Anda di halaman 1dari 28

Makalah Cedera Dan Kematian Sel

CEDERA DAN KEMATIAN SEL


D
I
S
U
S
U
n
OLEH: RODIAH

TAHUN AJARAN 2020/2021


KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita
taufiq dan hidayahNya sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini. Dan
kami ucapkan banyak terima kasih kepada dosen yang telah membimbing dan
mengarahkan kami sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga dengan adanya makalah ini, kita dapat memahami tentang CEDERA
DAN KEMATIAN SEL,dimana dalam materi ini mencakup tentang organisasi
sel,modalitas cedera sel, sel yang di serang, perubahan morfologi sel cedera, kematian
sel, nasib jaringan nekrotik, klasifikasi patologi, dan kematian somatic.
Untuk menyempurnakan penulisan makalah ini, kami sangat berharap kritik dan
saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak.

Baru kibul,Tabir barat,Bangko Merangin 18 juni 2020


CEDERA DAN KEMATIAN SEL
Organisasi Selluler

 Sel merupakan struktur terkecil organisme yang dapat mengatur aktivitas


kehidupan sendiri
 Sel terdiri: membran plasma, sitoplasma, nukleus dan nukleoplasma
 Didalam sitoplasma terdapat organel dengan fungsi spesifik
Fungsi Organel

 Membran plasma: memberi bentuk sel, melekatkan sel pada sel lain.
 Fungsi membran plasma sebagai:
 Pintu gerbang transport selektif makanan dan produk buangan ke dalam dan ke
luar sel
 Membangkitkan potensial membran
 Bekerja sebagai saluran komunikasi untuk kontrol sinyal dari sekitar tubuh

 Nukleus mengandung genom DNA, yang mengkode (memberi perintah) untuk


sintesa protein
 Retikulum endoplastik dan Aparatus Golgi bersama sama mensintesa protein
dibawah kontrol RNA didalam ribosom, menurut perintah DNA
 Mitokondria tempat metabolisme sel, merubah makanan menjadi ATP
 Lisosom tempat sintesa enzim pencernakan
Cara Cedera Sel

 Kekurangan oksigen (hipoksia)


 Kekurangan zat makanan penting
 Agent fisik (trauma, panas, dingin, radiasi, listrik)
 Agent kimia dan obat-obatan
 Agent (biologi) infektius
 Reaksi imunologik
 Kelainan genetik
Sel yang Cedera

 Efek pertama sel yang cedera adalah: lesi biokimia → yaitu perubahan reaksi
kimia / metabolik didalam sel
 Kerusakan biokimia dapat menyebabkan gangguan fungsi sel (fisiologi)
 Kelainan biokimia dan fungsional dapat menyebabkan perubahan morfologik
(anatomi)
 Serangan pada sel tidak selalu mengakibatkan gangguan fungsi, umumnya ada
mekanisme adaptasi seluler terhadap stimulus
 Misal otot yang mendapat tekanan → adaptasinya hipertropi (misal pada
hipertensi → pembesaran jantung)
 Perubahan pada sel yang mengalami cedera awalnya biokimia → fungsional
(fisiologi) → morfologik (lesi)
Perubahan Morfologik Sel Cedera Subletal

 Jika sel diserang tetapi tidak mati (sub letal) → sering terjadi perubahan
morfologik yang reversibel
 Jika stimulus hilang sel dapat kembali sehat, jika stimulus tidak hilang sel akan
mati
 Perubahan subletal pada sel secara alami disebut: degeneratif
Kematian Selluler

 Jika pengaruh buruk pada sel hebat dan berlangsung lama → sel tidak mampu
lagi beradaptasi → proses ireversibel → kematian sel (nekrosis)
 Nekrosis adalah kematian sel ireversibel yang terjadi ketika sel cedera berat
dalam waktu lama dimana sel tidak mampu beradaptasi lagi atau memperbaiki
dirinya sendiri (hemostasis)
Inti sel yang mengalami penghancuran progresif urutanya adalah:

 Piknosis → inti sel menyusut, batas tidak teratur, berwarna gelap (inti piknotik)
 Karioreksis → inti hancur, membentuk fragmen kromatin yang menyebar (inti
kariorektik)
 Kariolisis → inti tidak dapat diwarnai, dan inti hilang
Macam Nekrosis

 Nekrosis koagulatif: sel nekrotik bentuknya tetap, akibat sel litik dihambat kondisi
lokal → pada jantung, ginjal, limpa
 Nekrosis liquefaktif: sel nekrosik mengalami pencairan akibat kerja enzim →
pada otak dan medulla spinalis
 Nekrosis kaseosa: sel nekrotik hancur, tetapi pecahanya tetap berada
disekitarnya → pada paru

 Gangren: nekrosis koagulatif akibat kekurangan aliran darah dan disertai


tumbuhnya bakteri safrofit yang berlebihan (gangren kering pada tungkai,
gangren basah pada usus)
 Nekrosis lemak enzimatis (pankreatik) → nekrosis terjadi akibat enzim pankreas
mengalir diluar duktus → pada pankreas
Indikator Nekrosis

 Hilangnya fungsi organ


 Peradangan disekitar nekrosis
 Demam
 Malaise
 Lekositosis
 Peningkatan enzim serum
Kematian Somatik
Kriteria kematian somatik adalah:

 Terhentinya fungsi sirkulasi secara ireversibel (denyut jantung),


 Terhentinya fungsi pernafasan dan
 Terhentinya fungsi otak (tidak ada reflek batang otak)

 Perubahan post mortem: rigor mortis (kekakuan) → livor mortis (warna ungu
kebiruan) → algor mortis (pendinginan), → autolisis (pencairan)
Peradangan

 Peradangan atau inflamasi adalah reaksi lokal pada vaskuler dan unsur unsur
pendukung jaringan terhadap cedera yang mengakibatkan pembentukan eksudat
kaya protein
 Peradangan merupakan respon protektif sistem imune non spesifik yang bekerja
untuk melokalisasi, menetralisir atau menghancurkan agent pencedera dalam
persiapan untuk proses penyembuhan

Tanda Peradangan

 Rubor (kemerahan) → akibat hiperemia atau kongesti


 Kalor (panas) → akibat lebih banyak darah
 Dolor (nyeri) → akibat perubahan pH, kadar ion, toksin yang merangsang saraf,
juga pembengkakan
 Tumor (pembengkakan) → kumpulan darah dan cairan → eksudat
 Fungsio lesa (hilangnya fungsi) → bengkak, nyeri dan perubahan lingkungan
Aspek Cairan pada peradangan
 Eksudasi: aliran cairan yang cepat melalui dinding pembuluh darah ke jaringan
yang mengalami peradangan.
 Sistem limfatik membuang segala kelebihan cairan yang tersisa didalam ruang
interstitial

Aspek Seluler pada peradangan

 Marginasi (pavementing): akibat aliran darah lambat dan viskositas yang tinggi,
leukosit bergerak kebagian perifer dari arus (menempel pada dinding vaskuler)
 Emigrasi atau diapedesis: gerak leukosit keluar dari pembuluh darah melewati
celah antara dua endotel, dengan pseudopodia
 Kemotaksis: gerakan leukosit menuju sasaran karena “sinyal” kimia
Media Peradangan

 Sel yang terlibat dalam proses peradangan adalah: leukosit fagositik (neutrofil
atau PMN, makrofag atau eosinofil) trombosit dan limfosit
 Keluarnya sel dari pembuluh darah: neutrofil (PMN) mendominasi pada awal
pembentukan eksudat, kemudian didominasi sel makrofag (monosit)
 Limfosit dan sel plasma → ditemukan dalam peradangan kronis
Respon peradangan dibawah kendali mediator peradangan:

 Histamin: meningkatkan permiabilitas vaskuler


 Faktor Hageman (dalam plasma):

 Memulai mekanisme koagulasi instrinsik yang menimbulkan bekuan darah fibrin


 Mengaktifasi sistem fibrinolisin → mencairkan bekuan darah
 Mengaktivasi sistem kalikrein-kinin → menyebabkan pelepasan bradikinin
(vasodilasi dan peningkatan permiabilitas)

 Komponen sistem komplemen → sebagai agen kemotaktik, opsonin


(meningkatkan fagositosis), anafilatoksin (pelepasan histamin → meningkatkan
permiabilitas vaskuler)
 Mediator kimia asam arakhidonat: prostaglandin, tromboksan, leukotrien

 Pola Peradangan

 Peradangan akut: fase eksudasi aktif


 Peradangan subakut: ada bukti awal perbaikan disertai eksudasi
 Peradangan kronis: ada bukti perbaikan yang sudah lanjut disertai eksudasi
 Eksudat serosa: eksudat non seluler (protein)
 Transudat: pengumpulan cairan bukan karena radang

 Eksudat Fibrinosa: eksudat non seluler yang banyak fibrinogen


 Eksudat Musinosa atau kataral: eksudat non seluler bukan dari aliran darah
(ingus)
 Eksudat seluler: PMN
 Pus: PMN (hidup dan mati, hancur), jaringan yang mencair dan tercerna, cairan
eksudat dan bakteri penyebab.

 Abses: supurasi lokal dalam jaringan padat (lubang berisi nanah), merupakan
lesi yang sulit diatasi oleh tubuh, terus membesar dengan pencairan jaringan dan
berusaha membentuk lubang
 Pada abses obat tidak dapat menembus dinding → perlu eksisi
 Abses pada paru → lubang menembus pleura → emfiema

 Sinus: saluran yang menghubungkan abses dengan permukaan


 Fistula: saluran abnormal yang menghubungkan dua organ atau lumen organ
berongga dan permukaan tubuh
 Furunkel (bisul): peradangan supuratif di folikel rambut
 Karbunkel: peradangan supuratif subkutan
 Flegmonus atau selulitis: peradangan supuratif yang meluas secara difus melalui
jaringan

Penyembuhan Luka

 Resolusi: proses penyembuhan normal yaitu jaringan diperbaiki dengan sel jenis
yang sama (regenerasi) atau penggantian jaringan parut atau keduanya
 Penyembuhan primer: penyembuhan dengan jaringan parut minimal, biasanya
pada luka insisi bedah (tepi rata)
 Penyembuhan sekunder: penyembuhan dengan banyak jaringan parut, pada
luka dengan tepi kasar dan bercelah

Luka insisi
 Perdarahan, hemostasis, pembentukan bekuan-permukaan jadi kering,
membentuk keropeng
 Respon peradangan akut
 Kontraksi tepi luka
 Debridemen → pembersihan darah dan debris lain oleh fagosit
 Stadium organisasi atau proliferasi, membentuk jaringan granulasi untuk mengisi
luka
 Maturasi kolagen dan kontraksi parut
 Remodeling parut

Faktor Pemicu Penyembuhan Luka

 Suply darah yang baik kedaerah cedera


 Usia muda (anak-anak sembuh lebih cepat)
 Nutrisi yang baik (protein, vit C, Zenk)
 Pendekatan tepi luka yang baik
 Fungsi lekosit serta respon peradangan yang normal

Penyembuhan luka terganggu:

 Pemberian kortikosteroid → menghambat proses peradangan


 Adanya benda asing
 Jaringan nekrotik atau infeksi pada luka
 Insisi dan drainase abses atau debridemen luka → mempercepat penyembuhan

Komplikasi Penyembuhan Luka

 Proud flesh: jaringan parut yang menonjol diatas permukaan luka


 Keloid: jaringan parut yang meluas melebihi batas luka asli
 Kontraktur luka: jaringan parut yang mengkerut, mengganggu gerak sendi
 Neuroma traumatik: serat saraf perifer yang bergenerasi dan terperangkap
dalam jaringan parut
 Dehiscene: terpisahnya atau terbukanya luka pembedahan
 Eviserasi: pecahnya hingga terbukanya luka abdomen yang disertai keluarnya
usus
 Hernia insisional: menonjolnya organ atau jaringan parut pada bekas luka
abdomen
PERUBAHAN MORFOLOGI PADA SEL YANG CIDERA SUBLETAL.

Perubahan morfologis ---->> Sel cidera ------>> kematian sel. Perubahan pada sel
cidera sub letal bersifat reversible. Yaitu jika rangsangan dihentikan, maka sel kembali
sehat. Perubahan sub letal pada sel disebut degenerasi atau perubahan degeneratif. 
Perubahan degeneratif cenderung melibatkan sitoplasma sel, sedangkan nucleus
mempertahankan integritas sel selama sel tdk mengalami cidera letal.
 Bentuk perubahan degeneratif sel :
1. pembengkakan sel 
    pembengkakan sel ----->>  influk air ke dalam sel ---->> peningkatan konsentrasi Na
----->> kemampuan memompa ion Na menurun ---->> Gangguan metabolisme
pembentukan energi dan Kerusakan membrane sel
Bengkak keruh, menggambarkan perubahan sel yang menunjukan keadaan setengah
matang dan secara mikroskopik terlihat sitoplasmanya granular.
 pembengkakan mitokondria., pembesaran RE dll.Organel sel juga menyerap air yg
tertibun dalam sitoplasma
Pada pemeriksaan mikroskopik akan tampak sitoplasma bervakuola. Ini disebut
perubahan hidropik atau perubahan vacuolar.

2. Penimbunan lipid intra sel


Secara mikroskopis, sitoplasma dari sel-sel yg terkena tampak bervakuola, vakaoula
berisi lipid.

 inti sel terdesak ke satu sisidan sitoplasma diduduki oleh satu vakuola besar yg berisi
lipid.Misal : pada hati banyak lipid yg tertibun di dalam sel Hati yang terserang hebat
akan berwarna kuning cerah, jika disentuh terasa berlemak. Jenis perubahan ini disebut
perubahan berlemak atau degenerasi lemak.

DEGENERASI DAN NEKROTIK SEL 

a. degenerisi dan infiltrasi 


b. nekrosis/kematian sel
- perubahan morfologi pada nekrosis
- perkembangan jaringan nekrotik
- ganggren
c. kematian somatic dan perubahan post morfem.

