Anda di halaman 1dari 24

UNIVERSITAS DHARMAS INDONESIA

KOMUNIKASI DENGAN PASIEN DAN KELUARGA YANG MENDAPAT


PERAWATAN PALIATIF DAN TEHNIK PENYAMPAIAN BERITA BURUK

Dosen Pengampu:
Ns. Dian Eka Putri. M Kep

DISUSUN OLEH:
NINA FITRIANI
1901012010

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS DHARMAS INDONESIA DHARMASRAYA
2020
KATA PENGATAR

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan Makalah ini berjudul ”komunikasi dengan pasien dan keluarga
yang mendapatkan perawatan paliatif di Puskesmas muara kibul”. Makalah ini dapat tersusun
dan terwujud atas bimbingan dan pengarahan dari ibu.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari
sempurna, oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan masukannya untuk perbaikan
makalah. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya profesi
keperawatan.

Muara kibul 21 September


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

„Paliatif Care‟ atau Perawatan paliatif berasal dari kata palliate (bahasa inggris) berarti
meringankan, dan „Palliare‟ (bahasa latin yang berarti „menyelubungi‟)merupakan jenis
pelayanan kesehatan yang berfokus untuk meringankan gejala klien, bukan berarti
menyembuhkan. Perawatan paliatif care adalah pendekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas
hidup pasien dan keluarga yang menghadapi masalah berhubungan dengan penyakit yang dapat
mengancam jiwa, melalui pencegahan dan membantu meringankan penderitaan, identifikasi dini
dan penilaian yang tertib serta penanganan nyeri dan masalah lain baik fisik, psikososial dan
spiritual (WHO 2011).
Perawatan paliatif adalah semua tindakan aktif guna meringankan beban penderita,
terutama yang tak mungkin disembuhkan. Tindakan kuratif yang dimaksud antara lain
menghilangkan nyeri dan keluhan lain, serta mengupayakan perbaikan dalam aspekpsikologis,
sosial dan spiritual. Paliatif care (Perawatan paliatif) adalah pendekatan yang meningkatkan
kualitas hidup pasien dan keluarga mereka dalam menghadapi masalah yang terkait dengan
penyakit yang mengancam jiwa, melalui pencegahan-pencegahan sempurna dan pengobatan rasa
sakit, fisik, psikososial, spiritual (kemenkes RI Nomor 812, 2007).
Menurut Dadang Hawari (1977,53), orang yang mengalami penyakit terminal dan
menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual, dan krisis
kerohanian sehingga pembina kerohanian saat klien menjelang ajal perlu mendapatkan perhatian
khusus.
Pasien biasanya mengalami rasa depresi yang berat, perasaan marah dan
ketidakberdayaan dan keputusasaan. Dalam fase akhir kehidupannya ini, pasien tersebut selalu
berada disamping perawat. Karena peran perawat yang komprehensif tersebut pasien senantiasa
mendudukan perawat dalam tugas mulia mengantarkan pasien diakhir hayatnya dan perawat juga
dapat bertindak sebagai fasilitator agar pasien tetap melakukan yang terbaik seoptimal mungkin
sesuai dengan kondisinya. Namun peran spiritual ini sering sekali diabaikan oleh perawat.
Padahal aspek spiritual ini sangat penting terutama untuk pasien terminal yang didiagnosa
harapan sembuhnya sangat tipis dan mendekati sakaratul maut.
.2 RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana prinsip dan teknik komunikasi dalam perawatan paliatif


2. Apa saja jenis perawatan paliatif
3. Apa saja model/tempat perawatan paliatif

1.3 TUJUAN

1. Mahasiswa mampu memahami prinsip dan teknik komunikasi dalam perawatan palia
2. Mengetahui jenis-jenis perawatan paliatif
3. Mengetahui model/tempat perawatan paliatif

1.4 MANFAAT

Mahasiswa mengetahui lebih dalam mengenai perawatan paliatif terutama dari pola
komunikasi, karena komunikasi dalam keperawatan secara umum akan beda dengan
komunikasi pada pasien paliatif
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA KONSEP
DASAR

2.1 DEFINISI KOMUNIKASI

Komunikasi adalah pertukaran informasi, pikiran, ide, dan perasaan diantara dua atau
lebih individu.Komunikasi Terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar,
bertujuan dan kegiantannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Purwanto,1994).

