya
kanker paru. 3.3 Kegunaan Identifikasi Faktor Risiko : Perluya faktor risiko
diketahui dalam terjadinya penyakit dapat berguna dalam hal – hal berikut :
a. Prediksi : untuk meramalkan kejadian penyakit.
3. 17. 17 b. Penyebab : kejelasan / beratnya faktor risiko dapat mengangkatnya
menjadi penyebab, setelah menghapuskan pengaruh dari faktor pengganggu
(confounding factor) c. Diagnosis : membantu proses diagnosis d. Prevensi :
jika satu faktor risiko juga sebagai penyebab, penghilangan dapat digunakan
untuk pencegahan penyakit meskipun mekanisme penyakit sudah diketahui
atau tidak.
4. 18. 18 BAB III PENUTUP 3.1.Kesimpulan Perbedaan penyakit menular dan
tidak menular memerlukan pendekatan epidemiologi tersendiri, mulai dari
penentuan sebagai masalah kesehatan masyarakat sampai pada upaya
pencegahan dan penanggulangan nya. Penyakit menular umumnya
diagnosis nya mudah, rantai penularan nya jelas, banyak di temui di negara
berkembang agak mudah mencari penyebabnya sedangkan penyakit tidak
menular banyak di temui di negara industri tidak ada rantai penularan,
diagnosis nya sulit dan dan membutuhkan biaya yang relatif mahal. 3.2.Kritik
dan Saran Sebagai penulis kami menyadari masih banyak kekurangan dalam
pembuatan pembuatan makalah ini, sebagai penulis kami sangat
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi sempurnanya
makalah ini.

a. Upaya Pencegahan, Pengendalian, dan Pemberantasan Pernyakit Menular

(1)   Penyelenggaraan

(a)   Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Kabupaten/Kota bertanggung


jawab dalam penyelenggaraan upaya pencegahan, pengendalian, dan
pemberantasan penyakit menular.

(b)   Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Kabupaten/Kota bertanggung


jawab menyediakan sarana, prasarana, obat, dan vaksin dalam upaya pencegahan,
pengendalian, dan pemberantasan penyakit menular.

(c)    Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Kabupaten/Kota bertanggung


jawab atas akibat yang ditimbulkan dalam pemberantasan dan pengendalian
penyakit berdasarkan penelitian dan pembuktian kejadian.
(d)   Upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit menular
dilakukan melalui kegiatan peningkatan kesehatan, pencegahan, penyembuhan
penyakit dan pemulihan kesehatan bagi individu atau masyarakat.

(e)   Upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit menular


dilakukan untuk melindungi masyarakat dari tertularnya penyakit, menurunkan
jumlah yang sakit, cacat dan atau meninggal dunia, serta untuk mengurangi dampak
sosial dan ekonomi akibat penyakit menular.

(f)     Upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit menular


dilaksanakan dengan berbasis wilayah.

(g)   Pelaksanaan upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit


menular dilakukan oleh Dinas dan jajarannya, bekerja sama dengan OPD dan
instansi lain yang terkait, sarana kesehatan pemerintah dan swasta, LSM, dan
masyarakat.

(h)   Upaya pencegahan pengendalian, dan pemberantasan penyakit menular


dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(i)     Standar pelayanan pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit


menular berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

(j)     Dinas menyusun petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis upaya


pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit menular.

b. Imunisasi

(a)   Setiap bayi dan anak berhak mendapatkan imunisasi lengkap sesuai peraturan
perundang-undangan.

(b)   Pemerintah Kabupaten/Kota wajib memberikan imunisasi lengkap kepada


setiap bayi dan anak serta mengeluarkan sertifikat atau surat keterangan bagi bayi
atau anak yang sudah mendapatkan imunisasi lengkap sesuai ketentuan yang telah
ditetapkan.

(c)    Pemerintah menjamin ketersediaan bahan imunisasi wajib yang aman,


bermutu, efektif, terjangkau dan merata bagi masyarakat untuk upaya pengendalian
penyakit menular yang dapat dicegah dengan melalui imunisasi (PD3I).

(d)   Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Kabupaten/Kota dan


masyarakat melakukan upaya pencegahan, pengendalian, dan penanganan
penyakit menular beserta akibat yang ditimbulkannya untuk meningkatkan
pengetahuan, kesadaran, kemauan berperilaku sehat dan mencegah terjadinya
penyakit menular beserta akibat yang ditimbulkan.

(e)   Dinas menyusun petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis pelaksanaan


imunisasi.

c. Wabah atau KLB


(a)   Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Kabupaten/Kota serta
masyarakat melakukan upaya penanggulangan keadaan wabah atau KLB.

(b)   Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Kabupaten/Kota bertanggung


jawab dalam penyediaan dana, sarana, dan prasarana dalam penanggulangan KLB.

(c)    Penentuan wilayah dalam keadaan wabah dan KLB dan upaya
penanggulangan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

(d)   Penanganan KLB penyakit dikoordinasikan oleh Dinas bekerja sama dengan
OPD dan instansi terkait pemerintah dan swasta.

(e)   Rumah Sakit milik pemerintah maupun swasta wajib menerima korban KLB
tanpa melihat status dan latar belakang termasuk status keikutsertaan dalam
jaminan kesehatan, serta menanganinya sesuai dengan prosedur dan standar
pelayanan yang berlaku.

(f)     Dalam pelaksanaan penanggulangan wabah dan KLB, tenaga kesehatan yang
berwenang dapat memeriksa tempat-tempat yang dicurigai berkembangnya vektor
dan sumber penyakit lain.

(g)   Unit Pelaksana Teknis Daerah Laboratorium Kesehatan wajib menerima


rujukan spesimen terkait kasus KLB sesuai dengan kemampuan sarananya.

(h)   Pembiayaan kasus-kasus rujukan dibebankan pada Pemerintah Daerah dan


Pemerintah Kabupaten/Kota.

(a)   Penyakit tidak menular adalah penyakit yang bukan disebabkan oleh proses
infeksi.

