Membran plasma: memberi bentuk sel, melekatkan sel pada sel lain.
Fungsi membran plasma sebagai:
Pintu gerbang transport selektif makanan dan produk buangan ke dalam dan ke
luar sel
Membangkitkan potensial membran
Bekerja sebagai saluran komunikasi untuk kontrol sinyal dari sekitar tubuh
Efek pertama sel yang cedera adalah: lesi biokimia → yaitu perubahan reaksi
kimia / metabolik didalam sel
Kerusakan biokimia dapat menyebabkan gangguan fungsi sel (fisiologi)
Kelainan biokimia dan fungsional dapat menyebabkan perubahan morfologik
(anatomi)
Serangan pada sel tidak selalu mengakibatkan gangguan fungsi, umumnya ada
mekanisme adaptasi seluler terhadap stimulus
Misal otot yang mendapat tekanan → adaptasinya hipertropi (misal pada
hipertensi → pembesaran jantung)
Perubahan pada sel yang mengalami cedera awalnya biokimia → fungsional
(fisiologi) → morfologik (lesi)
Perubahan Morfologik Sel Cedera Subletal
Jika sel diserang tetapi tidak mati (sub letal) → sering terjadi perubahan
morfologik yang reversibel
Jika stimulus hilang sel dapat kembali sehat, jika stimulus tidak hilang sel akan
mati
Perubahan subletal pada sel secara alami disebut: degeneratif
Kematian Selluler
Jika pengaruh buruk pada sel hebat dan berlangsung lama → sel tidak mampu
lagi beradaptasi → proses ireversibel → kematian sel (nekrosis)
Nekrosis adalah kematian sel ireversibel yang terjadi ketika sel cedera berat
dalam waktu lama dimana sel tidak mampu beradaptasi lagi atau memperbaiki
dirinya sendiri (hemostasis)
Inti sel yang mengalami penghancuran progresif urutanya adalah:
Piknosis → inti sel menyusut, batas tidak teratur, berwarna gelap (inti piknotik)
Karioreksis → inti hancur, membentuk fragmen kromatin yang menyebar (inti
kariorektik)
Kariolisis → inti tidak dapat diwarnai, dan inti hilang
Macam Nekrosis
Nekrosis koagulatif: sel nekrotik bentuknya tetap, akibat sel litik dihambat kondisi
lokal → pada jantung, ginjal, limpa
Nekrosis liquefaktif: sel nekrosik mengalami pencairan akibat kerja enzim →
pada otak dan medulla spinalis
Nekrosis kaseosa: sel nekrotik hancur, tetapi pecahanya tetap berada
disekitarnya → pada paru
Perubahan post mortem: rigor mortis (kekakuan) → livor mortis (warna ungu
kebiruan) → algor mortis (pendinginan), → autolisis (pencairan)
Peradangan
Peradangan atau inflamasi adalah reaksi lokal pada vaskuler dan unsur unsur
pendukung jaringan terhadap cedera yang mengakibatkan pembentukan eksudat
kaya protein
Peradangan merupakan respon protektif sistem imune non spesifik yang bekerja
untuk melokalisasi, menetralisir atau menghancurkan agent pencedera dalam
persiapan untuk proses penyembuhan
Tanda Peradangan
Marginasi (pavementing): akibat aliran darah lambat dan viskositas yang tinggi,
leukosit bergerak kebagian perifer dari arus (menempel pada dinding vaskuler)
Emigrasi atau diapedesis: gerak leukosit keluar dari pembuluh darah melewati
celah antara dua endotel, dengan pseudopodia
Kemotaksis: gerakan leukosit menuju sasaran karena “sinyal” kimia
Media Peradangan
Sel yang terlibat dalam proses peradangan adalah: leukosit fagositik (neutrofil
atau PMN, makrofag atau eosinofil) trombosit dan limfosit
Keluarnya sel dari pembuluh darah: neutrofil (PMN) mendominasi pada awal
pembentukan eksudat, kemudian didominasi sel makrofag (monosit)
Limfosit dan sel plasma → ditemukan dalam peradangan kronis
Respon peradangan dibawah kendali mediator peradangan:
Pola Peradangan
Abses: supurasi lokal dalam jaringan padat (lubang berisi nanah), merupakan
lesi yang sulit diatasi oleh tubuh, terus membesar dengan pencairan jaringan dan