2.2 CARA KOMUNIKASI

1. Komunikasi Verbal
Menggunakan kata-kata yang diungkapkan atau ditulis.
Hal yang harus diperhatikan :

Kesederhanaan : Kalimat yang digunakan harus sederhana, mudah


dimengerti, singkat dan jelas.
Komunikasi bias lebih jelas apabila ada kecocokan dengan apa yang diungkapkan dan
yang diekspresikan oleh wajah serta gerakan tubuh.
Tepat waktu dan relevan ; Perawat harus peka terhadap kebutuhan yang sedang dirasakan
oleh pasien.

Komunikasi Non Verbal


Komunikasi yang menyangkut ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan sikap
tubuh. Hal yang perlu diperhatikan :

Sikap tubuh dan cara berjalan : Sikap tubuh dan cara berjalan dapat menunjukan suasana
hati dan kondisi fisik seseorang. Sikap tubuh yang tegak, aktif, dan jalannya mempunyai tujuan
menunjukan bahwa orang tersebutu merasa nyaman dan aman secara fisik maupun
emosionalnya.
Ekspresi wajah : Wajah, terutama mata, otot-otot disekitar mata dan mulut dapat
mengekspresikan macam-macam emosi seperti kegemberiaan, kesedihan, kemarahan,
kekecewaan, ketakutan, malu, dan seterusnya.
Gerakan Tangan : Gerakan tangan adalah suatu komunikasi yang penuh arti. Gerakan
tangan bisa mengkomunikasikan macam-macam perasaan.

2.3 PRINSIP KOMUNIKASI

Prinsip Komunikasi terapeutik (keliat:1996) Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang
berarti menghayati, memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut. Komunikasi harus
ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya, dan saling menghargai. Perawat
harus memahami, menghayati nilai yang dianut pasien. Perawat harus menyadari pentingnya
kebutuhan pasien baik fisik maupun Perawat harus menciptakan suasanan yang
memungkinkan pasien memiliki motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap maupun
tingkah lakunya sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah-masalah
yang dihadapi. Perawat mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk
mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan maupun masalah.
Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan konsistensinya.
Memahami arti empati sebagai tindakan yang terapetik. Kejujuran dan komunikasi terbuka.
Mampu berperan sebagai role mode agar dapat menunjukan dan menyakinkan orang lain
tentang kesehatan. Altruisme, mendapatkan kepuasaan dengan menolong orang lain secara
manusiawiBertanggung jawab

TEKNIK KOMUNIKASI

Mendengarkan (Listening)
Mendengarkan orang lain dengan penuh perhatian akan menunjukan bahwa apa yang
dikatakannya adalah penting.
Pertanyaan Terbuka (Broad Opening)
Memberikan inisiatif kepada klien, mendorong klien untuk menyeleksi topic yang akan
dibicarakan.

Mengulang (Restarting)
Berguna untuk memvalidasi untuk menguatkan ungkapan klien dan memberi indikasi perawat
untuk mengikuti pembicaraaan.
Penerimaan (Acceptance)
Mendukung dan menerima informasi dengan tingkah laku yang menunjukan ketertarikan dan
tidak menilai.
Klarifikasi
Merupakan teknik yang digunakan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar atau
klien malu mengemukakan informasi dan perawat mencoba memahami situasi yang
digambarkan klien.
Refleksi
Refleksi ini dapat berupa refleksi isi dengan cara memvalidasi apa yang didengar, refleksi
perasaan dengan cara memberi respon pada perasaan klien terhadap isi pembicaraan agar
klien mengetahui dan menerima perasaannya.
Asertif
Asertif adalah kemampuan dengan cara menyakinkan dan nyaman mengekspresikan pikiran
dan perasaan diri dengan tetap menghargai hak orang lain.
Memfokuskan
Teknik untuk menjaga pembicaraan tetap menuju tujuan yang lebih spesifik, lebih jelas,
dan berfokus pada realitas.
Membagi persepsi
Teknik dengan cara meminta pendapat klien tentang hal-hal yang dirasakan dan
difikirkan.
Identifikasi “tema”
Teknik dengan mencari latar belakang masalah klien yang muncul dan berguan untuk
meningkatkan pengertian dan eksplorasi masalah yang penting.
Diam
Teknik yang bertujuan untuk mengorganisir pemikiran, memproses informasi, menunjukan
bahwa perawat bersedia menunggu respon.
Informing
Teknik yang menyediakan informasi dengan tujuan untuk mendapatkan respon lebih lanjut.
Humor
Teknik yang digunakan utnuk membantu mengurangi ketegangan dan rasa sakit yang
disebabkan oleh stress, dan meningkatkan keberhasilan perawat dalam memberikan
dukungan emosional terhadap klien.
Saran
Teknik yang bertujuan memberi alternative ide untuk pemecahan masalah.
2.5 HAMBATAN DALAM PROSES KOMUNIKASI

