Anda di halaman 1dari 9

Jejas Sel Terdapat beberapa penyebab cedera (jejas) sel.

Lima (5) dari beberapa penyebab umum jejas sel antara lain: k) kekurangan oksigen l) kekurangan nutrisi m) infeksi sel n) respon imun yang abnormal o) Faktor fisik (suhu, temperature, radiasi, trauma, dan gejala kelistrikan) dan kimia (bahan-bahan kimia beracun). Berdasarkan tingkat kerusakannya, jejas sel dikelompokkan menjadi 2 kategori utama yaitu p) jejas reversible (degenerasi sel) dan q) jejas irreversible (kematian sel). apakah penyebab cedera (jejas) sel yang paling sering terjadi ? Hipokisa atau defisiensi oksigen,mengganggu respirasi oksidatif aerobic merupakan penyebab jejas sel yang paling sering dan terpenting, serta menyebabkan kematian. selain hipoksia terdapat pula penyebeb yang lain yaitu: Iskemiamerupakan penyebab tersering dari hipoksia. Selain itu, disebabkan oleh oksigenasi darah yang tidak adekuat (seperti pada pneumonia), berkurangnya kemampuan pengangkutan oksigen darah (seperti pada anemia atau keracunan CO Sehingga menghalau pengikatan oksigen) tanda-tanda kerusakan jejas mekanisme jejas sel : respon seluler terhadap stimulus yang berbahaya bergantung pada tipe cedera, durasi, dan keparahannya. jadi toksin berdosis rendah atau iskemia berdurasi singkat dapat menimbulkan jejas sel yang reversible. begitu pula sebaliknya.. jadi jejas tersebut bisa terlihat atau tidak itu tergantung pada durasi iskemia dan kadar toksin yang terkandung didalam jejas tersebut. Respon imun yang abnormal respon imun yang abnormal merupakan respon dari kekebalan tubuh terhadap suatu keadaan yang dapat menimbulkan jejas sel. sebagai contoh dalam Skleroderma terjadi pada fase vaskuler. pada fase tersebut dari respon imun yang abnormal mengakibatkan akumulasi lokal faktor-faktor pertumbuhan yang menggerakkan proliferasi fibroblas dan menstimulasi sisntesis kolagen. Kekurangan imun dapat menyebabkan jejas kekurangan nutrisi yang dimaksud adalah kekuarangan suatu zat yang sanagt diperlukan untuk sel tersebut. misalnya terjadi defisiensi protein. defisiensi protein ini akan menyebabkan terganggunya pertumbuhan dan pemeliharaan pada jaringan, sehingga akan timbul jejas yang akan merugikan bagi tubuh. 1.3.1. Degenerasi Hidropik: Mola Hidatidosa Mola hidatidosa (hydatiform mole) sering disebut sebagai kehamilan buah anggur. Sediaan diambil dari hasil curretage ibu hamiltrimester II yang mengalammi abortus. r) Mekanisme yang mendasari terbentuknya Mola adalah: Degenerasi, adalah suatu keadaan terjadinya perubahan biokimia intraseluler yang mengakibatkan perubahan morfologik akibat jejas nonfatal pada sel. Pada telaah biomolekular, terjadi proses penimbunan (storage) atau akumulasi cairan dalam organel sel yang menyebabkan perubahan morfologik sel. Selain itu, terjadi kerusakan yang menimbulkan fragmentasi. Fragmen ini dapat meningkatkan tekanan osmotik cairan intrasel karena mengandung lemak dan protein. Inilah awal terjadinya degenerasi albumin. Apabila proses berlanjut disertai peningkatan intensitas jejas sel sampai timbulnya pembengkakan vesikel, tampak lah vakuola intrasel yang