REAKSI SEL TERHADAP JEJAS


A. Sel Yg Diserang 
 Pengaruh stimulus penyebab cidera sel terhadap sel :
1. Kerusakan biokimia, terjadi perubahan kimia dari salah satu reaksi metabolisme atau
lebih di dalam sel
2. Kelainan fungsi, ( missal kegagalan kontraksi, sekresi sel atau lainnya) 
 kelainan fungsi. Jika sel cidera, memiliki cadangan yg cukup, sel tidak akan mengalami
gangguan fungsi yg berarti. kerusakan biokimia pada sel  Cidera
3. Perubahan morfologis sel.yg menyertai kelainan biokimia dan kelainan fungsi. 
 Tetapi saat ini masih ditemukan sel secara fungsional terganggu namun secara
morfologis tidak memberikan petunjuk adanya kerusakan. 
4. Pengurangan massa atau penyusutan
 Pengurangan ukuran sel jaringan atau organ disebut atropi.lebih kecil dari normal. 
Bentuk reaksi sel jaringan organ / system tubuh terhadap jejas : berdasarkan
perubahan fungsi atau struktur sel :
5. retrogresif, jika terjadi proses kemunduran (degenerasi/ kembali kearah yang kurang
kompleks).
6. Progresif, (berkelanjutan, berjalan terus keadaan yang lebih buruk untuk penyakit)
7. Adaptasi (penyesuaian) : atropi, hipertropi, hiperplasi, metaplasi

B. Morfologi Jejas:
 1. Pada jejas reversible :
- Membran sel menggelembung
- Pembengkakan umum (sitoplasma)
- Penggumpalan kromatin inti
- Autofagi oleh lisosom
- Penggumpalan partikel intramembran
- Pembengkakan ER
- Kebocoran ribosom
- Pembengkakan mitokondria
- Pemadatan kecil-kecil pada mitokondria
 
2. Pada jejas irreversible
 - Kelainan (defek) membrane sel 
 - Gambaran myelin pada membrane sel
 - Inti mengalami : piknosis atau kariolisis atau karioreksis
 - Lisosom pecah dan autolisis
 - Lisis ER
 - Pembengkakan mitokondria menurun
  - pemadatan besar pada mitokondria.

Degenerasi
Yaitu keadaan terjadinya perubahan biokimia intraselular yang disertai perubahan
morfologik akibat jejas non fatal pada sel.
“Reaksi sel terhadap jejas yang masih reversible” 

Pada degenerasi terjadi proses:


Penimbunan (storage) atau akumulasi cairan atau zat dalam organel sel.
Secara mikroskopik akan tampak :
- Pembengkakan sel, jika sel tidak mampu mempertahankan homeostatis ion dan
cairan.
- Perubahan berlemak ( terutama pada sel-sel yg terlibat dan tergantung pd
metabolisme lemak : hepatosit dan sel-sel miokardium)
Bentuk perubahan degeneratif sel :
3. Pembengkakan sel 
 pembengkakan sel. influk air ke dalam sel  peningkatan konsentrasi Na 
kemampuan memompa ion Na menurun  Gangguan metabolisme pembentukan energi
dan Kerusakan membrane sel
Sel membengkak, sitoplasma keruh atau granuler kasar disebut juga degenerasi
bengkak keruh (claude swelling). kelainan metabolisme tahap ini sering dijumpai pada
sel tubulus proksimal ginjal, hati dan jantung, dalam prodorma infeksi.
 edema intrasel. Komponen dominant pada proses ini adalah albumin, sehingga
kemunduran sel yg terjadi disebut degenerasi albumin. peningkatan tekanan osmosis
Pada sel ditemukan kerusakan reticulum endoplasma dan filament mitokondria dan
terbentuk fragmen-partikel yg mengandung unsur lipid dan protein (albumin)
Degenerasi bengkak keruh dan degenersi albumin tersebut masih reversible.
 kemunduran ini disebut degenarasi vakuoler atau degenerasi hidrofik. Umumnya masih
bersifar reversible.Jika hal ini berlanjut maka akan terjadi pembengkakan vesikel ,
akan tampak vakaula intra sel
 tampak pembesaran jaringan atau organ. Gambaran makroskopik pembengkakan sel
4. Penimbunan lipid intra sel
Secara mikroskopis, sitoplasma dari sel-sel yg terkena tampak bervakuola, vakaoula
berisi lipid.
 inti sel terdesak ke satu sisi dan sitoplasma diduduki oleh satu vakuola besar yg berisi
lipid.Misal : pada hati banyak lipid yg tertibun di dalam sel
Hati yang terserang hebat akan berwarna kuning cerah, jika disentuh terasa berlemak.
Jenis perubahan ini disebut perubahan berlemak atau degenerasi lemak. Atau infiltrasi
lemak 
 Penyebab penimbunan lemak pada hati : 
- lipid berlebihan melampau kemampuan metabolisme lemak oleh hati.
- Malnutrisi, mengganggu sintesis lipoprotein .  
- Hipoksia sel
- Alcohol. Meracuni sel hati
Perubahan degeneratif cenderung melibatkan sitoplasma sel, sedangkan nucleus
mempertahankan integritas sel selama sel tdk mengalami cidera letal.
 Infiltrasi 
Bentuk retrogresi dgn penimbunan metabolit sistemik pada sel normal (tdk mengalami
jejas langsung seperti pd degenerasi).
Dalam keadaan normal zat metabolit (glukosa, lipid, asam amino) berada dal
sitoplasma, jika zat metabolit tersebut melampaui batas maka sel akan pecah. 
Nekrosis/kematian sel
“Sebuah atau sekelompok sel atau jaringan mati pada hospes yang hidup. Merupakan
kematian sel local.”
“ Perubahan morfologi sebagai akibat tindakan degradasi progresif oleh enzim-enzim
sel yg terjejas letal.”
 sel mati. sel tidak lagi mampu mengkompensasi dan tidak dapat melangsungkan
metabolisme Jika cedera cukup hebat maka sel akan mencapai suatu titik “ point of no
renturn”
Dua proses penting yg menunjukan perubahan nekrosis : yaitu :
a. Digestif enzimatik sel, baik autolisis (dimana enzim berasal dari sel mati) atau
heterolysis ( enzim berasal dari leukosit). Sel mati dicerna dan sering meninggalkan
cacat jaringan yg diisi oleh leukosit imigran dan menimbulkan abses.  
b. Denaturasi protein, jejas atau asidosis intrasel menyebabkan denaturasi protein
struktur dan protein enzim sehingga menghambat proteolisis sel sehingga untuk
sementara morfologi sel dipertahankan. 
Dua bentuk nekrosis
 Jika proses digestif enzimatik sel lebih menyolok pada sel nekrotik akan terjadi
nekrosis lekuefaktif.
 Jika denaturasi protein lebih menyolok akan terjadi nekrosis koagulatif
c. Perubahan yg terjadi pada jaringan yg mati.
 melarutkan berbagai unsur sel.  keluar diantaranya enzim bersifat litik  Dari
sel/jaringanyg mati 
 timbul reaksi peradangan Jaringan sekitar memberikan respon terhadap peruabahan
terserbut 
 Pengiriman sel darah putih ke jaringan yg mati membantu pencernaan sel-sel yg mati
Perubahan sel dan jaringan nekrotik
Perubahan morfologis pada sel nekrosis. :
 inti sel menyusut dan batasnya tidak teratur dan warnanya gelap.1. Piknosis (selnya
disebut piknotik) : gumpalan kecil yg hiperkromatik,
2. Karioreksis: inti sel hancur, serta terdapat pecahan2 zat kromatin di sitoplasma. 
 sel hilang .3. Kariolisis
Penampilan morfologis jaringan nekrotik:
 paling sering dijumpai.1. Nekrosis Koagulatif ( pada nekrosis akibat hilangnya suplai
darah): Jika enzim litik sel mati dihambat oleh keadaan local maka sel nekrotik akan
mempertahankan bentuknya selam beberapa waktu.
  Contoh : pada infark miokardium
2. Nekrosis liquefaktiva: jaringan nekrotik sedikit demi sedikit mencair oleh enzim.
Sering terjadi pada otak yang nekrotik
 tampak seperti lobang berisi cairan  
  Contoh pada sel mati hipoksia pada susunan saraf pusat.
3. Nekrosis kaseosa, Sel-sel nekrotik hancur tetapi pecahan-pecahan sel nya tetap ada
selam betahun-tahun. . missal pada tuberculosis.
4. Nekrosis lemak , akibat trauma langsung pd jaringan lemak. Sering pada payu dara.
 (bukan proses nekrosis sejati) pengendapan fibrin pd jaringan . Misal masa fibrin pd
dinding atriol akbat rembesan plasma darah ke dalam lapisan media.5. Nekrosis
fibrinoid.,
Perkembangan Jaringan Nekrotik  
 timbul respon peradangan Nekrosis jaringan
jaringan nekrotik hancur dan hilang.
Proses perbaikan dgn regenerasi sel-sel yg hilang 
 atau dgn pembentukan jaringan parut
 ditutup oleh kapsula jaringan fibrosa dan diisi oleh garam2 kalsium yg diendapkan dari
darah (kalsifikasi)  timbul tukak , jika jar nekrotik tidak dibuang maka Misal : nekrotik
epitel sal cerna
 pengerasan
Akibat nekrosis
1. Kehilangan fungsi : missal :deficit neurologis
 penyebaran2. Menjadi fous infeksi, medium pembiakan mikroorganisme tertentu
3. Perubahan2 sistemik tertentu : demam, leukositosis
4. pengeluaran enzim-enzim yg dikandungnya ke dalam darah akibat sel mati dan
peningkatan permiabelitas membhran.