(b)   Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Kabupaten/Kota bertanggung


jawab dalam penyelenggaraan upaya pencegahan, pengendalian, dan
pemberantasan penyakit tidak menular.

(c)    Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Kabupaten/Kota bertanggung


jawab menyediakan sarana, prasarana, dan obat, dalam upaya pencegahan,
pengendalian, dan pemberantasan penyakit tidak menular.

(d)   Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Kabupaten/Kota bertanggung


jawab atas akibat yang ditimbulkan dalam pemberantasan dan pengendalian
penyakit berdasarkan penelitian dan pembuktian kejadian

(e)   Upaya pencegahan, penanganan, pengendalian, dan penanganan penyakit


tidak menular dilakukan melalui kegiatan peningkatan kesehatan, pencegahan,
menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan bagi individu atau masyarakat
yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(f)     Pengendalian penyakit tidak menular dilakukan dengan pendekatan surveilans


faktor risiko, registrasi penyakit, dan surveilans kematian dan bertujuan untuk
memperoleh informasi yang esensial serta dapat digunakan untuk pengambilan
keputusan dalam upaya pengendalian penyakit tidak menular.

(g)   Upaya pencegahan, penanganan, pengendalian, dan penanganan penyakit


tidak menular melalui peningkatan pengetahuan, kesadaran, kemauan berperilaku
sehat dan mencegah terjadinya penyakit tidak menular beserta akibat yang
ditimbulkan.

(h)   Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Kabupaten/Kota bersama


masyarakat bertanggung jawab untuk melakukan komunikasi, informasi, dan
edukasi yang benar tentang faktor risiko penyakit tidak menular yang mencakup
seluruh fase kehidupan.

(i)     Manajemen pelayanan kesehatan penyakit tidak menular meliputi keseluruhan


spektrum pelayanan baik peningkatan kesehatan, pencegahan, menyembuhkan
penyakit dan memulihkan kesehatan serta dikelola secara profesional sehingga
pelayanan kesehatan penyakit tidak menular tersedia, dapat diterima, mudah
dicapai, berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat yang dititikberatkan pada
deteksi dini dan pengobatan penyakit tidak menular.

(j)     Standar pelayanan pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit


tidak menular berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

(k)    Dinas menyusun petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis upaya


pencegahan, pengendalian, dan penanganan penyakit tidak menular.

(1)   Surveilans

(a)   Dinas bersama sarana pelayanan kesehatan Pemerintah Kabupaten/Kota dan


swasta wajib menyelenggarakan kegiatan surveilans kesehatan terpadu di daerah.

(b)   Dinas dan Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan surveilans dan sistem


kewaspadaan dini terhadap kemungkinan KLB, wabah, dengan meningkatkan
jejaring lintas program dan lintas sektoral secara berjenjang dari Tingkat Provinsi,
Kabupaten/Kota, Kecamatan, hingga Desa/Kelurahan.

(c)    Dinas dan Pemerintah Kabupaten/Kota berkoordinasi dengan lembaga dan


instansi terkait di daerah lintas batas dalam penyelenggaraan surveilans.

(d)   Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kota dapat melakukan


surveilans terhadap penyakit menular dan penyakit tidak menular.

(e)   Dalam melaksanakan surveilans sebagaimana dimaksud Pemerintah Daerah


dan Pemerintah Kabupaten/Kota dapat melakukan kerjasama dengan masyarakat
dan swasta.

(f)     Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kota menetapkan,


mengumumkan penyebaran jenis penyakit yang berpotensi menular dalam waktu
singkat dan pelaksanaan surveilans.
(2)   Penanggulangan Wabah

(a)   Upaya penanggulangan wabah meliputi:

-        Penyelidikan epidemiologis;

-        Pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita, termasuk


tindakan karantina;

-        Pencegahan dan pengebalan;

-        Pemusnahan penyebab penyakit;

-        Penanganan jenazah akibat wabah;

-        Penyuluhan kepada masyarakat;

-        Upaya penanggulangan lainnya.

(b)   Standar upaya penanggulangan wabah berpedoman pada peraturan


perundang-undangan.

(c)    Dinas menyusun petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis penanggulangan


wabah.

.24  Upaya kesehatan lingkungan35

(Pasal 162)

(1)   Upaya kesehatan lingkungan adalah upaya yang ditujukan untuk mewujudkan
kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik, kimia, biologi, maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

(2)   Upaya kesehatan lingkungan mencakup lingkungan permukiman, tempat kerja,


sekolah/institusi pendidikan, tempat penyimpanan dan penjualan pestisida, tempat
pengelolaan makanan dan minuman baik yang formal maupun informal, gedung-
gedung pemerintahan, tempat rekreasi, serta tempat dan fasilitas umum.

(3)   Gedung-gedung pemerintahan dan tempat-tempat umum wajib menyediakan


dan memelihara fasilitas umum yang memenuhi syarat kesehatan dan memasang
tanda KTR (Kawasan Tanpa Rokok).

(4)   Tempat-tempat/fasilitas umum wajib menyediakan tempat khusus bagi perokok.

(5)   Penyelenggara tempat umum seperti hotel, restoran, panti pijat, kolam renang,
tempat pengelolaan makanan dan minuman baik formal maupun informal dan
sarana umum lainnya wajib memiliki surat keterangan laik sehat secara berkala.

(6)   Dinas menyusun petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis penerbitan surat
keterangan laik sehat bagi hotel, restoran, panti pijat, kolam renang, tempat
pengelolaan makanan dan minuman baik formal maupun informal dan sarana umum
lainnya.

(7)   Pelayanan kesehatan pada lingkungan dilakukan agar lingkungan bebas dari
unsur-unsur yang menimbulkan gangguan kesehatan, antara lain:

(a)   Limbah cair;

(b)   Limbah padat;

(c)    Limbah gas;

(d)   Sampah yang tidak diproses sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
pemerintah;

(e)   Binatang pembawa penyakit;

(f)     Zat kimia yang berbahaya;

(g)   Kebisingan yang melebihi ambang batas;

(h)   Radiasi sinar pengion dan non pengion;

(i)     Air yang tercemar;

(j)     Udara yang tercemar; dan

(k)    Makanan yang terkontaminasi.