Macam-macam hambatan dalam komunikasi (Mundakir:2006)


1. Kurangnya penggunaan sumber komunikasi yang tepat
2. Kurangnya perencanaan dalam berkomunikasi
3. Kurangnya pengetahuan
4. Perbedaan persepsi
5. Perbedaan harapan
6. Tidak ada kepercayaan (BHSP)

2.6 TUJUAN KEPERAWATAN PALIATIF

Tujuan dari perawatan paliatif adalah untuk mengurangi penderitaan pasien,


memperpanjang umurnya, meningkatkan kualitas hidupnya, juga memberikan support kepada
keluarganya. Meski pada akhirnya pasien meninggal, yang terpenting sebelum meninggal dia
sudah siap secara psikologis dan spiritual, tidak stres menghadapi penyakit yang dideritanya.
Perawatan paliatif meliputi :

1. Menyediakan bantuan dari rasa sakit dan gejala menyedihkan lainnya.


2. Menegaskan hidup dan memepercepat atau menunda kematian.
3. Mengintegrasikan aspek-aspek psikologis dan spiritual perawatan pasien.
4. Tidak mempercepat atau memperlambat kematian.
5. Meredakan nyeri dan gejala fisik lain yang mengganggu.
6 Menawarkan sistem pendukung untuk membantu keluarga menghadapi penyakit pasien dan
kehilangan mereka.

2.7 PRINSIP KEPERAWATAN PALIATIF

Prinsip Perawatan Paliatif Care Menghormati atau menghargai martabat dan harga
diri dari pasien dan keluarga pasien, Dukungan untuk caregiver, Palliateve care merupakan
accses yang competent dan compassionet, Mengembangkan professional dan social support
untuk pediatric palliative care, Melanjutkan serta mengembangkan pediatrik palliative care
melalui penelitian dan pendidikan (Ferrell, & Coyle, 2007: 52) Perawatan paliatif
berpijak pada pola dasar berikut ini :

2.8 FASE TERMINAL

Kondisi Terminal adalah suatu proses yang progresif menuju kematian berjalan
melalui suatau tahapan proses penurunan fisik, psikososial, dan spiritual bagi individu
(Carpenito, 1995).
Kondisi Terminal adalah suatu keadaan sakit dimana menurut akal sehat tidak ada
harapan lagi untuk sembuh. Keadaan sakit itu dapat disebabkan oleh suatu penyakit atau
suatu kecelakaan.
Kondisi Terminal adalah fase akhir kehidupan menjelang kematian yang dapat
berlangsung singkat atau panjang.

2.9 TAHAP-TAHAP MENJELANG AJAL

Kubler-Rosa (1969), telah menggambarkan atau membagi tahap-tahap menjelang ajal (dying)
dalam 5 tahap, yaitu:

1. Menolak/Denial
Pada fase ini , pasien/klien tidak siap menerima keadaan yang sebenarnya terjadi,
dan menunjukkan reaksi menolak.
2. Marah/Anger
Kemarahan terjadi karena kondisi klien mengancam kehidupannya dengan segala hal
yang telah diperbuatnya sehingga menggagalkan cita-citanya.

3. Menawar/bargaining
Pada tahap ini kemarahan baisanya mereda dan pasien malahan dapat
menimbulkan kesan sudah dapat menerima apa yang terjadi dengan dirinya.
4. Kemurungan/Depresi
Selama tahap ini, pasien cen derung untuk tidak banyak bicara dan mungkin banyak
menangis. Ini saatnya bagi perawat untuk duduk dengan tenang disamping pasien yang
sedangan melalui masa sedihnya sebelum meninggal.
5. Menerima/Pasrah/Acceptance
Pada fase ini terjadi proses penerimaan secara sadar oleh klien dan keluarga tentang
kondisi yang terjadi dan hal-hal yang akan terjadi yaitu kematian. Fase ini
sangatmembantu apabila kien dapat menyatakan reaksi-reaksinya atau rencana-rencana
yang terbaik bagi dirinya menjelang ajal. Misalnya: ingin bertemu dengan keluarga
terdekat, menulis surat wasiat.