Ganggren 
Yaitu :Nekrosis koagulatif, biasanya disebabkan oleh tdk adanya suplai darah, disertai
pertumbuhan bakteri saprofit.
 Timbul pada jaringan terbuka terhadap bakteri yg hidup.
 Sering dijumpai pada ektremitas atau segmen usus

Klasifikasi :
 sering pada ektremitas, kadang2 jaringan berwarna hitam dan mengkerut dari suatu
daerah ganggren, biasa ditemukan pada jari 2 penderita DM1. G. Kering, bila lebih
menggambarkan nekrosis koagulatif
2. G. Basah, jika ada invasi kuman yg mengakibatkan lekuefaksi
 Suatu daerah diamana terdapat jar yg mati yg cepat perluasannya. 
 Sering ditemukan pd organ2 dalam lambung, paru atau tungkai
 Berkaitan dgn invasi bakteri pd jar tersebut
 Menimbulkan bau yg tdk sedap
 Dapat timbul dari ganggren kering.

3. G. Gas
Jenis gangren khusus terjadi sebagai respon terhadap infeksi bateri clostridium. 
Sering terjadi setelah trauma, cepat meluas dan mematikan.
Kematian somatic dan perubahan post mortem
 “ terhentinya kehidupan , seluruh organ vital berhenti bekerja.”• Mati
• Berbeda dgn mati suri dan koma
 “ keadaan dimana seluruh aktivitas sel vital berhenti”• Kematian somatik
Perubahan postmortem , yaitu perubahan – perubahan tertentu yg terjadi setelah
kematian. sbb
 suhu bandan mendekati suhu lingkugan, akbat terhentinya metbolisme tubuh1. Algor
mortis
2. Rigor mortis (kaku mayat) 
 Akibat proses aglutinasi dan presipitasi protein otot. Dimulai dari otot volunter atas.
Terjadi 2 – 3 jam setelah kematian
3. Livor mortis (lembam mayat), 
 warna merah tua keunguan akbat proses haemolisis darah yg terkumpul di bag bawah
posisi mayat pertama terletak atau otolisis postmortem akibat ezim local yg dikeluarkan
jaringan.
 sehingga dr dpt menganggap klien mati walaupun jantung dan paru dapat dijalankan
terus secara buatan.Note : pada saat ini kematian somatic menyangkut kegiatan SSP,
Jika otak mati maka keg listrik berhenti dan elektroensfalogram nya menjadi datar

Nekrosis

Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian


Perubahan struktural sel yang mengalami nekrosis dan apoptosis

Nekrosis (dari bahasa yunani νέκρωσις "kematian, tahap kematian, tindak


pembunuhan" dari νεκρός "mati") adalah bentuk cedera sel yang mengakibatkan
kematian prematur sel-sel pada jaringan hidup dengan autolisis.[1]

Nekrosis disebabkan oleh faktor-faktor eksternal sel atau jaringan, seperti infeksi,
racun, atau trauma yang mengakibatkan pencernaan tidak teratur komponen-komponen
sel.

Sebaliknya, apoptosis adalah penyebab terprogram alami dan tertarget kematian sel.

Sementara apoptosis sering memberikan efek menguntungkan bagi organisme,


nekrosis hampir selalu merugikan dan bisa berakibat fatal.

Kematian seluler akibat nekrosis tidak mengikuti jalur transduksi sinyal apoptosis;
berbagai reseptor diaktifkan mengakibatkan hilangnya integritas membran sel dan rilis
tidak terkendali produk kematian sel ke ruang ekstraseluler.

Peristiwa ini memicu respons inflamasi di jaringan sekitar, menarik leukosit serta fagosit
yang dekat menghabisi sel-sel mati dengan fagositosis. Namun, zat-zat pengrusak
mikrob yang dirilis oleh leukosit akan membuat kerusakan tambahan pada jaringan di
sekitarnya.[2] Kerusakan tambahan yang berlebihan ini menghambat proses
penyembuhan. Dengan demikian, nekrosis yang tidak ditangani menghasilkan timbunan
jaringan dan debris sel mati yang membusuk pada atau dekat lokasi kematian sel.
Contoh klasik yaitu gangren. Untuk alasan ini, sering kali diperlukan menghilangkan
jaringan nekrotik melalui pembedahan, prosedur yang dikenal sebagai debridemen.

Klasifikasi

Tanda struktural yang menunjukkan cedera sel ireversibel dan perkembangan nekrosis
termasuk gumpalan padat dan gangguan progresif material genetik, serta gangguan
pada membran sel dan organel.[3]

Pola morfologi

Ada enam pola morfologi khas nekrosis:[4]

1. Nekrosis koagulatif bercirikan formasi substansi gelatin (seperti gel) pada


jaringan mati yang mana arsitektur jaringan bertahan dan dapat diamati dengan
mikroskop cahaya. Koagulasi terjadi akibat denaturasi protein, menyebabkan
albumin bertransformasi ke keadaan kaku dan tak tembus cahaya. Pola nekrosis
ini khas terlihat pada lingkungan hipoksik (rendah oksigen), seperti infark.
Nekrosis koagulatif terjadi utamanya pada jaringan seperti ginjal, jantung, dan
kelenjar adrenalin. Iskemia parah umumnya menyebabkan nekrosis bentuk ini. [5]
2. Nekrosis likuifaktif (atau nekrosis kolikuatif), berlawanan dengan nekrosis
koagulatif, bercirikan pencernaan sel mati membentuk badan cairan kental. Ciri
ini tipikal dari infeksi bacteri, atau kadang jamur, karena kemampuan mereka
memacu respons peradangan. Badan cairan nekrotik sering kali kuning krem
karena keberadaan leukosit mati dan umumnya dikenal sebagai pus. Infark
hipoksik di otak ada dalam tipe ini; karena otak mengandung sedikit jaringan
penghubung tetapi lemak dan enzim pencerna dalam jumlah banyak, sel dapat
langsung dicerna oleh enzim mereka sendiri.
3. Nekrosis gangren dapat dipandang sebagai jenis nekrosis koagulatif yang
menyerupai jaringan termumifikasi. Jenis ini khas iskemia tungkai bawah dan
saluran gastrointestinal. Jika infeksi superimposisi jaringan mati terjadi, nekrosis
likuifaktif berikutnya (gangren basah)[6]
4. Caseous necrosis dapat diaggap sebagai kombinasi nekrosis koagulatif dan
likuifaktif, khas akibat mikobakteria (misalnya tuberkulosis), jamur dan beberapa
zat asing. Jaringan nekrotik tampak putih dan rapuh, seperti gumpalan keju. Sel
mati hancur tetapi tidak sepenuhnya dicerna, partikel granular tersisa.
Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan debris granular amorphous yang tertutup
dalam batas peradangan khusus. Granuloma bercirikan ini.[7]
5. Nekrosis lemak adalah nekrosis khusus jaringan lemak, akibat aktivitas lipase
teraktivasi pada jaringan lemak seperti pankreas. Pada pankreas kondisi ini
berujung pada pankreatitis akut, keadaan di mana enzim pankreas bocor ke
rongga peritoneal, dan mencairkan membran dengan membelah ester trigliserida
menjadi asam lemak melalui saponifikasi lemak. Kalsium, magnesium, atau
natrium dapat berikatan dengan jejas ini memproduksi zat putih kapur. Deposit
kalsium secara mikroskopik terpisah dan bisa jadi cukup besar tampak pada
pemeriksaan radiografik. Secara kasat mata, deposit kalsium kelihatan sebagai
bintik-bintik putih berpasir.
6. Nekrosis fibrinoid adalah bentuk khusus nekrosis yang biasanya disebabkan oleh
kerusakan pembuluh darah termediasi-imun. Kondisi ini ditandai oleh kompleks
antigen and antibodi, kadang disebut sebagai “kompleks imun” yang terdeposit
dalam dinding arteri bersama fibrin.