(8)   Organisasi Perangkat Daerah yang menangani urusan kesehatan bekerjasama


dengan seluruh OPD terkait menyelenggarakan lingkungan sehat dengan upaya
pencegahan dan penanggulangan pencemaran lingkungan.

(9)   Semua institusi kesehatan yang menghasilkan limbah (cair, padat dan gas)
menyelenggarakan pengelolaan dan menatalaksanakan limbahnya sesuai dengan
peraturan yang berlaku.

(10)  Pemerintah Daerah dapat menyelenggarakan pengelolaan dan


penatalaksanaan limbah medis padat yang berasal dari fasilitas pelayanan
kesehatan.

(11)  Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kota mengatur, membina dan


mengawasi penyelenggaraan kesehatan lingkungan.

(12)  Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kota memberdayakan dan


mendorong peran aktif masyarakat dalam penyelenggaraan kesehatan lingkungan.

(13)  Setiap orang dan/atau pelaku usaha dilarang mengedarkan dan/atau


memperjualbelikan rokok pada anak di bawah umur.
(14)  Pengendalian lingkungan sehat dilakukan melalui peningkatan PHBS.

(15)  Dinas menyusun petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis pelaksanaan


upaya kesehatan lingkungan.

1.25 Upaya Kesehatan Kerja35

(Pasal 164)

(1)   Upaya kesehatan kerja adalah upaya yang ditujukan untuk melindungi pekerja
agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang
diakibatkan oleh pekerjaan.

(2)   Upaya kesehatan kerja meliputi pekerja di sektor formal dan informal.

(3)   Pengelola tempat kerja wajib bertanggung jawab atas kecelakaan kerja,
penyakit akibat kerja dan penyakit akibat hubungan kerja yang terjadi di lingkungan
kerja.

(4)   Pemilik atau pengusaha wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan
melalui upaya preventif, promotif, pengobatan, dan pemulihan bagi tenaga kerja.

(5)   Dinas menyusun petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis penyelenggaraan


upaya preventif, promotif, pengobatan, dan pemulihan bagi tenaga kerja bagi pemilik
atau pengusaha.

(6)   Pemilik atau pengusaha bertanggung jawab atas keikutsertaan tenaga kerja
dalam program BPJS Ketenagakerjaan.

(7)   Pemerintah Daerah melalui Dinas menetapkan standar kesehatan kerja dengan
mengacu regulasi kesehatan tenaga kerja tingkat Nasional.

(8)   Dinas bersama OPD yang membidangi ketenagakerjaan serta instansi terkait
melaksanakan pembinaan terhadap pelaksanaan upaya kesehatan kerja baik di
sektor formal maupun informal.

. Sistem Rujukan

(1) Upaya kesehatan diselenggarakan secara terpadu, berkesinambungan, dan


paripurna melalui sistem rujukan.

(2) Rujukan di bidang upaya kesehatan perorangan dalam bentuk pengiriman


pasien, spesimen, dan pengetahuan tentang penyakit dengan memperhatikan
kendali mutu dan kendali biaya, serta rujukan di bidang upaya kesehatan
masyarakat dilaksanakan secara bertanggung jawab oleh tenaga kesehatan yang
kompeten dan berwenang serta sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan yang berlaku.

2.1.Sistem Rujukan Kesehatan Perorangan


(Pasal 3)

(1)   Sistem rujukan pelayanan kesehatan perorangan diselenggarakan secara


berjenjang berdasarkan kompetensi dan fasilitas pelayanan kesehatan yang
tersedia, yang melibatkan semua fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dan
masyarakat/swasta.

(2)   Khusus untuk sistem rujukan pelayanan kesehatan perorangan bagi ibu hamil
dan bersalin diselenggarakan berjenjang dari FKTP ke Puskemas PONED 24 Jam,
lalu ke RS PONEK 24 Jam baik milik pemerintah maupun masyarakat/swasta.

(3)   RS Swasta melaksanakan pelayanan kesehatan perorangan dan dapat pula


menjadi rujukan bagi pelayanan kesehatan lainnya.

(4)   Semua fasilitas kesehatan rujukan harus terakreditasi sesuai dengan kelasnya.

(5)  RS Pemerintah dan Swasta wajib menerima pasien rujukan dan /atau kasus
gawat darurat tanpa melihat status dan latar belakang termasuk status keikutsertaan
dalam jaminan kesehatan, serta menanganinya sesuai dengan prosedur dan standar
pelayanan yang berlaku.

(6)   RS Pemerintah dan Swasta wajib menyediakan tempat tidur Kelas 3 dalam
jumlah yang memadai.

(7)  Pembiayaan untuk kasus rujukan bagi peserta BPJS dibebankan kepada BPJS;
bagi pasien yang tidak tercakup dalam skema jaminan kesehatan dibebankan
kepada yang bersangkutan, dan bagi masyarakat miskin yang tidak termasuk dalam
PBI dibebankan kepada Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kota.

(8) Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota wajib menyediakan Rumah Tunggu atau


Rumah Singgah di Kota Pekanbaru bagi ibu hamil dengan risiko tinggi yang harus
ditangani di RS Rujukan Provinsi, dan bagi pasien PTM yang membutuhkan
pengobatan rutin di RS Rujukan Provinsi; serta bagi pasien yang menunggu jadwal
operasi.

(9) Dinas menyusun petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis upaua memfasilitasi
tersedianya pelayanan transportasi rujukan medis dari puskesmas.

(10)  Dinas berwenang untuk menata, mengarahkan, dan mengawasi sistem rujukan
kesehatan perorangan.