berusaha membentuk lubang
Pada abses obat tidak dapat menembus dinding → perlu eksisi
Abses pada paru → lubang menembus pleura → emfiema
Penyembuhan Luka
Resolusi: proses penyembuhan normal yaitu jaringan diperbaiki dengan sel jenis
yang sama (regenerasi) atau penggantian jaringan parut atau keduanya
Penyembuhan primer: penyembuhan dengan jaringan parut minimal, biasanya
pada luka insisi bedah (tepi rata)
Penyembuhan sekunder: penyembuhan dengan banyak jaringan parut, pada
luka dengan tepi kasar dan bercelah
Luka insisi
Perdarahan, hemostasis, pembentukan bekuan-permukaan jadi kering,
membentuk keropeng
Respon peradangan akut
Kontraksi tepi luka
Debridemen → pembersihan darah dan debris lain oleh fagosit
Stadium organisasi atau proliferasi, membentuk jaringan granulasi untuk mengisi
luka
Maturasi kolagen dan kontraksi parut
Remodeling parut
Perubahan morfologis ---->> Sel cidera ------>> kematian sel. Perubahan pada sel
cidera sub letal bersifat reversible. Yaitu jika rangsangan dihentikan, maka sel kembali
sehat. Perubahan sub letal pada sel disebut degenerasi atau perubahan degeneratif.
Perubahan degeneratif cenderung melibatkan sitoplasma sel, sedangkan nucleus
mempertahankan integritas sel selama sel tdk mengalami cidera letal.
Bentuk perubahan degeneratif sel :
1. pembengkakan sel
pembengkakan sel ----->> influk air ke dalam sel ---->> peningkatan konsentrasi Na
----->> kemampuan memompa ion Na menurun ---->> Gangguan metabolisme
pembentukan energi dan Kerusakan membrane sel
Bengkak keruh, menggambarkan perubahan sel yang menunjukan keadaan setengah
matang dan secara mikroskopik terlihat sitoplasmanya granular.
pembengkakan mitokondria., pembesaran RE dll.Organel sel juga menyerap air yg
tertibun dalam sitoplasma
Pada pemeriksaan mikroskopik akan tampak sitoplasma bervakuola. Ini disebut
perubahan hidropik atau perubahan vacuolar.
inti sel terdesak ke satu sisidan sitoplasma diduduki oleh satu vakuola besar yg berisi
lipid.Misal : pada hati banyak lipid yg tertibun di dalam sel Hati yang terserang hebat
akan berwarna kuning cerah, jika disentuh terasa berlemak. Jenis perubahan ini disebut
perubahan berlemak atau degenerasi lemak.
B. Morfologi Jejas:
1. Pada jejas reversible :
- Membran sel menggelembung
- Pembengkakan umum (sitoplasma)
- Penggumpalan kromatin inti
- Autofagi oleh lisosom
- Penggumpalan partikel intramembran
- Pembengkakan ER
- Kebocoran ribosom
- Pembengkakan mitokondria
- Pemadatan kecil-kecil pada mitokondria
2. Pada jejas irreversible
- Kelainan (defek) membrane sel
- Gambaran myelin pada membrane sel
- Inti mengalami : piknosis atau kariolisis atau karioreksis
- Lisosom pecah dan autolisis
- Lisis ER
- Pembengkakan mitokondria menurun
- pemadatan besar pada mitokondria.
Degenerasi
Yaitu keadaan terjadinya perubahan biokimia intraselular yang disertai perubahan
morfologik akibat jejas non fatal pada sel.
“Reaksi sel terhadap jejas yang masih reversible”
Ganggren
Yaitu :Nekrosis koagulatif, biasanya disebabkan oleh tdk adanya suplai darah, disertai
pertumbuhan bakteri saprofit.
Timbul pada jaringan terbuka terhadap bakteri yg hidup.
Sering dijumpai pada ektremitas atau segmen usus
Klasifikasi :
sering pada ektremitas, kadang2 jaringan berwarna hitam dan mengkerut dari suatu
daerah ganggren, biasa ditemukan pada jari 2 penderita DM1. G. Kering, bila lebih
menggambarkan nekrosis koagulatif
2. G. Basah, jika ada invasi kuman yg mengakibatkan lekuefaksi
Suatu daerah diamana terdapat jar yg mati yg cepat perluasannya.