Klasifikasi klinis lain nekrosis

1. Ada juga bentuk sangat spesifik nekrosis seperti gangren (istilah yang digunakan
dalam praktik klinis untuk tungkai yang mengalami hipoksia berat), nekrosis
gumatus (karena infeksi spirochaetal) dan nekrosis hemoragik (karena
penyumbatan drainase vena dari organ atau jaringan).
2. Beberapa gigitan laba-laba dapat menyebabkan nekrosis. Di Amerika Serikat,
hanya gigitan laba-laba pertapa coklat (genus Loxosceles) dipastikan berlanjut
pada nekrosis. Di negara-negara lain, laba-laba dari genus yang sama, seperti
pertapa Chili pertapa di Amerika Selatan, juga diketahui menyebabkan nekrosis.
Klaim bahwa laba-laba kantung kuning dan laba-laba hobo memiliki venom
nekrotik belum terbukti.
3. Pada tikus tanah buta (genus Spalax), proses nekrosis menggantikan peran
sistematis apoptosis yang biasanya digunakan oleh banyak organisme. Kondisi
rendah oksigen, seperti yang umum di sarang tikus tanah buta, biasanya
menyebabkan sel mengalami apoptosis. Dalam adaptasi terhadap
kecenderungan tinggi kematian sel, tikus tanah buta berkembang dengan mutasi
pada protein penekan tumor p53 (yang juga digunakan oleh manusia) untuk
mencegah sel mengalami apoptosis. Pasien kanker manusia memiliki mutasi
serupa, dan tikus tanah buta dianggap lebih rentan terhadap kanker karena sel
mereka tidak dapat mengalami apoptosis. Namun, setelah waktu tertentu (dalam
waktu 3 hari menurut studi yang diadakan di University of Rochester), sel tikus
tanah buta melepaskan interferon-beta (yang sistem kekebalan tubuh biasanya
gunakan untuk melawan virus) dalam merespons proliferasi berlebihan sel yang
disebabkan oleh penekanan apoptosis. Dalam hal ini, interferon-beta memicu sel
mengalami nekrosis, dan mekanisme ini juga membunuh sel-sel kanker pada
tikus tanah buta. Karena mekanisme penekanan tumor seperti ini, tikus tanah
buta dan spalacid lain kebal terhadap kanker. [8][9]

Penyebab
Luka tungkai nekrotik kartunis Jeffrey Rowland, disebabkan oleh gigitan laba-laba
pertapa coklat

Nekrosis dapat terjadi karena faktor eksternal atau internal.

Faktor eksternal dapat meliputi trauma mekanik (kerusakan fisik tubuh yang
menyebabkan kerusakan seluler), kerusakan pembuluh darah (yang dapat
mengganggu suplai darah ke jaringan terkait), dan iskemia.[10] Efek termal (suhu sangat
tinggi atau rendah) dapat mengakibatkan nekrosis akibat gangguan pada sel.

Pada frostbite, kristal terbentuk, meningkatkan tekanan jaringan dan cairan tersisa
sehingga sel meledak. Di bawah kondisi ekstrem jaringan dan sel mati melalui proses
penghancuran membran dan sitosol yang tak teregulasi. [11]

Faktor internal yang menyebabkan nekrosis meliputi: gangguan trophoneurotic; cedera


dan kelumpuhan pada sel saraf. Enzim pankreas (lipase) adalah penyebab utama
nekrosis lemak.

Nekrosis dapat diaktifkan oleh komponen sistem kekebalan tubuh, seperti sistem
komplemen; racun bakteri; sel pembunuh alami yang teraktifkan, dan makrofag
peritoneal. Program nekrosis terinduksi-patogen dalam sel dengan pembatas imunologi
(mukosa usus) dapat mengurangi invasi patogen melalui permukaan yang dipengaruhi
oleh peradangan. Racun dan patogen dapat menyebabkan nekrosis; racun seperti bisa
ular dapat menghambat enzim dan menyebabkan kematian sel. Luka nekrotik juga
dihasilkan oleh sengatan Vespa mandarinia.[12]

Kondisi patologis ditandai oleh kurangnya sekresi sitokin. Oksida nitrat (NO) dan
spesies oksigen reaktif (ROS) juga disertai dengan kematian nekrotik sel. Contoh klasik
kondisi nekrotik yaitu iskemia yang mengarah ke penipisan drastis oksigen, glukosa,
serta faktor trofik lain dan menginduksi kematian nekrotik masif sel endotel dan sel yang
tidak berproliferasi dari jaringan sekitarnya (neuron, kardiomiosit, sel ginjal, dll.). Data
sitologi baru-baru ini menunjukkan bahwa kematian nekrotik terjadi tidak hanya selama
peristiwa patologis tetapi juga merupakan komponen dari beberapa proses fisiologis.

Kematian terinduksi aktivasi limfosit-T utama dan konstituen penting lain dari respons
kekebalan tubuh adalah bebas-caspase dan nekrotik secara morfologi; oleh karena itu,
peneliti masa kini telah menunjukkan bahwa terjadinya kematian sel nekrotik dapat
terjadi tidak hanya selama proses patologis tetapi juga selama proses normal seperti
pembaharuan jaringan, embriogenesis, dan respons kekebalan tubuh.

Patogenesis

Sampai baru-baru ini, nekrosis dianggap sebagai proses tak teregulasi. [13] Ada dua jalur
nekrosis dapat terjadi pada suatu organisme.

Yang pertama awalnya melibatkan onkosis, di mana pembengkakan sel terjadi. Sel
kemudian mulai blebbing, yang diikuti oleh piknosis, di mana penyusutan inti terjadi.
Dalam langkah akhir dari jalur ini inti terlarut dalam sitoplasma, disebut sebagai
kariolisis.

Jalur kedua adalah bentuk sekunder nekrosis yang ditampilkan terjadi setelah apoptosis
dan budding. Perubahan seluler nekrosis terjadi pada bentuk sekunder apoptosis ini, di
mana inti pecah menjadi fragmen, dikenal sebagai karioreksis.