2.2.Sistem Rujukan Kesehatan Masyarakat

(Pasal 41)

(1)   Sistem rujukan pelayanan kesehatan masyarakat diselenggarakan secara


berjenjang dari desa/kelurahan, puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan
Dinas Kesehatan Provinsi.
(2)   Dinas dalam penerimaan rujukan pemeriksaan sampel makanan minuman dan
lingkungan yaitu tanah, air, udara, dan spesimen lainnya, secara teknis dilaksanakan
oleh UPT Laboratorium Kesehatan.

(3)   Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta berkewajiban melaksanakan Upaya


Kesehatan Masyarakat dan berkordinasi dengan Dinas.

2.3. Sistem Rujukan untuk Kepentingan Pendidikan Kedokteran dan Kesehatan

(Pasal 25)

(1)   Sistem rujukan untuk kepentingan pendidikan kedokteran dan kesehatan


diselenggarakan secara khusus yaitu dari semua fasilitas kesehatan langsung ke
rumah sakit pendidikan.

(2)   Rumah sakit pendidikan dapat menerima pasien yang menjadi kewenangan
FKTP untuk kepentingan pendidikan kedokteran dan kesehatan.

(3)   Penyelenggaraan sistem rujukan untuk kepentingan pendidikan dan kesehatan


dapat dibiayai oleh BPJS.

3. Pelayanan Kesehatan di Daerah Lintas Batas Provinsi61

(1)   Pemerintah Daerah bertanggung jawab dalam penyelenggaraan kesehatan di


daerah lintas batas antar provinsi.

(2)   Pemerintah Daerah bertanggung jawab menyediakan SDM kesehatan, sarana,


prasarana, obat dan vaksin dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan di daerah
lintas batas antar provinsi.

(3)   Koordinasi pelayanan kesehatan di daerah lintas batas dilaksanakan sesuai


dengan Naskah Kerja Sama antar provinsi.

4. Subsistem Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Dan Makanan

Tujuan

Tujuan penyelenggaraan subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan


adalah tersedianya sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan yang terjamin
aman, berkhasiat, bermanfaat dan bermutu serta terjamin ketersediaan dan
keterjangkauannya guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya.

Unsur Utama

(1)   Jaminan ketersediaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan adalah
upaya pemenuhan kebutuhan sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan sesuai
dengan jenis dan jumlah yang dibutuhkan masyarakat.
(2)   Jaminan pemerataan sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan adalah
upaya penyebaran sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan secara merata
dan berkesinambungan sehingga mudah diperoleh dan terjangkau oleh masyarakat.

(3)   Jaminan mutu Sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan adalah upaya
menjamin khasiat, keamanan, dan keabsahan sediaan farmasi, alat kesehatan dan
makanan sejak dari produksi hingga pemanfaatannya.

Prinsip

(1)   Sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan adalah kebutuhan dasar
manusia yang berfungsi sosial, sehingga tidak boleh diperlakukan sebagai
komoditas ekonomi semata.

(2)   Sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan sebagai barang publik harus
dijamin ketersediaan dan keterjangkauannya sehingga penetapan harganya
dikendalikan oleh pemerintah pusat dan daerah.

(3)   Sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan tidak dipromosikan secara
berlebihan dan menyesatkan.

(4)   Pembinaan, pengawasan dan pengamanan sediaan farmasi, alat kesehatan


danmakanan diselenggarakan mulai tahap produksi, distribusi dan pemanfaatan
yang mencakup mutu, manfaat, keamanan dan keterjangkauan dengan melibatkan
unsur pemerintah, masyarakat, swasta, organisasi profesi dan pihak asosiasi.

(5)   Peredaran obat mengutamakan obat esensial generik yang bermutu


terutamapada institusi pelayanan kesehatan milik pemerintah.

(6)   Pengembangan dan peningkatan obat tradisional ditujukan agar diperoleh obat
tradisional yang bermutu tinggi, aman, memiliki khasiat nyata yang teruji secara
ilmiah, dan dimanfaatkan secara luas baik untuk pengobatan sendiri oleh
masyarakat maupun digunakan dalam pelayanan kesehatan formal.

(7)   Prinsip penyelenggaraan subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan dan


makanan lebih lanjut diatur dalam Peraturan Kepala Daerah.

(8)   Dinas Kesehatan menyelenggarakan:

(a)   Penyediaan dan pengelolaan bufferstock obat provinsi, alat kesehatan, dan
vaksin lainnya skala provinsi serta berperan aktif dalam menyebarluaskan dan
mengawasi branded generik.

(b)   Pembinaan terhadap kesesuaian jenis pelayanan dan obat di Rumah Sakit
bersama dengan Komite Medik Fungsional.

(c)    Membantu Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam pengambilan sampling


dan/atau sertifikasi alat kesehatan, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT)
bersama dengan Laboratorium Kesehatan Daerah (LABKESDA), Balai Besar
Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) atau badan independen yang diakui oleh
Pemerintah Daerah.

(d)   Pembinaan produksi, distribusi dan mutu sediaan farmasi, makanan, minuman
dan alat kesehatan bersama dengan Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan
(BBPOM), Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi.

(e)   Pembinaan terhadap dinas kesehatan kabupaten/kota mengenai keamanan dan


sanitasi makanan dan minuman yang beredar di masyarakat bersama instansi
terkait.

(9)   Dinas menyusun petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis pemberian


sertifikasi sarana produksi dan distribusi alat kesehatan, Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga (PKRT) Kelas II.

(10)  Pemerintah Daerah dan Pemerintah daerah Kabupaten/Kota menjamin


ketersediaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan, terutama obat untuk
program kesehatan, obat bagi masyarakat di daerah bencana, dan obat esensial.

a. Sediaan Farmasi

(1)  Perencanaan, pengadaan, pengelolaan, pembinaan, dan pengawasan sediaan


farmasi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-perundangan.

(2)   Sediaan farmasi, perbekalan kesehatan, dan makanan adalah pengelolaan


berbagai upaya yang menjamin keamanan, khasiat/manfaat, mutu sediaan farmasi,
perbekalan kesehatan, dan makanan.