2.10 TIPE-TIPE PERJALANAN MENJELANG AJAL

1. Kematian yang pasti dengan waktu yang diketahui, yaitu adanya perubahan yang cepat dari
fase akut ke kronik.
2. Kematian yang pasti dengan waktu tidak bisa diketahui, biasanya terjadi pada kondisi
penyakit yang kronik.
3. Kematian yang belum pasti, kemungkinan sembuh belum pasti, biasanya
terjadi pada pasien dengan operasi radikal karena adanya kanker.
4. Kemungkinan mati dan sembuh yang tidak tentu. Terjadi pada pasien dengan sakit kronik
dan telah berjalan lama.
BAB III
KOMUNIKASI DALAM PERAWATAN PALIATIF

3.1 KOMUNIKASI PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT KRONIS

Penyakit kronik adalah suatu penyakit yang perjalanan penyakit berlangsung lama
sampai bertahun-tahun, bertambah berat, menetap dan sering kambuh. (purwaningsih dan
karbina, 2009).
Ketidakmampuan/ketidakberdayaan merupakan persepsi individu bahwa segala
tindakannya tidak akan mendapatkan hasil atau suatu keadaan dimana individu kurang dapat
mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatan yang baru dirasakan. (purwaningsih dan karbina,
2009).
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa penyakit kronis yang
dialami oleh seorang pasien dengan jangka waktu yang lama dapat menyebabkan seseorang
pasien mengalami ketidakmampuan contohnya saja kurang dapat mengendalikan kondisi tertentu
atau kegiatan yang baru dirasakan.

3.2 KOMUNIKASI PADA PASIEN YANG TIDAK SADAR

Komunikasi dengan pasien yang tidak sadar merupakan suatu komunikasi dengan
menggunakan teknik komunikasi khusus/trapeutik dikarenakan fungsi sensorik dan motorik
pasien mengalami penurunan sehingga seringkali stimulus dari luar tidak dapat diterima dan
klien tidak dapat merespons kembali stimulus tersebut.
Pasien yang tidak sadar atau yang sering kita sebut dengan koma, dengan gangguan
kesadaran merupakan suatu proses kerusakan fungsi otak yang berat dan dapat
membahayakan kehidupan. Pada proses ini susunan saraf pusat terganggu fungsi utamanya
mempertahankan kesadaran. Gangguan kesadaran ini dapat disebabkan oleh beragam
penyebab, yaitu baik primer intrakranial maupun ekstrakranial yang mengakibatkan
kerusakan struktural atau metabolik ditingkat korteks serebri, batang otak keduanya.
Ada karakteristik komunikasi yang berbeda saat kita berkomunikasi dengan pasien
yang tidak sadar, yakni tidak mendapatka feedback (umpan balik) yang menjadi salah satu
elemen komunikasi. Hal ini dapat kita temukan diruangan-ruangan tertentu seperti Intensif
Care Unit (ICU), Intensif Cardio Care Unit (ICCU) dan lain sebagainya. Walaupun banyak
perdebatan bahwa komunikasi trapeutik tetap dilaksanakan walau pasien koma, maka dari itu
kita sebagai perawat diajarkan komunikasi terapeutik ini untuk menghargai perasaan pasien
serta berperilaku baik sekalipun dia dalam keadaan yang tidak sadar atau koma
BAB IV
PENUTUP

4.I KESIMPULAN

Hubungan dan komunikasi antara perawat dan klien bersifat trapeutik, artinya
hubungan yang dibangun hanya sebatas memberi asuhan dan menghilangkan keluhan klien.
Komunikasi trapeutik adalah isntrumen holistik yang digunakan disetiap lini keperawatan
begitu pula untuk pasien dengan keperawatan paliatif.
Pemahaman mendalam mengenai komunikasi trapeutik secara umum akan membantu
perawat memahami komunikasi dalam perawatan paliatif secara khusus, yang membedakan
komunikasi paliatif dengan yang lain salah satunya adalah perawat melibatkan segenap
support system dalam berkomunikasi untuk menunjang paliatif care tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI Pusdiknakes.995.Asuhan Keperawatan Pasien dengan gangguan dan penyaki


kronik dan terminal. Jakarta: Depkes RI.

Craven,Ruth F. Fundamentals of nursing: human healt and function.