Sering ditemukan pd organ2 dalam lambung, paru atau tungkai
Berkaitan dgn invasi bakteri pd jar tersebut
Menimbulkan bau yg tdk sedap
Dapat timbul dari ganggren kering.
3. G. Gas
Jenis gangren khusus terjadi sebagai respon terhadap infeksi bateri clostridium.
Sering terjadi setelah trauma, cepat meluas dan mematikan.
Kematian somatic dan perubahan post mortem
“ terhentinya kehidupan , seluruh organ vital berhenti bekerja.”• Mati
• Berbeda dgn mati suri dan koma
“ keadaan dimana seluruh aktivitas sel vital berhenti”• Kematian somatik
Perubahan postmortem , yaitu perubahan – perubahan tertentu yg terjadi setelah
kematian. sbb
suhu bandan mendekati suhu lingkugan, akbat terhentinya metbolisme tubuh1. Algor
mortis
2. Rigor mortis (kaku mayat)
Akibat proses aglutinasi dan presipitasi protein otot. Dimulai dari otot volunter atas.
Terjadi 2 – 3 jam setelah kematian
3. Livor mortis (lembam mayat),
warna merah tua keunguan akbat proses haemolisis darah yg terkumpul di bag bawah
posisi mayat pertama terletak atau otolisis postmortem akibat ezim local yg dikeluarkan
jaringan.
sehingga dr dpt menganggap klien mati walaupun jantung dan paru dapat dijalankan
terus secara buatan.Note : pada saat ini kematian somatic menyangkut kegiatan SSP,
Jika otak mati maka keg listrik berhenti dan elektroensfalogram nya menjadi datar
Nekrosis
Nekrosis disebabkan oleh faktor-faktor eksternal sel atau jaringan, seperti infeksi,
racun, atau trauma yang mengakibatkan pencernaan tidak teratur komponen-komponen
sel.
Sebaliknya, apoptosis adalah penyebab terprogram alami dan tertarget kematian sel.
Kematian seluler akibat nekrosis tidak mengikuti jalur transduksi sinyal apoptosis;
berbagai reseptor diaktifkan mengakibatkan hilangnya integritas membran sel dan rilis
tidak terkendali produk kematian sel ke ruang ekstraseluler.
Peristiwa ini memicu respons inflamasi di jaringan sekitar, menarik leukosit serta fagosit
yang dekat menghabisi sel-sel mati dengan fagositosis. Namun, zat-zat pengrusak
mikrob yang dirilis oleh leukosit akan membuat kerusakan tambahan pada jaringan di
sekitarnya.[2] Kerusakan tambahan yang berlebihan ini menghambat proses
penyembuhan. Dengan demikian, nekrosis yang tidak ditangani menghasilkan timbunan
jaringan dan debris sel mati yang membusuk pada atau dekat lokasi kematian sel.
Contoh klasik yaitu gangren. Untuk alasan ini, sering kali diperlukan menghilangkan
jaringan nekrotik melalui pembedahan, prosedur yang dikenal sebagai debridemen.
Klasifikasi
Tanda struktural yang menunjukkan cedera sel ireversibel dan perkembangan nekrosis
termasuk gumpalan padat dan gangguan progresif material genetik, serta gangguan
pada membran sel dan organel.[3]
Pola morfologi
1. Ada juga bentuk sangat spesifik nekrosis seperti gangren (istilah yang digunakan
dalam praktik klinis untuk tungkai yang mengalami hipoksia berat), nekrosis
gumatus (karena infeksi spirochaetal) dan nekrosis hemoragik (karena
penyumbatan drainase vena dari organ atau jaringan).
2. Beberapa gigitan laba-laba dapat menyebabkan nekrosis. Di Amerika Serikat,
hanya gigitan laba-laba pertapa coklat (genus Loxosceles) dipastikan berlanjut
pada nekrosis. Di negara-negara lain, laba-laba dari genus yang sama, seperti
pertapa Chili pertapa di Amerika Selatan, juga diketahui menyebabkan nekrosis.