(3)   Pemerintah Daerah menjamin ketersediaan sediaan farmasi dan perbekalan


kesehatan, terutama obat untuk program kesehatan, obat bagi masyarakat di daerah
bencana, dan obat esensial.(Pasal 36)

b. Kewenangan Pengelolaan Sediaan Farmasi

(1)   Apotek, pedagang eceran obat, klinik pratama, klinik utama, Puskesmas, dan
rumah sakit harus memiliki izin untuk melakukan kewenangan pengelolaan sediaan
farmasi.

(2)   Setiap orang dan/atau badan yang tidak memiliki keahlian, kewenangan dan
izin dilarang mengadakan, menyimpan, mengolah, mempromosikan, dan
mengedarkan obat dan bahan yang berkhasiat obat.

(3)   Apotek, klinik pratama, klinik utama dan instalasi farmasi rumahsakit harus
memiliki apoteker.

(4)   Pelaksanaan penyediaan apoteker dilaksanakan sesuai dengan peraturan


perundang-undangan yang berlaku.

(5)   Dinas menyusun petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis penerbitan izin
Apotek dan toko obat.
(6)   Dinas menyusun petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis pembinaan dan
pengawasan terhadap Apotek dan toko obat.

(7)   Dinas menyusun petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis penerbitan izin
produksi usaha mikro obat tradisional (UMOT).

(8)   Penerbitan izin edar usaha mikro obat tradisional (UMOT) dilakukan oleh Badan
POM.

(9)   Pemerintah Daerah memfasilitasi dan memprogramkan pengembangan dan


pemeliharaan bahan baku obat tradisional.

(10)  Dalam rangka pengembangan dan pemeliharaan, Pemerintah Daerah dapat


membentuk Pusat Saintifikasi dan Pelayanan Jamu.

(11)  Sediaan farmasi yang beredar harus memenuhi standar dan/atau persyaratan
yang ditentukan.

(12)  Pelayanan kefarmasian dilaksanakan berdasarkan standar terapi, formularium,


standar pengelolaan, standar fasilitas, dan standar tenaga dengan mengutamakan
pemberian obat secara rasional berdasarkan bukti ilmiah terbaik, prinsip tepat biaya
dan tepat manfaat.

(13)  Persyaratan dan tata cara pemberian izin Usaha Mikro Obat Tradisional
dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-perundangan.

c. Alat Kesehatan

(1)   Dinas menyusun petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis penerbitan


rekomendasi produksi alat kesehatan kelas 1 (satu) tertentu dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) kelas 1 (satu) tertentu.(Pasal 46)

(2)   Dinas menyusun petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis penerbitan izin toko
alat kesehatan.(Pasal 9)

(3)   Alat kesehatan yang digunakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan harus
dilakukan kalibrasi sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.(Pasal 5)

(4)   Dinas menyusun petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis pengawasan


terhadap kalibrasi alat kesehatan yang digunakan pada fasilitas kesehatan.(Pasal 5)

(5)   Pemerintah Daerah dapat menyelenggarakan kalibrasi alat kesehatan yang


digunakan pada fasilitas kesehatan. (Pasal 5)

d. Makanan dan Minuman

1)    Dinas menyusun petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis penerbitan


rekomendasi sertifikat Produksi Industri Rumah Tangga (SPP-IRT) pangan industri
rumah tangga dan rekomendasi Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) untuk rumah
makan dan jasa boga.
2)    Dinas menyusun petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis pembinaan dan
pengawasan terhadapmakanan yang beredar di sekolah, institusi dan masyarakat.

3)    Dinas menyusun petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis pemberdayaan


sekolah, institusi danmasyarakat agar melakukan pembinaan dan pengawasan
makanan yang beredar di sekolah, institusi dan masyarakat.

4)    Masyarakat berperan serta dalam mengawasi produksi, penggunaan, promosi


dan peredaran bahan tambahan makananyang berbahaya.

5)    Dinas menyusun petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis penerbitan


rekomendasi Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan (SPKP).

6)    Dinas menyusun petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis pengawasan


produk makanan minuman industri rumah tangga.

e. Perbekalan Kesehatan

(1)   Pemerintah Daerah menyelenggarakan pembinaan dan pengawasan alat


kesehatan dan/atau perbekalan kesehatan rumah tangga yang ada di peredaran
untuk memastikan kesesuaian terhadap mutu, keamanan, dan kemanfaatan.

(2)   Pembinaan dan pengawasan oleh Pemerintah Daerah dilakukan berjenjang


sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-perundangan.

(3)  Dalam hal adanya indikasi kerugian akibat penggunaan alat kesehatan dan/atau
perbekalan kesehatan rumah tangga, dapat dilakukan penelusuran untuk segera
diambil tindakan lebih lanjut berdasarkan tingkat risiko yang ditimbulkan.

(4)  Dinas menyusun petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis Dinas menyusun
petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis Izin toko alat kesehatan.

(5)   Dinas menyusun petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis pencabutan Surat
Izin Praktik Apoteker (SIPA) atau izin pedagang eceran obat terhadap apotek atau
pedagang eceran obat yang menyalurkan alat kesehatan yang tidak mempunyai izin
edar dan/atau mengadakan dan menyalurkan alat kesehatan yang tidak mempunyai
izin sebagai penyalur alat kesehatan (PAK).

5. Subsistem Manajemen, Informasi, Dan Regulasi Kesehatan

Manajemen dan informasi kesehatan adalah pengelolaan yang menghimpun


berbagai upaya kebijakan kesehatan, administrasi kesehatan, pengaturan hukum
kesehatan, pengelolaan data dan informasi kesehatan yang mendukung subsistem
lainnya guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya.

Unsur Utama
1) Administrasi Kesehatan adalah suatu kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan
pengendalian, serta pengawasan dan pertanggungjawaban penyelenggaraan
pembangunan kesehatan di Provinsi Riau.

2) Informasi Kesehatan adalah hasil pengumpulan dan pengolahan data yang


merupakan masukan bagi pengambilan keputusan di bidang kesehatan di Provinsi
Riau.

3) Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kesehatan adalah hasil penelitian dan


pengembangan yang merupakan masukan bagi pengambilan keputusan di bidang
kesehatan di Provinsi Riau.

4) Hukum Kesehatan adalah peraturan perundang-undangan kesehatan yang


dipakai sebagai acuan bagi penyelenggaraan pembangunan kesehatan di Provinsi
Riau.

Prinsip

(1)   Administrasi kesehatan diselenggarakan dengan berpedoman pada asas dan


kebijakan dekonsentrasi, desentralisasi dan tugas pembantuan serta dukungan
kejelasan adanya:

a. Hubungan administrasi dengan berbagai sektor atau unit kesehatan lainnya;

b. Kesatuan koordinasi dari berbagai jenjang administrasi lainnya; dan

c. Pembagian kewenangan, tugas, dan tanggung jawab.

(2)   Informasi kesehatan mencakup seluruh data yang terkait dengan kesehatan
baik yang berasal dari sektor kesehatan maupun dari berbagai sektor pembangunan
lain, yang tersedia secara akurat, cepat, dan tepat waktu untuk mendukung proses
pengambilan keputusan di berbagai jenjang administrasi dengan mendayagunakan
teknologi informasi dan komunikasi.

(3)   Akses terhadap informasi kesehatan harus memperhatikan aspek kerahasiaan


yang berlaku di bidang kesehatan dan kedokteran.

(4)   Dalam melaksanakan upaya kesehatan dalam hal pengembangan dan


pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan haruslah berdasarkan
standar mutu pelayanan atau prosedur baku yang diakui dan tidak bertentangan
dengan etika, moral, agama serta digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan
masyarakat.

(5)   Pengembangan Hukum Kesehatan meliputi upaya penyusunan regulasi serta


harmonisasi hukum, sosialisasi dan advokasi hukum kepada aparatur kesehatan
dan masyarakat guna menjamin terwujudnya kepastian, keadilan dan manfaat
hukum bagi semua pihak.

(6)   Prinsip penyelenggaraan manajemen kesehatan lebih lanjut diatur dalam


Peraturan Kepala Daerah di masing-masing tingkat administrasi.
1. Informasi Kesehatan

Informasi kesehatan merupakan hasil pengumpulan dan pengolahan data sebagai


masukan bagi pengambilan keputusan di bidang kesehatan.

(1)   Dinas menyelenggarakan:

a. Mengelola dan mengembangkan sistem informasi kesehatan yang terpadu


meliputi sarana pelayanan pemerintah, dan swasta termasuk lintas batas melalui
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota;

b. Pengelolaan survei kesehatan daerah (surkesda) Skala Provinsi. 66(Pasal 26)

(2)   Dinas kesehatan kabupaten/kota melaporkan kepada Dinas:

a)      Kejadian Luar Biasa dalam waktu 1×24 jam (Laporan W1);

b)      Informasi penyakit berpotensi wabah (Laporan W2).

(3)   Rumah Sakit melaporkan laporan kegiatannya kepada Dinas Kesehatan


Kabupaten/Kota di wilayah kedudukannya dengan tembusan kepada Dinas.

(4)   Semua informasi yang diterima dari Provinsi, Kabupaten dan Kota selanjutnya
menjadi dasar dalam proses perencanaan pembangunan kesehatan.

Perencanaan

(1)   Arah perencanaan kesehatan Daerah menyesuaikan dengan Rencana


Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Riau.

(2)   Arah perencanaan kesehatan Daerah dititikberatkan untuk:

a)   Memperkuat fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat tingkat pertama di


pedesaan;

b)   Mengantisipasi penggunaan bahan kimia dalam industri pertanian yang


berdampak pada kesehatan;

c)   Menyesuaikan fasilitas pelayanan kesehatan dengan standar yang diminta oleh
kebijakan jaminan kesehatan nasional;

d)   Meningkatkan pemantauan dan pengendalian terhadap masuknya sediaan


farmasi, perbekalan kesehatan, dan makanan.

Pengelolaan informasi kesehatan terdiri dari:

(1)   Puskesmas bertanggung jawab atas pengelolaan data kesehatan di wilayah


kerjanya;
(2)   Dinas Kesehatan bertanggung jawab atas pengelolaan data kesehatan tingkat
kota;

(3)   Setiap fasilitas pelayanan kesehatan berkewajiban menyampaikan laporan data


kegiatan secara periodik kepada Dinas Kesehatan;

(4) Dinas Kesehatan menyediakan sistem terintegrasi agar terjadi proses analisis
yang otomatis dan menghasilkan informasi sesuai dengan kebutuhan.

Data Kesehatan/Informasi Kesehatan

(1)   Setiap fasilitas kesehatan perorangan/masyarakat, tingkat pertama/kedua, milik


pemerintah/swasta menghasilkan data kegiatan pelayanan.

(2)   Dinas Kesehatan menyusun petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis


penyampaian laporan data kegiatan secara periodik kepada Organisasi Perangkat
Daerah yang Menangani Kesehatan di Kabupaten/Kota.

(3)   Organisasi Perangkat Daerah yang Menangani Kesehatan menyediakan sistem


terintegrasi agar terjadi proses analisis yang otomatis dan menghasilkan informasi
sesuai dengan kebutuhan.

(4)   Dinas Kesehatan menyusun petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis


penyiapan format data kesehatan yang harus diisi oleh setiap fasilitas kesehatan
secara terintegrasi.

(5)   Dinas Kesehatan menyusun petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis


pemberian penghargaan dan sanksi terhadap fasilitas kesehatan yang patuh dan
tidak patuh.

(6)   Permintaan data kesehatan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Provinsi


harus melalui Organisasi Perangkat Daerah yang Menangani Kesehatan di
Kabupaten/Kota.

2. Manajemen Kesehatan

Manajemen kesehatan terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakan,


penganggaran, kelembagaan, hubungan kerja, pembinaan dan pengawasan,
pengendalian dan evaluasi.