Tamsuri, Anas.(2006).”komunikasi dalam keperawatan”.Erlangga: Jakarta.


PENDAHULUAN KOMUNIKASI

1. PERAWAWAT-PASIEN :

MENYAMPAIKAN BERITA BURUK & TEKNIK KONSELING

Tujuan Pembelajaran

Setelah mempelajari topik Komunikasi Dokter-Pasie :

Menyampaikan Berita Buruk dan Teknik Konseling ini diharapkan mahasiswa mampu :

1. Menyampaikan berita buruk kepada pasien dan keluarganya secara benar.

2. Memberikan informed consent kepada pasien dan keluarganya dengan benar.

3. Menjelaskan teknik konseling yang benar.

4. Memberikan konseling kepada pasien dan keluarganya dengan benar.

a. Mampu menasehati pasien tentang gaya hidup

b. Mampu memberikan konseling terapi

c. Mampu menyusun rencana manajemen kesehatan

d. Mampu melakukan edukasi, nasehat dan melatih individu maupun kelompok mengenai
kesehatan

Buku Pedoman Keterampilan Komunikasi Dokter-Pasien bagi mahasiswa Fakultas


Kedokteran Semester 7 ini terdiri dari dua bagian, yaitu :

1. Teknik Menyampaikan Berita Buruk

2. Teknik Konseling
KOMUNIKASI PERAWAT - PASIEN MENYAMPAIKAN BERITA BURUK

Tujuan Pembelajaran :

1. Menyampaikan berita buruk kepada pasien dan keluarganya secara benar.

2. Memberikan informed consent kepada pasien dan keluarganya dengan benar.

Yang dimaksud dengan BERITA BURUK adalah suatu situasi di mana tidak ada
harapan lagi, adanya ancaman terhadap kesejahteraan fisik dan mental seseorang, sesuatu
yang menuntut perubahan gaya hidup yang sudah menjadi kebiasaan, sesuatu yang membuat
seseorang memiliki lebih sedikit pilihan dalam hidupnya1.

Atau dapat pula dikatakan bahwa BERITA BURUK adalah setiap “informasi negatif”
tentang masa depan seseorang. BERITA BURUK ini sering sekali diasosiasikan dengan
penyakit-penyakit terminal yang sudah tidak mungkin lagi disembuhkan, seperti kanker.

Namun sebenarnya bukan itu saja. Ada beberapa situasi yang juga dikategorikan
sebagai berita buruk :

1. Diagnosis penyakit kronis (contoh : diabetes melitus).

2. Cacat atau hilangnya suatu fungsi (contoh : impotensi, hemiplegia, kebutaan, dll).

3. Adanya kebutuhan perawatan atau pengobatan yang memberatkan/ menyakitkan/ mahal.

1) Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Univ ersitas Sebelas Maret Surakarta /
RSUD dr Moewardi Surakarta.

2) Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

3) Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret


Surakarta

4) Bagian Fisiologi Fakultas Kedok teran Universitas Sebelas Maret Surakarta


Selain itu kadang – kadang informasi yang sering dianggap “netral” oleh dokter, juga
merupakan KABAR BURUK bagi pasien, contoh :

1. Hasil USG pada seorang wanita hamil yang memverifikasi kematian janin.

2. Hasil MRI pada seorang wanita paruh baya yang menegaskan diagnosis Multiple
Sclerosis.
3. Diagnosis yang datang pada waktu yang tidak tepat, misalnya : seseorang terdiagnosis
menderita Unstable Angina yang memerlukan tindakan angioplasty pada minggu pernikahan
putrinya.

4. Suatu diagnosis yang menyebabkan seseorang menjadi tidak sesuai dengan bidang kerja
atau pendidikannya. Misalnya : diagnosis buta warna pada calon mahasiswa kedokteran; atau
tremor kasar pada seorang dokter ahli bedah kardiovaskular, dan lain lain.