Klaim bahwa laba-laba kantung kuning dan laba-laba hobo memiliki venom
nekrotik belum terbukti.
3. Pada tikus tanah buta (genus Spalax), proses nekrosis menggantikan peran
sistematis apoptosis yang biasanya digunakan oleh banyak organisme. Kondisi
rendah oksigen, seperti yang umum di sarang tikus tanah buta, biasanya
menyebabkan sel mengalami apoptosis. Dalam adaptasi terhadap
kecenderungan tinggi kematian sel, tikus tanah buta berkembang dengan mutasi
pada protein penekan tumor p53 (yang juga digunakan oleh manusia) untuk
mencegah sel mengalami apoptosis. Pasien kanker manusia memiliki mutasi
serupa, dan tikus tanah buta dianggap lebih rentan terhadap kanker karena sel
mereka tidak dapat mengalami apoptosis. Namun, setelah waktu tertentu (dalam
waktu 3 hari menurut studi yang diadakan di University of Rochester), sel tikus
tanah buta melepaskan interferon-beta (yang sistem kekebalan tubuh biasanya
gunakan untuk melawan virus) dalam merespons proliferasi berlebihan sel yang
disebabkan oleh penekanan apoptosis. Dalam hal ini, interferon-beta memicu sel
mengalami nekrosis, dan mekanisme ini juga membunuh sel-sel kanker pada
tikus tanah buta. Karena mekanisme penekanan tumor seperti ini, tikus tanah
buta dan spalacid lain kebal terhadap kanker. [8][9]
Penyebab
Luka tungkai nekrotik kartunis Jeffrey Rowland, disebabkan oleh gigitan laba-laba
pertapa coklat
Faktor eksternal dapat meliputi trauma mekanik (kerusakan fisik tubuh yang
menyebabkan kerusakan seluler), kerusakan pembuluh darah (yang dapat
mengganggu suplai darah ke jaringan terkait), dan iskemia.[10] Efek termal (suhu sangat
tinggi atau rendah) dapat mengakibatkan nekrosis akibat gangguan pada sel.
Pada frostbite, kristal terbentuk, meningkatkan tekanan jaringan dan cairan tersisa
sehingga sel meledak. Di bawah kondisi ekstrem jaringan dan sel mati melalui proses
penghancuran membran dan sitosol yang tak teregulasi. [11]
Nekrosis dapat diaktifkan oleh komponen sistem kekebalan tubuh, seperti sistem
komplemen; racun bakteri; sel pembunuh alami yang teraktifkan, dan makrofag
peritoneal. Program nekrosis terinduksi-patogen dalam sel dengan pembatas imunologi
(mukosa usus) dapat mengurangi invasi patogen melalui permukaan yang dipengaruhi
oleh peradangan. Racun dan patogen dapat menyebabkan nekrosis; racun seperti bisa
ular dapat menghambat enzim dan menyebabkan kematian sel. Luka nekrotik juga
dihasilkan oleh sengatan Vespa mandarinia.[12]
Kondisi patologis ditandai oleh kurangnya sekresi sitokin. Oksida nitrat (NO) dan
spesies oksigen reaktif (ROS) juga disertai dengan kematian nekrotik sel. Contoh klasik
kondisi nekrotik yaitu iskemia yang mengarah ke penipisan drastis oksigen, glukosa,
serta faktor trofik lain dan menginduksi kematian nekrotik masif sel endotel dan sel yang
tidak berproliferasi dari jaringan sekitarnya (neuron, kardiomiosit, sel ginjal, dll.). Data
sitologi baru-baru ini menunjukkan bahwa kematian nekrotik terjadi tidak hanya selama
peristiwa patologis tetapi juga merupakan komponen dari beberapa proses fisiologis.
Kematian terinduksi aktivasi limfosit-T utama dan konstituen penting lain dari respons
kekebalan tubuh adalah bebas-caspase dan nekrotik secara morfologi; oleh karena itu,
peneliti masa kini telah menunjukkan bahwa terjadinya kematian sel nekrotik dapat
terjadi tidak hanya selama proses patologis tetapi juga selama proses normal seperti
pembaharuan jaringan, embriogenesis, dan respons kekebalan tubuh.
Patogenesis
Sampai baru-baru ini, nekrosis dianggap sebagai proses tak teregulasi. [13] Ada dua jalur
nekrosis dapat terjadi pada suatu organisme.