Perubahan seluler

Perubahan nukleus nekrosis, dan karakteristik perubahan ini ditentukan dengan cara di
mana DNA-nya rusak:

 Kariolisis: kromatin inti menghilang karena kerusakan DNA oleh degradasi.


 Piknosis: nukleus menyusut dan kromatin mengalami kondensasi.
 Karioreksis: nukleus (inti) yang menyusut menjadi fragmen untuk
menyelesaikan pembubaran.

Perubahan plasma juga terlihat pada nekrosis. Membran plasma muncul terputus-putus
bila dilihat dengan mikroskop elektron. Membran terputus-putus ini disebabkan oleh
blebbing sel dan hilangnya mikrovili.

Pengobatan

Ada banyak penyebab nekrosis; pengobatan berdasar bagaimana nekrosis muncul.


Pengobatan nekrosis biasanya melibatkan dua proses yang berbeda: Biasanya,
penyebab dari nekrosis harus ditangani sebelum jaringan mati itu sendiri dapat diatasi.
 Debridemen, mengacu pada penghilangan jaringan mati dengan peralatan
bedah atau non-bedah, adalah terapi standar untuk nekrosis. Bergantung pada
keparahan nekrosis, cara ini dapat berkisar dari penghapusan potongan kecil
kulit sampai amputasi penuh anggota tubuh atau organ yang terkena.
Penghapusan kimiawi jaringan nekrotik adalah pilihan lain di mana agen
debridisasi enzimatik, dikategorikan proteolitik, fibrinolitik atau kolagenase,
digunakan untuk menarget berbagai komponen jaringan yang mati. [14] Pada
kasus tertentu, terapi belatung khusus menggunakan larva Lucilia sericata
digunakan untuk mengangkat jaringan dan infeksi nekrotik. [15]
 Dalam kasus iskemia, yang meliputi infark miokard, pembatasan pasokan darah
ke jaringan menyebabkan hipoksia dan penciptaan spesies oksigen reaktif
(ROS) yang bereaksi dengan, dan merusak protein dan membran. Penanganan
antioksidan dapat diterapkan untuk mengais ROS.[16]
 Luka yang disebabkan oleh agen fisik, termasuk trauma fisik dan luka bakar
kimia, dapat diobati dengan antibiotik dan obat anti-inflamasi untuk mencegah
infeksi bakteri dan peradangan. Menjaga luka bersih dari infeksi juga mencegah
nekrosis.
 Agen kimia dan beracun (misalnya obat farmasi, asam, basa) bereaksi dengan
kulit menyebabkan rusaknya kulit dan pada akhirnya nekrosis. Pengobatan
meliputi identifikasi dan penghentian agen berbahaya tersebut, diikuti oleh
pengobatan luka, termasuk pencegahan infeksi dan mungkin penggunaan terapi
imunosupresif seperti obat anti-inflamasi atau imunosupresan. [17] Dalam contoh
gigitan ular, penggunaan anti-venom menghentikan penyebaran racun
sementara menerima antibiotik untuk menghambat infeksi.[18]

Bahkan setelah penyebab awal nekrosis dihentikan, jaringan nekrotik akan tetap dalam
tubuh. Respons kekebalan tubuh untuk apoptosis, yang meliputi pengrusakan otomatis
dan daur ulang material seluler, tidak dipicu oleh kematian sel nekrotik karena jalur
apoptosis dinonaktifkan

Gangrene

Gangrene adalah kondisi jaringan tubuh yang mati akibat tidak mendapat pasokan
darah yang cukup atau akibat infeksi bakteri yang berat. Kondisi serius ini umumnya
terjadi di tungkai, jari kaki, atau jari tangan, namun juga bisa terjadi pada otot serta
organ dalam. Gangrene adalah kondisi serius yang bisa mengarah ke amputasi hingga
kematian.
Gangrene terbagi ke dalam beberapa jenis, di antaranya adalah:

 Gangrene kering. Kulit kering dan mengerut dengan warna kulit cokelat, biru,
atau hitam adalah ciri gangrene kering. Gangrene ini terjadi secara bertahap,
dan umumnya menimpa penderita penyakit arteri perifer.
 Gangrene basah. Gangrene ini umumnya menimpa penderita diabetes yang
tidak sadar saat mengalami luka di kaki. Gangrene basah juga bisa terjadi pada
seseorang yang mengalami luka bakar atau frostbite. Ciri gangrene basah
adalah kulit bengkak, melepuh, dan terlihat basah. Jika tidak segera ditangani,
gangrene basah bisa menyebar dan akan berakibat fatal.
 Gangrene gas. Gangrene gas umumnya menyerang jaringan otot. Pada
awalnya, kulit penderita gangrene gas terlihat normal. Namun seiring waktu, kulit
akan terlihat pucat lalu berubah menjadi ungu kemerahan, kemudian gelembung
udara akan terbentuk. Gangrene gas umumnya disebabkan oleh bakteri
Clostridium perfringens, yang berkembang pada luka akibat bedah atau cedera
yang mengeluarkan banyak darah. Infeksi tersebut menghasilkan racun yang
melepaskan gas dan menyebabkan kematian jaringan. Sama seperti gangrene
basah, gangrene gas juga bisa berakibat fatal jika tidak segera ditangani.
 Gangrene internal, yaitu gangrene yang terjadi akibat terhambatnya aliran
darah ke organ dalam tubuh, seperti usus atau empedu. Gangrene internal bisa
menyebabkan demam serta nyeri hebat, dan bisa berbahaya jika tidak cepat
ditangani.
 Gangrene Fournier. Gangrene ini menyerang daerah genital atau kelamin, dan
kebanyakan penderitanya adalah Kondisi ini umumnya terjadi karena infeksi
pada area kemaluan atau saluran kemih, yang menyebabkan pembengkakan
dan nyeri pada kemaluan.
 Gangrene Meleney. Jenis gangrene ini tergolong langka, yang terjadi 1-2
minggu pasca operasi.

Gejala Gangrene

Gejala gangrene sangat beragam, tergantung pada penyebab yang mendasarinya.


Gangrene bisa menyerang bagian tubuh mana pun, namun umumnya terjadi pada kaki
atau tangan. Gejala gangrene meliputi:

 Perubahan warna pada kulit menjadi biru, merah, ungu, atau bahkan hitam,
tergantung jenis gangrene yang dialami.
 Nyeri hebat yang muncul mendadak pada area yang terserang, diikuti sensasi
kebas.
 Muncul bengkak dan lepuhan pada kulit, disertai keluarnya nanah dari lepuhan.
 Kulit yang terserang gangrene tampak pucat dan terasa dingin bila disentuh.
Sangat jelas terlihat, berbeda dengan area kulit yang sehat.
 Pada gangrene gas atau gangrene internal yang menyerang jaringan di bawah
kulit, penderita akan mengalami pembengkakan disertai nyeri pada area yang
terdampak. Selain itu, penderita juga akan mengalami demam.

Bakteri penyebab infeksi gangrene juga bisa menyebar ke seluruh tubuh. Kondisi
tersebut disebut dengan sepsis dan dapat menimbulkan gejala tekanan darah rendah,
demam, gangguan irama jantung, sesak napas, dan pusing.

Penting bagi seseorang yang mengalami berbagai gejala di atas untuk segera
memeriksakan diri ke dokter, mengingat gangrene adalah kondisi yang serius.