Menyampaikan berita buruk sebenarnya bukan merupakan hal yang baru dalam dunia
kedokteran, namun bagaimana sikap seorang dokter dalam menyikapinya telah mengalami
banyak perubahan besar dalam 30 tahun terakhir. Pergeseran tersebut diakibatkan karena saat
ini otonomi pasien sudah jauh lebih besar, sehingga gaya paternalistik sudah tidak terlalu
cocok lagi untuk digunakan. Hal tersebut disebabkan oleh peningkatan pengetahuan yang
dimiliki pasien (beserta keluarga pasien )2.3.4. Gaya paternalistik merupakan konsep lama
yang digunakan untuk menyampaikan berita buruk pada pasien (gaya ini masih umum dan

Nasehat dari Hippocrates dalam mengabarkan berita buruk :

“Sembunyikanlah bebe rapa hal dari pasien saat anda menjumpainya. Berikan saja
perintah – perintah seperlunya dengan tetap tenang dan ramah…jangan ungkapkan kondisi
pasien sekarang atau masarakat akan dating sebab sebagoian pasien kondisi mereka akan
bertambah buruk apa bila mereka mengetahui kondisi tidak baik yang akan menimpa mereka.

Kode Etik dari Asosiasi Medis Amerika (tahun 1847) :


Kehidupan orang sakit dapat dipersingkat tidak hanya oleh tindakan, tetapi juga
oleh kata-kata ataupun perilaku dokter. Oleh karena itu merupakan sebuah tugas suci
bagi para dokter untuk menjaga dirinya sendiri dengan hati-hati dalam hal ini, dan
untuk menghindari segala sesuatu yang memiliki kecenderungan untuk membuat
pasien putus asa dan tertekan semangatnya.
Namun, pada dekade sekarang ini model paternalistik digantikan oleh model lain
yang lebih menekankan otonomi pasien dan penjelasan secara lengkap/ jelas. Pada model
yang baru ini pengungkapan diagnosis dan prognosis diberikan secara jujur, serta diberikan
pula pilihan – pilihan terapi atau penanganan yang dapat dipilih oleh pasien, sehingga dapat
sesuai dengan keinginan dan nilai – nilai yang dianut pasien. Beberapa penelitian
yang dilakukan terhadap pasien dengan penyakit-penyakit kronis atau terminal, menunjukkan
bahwa sebagian besar pasien ingin mengetahui apa yang terjadi pada dirinya dan apa yang
bisa dilakukan terhadap penyakitnya. Komunikasi yang terbuka antara pasien dan dokter
sangat penting untuk kelancaran terapi.5

Pada tahun 1961; dari 193 dokter ada 169 (88%) yang secara rutin menjelaskan pada pasien
mengenai diagnosis kanker dengan gaya `eufemisme` (contoh: istilah kanker diganti dengan
“pertumbuhan“, dll). Dokter – dokter tersebut menganut pandangan bahwa lebih baik
menerangkan sesedikit mungkin mengenai kanker dengan harapan dapat terus menjaga
perasaan pasien sehingga kerjasama pasien dapat terus terjaga, dan pengobatan dapat terus
berlangsung dengan baik. Namun, dalam penelitian tersebut juga ditemukan bahwa ternyata
sebagian besar pasien justru menginginkan kebenaran mengenai diagnosis dan situasi
mereka.

Dari penelitian lain tahun 1982 terhadap 1.251 warga Amerika2; diketahui bahwa 96%-
nya berharap akan diberitahu keadaan yang sesungguhnya oleh dokter apabila mereka sampai
terdiagnosis menderita kanker, 85% pasien menginginkan penjelasan untuk prognosis
penyakit, termasuk tentang seberapa lama lagi mereka masih bisa bertahan atau bisa hidup.
Penelitian ini didukung dengan banyak penelitian lain pada tahun – tahun berikutnya.

Penelitian yang sama juga telah dibuat di Eropa, dan hasilnya tidak jauh berbeda dengan
penelitian di Amerika2. Pasien di sana menginginkan penjelasan yang jujur mengenai
penyakit mereka (kanker), termasuk tentang kesempatan yang bisa diperoleh dari terapi yang
mereka jalani (seberapa persen kemungkinan keberhasilannya), juga mengenai efek samping
terapi.

Penelitian di Asia (China) ternyata juga tidak jauh berbeda5. Mayoritas pasien ingin
diberikan informasi mengenai situasi / penyakit mereka yang sebenarnya. Namun perlu
sedikit modifikasi dalam penyampaiannya, karena umumnya di Asia pembicaraan soal
kematian masih dianggap sebagai “tabu“, juga karena adanya peran keluarga yang cukup
besar dan berpengaruh. Namun demikian, dalam hal penyampaian berita buruk tetap
disarankan untuk mendengar apa yang diinginkan pasien, dan bukan keinginan keluarga

MENGAPA PENTING MENGUNGKAPKAN INFORMASI/BERITA BURUK PADA


PASIEN ?