dinamakan degenerasi vakuoler/hidropik. Degenerasi hidropik yang terjadi pada vili korialis dinamakan mola hidatidosa, karena seluruh stroma vili yang avaskuler larut menjadi cairan mengisi bentuk vili yang menggembung mirip buah anggur atau kista hidatid (kehamilan buah anggur = hydatidiform mole). Mekanisme yang mendasari terjadinya degenerasi ini yaitu kekurangan oksigen (hipoksia), adanya toksik, dan karena pengaruh osmotik. Menurut Anda, apakah janin ibu hamil tersebut dapat hidup? s) Tidak, karena pada dasarnya yang mengalami perkemabngan dalam rahim tersebut bukanlah janin, melainkan gelembung-gelembung pembesaran kapiler. Pada kehamilan anggur (kehamilan abnormal berupa tumor jinak yang terbentuk akibat kegagalan pembentukan janin) ini biasanya tidak ditemukan atau tidak dapat diidentifikasi adanya janin atau embryo serta tidak terdengar denyut jantung bayi. Berdasarkan referensi yang saya ambi dari http://fkunsyiah.forumotion.com/t252-mola-hidatidosamola , terdapat dua jenis mola, yaitu hidatidosa klasik / komplet (tidak terdapat janin atau bagian tubuh janin) dan mola hidatidosa parsial / inkomplet (terdapat janin atau bagian tubuh janin). Perkembangan janin pada kondisi ini terhambat akibat kelainan kromosom dan umumnya mati pada trimester pertama. Selain itu, mola hidatidosa ini bersifat irreversibel dimana seluruh stroma vili yang avaskuler telah larut menjadi cairan yang mengisi bentuk vili yang menggembung. Pada mola hidatidosa janin gagal dibentuk, di sisi lain justru gelembung-gelembung mirip anggur terus berkembang. pada akhirnya janin tidak mampu bertahan hidup. Beberapa faktor yang sering dikaitkan sebagai penyebab hamil anggur ini yaitu mutasi genetik (buruknya kualitas sperma atau ovum), kehamilan di mana janin akan mati dan tak berkembang, kekurangan vitamin A, darah tinggi, serta faktor gizi yang kurang baik. Diperkirakan bahwa faktor-faktor seperti gangguan pada telur, kekurangan gizi pada ibu hamil, dan kelainan rahim berhubungan dengan peningkatan angka kejadian mola. Wanita dengan usia dibawah 20 tahun atau diatas 40 tahun juga berada dalam risiko tinggi. Mengkonsumsi makanan rendah protein, asam folat, dan karoten juga meningkatkan risiko terjadinya mola.

Berdasarkan tingkat kerusakannya, jejas sel dibedakan menjadi dua kategori utama, yaitu jejas reversible (degenerasi sel) dan jejas irreversible (kematian sel). 1. Jejas Reversibel ( Degenerasi sel: mola hidatidosa) Contoh umum yang sering terjadi pada kategori ini yaitu degenerasi hidropik. Degenerasi ini menunjukkan adanya edema intraseluler, yaitu adanya peningkatan kandungan air pada ronggarongga sel selain peningkatan kandungan air pada mitokondria dan reticulum endoplasma. Pada mola hedatidosa telihat banyak sekali gross (gerombolan) mole yang berisi cairan. Mekanisme yang mendasari terjadinya generasi ini yaitu kekurangan oksigen, karena adanya toksik, dan karena pengaruh osmotic. Berikut ini merupakan gambar makroskopik dan mikroskopik mola hidatidosa. Gambar mikroskopik mola hidatidosa Gambar makroskopik mola hidatidosa Pad a

kondisi mola hidatidosa, janin biasanya meninggal. Akan tetapi, villus-villus (gerombolan mola) yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur (Wiknjosastro, Hanifa, dkk, 2002 : 339). 2. Jejas Irreversible Terdapat dua jenis jejas irreversible (kematian sel) yaitu apotosis dan nekrosis. Apoptosis merupakan pengendalian terhadap eliminasi-aliminasi sel yang mati. sedangkan nekrosis merupakan kematian sel/jaringan pada tubuh yang hidup di luar dari kendali. Sel yang mati pada nekrosis akan membesar dan kemudian hancur dan lisis pada suatu daerah yang merupakan respon terhadap inflamasi (Lumongga, 2008). Jadi perbedaanya terletak pada terkendali atau tidaknya kematian sel teCedera adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga pada
awalnya yang dapat menyebabkan kecacatan bahkan kematian