Penyebab Gangrene

Gangrene bisa disebabkan oleh tiga hal, yaitu:


 Kekurangan aliran darah. Darah mengandung sejumlah senyawa yang
dibutuhkan tubuh, antara lain oksigen, nutrisi, serta antibodi. Kekurangan
senyawa penting tersebut bisa membuat sel-sel tubuh mati.
 Infeksi. Bakteri yang dibiarkan berkembang terlalu lama bisa menimbulkan
infeksi dan menyebabkan gangrene.
 Luka. Luka parah, seperti luka akibat tembakan atau cedera akibat kecelakaan
mobil, bisa menyebabkan bakteri tumbuh dan menyerang jaringan di dalam kulit.

Faktor Risiko Gangrene

Ada beberapa kondisi yang bisa meningkatkan risiko seseorang terserang gangrene,
yaitu penyakit Raynaud, aterosklerosis, diabetes, hernia, usus buntu, dan penyakit
penggumpalan darah. Faktor lain yang juga dapat meningkatkan risiko gangrene
adalah:

 Sistem kekebalan tubuh rendah akibat kondisi kesehatan atau pengobatan


kanker.
 Frostbite, cedera kepala, luka bakar, atau gigitan binatang.
 Mengalami kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan pada jaringan tubuh.
 Baru menjalani operasi.
 Merokok, mengonsumsi alkohol, dan menggunakan narkoba suntik.

Diagnosis Gangrene

Pada tahap awal pemeriksaan, dokter akan mengecek kondisi fisik dan luka pasien,
serta menanyakan riwayat kesehatan pasien dan keluarganya. Untuk memastikan
diagnosis, dokter akan menyarankan pemeriksaan lebih lanjut, seperti:

 Tes darah. Jumlah sel darah putih yang tinggi bisa menjadi tanda adanya
infeksi. Tes darah juga dilakukan untuk mengecek apakah ada bakteri atau
kuman di dalam darah.
 Tes pencitraan. Foto Rontgen, CT scan atau MRI dilakukan untuk melihat
kondisi organ dalam, dan untuk mengetahui sejauh mana gangrene menyebar.
Tes ini juga bisa membantu dokter mengetahui apakah ada gas di bawah kulit.
Selain 3 tes ini, ada juga tes angiografi, yaitu tes untuk melihat adanya arteri
yang tersumbat.
 Bedah. Tindakan operasi bisa dilakukan untuk mengetahui luasnya penyebaran
gangrene pada tubuh. Prosedur ini didahului dengan pemberian obat bius.
 Kultur cairan dan jaringan. Dokter akan mengambil sampel cairan dan jaringan
kulit untuk diperiksa apakah mengandung bakteri Clostridium perfringens atau
tidak. Dokter juga bisa melihat sampel jaringan melalui mikroskop untuk mencari
tahu kemungkinan adanya sel yang mati.

Pengobatan Gangrene

Jaringan yang rusak akibat gangrene sudah tidak bisa lagi diperbaiki, namun ada
beberapa tindakan yang bisa dilakukan untuk mencegah gangrene berkembang. Dokter
akan memilih dari beberapa tindakan berikut ini, tergantung dari keparahan gangrene
yang dialami pasien.

Operasi. Langkah ini dilakukan untuk mengangkat jaringan mati, sehingga penyebaran
gangrene bisa dicegah, dan memungkinkan jaringan yang sehat untuk pulih. Bila
memungkinkan, operasi untuk memperbaiki pembuluh darah akan dilakukan. Tindakan
tersebut untuk memperlancar aliran darah ke area yang terserang gangrene.

Pencangkokan kulit bisa dilakukan untuk memperbaiki kulit yang rusak akibat gangrene.
Namun pada kasus gangrene yang parah, pasien terpaksa harus menjalani amputasi.

Antibiotik. Dokter bisa memberikan antibiotik dalam bentuk obat minum atau infus
untuk menangani infeksi gangrene.

Terapi oksigen hiperbarik. Terapi ini menggunakan ruangan seperti tabung dengan
tekanan tinggi dan hanya terdapat gas oksigen. Tekanan oksigen yang kuat akan
membuat darah membawa lebih banyak oksigen, sehingga memperlambat
perkembangan bakteri dan membantu luka untuk cepat pulih.

Pencegahan Gangrene

Beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mencegah gangrene adalah:

 Bagi penderita diabetes, pastikan untuk selalu memerhatikan kondisi kaki


apakah terdapat luka atau tanda-tanda infeksi, seperti bengkak, kemerahan, dan
keluar cairan. Usahakan juga mengatur kadar gula darah.
 Jika berat badan Anda berlebih, cobalah untuk menguranginya. Berat badan
yang ideal bisa mencegah diabetes dan penyempitan pembuluh darah.
 Hentikan kebiasaan merokok agar tidak terjadi kerusakan pembuluh darah.
 Cegah infeksi dengan selalu membersihkan luka terbuka dengan air dan sabun,
serta jaga luka tetap kering hingga sembuh.
 Waspada jika suhu lingkungan menurun. Frostbite bisa mengurangi aliran darah
ke area yang luka dan memicu gangrene. Segera ke dokter jika kulit menjadi
pucat, dingin, dan kaku setelah terpapar suhu dingin dalam waktu lama.
nekrosis dan kematian sel