1. Sebagian besar pasien memang ingin mengetahui apa yang sedang terjadi pada dirinya. 2.
Sebagian besar pasien ingin mengetahui kemungkinan apa saja yang bisa terjadi pada dirinya,
termasuk terapi apa saja yang bisa diperoleh, prognosis, dan efek samping terapi. 3. Ketika
dokter menahan informasi dari seorang pasien, berarti dokter tersebut sudah mengurangi
otonomi seorang pasien. 4. Apabila pasien akhirnya mengetahui bahwa ternyata ada
informasi yang tidak diberikan padanya, maka akan hilanglah rasa percayanya pada dokter 5.
Menyembunyikan informasi tentang kondisi pasien dan kemungkinan yang dialami dapat
menyebabkan KESULITAN-KESULITAN DALAM MENYAMPAIKAN BERITA
BURUK

Ada beberapa hal yang sering dikeluhkan oleh dokter saat harus menyampaikan berita buruk
pada pasien :

1. Bagaimana cara yang tepat untuk bisa jujur pada pasien tanpa mengurangi harapan
mereka?

2. Bagaimana cara menghadapi dan menangani emosi pasien saat mereka mendengar berita
buruk mengenai dirinya. Apakah saya sanggup ?

3. Kapankah waktu yang tepat untuk menyampaikan berita buruk pada pasien ?

4. Bagaimana memilih metode komunikasi yang tepat bagi pasien sesuai dengan latar
belakang dan kepribadiannya?
Berikut ini adalah 3 langkah dari Robert Buckman yang bisa digunakan sebagai pedoman
dalam menyampaikan berita buruk pada pasien2.

PROTOKOL ENAM LANGKAH UNTUK MENYAMPAIKAN BERITA BURUK

1 PERSIAPAN Pilih ruangan yang menjamin privacy,


dan usahakan baik dokter maupun
pasien bisa duduk dalam posisi yang
nyaman.
Tanyakan pada pasien apakah dia
menghendaki ada orang lain yang
menemaninya, apakah suami / istri,
anak, atau keluarga lainnya. Biarlah
pasien sendiri yang memutuskan.
Mulailah dengan memberikan
pertanyaan seperti: “Bagaimana
perasaan anda sekarang ?“.
(Pertanyaan ini untuk mulai
melibatkan pasien dan menunjukkan
pada pasien bahwa percakapan
selanjutnya adalah percakapan dua
arah. Pasien tidak hanya mendengarkan
dokter bicara).
2 MENCARI TAHU SEBANYAK Mulailah mengajukan pertanyaan untuk
APA INFORMASI YANG SUDAH menggali informasi dari pasien supaya anda
DIMILIKI PASIEN dapat mulai memahami.
Apakah pasien sudah tahu mengenai
penyakitnya/ situasinya. Contoh : saya
menderita kanker paru paru dan saya
memerlukan pembedahan"
Seberapa banyak dia tahu ? Darimana dia
tahu ? ("dokter mengatakan ada
sesuatu kelainan yang di temukan di
foto roentgen dada saya") Tingkat
pengetahuan pasien (dok saya
menyatakana Adenocarcinoma T2N0
")
Situasi emosional pasien ("Saya takut
jangan – jangan saya terkena kanker,
Dok … sampai – sampai seminggu ini
s aya jadi susah tidur") .
Terkadang pasien atau keluarga pasien
(orang tua pada pasien anak) mungkin tidak
bisa menjawab atau merespon pertanyaan
anda, dan mungkin memang tidak mengetahui
sama sekali mengenai penyakit mereka.
Pada kasus – kasus seperti itu , teknik
yang bisa digunakan untuk menstimulasi
diskusi adalah dengan menanyakan kembali
tentang hal – hal yang sudah mereka ketahui
seperti riwayat penyakit dan hasil
pemeriksaan atau hasil test yang telah
dilakukan sebelumnya.

3 3 MENCARI TAHU SEBERAPA Penting untuk menanyakan pada


BANYAKKAH INFORMASI pasien seberapa detil informasi yang
YANG INGIN DIKETAHUI ingin didengarnya. Apakah sangat
PASIEN detil, atau hanya gambaran besarnya
saja ?
Perlu diperhatikan bagaimana cara
bertanya, dan kemungkinan reaksi
pasien. (Setiap pasien tidak akan sama
, bahkan pada pasien yang sama
kemungkinan akan berubah
permintaannya selama dalam satu sesi
percakapan). Beberapa pertanyaan
yang sering digunakan pada tahap ini
misalnya :

Bapak ibu bila nanti situasi atau


kondisi hasil tesmenujukkan sesuatu
yang serius apakah saya
bisamemberitahukan pada anda
mengenai masalah tersebut ?