Syok sirkulasi adalah ketidakcukupan aliran darah di seluruh tubuhsehingga jaringan tubuh mengalami kerusakan akibat terlalu sedikitnyaaliran, terutama karena terlampau sedikitnya oksigen dan zat makananlainnya yang dikirimkan ke sel-sel jaringan (Guyton dan Hall, 2008). Syok sangatlah berpotensi mematikan, dan potensi mematikan tersebut, kuranglebih didasari oleh faktor sel dan jaringan dimana kesehatan dari keduakomponen di atas, tidak hanya bergantung pada sirkulasi yang utuh untuk mengirimkan oksigen dan membuang sisa metabolisme lainnya, tetapi jugabergantung pada homeostasis cairan normal. Perlu ditekankan bahwahomeostasis mencakup pemeliharaan keutuhan dinding pembuluh darahserta tekanan maupun osmolaritas intravaskular dalam kisaran fisiologistertentu, dan dalam hal inilah potensi mematikan dari syok sangatmenonjol. Secara umum, syok sirkulasi dapat dibagi menjadi 4 kategori dasar,yakni; (1) syok hipovolemik, adalah syok yang disebabkan oleh hilangnyavolume darah atau plasma, (2) syok kardiogenik, yakni syok yangdikaitkan dengan kegagalan pompa miokard, (3) syok obstruktif, berupakondisi syok yang disebabkan karena adanya obstruksi aliran darahextrakardium, seperti yang terlihat pada pemasangan tamponade jantung,dan (4) syok distributif, yakni syok yang ditandai dengan adanya prosesyang hiperdinamis, seperti vasodilatasi vaskular. Masing-masing darikeempat tipe syok di atas memiliki potensi untuk menimbulkan kematian,dan salah satu yang sering ditemukan dalam dunia medis adalah syok distributif (Hinshaw & Hox, 1972).

Infark adalah area nekrosis koagulasi pada jaringan akibat iskemia lokal, disebabkan oleh obstruksi sirkulasi ke daerah itu, paling sering karena trombus atau embolus (Dorland, 2002).

Pada umumnya edema berarti meningkatnya volume cairan ekstraseluler dan ekstravaskuler disertai dengan penimbuan cairan ini dalam sela-sela jaringan dan rongga serosa. Dapat bersifat setempat atau umum. Dalam rongga pleura dan rongga pericard normal juga terdapat cairan sedikit, sekedar untuk membasahi lapisan permukaan. Dalam rongga pericard misalnya normal terdapat 5-25 ml cairan. Selain itu, bergantung pada lokasinya pengumpulan cairan dalam rongga tubuh yang berbeda diberi sebutan yang beragam, seperti : a. Hydrothorax b. Hydropericardium c. Hydroperitoneum atau Ascites Dengan anasarca dimaksudkan edema umum dengan penimbunan cairan dalam jaringan subcutis dan rongga tubuh. Juga disebut dropsy. Penimbunan cairan dalam sel sering dinamai cellular edema. Istilah ini kurang tepat dan sebaiknya dinamai cellular hyrdation atau hydropic change. Edema adalah suatu kelebihan cairan dalam jaringan.normalnya cairan di dorong kedalam ruang jaringan oleh kekuatan tekanan darah pada arterial berakhir pada kapiler. Pada ujung vena kapiler, tekanan darah turun dan protein plasma menggunakan tekanan osmotik yang menarik kembali cairan.saluran getah bening mengalirkan semua kelebihan cairan. B. Penyebab Edema Obstruksi Limpatik : Cairan tubuh sebenarnya berasal dari plasma darah dan hasil metabolisme sel. Sebagian cairan interstisium dengan zat-zat yang melarut akan diserap lagi melalui dinding kapiler darah masuk kedalam saluran darah Sebagian lain, yang mengandung sejumlah protein masuk kedalam saluran limpe. Jumlah limpe yang akan mengalir dapat diperbanyak bila : Tekanan vena meningkat Dipijat Pergerakan pasif yang bertambah banyak Permeabilitas endotel kapiler bertambah Selama outflow limpe dari daerah terjamin baik, maka tidak akan terjadi penimbunan cairan dan edema. Apabila terjadi gangguan aliran limpe pada suatu daerah, maka cairan jaringan akan tertimbun, dinamai limpedema.