1. 1. NEKROSIS & KEMATIAN SEL By Robby Candra Purnama, S.Farm., M.Kes.,


Apt.
2. 2. MEKANISME ADAPTASI, KERUSAKAN DAN KEMATIAN SEL  Sel
melakukan adaptasi terhadap stressor dari luar diantaranya dengan melakukan
respon: - Hypertrophy - Hyperplasia - atrophy dan - Metaplasia  Jika usaha
adaptasi tersebut tidak berhasil maka dapat menyebabkan kerusakan sel
3. 3. DIAGRAM RESPON SEL
4. 4. • Bagi sel yang kerusakannya reversibel, maka sel itu dapat kembali berfungsi
seperti sedia kala,namun bagi sel yang mengalami kerusakan secara
irreversibel, maka sel itu akan mengalami kematian sel • Kematian sel dapat
disebabkan oleh beberapa kejadian, diantaranya ischemia, infeksi, toksin dan
reaksi imun • Kematian sel juga merupakan salah satu proses yang normal
terjadi pada fase embriogenesis, perkembangan organ dan pengaturan
homeostasis.
5. 5. HIPERTROPI • Peningkatan besar sel yang mengakibatkan perbesaran organ.
• Tidak terdapat sel baru, hanya mengalami perbesaransel, perbesaran terjadi
karena peningkatan jumlah struktur protein dan organel sel. • Bisa terjadi secara
fisiologis ataupun patologis, bisa juga terjadi karena stimulus dari peningkatan
hormon tertentu. • Ex: perbesaran uterus karena stimulus dari estrogen sehingga
terjadi hiperplasi dan hipertropi.
6. 6. HIPERTROPI PADA UTERUS
7. 7. HIPERPLASI  proses adaptasi dengan melakukan replikasi sel, sehingga
penambahan jumlah sel membuat organ membesar.  Hiperplasi bisa secara
fisiologis dan patologis (ex: cancer).  Hipertropi secara fisiologis dibagi menjadi
2: o Hormonal hyperplasia. Ex: selama masa kebuntingan dan pubertas o
Compensatory hyperplasia. Ex: kematian jaringan hati
8. 8. ATROPI • Pengecilan ukuran dari sel yang disebabkan oleh karena sel
kehilangan substansi sel, sehingga menyebabkan berkurangnya ukuran organ. •
Atropi memungkinkan terjadinya menurunnya fungsi sel, namun bukan
merupakan kematian sel. • Atropi terjadi akibat penurunan dari sintesis protein
dan peningkatan degenersi protein di dalam sel. • Penyebab atropi diantaranya
bisa karena kehilangan inervasi, kekurangan suplai darah, kekurangan nutrisi,
kehilangan stimulasi endokrin, dan aging.
9. 9. ATROPI OTAK
10. 10. METAPLASIA • Perubahan reversibel dari fenotip sel yang digantikan oleh
tipe sel yang lain • Sering terjadi karena iritasi yang terjadi secara kronis. • Pada
kondisi ini sel yang mengalami adaptasi digantikan oleh tipe sel lain yang lebih
bisa menghadapi stresor. • Terjadi akibat genetik "reprogramming"
11. 11. KERUSAKAN SEL YANG REVERSIBEL • Pada stadium awal terjadinya
kerusakan atau pada kerusakan ringan, kerusakan fungsi dan morfologi akan
dapat kembali normal jika penyebab dari kerusakan tersebut dihilangkan. • Pada
stadium ini meskipun terjadi kerusakan sel secara signifikan, namun tidak terjadi
kerusakan baik pada membran sel maupun pada pada inti.
12. 12. KEMATIAN SEL • Pada kerusakan yang terjadi secara terus menerus, maka
kerusakan tersebut menjadi irreversibel dan akhirnya sel tidak memiliki
kemampuan untuk memperbaiki kerusakan sehingga menyebabkan sel mati. •
Ada 2 macam kematian sel, yang dibedakan dari morfologi, mekanisme dan
perubahan fisiologis dan penyakit, yaitu apoptosis dan nekrosis.
13. 13. APOPTOSIS • Kematian sel oleh sel itu sendiri yang disebabkan oleh growth
factor atau DNA sel atau protein yang dihancurkan dengan maksud perbaikan. •
Memiliki karakteristik sel dimana inti sel mengalami pemadatan dan tidak terjadi
kerusakan membran sel. • Apoptosis memerlukan sintesis aktif RNA dan protein
dan merupakan suatu proses yang memerlukan energi • Secara morfologis,
proses ini ditandai oleh pemadatan kromatin di sepanjang membran inti
14. 14. APOPTOSIS SEL HATI OLEH VIRUS HEPATITIS Sel mengalami
pengurangan ukuran dan sitoplasmanya berwarna eosinophilic terang serta
nukleusnya mengalami kondensasi
15. 15. NEKROSIS  terjadi kerusakan membran, lisososm mengeluarkan enzim ke
sitoplasma dan menghancurkan sel, isi sel keluar dikarenakan kerusakan
membran plasma dan mengakibatkan reaksi inflamatori.  Nekrosis adalah
pathway yang secara umum terjadi pada kematian sel yang diakibatkan oleh: -
Ischemia - Keracunan - infeksi dan - trauma
16. 16. PERBEDAAN KEMATIAN SEL SECARA NECROSIS DAN APOPTOSIS
17. 17. GAMBARAN MIKROSKOPIK : A. Nukleus Piknosis : nukleus terlihat lebih
bundar, ukuran lebih kecil dan gelap Karioreksis : nukleus mengalami
fragmentasi menjadi kecil dan tersebar Kariolisis : nukleus lisis, tidak terlihat
sehingga rongga kosong dibatasi membran nukleus disebut ghost. B. Sitoplasma
: berwarna asidofilik, struktur tidak jelas, jika melanjut : 1. Tidak terlihat garis
besar struktur histologi sel 2. Tidak terlihat adanya pewarnaan
18. 18. TIPE-TIPE MORFOLOGIK NEKROSIS JARINGAN Secara makroskopik dan
dengan pemeriksaan mikroskop dapat dikenali beberapa bentuk nekrosis.
Bentuk-bentuk tersebut: - Nekrosis koagulasi - Nekrosis liquefaktif (mencair) -
Nekrosis lemak - Nekrosis kaseosa (perkejuan)
19. 19. NEKROSIS KOAGULASI Tidak hanya terjadi denaturasi protein, namun juga
berkaitan dengan hambatan enzim-enzim litik. Sel tidak mengalami lisis, dengan
demikian kerangka luar sel relatif utuh. Inti menghilang dan sitoplasma yang
mengalami asidifikasi menjadi eosinofilik
20. 20. NEKROSIS KOAGULASI-INFRAK GINJAL
21. 21. Gambaran makroskopik :  terlihat berwarna putih, keabu-abuan atau
kekuning-kuningan dan sedikit berlemak, padat Gambaran mikroskopik : 
struktur sel dan jaringan masih jelas, inti sel mengalami piknotik (menghilang),
sitoplasma lebih acidophilic
22. 22. NEKROSIS LIQUEFAKTIF • Ditandai oleh larutnya jaringan akibat lisis
enzimatik sel-sel yang mati. • Proses ini biasanya terjadi di otak sewaktu terjadi
pelepasan enzim-enzim otokatalitik dari sel-sel yang mati. • Nekrosis likuefaktif
juga terjadi pada peradangan purulen akibat efek heterolitik leukosit
polimorfonuklear pada pus. • Jaringan yang mengalami likuefaksi menjadi lunak,
mudah mencair, dan tersusun oleh sel-sel yang mengalami disintegrasi dan
cairan.
23. 23. NEKROSIS LIQUEFAKTIF-INFARK OTAK .
24. 24. Gambaran makroskopik : adanya benjolan berisi cairan dikelilingi kapsula
tipis dan ireguler. Gambaran mikroskopik : tampak ruang kosong dengan sisa
kapsula yang ireguler, terlihat fibrin dan neutrophil disekitarnya.
25. 25. NEKROSIS LEMAK Terjadi akibat kerja enzim-enzim lipolitik pada jaringan
lemak. Proses ini biasanya terjadi pada nekrosis pankreatik akut dan merupakan
konsekuensi pelepasan lipase pankreas ke jaringan peripankreas. Lipolisis
ditandai oleh hilangnya kontur sel-sel lemak. Asam-asam lemak yang
dibebaskan dari sel lemak mengalami saponifikasi dengan mengikat natrium,
kalium dan kalsium.
26. 26. NEKROSIS LEMAK-PANKREATITIS AKUT
27. 27. NEKROSIS KASEOSA (PERKEJUAN) • Memiliki baik gambaran nekrosis
koagulasi maupun likuefaktif. • Biasanya nekrosis ini terjadi di bagian tengah
granuloma tuberkolusa, yang mengandung bahan seperti keju yang putih atau
kekuningandan merupakan asal nama nekrosis tipe ini. • Secara histologis,
rangka luar sel tidak lagi utuh, tetapi sebaliknya jaringan juga belum mencair. •
Sisa-sisa sel tampak sebagai bahan amorf bergranula halus.
28. 28. NEKROSIS KASEOSA-TUBERCULOSIS PARU
29. 29. Gambaran makroskopik :  terlihat berwarna putih, keabu-abuan atau
kekuning-kuningan dan sedikit berlemak, padat Gambaran mikroskopik : 
struktur histologi sudah tidak terlihat lagi membentuk masa bergranulasi. 
Dengan pengecatan HE berwarna keabu-abuan, dikelilingi oleh epiteloid dan
limfosi
DAFTAR PUSTAKA
1. Pringgoutomu, dkk. 2002. Buku Ajar Patologi I (umum), Edisi 1. Jakarta. Sagung
Seto.
2. Robbins, 1995 Buku Ajar Patologi I, Edisi 4. Jakarta. EGC
3. Price SA dan Wilson LM, 1995 Patofisiologi, Konsep Klinik Proses- Proses Penyakit,
Jakarta. EGC
4. Ramali A, 1990. Kamus kedokteran, Jakarta, Jtambatan.

Anda mungkin juga menyukai