Yang pertama awalnya melibatkan onkosis, di mana pembengkakan sel terjadi. Sel
kemudian mulai blebbing, yang diikuti oleh piknosis, di mana penyusutan inti terjadi.
Dalam langkah akhir dari jalur ini inti terlarut dalam sitoplasma, disebut sebagai
kariolisis.
Jalur kedua adalah bentuk sekunder nekrosis yang ditampilkan terjadi setelah apoptosis
dan budding. Perubahan seluler nekrosis terjadi pada bentuk sekunder apoptosis ini, di
mana inti pecah menjadi fragmen, dikenal sebagai karioreksis.
Perubahan seluler
Perubahan nukleus nekrosis, dan karakteristik perubahan ini ditentukan dengan cara di
mana DNA-nya rusak:
Perubahan plasma juga terlihat pada nekrosis. Membran plasma muncul terputus-putus
bila dilihat dengan mikroskop elektron. Membran terputus-putus ini disebabkan oleh
blebbing sel dan hilangnya mikrovili.
Pengobatan
Bahkan setelah penyebab awal nekrosis dihentikan, jaringan nekrotik akan tetap dalam
tubuh. Respons kekebalan tubuh untuk apoptosis, yang meliputi pengrusakan otomatis
dan daur ulang material seluler, tidak dipicu oleh kematian sel nekrotik karena jalur
apoptosis dinonaktifkan
Gangrene
Gangrene adalah kondisi jaringan tubuh yang mati akibat tidak mendapat pasokan
darah yang cukup atau akibat infeksi bakteri yang berat. Kondisi serius ini umumnya
terjadi di tungkai, jari kaki, atau jari tangan, namun juga bisa terjadi pada otot serta
organ dalam. Gangrene adalah kondisi serius yang bisa mengarah ke amputasi hingga
kematian.
Gangrene terbagi ke dalam beberapa jenis, di antaranya adalah:
Gangrene kering. Kulit kering dan mengerut dengan warna kulit cokelat, biru,
atau hitam adalah ciri gangrene kering. Gangrene ini terjadi secara bertahap,
dan umumnya menimpa penderita penyakit arteri perifer.
Gangrene basah. Gangrene ini umumnya menimpa penderita diabetes yang
tidak sadar saat mengalami luka di kaki. Gangrene basah juga bisa terjadi pada
seseorang yang mengalami luka bakar atau frostbite. Ciri gangrene basah
adalah kulit bengkak, melepuh, dan terlihat basah. Jika tidak segera ditangani,
gangrene basah bisa menyebar dan akan berakibat fatal.
Gangrene gas. Gangrene gas umumnya menyerang jaringan otot. Pada
awalnya, kulit penderita gangrene gas terlihat normal. Namun seiring waktu, kulit
akan terlihat pucat lalu berubah menjadi ungu kemerahan, kemudian gelembung
udara akan terbentuk. Gangrene gas umumnya disebabkan oleh bakteri
Clostridium perfringens, yang berkembang pada luka akibat bedah atau cedera
yang mengeluarkan banyak darah. Infeksi tersebut menghasilkan racun yang
melepaskan gas dan menyebabkan kematian jaringan. Sama seperti gangrene
basah, gangrene gas juga bisa berakibat fatal jika tidak segera ditangani.
Gangrene internal, yaitu gangrene yang terjadi akibat terhambatnya aliran
darah ke organ dalam tubuh, seperti usus atau empedu. Gangrene internal bisa
menyebabkan demam serta nyeri hebat, dan bisa berbahaya jika tidak cepat
ditangani.
Gangrene Fournier. Gangrene ini menyerang daerah genital atau kelamin, dan
kebanyakan penderitanya adalah Kondisi ini umumnya terjadi karena infeksi
pada area kemaluan atau saluran kemih, yang menyebabkan pembengkakan
dan nyeri pada kemaluan.
Gangrene Meleney. Jenis gangrene ini tergolong langka, yang terjadi 1-2
minggu pasca operasi.
Gejala Gangrene
Perubahan warna pada kulit menjadi biru, merah, ungu, atau bahkan hitam,
tergantung jenis gangrene yang dialami.