Limpedema misalnya sering terjadi akibat mastektomi radikal untuk mengeluarkan suatu tumor ganas payudara. Edema juga dapat terjadi akibat tumor ganas menyebuk atau menginfiltrasi kelenjar dan saluran limpe. Saluran dan kelenjar inguinal yang meradang akibat infestasi filaria dapat menyebabkan edema pada scrotum. Scrotum dan tungkai sangat membesar dan sering dinamai elephantiasis. Obstruksi saluran limpe dalam thorax oleh tumor menyebabkan gangguan pengaliran (drainage) limpe pada daerah thorax dan menimbulkan penimbunan cairan dalam rongga pleura dan rongga peritoneum, sehingga terjadi hydrothorax dan ascites. Bila akibat obstruksi, tekanan menjadi sedemikian tinggi hingga ductus thoracicus robek, maka cairan limpe yang banyak mengandung lemak masuk kedalam rongga thorax, dinamai chylothorax atau masuk kedalam rongga peritoneum dinamai chyloperitoneum. Permeabilitas Kapiler yang bertambah : Endotel kapiler merupakan suatu membran semipermeabel yang dapat dilalui oleh air dan elektrolit secara bebas, sedangkan protein plasma hanya dapat melaluinya sedikit atau terbatas. Tekanan osmotik darah lebih besar daripada limpe. Daya atau kesanggupan permeabilitas ini bergantung kepada substansi semen (cement substance) yang mengikat sel-sel endotel tersebut. Pada beberapa keadaan tertentu, misalnya akibat pengaruh toksin yang bekerja terhadap endotal, permeabilitas bertambah. Akibatnya ialah protein plasma keluar dari kapiler, sehingga tekanan osmotik koloid darah menurun dan sebaliknya tekanan osmotik cairan interstisium bertambah. Hal ini menyebabkan makin banyak cairan yang meninggalkan kapiler dan menimbulkan edema. Bertambahnya permeabilitas kapiler dapat terjadi pada : ~ Infeksi berat ~ Reaksi anafilaktik ~ Keracunan akibat obat-obatan atau zat kimiawi ~ Anoxia yang terjadi akibat berbagai keracunan ~ Tekanan vena yang meningkat akibat payah jantung ~ Kekurangan protein dalam plasma akibat albuminuria ~ Retensi natrium dan air pada penyakit ginjal tertentu

Edema setempat sering terjadi akibat bertambahnya permeabilitas kapiler disebabkan oleh radang. Pembengkakan kulit setempat sering terjadi akibat : ~ Reaksi alergi ~ Gigitan atau sengatan serangga ~ Luka besar ~ Infeksi atau akibat terkena zat-zat kimiawi yang tajam seperti soda bakar atau asam-asam keras. Edema angioneurotik ialah edema setempat yang sering timbul dalam waktu yang singkat tanpa sebab yang jelas. Sering terjadi pada anggota tubuh akibat lergi atau neurogen. Berkurangnya Protein Plasma : Protein plasma yang berkurang mengakibatkan tekanan osmotik koloid menurun. Sebagian besar tekanan osmotik ini diselenggarakan oleh albumin. Biasanya edema akan timbul bila kadar albumin lebih rendah dari 2 gram per 100 ml. Suatu contoh edema akibat kekurangan albumin ialah edema nefrotik. Hal ini terjadi akibat penyakit ginjal, sehingga albumin seolah-olah bocor dan keluar melalui ginjal dalam jumlah besar. Akibatnya ialah hipoalbuminemi dan pembalikan perbandingan albumin-globulin. Kejadian ini sering ditemukan pada keadaan yang dinamai sindrom nefrotik, yaitu penyakit ginjal dengan ciri-ciri : Edema, proteinuria terutama albumin, hipoalbuminemi, hiperlipemi khususnya hipercholesterolemi, lipiduria. Edema akibat berkurangnya protein juga dapat terjadi pada kelaparan dan gizi buruk. Hipoproteinemi dapat terjadi pula pada penderita penyakit hati, oleh karena sintesis protein terganggu. Oleh karena itu edema sering sangat nyata pada penderita cirrhosis hepatis. Tekanan daerah kapiler yang meninggi (hydrostatic pressure) Tekanan darah dalam kapiler bergantung kepada : a. Tonus arteriol b. Kebebasan aliran darah dalam vena c. Sikap tubuh (posture) d. Temperatur dan beberapa faktor lain. Tekanan ini merupakan daya untuk menginfiltrasi cairan melalui dinding kapiler. Tekanan ini biasanya meningkat bila tekanan dalam vena meningkat. Bila tekanan ini lebih besar daripada tekanan osmotik yang menarik air dari jaringan maka mengakibatkan edema. Edema akibat tekanan kapiler yang meninggi dapat terjadi pada :