Tujuan

Tujuan Subsistem Manajemen Kesehatan adalah terselenggaranya fungsi-fungsi


manajemen kesehatan yang berhasil guna dan berdaya guna, yang didukung oleh
sistem informasi yang terpadu dan terintegrasi, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan
hukum kesehatan, untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Perencanaan
Perencanaan terdiri dari:

a. Sistem Kesehatan Provinsi Riau menjadi acuan dalam penyusunan Rencana


Pembangunan Jangka Panjang Daerah;

b. Sistem Kesehatan Provinsi Riau menjadi acuan dalam penyusunan Rencana


Pembangunan Jangka Menengah Daerah Bidang Kesehatan;

c. Sistem Kesehatan Provinsi Riau menjadi acuan dalam penyusunan Rencana


Kerja Pemerintah Daerah tahunan Bidang Kesehatan;

d. Sistem Kesehatan Provinsi Riau menjadi acuan dalam penyusunan program pada
rencana strategis Dinas;

e. Sistem Kesehatan Provinsi Riau menjadi acuan dalam penyusunan kegiatan pada
rencana kerja tahunan Dinas.

Tahapan perencanaan kesehatan Daerah adalah sebagai berikut:

a. Penyusunan Rencana Strategis Dinas setiap 5 (lima) tahun yang berisi:

1)      Tujuan yang akan dicapai dalam 5 (lima) tahun;

2)      Program kesehatan untuk mencapai tujuan tersebut;

3)      Target tahunan; dan

4)      Kegiatan tahunan untuk mencapai target tersebut.

b. Rencana Strategis Organisasi Dinas berpedoman pada Rencana Pembangunan


Jangka Menengah Daerah;

c. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah mengikuti periodisasi masa


jabatan Gubernur;

d. Rencana Strategis Dinas merupakan harmonisasi dari:

1)      Sistem Kesehatan Provinsi Riau;

2)      Visi dan Misi program calon Gubernur;

3)      RPJMD.

Pengorganisasian

Pengorganisasian terdiri dari:

a. Dinas sebagai institusi penyelenggara Sistem Kesehatan Provinsi Riau;


b. Dinas adalah penanggungjawab pelaksanaan otonomi daerah bidang kesehatan
di Daerah;

c. Rumah Sakit kelas D dan kelas C, klinik utama, praktik dokter spesialis dan Balai
Kesehatan Paru Masyarakat adalah pelaksana pelayanan kesehatan perorangan
tingkat kedua;

d. Rumah sakit kelas B dan kelas A, adalah pelaksana pelayanan kesehatan


perorangan tingkat ketiga;

e. Apotek, laboratorium klinik, klinik radiologi, klinik fisioterapi merupakan penunjang


pelayanan kesehatan perorangan tingkat pertama, kedua dan ketiga;

f. Puskesmas adalah pelaksana pelayanan kesehatan perorangan tingkat pertama


milik Daerah;

g. Klinik pratama, praktek dokter adalah pelaksana pelayanan kesehatan


perorangan tingkat pertama milik swasta;

h. Penambahan jenis fasilitas pelayanan kesehatan lainnya ditetapkan oleh


Gubernur sesuai kebutuhan;

i. Puskesmas selain sebagai pelaksana pelayanan kesehatan perorangan tingkat


pertama, juga berperan sebagai pelaksana pelayanan kesehatan masyarakat tingkat
pertama.

Penggerakan

Penggerakan terdiri dari:

a. Puskesmas bertanggung jawab menggerakkan UKP dan UKM di wilayah


kerjanya;

b. Organisasi Perangkat Daerah yang mengurus bidang kesehatan bertanggung


jawab menggerakkan Sistem Kesehatan Kabupaten/Kota.

c. Dinas bertanggung jawab menggerakkan Sistem Kesehatan Provinsi Riau.

Penganggaran

Penganggaran adalahsebagai berikut:

a. Anggaran Dinas bersumber dari APBD Provinsi, dan APBN;

b. Anggaran RSUD bersumber dari APBD, APBN dan sumber lain yang sah;

c. Anggaran Puskesmas bersumber dari APBD, APBN dan sumber lain yang sah;

d. Fasilitas pelayanan kesehatan perorangan milik masyarakat/ swasta dapat


diberikan hibah dari APBD sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Kelembagaan

Kelembagaan terdiri dari:

a. Dinas adalah Organisasi Perangkat Daerah;

b. RSUD Provinsi adalah unit kerja non struktural yang berkedudukan di bawah
kepala Dinas, yang berstatus PPK BLUD;

c. Puskesmas adalah unit kerja non struktural yang berkedudukan di bawah kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, yang berstatus PPK BLUD;

d. Penambahan unit kerja non struktural yang berkedudukan di bawah Kepala Dinas
ditetapkan oleh Gubernur.

Hubungan Kerja

Hubungan kerja adalah sebagai berikut:

a. Dinas menyusun petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis koordinasi dengan


seluruh pelaksana pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan
masyarakat dalam rangka sinkronisasi target, monitoring pelaksanaan dan evaluasi
pembangunan kesehatan;

b. Dinas menyusun petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis pembinaan dan


pengawasan terhadap fasilitas pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan
kesehatan masyarakat;

c. Dinas menyusun petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis pengkoordinasian


pengumpulan data kesehatan dari seluruh fasilitas pelayanan kesehatan perorangan
dan pelayanan kesehatan masyarakat sebagai dasar untuk pengukuran kinerja,
perencanaan, pembinaan dan pengawasan;

Evaluasi

a. Evaluasi merupakan proses membandingkan hasil dengan rencana dan


memberikan saran untuk penyempurnaan proses perencanaan berikutnya.

b. Dinas melakukan evaluasi program setiap tahun dengan membandingkan hasil


tahun berjalan terhadap target program yang disebut kinerja pencapaian program.

c. Apabila terdapat kesenjangan, maka dilakukan perbaikan pada rencana kegiatan


tahun berikutnya.

d. Evaluasi diselenggarakan oleh bagian/satuan kerja yang mempunyai tugas untuk


perencanaan dan penganggaran.

e. Evaluasi dapat dilakukan melalui proses penelitian yang dilaksanakan oleh pihak
ketiga yang kompeten serta dapat melibatkan peran serta masyarakat.
. Subsistem Pemberdayaan Masyarakat

Subsistem pemberdayaan masyarakat adalah pengelolaan penyelenggaraan


berbagai upaya kesehatan, baik perorangan, kelompok, maupun masyarakat secara
terencana, terpadu, dan berkesinambungan.