Nyeri hebat yang muncul mendadak pada area yang terserang, diikuti sensasi
kebas.
Muncul bengkak dan lepuhan pada kulit, disertai keluarnya nanah dari lepuhan.
Kulit yang terserang gangrene tampak pucat dan terasa dingin bila disentuh.
Sangat jelas terlihat, berbeda dengan area kulit yang sehat.
Pada gangrene gas atau gangrene internal yang menyerang jaringan di bawah
kulit, penderita akan mengalami pembengkakan disertai nyeri pada area yang
terdampak. Selain itu, penderita juga akan mengalami demam.
Bakteri penyebab infeksi gangrene juga bisa menyebar ke seluruh tubuh. Kondisi
tersebut disebut dengan sepsis dan dapat menimbulkan gejala tekanan darah rendah,
demam, gangguan irama jantung, sesak napas, dan pusing.
Penting bagi seseorang yang mengalami berbagai gejala di atas untuk segera
memeriksakan diri ke dokter, mengingat gangrene adalah kondisi yang serius.
Penyebab Gangrene
Ada beberapa kondisi yang bisa meningkatkan risiko seseorang terserang gangrene,
yaitu penyakit Raynaud, aterosklerosis, diabetes, hernia, usus buntu, dan penyakit
penggumpalan darah. Faktor lain yang juga dapat meningkatkan risiko gangrene
adalah:
Diagnosis Gangrene
Pada tahap awal pemeriksaan, dokter akan mengecek kondisi fisik dan luka pasien,
serta menanyakan riwayat kesehatan pasien dan keluarganya. Untuk memastikan
diagnosis, dokter akan menyarankan pemeriksaan lebih lanjut, seperti:
Tes darah. Jumlah sel darah putih yang tinggi bisa menjadi tanda adanya
infeksi. Tes darah juga dilakukan untuk mengecek apakah ada bakteri atau
kuman di dalam darah.
Tes pencitraan. Foto Rontgen, CT scan atau MRI dilakukan untuk melihat
kondisi organ dalam, dan untuk mengetahui sejauh mana gangrene menyebar.
Tes ini juga bisa membantu dokter mengetahui apakah ada gas di bawah kulit.
Selain 3 tes ini, ada juga tes angiografi, yaitu tes untuk melihat adanya arteri
yang tersumbat.
Bedah. Tindakan operasi bisa dilakukan untuk mengetahui luasnya penyebaran
gangrene pada tubuh. Prosedur ini didahului dengan pemberian obat bius.
Kultur cairan dan jaringan. Dokter akan mengambil sampel cairan dan jaringan
kulit untuk diperiksa apakah mengandung bakteri Clostridium perfringens atau
tidak. Dokter juga bisa melihat sampel jaringan melalui mikroskop untuk mencari
tahu kemungkinan adanya sel yang mati.
Pengobatan Gangrene
Jaringan yang rusak akibat gangrene sudah tidak bisa lagi diperbaiki, namun ada
beberapa tindakan yang bisa dilakukan untuk mencegah gangrene berkembang. Dokter
akan memilih dari beberapa tindakan berikut ini, tergantung dari keparahan gangrene
yang dialami pasien.
Operasi. Langkah ini dilakukan untuk mengangkat jaringan mati, sehingga penyebaran
gangrene bisa dicegah, dan memungkinkan jaringan yang sehat untuk pulih. Bila
memungkinkan, operasi untuk memperbaiki pembuluh darah akan dilakukan. Tindakan
tersebut untuk memperlancar aliran darah ke area yang terserang gangrene.
Pencangkokan kulit bisa dilakukan untuk memperbaiki kulit yang rusak akibat gangrene.
Namun pada kasus gangrene yang parah, pasien terpaksa harus menjalani amputasi.
Antibiotik. Dokter bisa memberikan antibiotik dalam bentuk obat minum atau infus
untuk menangani infeksi gangrene.
Terapi oksigen hiperbarik. Terapi ini menggunakan ruangan seperti tabung dengan
tekanan tinggi dan hanya terdapat gas oksigen. Tekanan oksigen yang kuat akan
membuat darah membawa lebih banyak oksigen, sehingga memperlambat
perkembangan bakteri dan membantu luka untuk cepat pulih.
Pencegahan Gangrene