1. Kongesti Pasif (Passive Congestion) Akibat obstruksi mekanik pada vena, menyebabkan tekanan darah vena meningkat, misalnya dapat terjadi pada vena iliaca akibat uterus yang membesar pada kehamilan. Dalam hal ini edema terjadi pada tungkai. 2. Edema Kardial Terjadi oleh karena tekanan vena meningkat akibat sirkulasi darah terganggu karena payah jantung (left heart failure). Edema ini bersifat sistemik, tetapi yang paling nyata terkena ialah bagian-bagian paling bawah (dependent part), yaitu kaki pada penderita yang masih dapat berjalan dan rongga-rongga viscera serta serosa pada penderita yang berbaring terus. 3. Obstruksi Portal Pada penyakit cirrhosis hepatitis tekanan dalam vena portae meningkat sehingga megakibatkan cairan dalam rongga peritoneum, yaitu terjadi ascites. 4. Edema Postural Pada orang yang berdiri terus menerus untuk waktu yang lama, terjadi edema pada kaki dan pergelangan kaki. Edema ini tidak terjadi bila orang bergerak aktif, misanya berjalan-jalan karena aktivitas otot ikut membantu aliran dalam pembuluh limpe. Tekanan Osmotik Koloid : Tekanan osmotik koloid dalam jaringan biasanya hanya kecil sekali sehingga tidak dapat melawan tekanan osmotik koloid yang terdapat dalam darah. Tetapi pada beberapa keadaan tertentu jumlah protein pada jaringan dapat meninggi, misalnya bila permeabelitas kapiler bertambah. Dalam hal ini maka tekanan osmotik jaringan dapat menimbulkan edema. Filtrasi cairan plasma juga mendapat perlawanan dari tekanan jaringan (tissue tension). Tekanan ini berbeda-beda pada berbagai jaringan. Pada jaringan subcutis yang renggang seperti kelopak mata dan alat kelamin luar, tekanan sangat rendah, karena itu pada tempat tersebut mudah timbul edema. Retensi Natrium dan Air: Retensi natrium terjadi bila eksresi natrium dalam air kemih lebih kecil dari pada yang masuk (intake), karena konsentrasi natrium meninggi maka akan terjadi hipertoni. Hipertoni menyebabkan air ditahan sehingga jumlah air ekstraseluler, baik yang intravaskuler maupun yang interstisial bertambah akibatnya jadi edema.

Edema akibat retensi natrium bersifat ekstrarenal (dipengaruhi oleh saraf) dapat juga disebabkan oleh hormon lain. Pada penderita yang mendapat pengobatan dengan ACTH, testosteron, progesteron, atau estrogen sering terjadi edema sedikit atau banyak. C. Kategori Patofisiologi Edema 1. Peningkatan Tekanan Hidrostatik a. Gangguan aliran vena balik : ~ Gagal jantung kongestif ~ Perikarditis Konstriktif ~ Asites (sirotis hati) ~ Kompresi atau obstruksi vena : Trombosis Tekanan eksterna (misal massa) Inaktivitas ekstremitas inferior yang lama ditopang b. Dilatasi arteriolar ~ Panas ~ Disregulasi Neurohumonal 2. Penurunan Tekanan Osmotik Plasma (Hipoproteinemia) ~ Glumerulopati yang kehilangan protein (sindrom nefrotik) ~ Sirosis hati (asites) ~ Malnutrisi ~ Gastroenteropati yang kehilangan protein 3. Obstruksi Limpatik ~ Inflamasi ~ Neoplastik ~ Pasca pembedahan ~ Pasca radiasi 4. Retensi Natrium ~ Asupan garam berlebih dengan insupisiensi ginjal ~ Peningkatan reabsorsi natrium ditubulus : Hipoperfusi ginjal Peningkatan sekresi renin angiotensin aldosteron

5. Inflamasi ~ Inflamasi akut dan kronik ~ Angiogenesis

Anda mungkin juga menyukai