Tujuan

Tujuan subsistem pemberdayaan masyarakat adalah meningkatnya kemampuan


masyarakat untuk berperilaku hidup sehat, mampu mengatasi masalah kesehatan
secara mandiri, berperan aktif dalam setiap pembangunan kesehatan, serta dapat
menjadi penggerak dalam mewujudkan pembangunan berwawasan kesehatan.

Unsur Utama

(1)   Pemberdayaan perorangan adalah upaya meningkatkan peran, fungsi, dan


kemampuan perorangan dalam ikut berpartisipasi memelihara kesehatan.

(2)   Pemberdayaan kelompok masyarakat adalah upaya meningkatkan peran,


fungsi dan kemampuan kelompok-kelompok masyarakat termasuk swasta sehingga
di satu pihak mampu mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi kelompok
tersebut, di lain pihak dapat berperan aktif dalam upaya meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat.

(3)   Pemberdayaan masyarakat umum adalah upaya meningkatkan peran, fungsi,


dan kemampuan masyarakat termasuk swasta agar dapat mandiri dalam mengelola
kesehatannya sendiri, sehingga mampu meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat secara keseluruhan.

Prinsip

(1)   Pemberdayaan masyarakat berbasis pada tata nilai perorangan, keluarga dan
masyarakat, sesuai dengan kondisi sosial budaya, kebutuhan dan potensi setempat.

(2)   Pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan meningkatkan akses untuk


memperoleh informasi dan kesempatan untuk mengemukakan pendapat serta
keterlibatan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan
pembangunan kesehatan.

(3)   Pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui pendekatan edukatif untuk


meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan serta kepedulian dan peran
aktif dalam berbagai upaya kesehatan.

(4)   Pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan menerapkan prinsip kemitraan


yang didasari dengan semangat kebersamaan dan gotong royong serta
terorganisasikan dalam berbagai kelompok atau kelembagaan masyarakat.

(5)   Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota


bersikap terbuka, bertanggung jawab, bertanggung gugat dan tanggap terhadap
aspirasi masyarakat, serta berperan sebagai pendorong, pendamping, fasilitator dan
pemberi bantuan (asistensi) dalam penyelenggaraan Upaya Kesehatan Berbasis
Masyarakat (UKBM).

(6)   Prinsip penyelenggaraan subsistem pemberdayaan masyarakat lebih lanjut


diatur dalam Peraturan Kepala Daerah.

Peran

(1)   Peranan pemerintah membuka akses informasi dan dialog, menyiapkan


regulasi, menyiapkan masyarakat dengan membekali pengetahuan dan
keterampilan bagi masyarakat dan dukungan sumber daya untuk membangun
kemandirian dalam upaya kesehatan dan serta mendorong terbentuknya Upaya
Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM).

(Lampiran Nomor 408, 409)

(2)   Peran masyarakat dalam pembangunan kesehatan dapat dengan cara


mendirikan fasilitas pelayanan kesehatan maupun memberikan informasi kesehatan
(promosi kesehatan) kepada masyarakat.51(Pasal 36)

(3)   Bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) antara lain Pos
Pelayanan Terpadu (Posyandu), Pos Upaya Kesehatan Kerja (UKK), Pos
Pembinaan Terpadu (Posbindu), Posyandu Lansia, Pos Kesehatan Pondok
Pesantren (Poskestren), Saka Bakti Husada (SBH), Kelurahan Siaga Sehat, dan
kemandirian dalam upaya kesehatan.51(Pasal 36)

(4)   Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab


meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan pelaksana UKBM/kader kesehatan.

(5)   Pembiayaan dan pemenuhan sarana prasarana UKBM bersumber dari


swadaya masyarakat, kemitraan dengan dunia usaha, pihak lain yang tidak terikat
dan atau bantuan pemerintah.

(6)   Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Daerah dan masyarakat


melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan UKBM. (Pasal
4)

(7)   Arah pemberdayaan masyarakat ke depan adalah kemandirian


individu/kelompok dalam UKM.

Tugas Dinas

(1)   Dinas menyelenggarakan upaya promosi kesehatan Skala Provinsi.

(2)   Individu, masyarakat dan kelompok potensial berpartisipasi aktif dalam


pembangunan kesehatan.

(3)   Dinas membentuk kemitraan dengan kelompok potensial dan dunia usaha.
(4)   Pemberdayaan masyarakat umum dilakukan melalui pembentukan wadah
perwakilan masyarakat yang peduli kesehatan. Wadah perwakilan yang dimaksud
yang antara lain adalah penyantun puskesmas (dikecamatan), Konsil/Komite,
Kesehatan Kabupaten/Kota (di Kabupaten/Kota) atau Koalisi/Jaringan/Forum Peduli
Kesehatan (di Provinsi).

Dalam mewujudkan masyarakat sebagai pusat pembangunan kesehatan, ditiap


daerah dapat dibentuk Dewan/Komite Kesehatan yang berfungsi untuk menjadi
mitra Pemerintah dalam merumuskan kebijakan Pembangunan Kesehatan,
mengawasi pelaksanaan pembangunan kesehatan, dan meningkatkan transparansi
pembangunan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

Budiarto, Eko. 2003, PengantarEpidemiologi. Jakarta: penerbit buku kedokteran


egc. Bustan,Mn. 2002.Pengantarepidemiologi. Jakarta Rineka Cipta Nasry, Nur.
Dasar-DasarEpidemiologi Arsip Mata Kuliah FKM Unhas 2006
http://www.anakciremai.com/2009/10/makalah-kesehatan-tentang-
epidemiologi.html

Anda mungkin juga menyukai