Apakah bapak / ibu ingin saya


menjelaskan secara rinci atau hanya
garis besar dari kondisi bapak / ibu
sekarang ?

Bapak / Ibu, hasil te st anda sudah


keluar. Apakah saya bisa menjelaskan
pada bapak / ibu, atau bapak / ibu ingin
agar saya menjelaskan kondisi anda
pada keluarga ?

HAL–HAL YANG DIANGGAP PENTING OLEH PASIEN DALAM PENYAMPAIAN


BERITA BURUK

Yang dimaksud di sini adalah apa saja yang dibicarakan, dan seberapa banyak
informasi atau keterangan yang diberikan oleh dokter. Item ini sangat berhubungan dengan
angapan/ kepercayaan pasien terhadap kompetensi dokter di bidangnya, juga tentang
pengetahuan dokter mengenai perkembangan terbaru mengenai penyakit/ kasus mereka.

Pasien dengan pendidikan yang lebih tinggi diketahui lebih banyak mementingkan isi 7 .
Pasien muda, wanita, serta pendidikan tinggi dilaporkan juga menginginkan informasi yang
lebih detail mengenai kondisi penyakit, terapi, serta prognosisnya. Pasien dengan tingka
kecemasan yang tinggi dan motivasi tinggi untuk menjalankan terapi, juga menginginkan
informasi yang lebih detail. 8
SUPPORT Yang dimaksud di sini adalah aspek supportif dalam komunikasi dokter.
Jadi apakah dalam penyampaian berita buruk ini dokter bersikap baik, memberi
support/ dukungan yang cukup, dll. Termasuk pula di sini apakah dokter bersedia
mengkomunikasikan hal – hal yang menyangkut diagnosis,prognosis, treatment, dll
kepada keluarga atau orang lain, dan juga menyediakan berbagai informasi yang ingin
diketahui pasien. Diketahui pasien wanita lebih banyak mementingkan hal tersebut di
atas 7 . Aspek penting dalam memberikan support adalah mendengarkan pasien, serta
memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh pasien.

FASILITASI Yang dimaksud di sini adalah kapan dan di mana informasi


diberikan. Apakah dalam ruangan dengan privacy yang cukup, dokter memperhatikan
pasien dengan sungguh – sungguh (tidak sambil lalu saja). Juga apakah dokter
menunggu sampai seluruh hasil diperoleh, sehingga sudah cukup data untuk
menyimpulkan situasi pasien sebelumakhirnya dokter menyampaikan berita buruk
pada pasien.

Diketahui pasien dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan pasien muda sangat
mementingkan hal ini 7 .

CARA PENYAMPAIAN9 Dalam berkomunikasi dengan pasien, dokter harus


memberikan informasi dengan singkat, jelas, dan jujur sehingga dapat dimengerti oleh
pasien. Perlu memperhatikan intonasi yang lembut, mendengarkan pasien,
memberikan support dan meyakinkan pasien dalam menjalani terapi, tanpa melakukan
kontak fisik.

HAL LAIN YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM MENYAMPAIKAN


BERITA BURUK :

Ada banyak faktor yang mempengaruhi cara penerimaan pasien terhadap “berita
buruk“. Hal tersebut antara lain : jenis kelamin, tingkat pendidikan, usia, kematangan pribadi,
jenis kepribadian, faktor sosial budaya, cara pandang tentang hidup itu sendiri, dll.

Sebelum berkomunikasi dengan pasien, sangat penting bagi seorang dokter untuk
mengenali pasiennya, atau paling tidak mengetahui latar belakang pasiendan keluarganya
sebab dalam hal penerimaan berita buruk, kita tidak bisa mengharapkan reaksi yang sama
dari setiap pasien. Faktor – faktor yang disebutkan di atas memang akan sangat berpengaruh.
Informasi tentang pasien, terutama usia, jenis kelamin, sosial ekonomi dan budaya dapat
diketahui dengan mempelajari rekam medis, sedangkan jenis kepribadian dapat dinilai
melalui interaksi yang dilakukan dengan pasien.

Kehadiran anggota keluarga pasien juga merupakan hal yang harus diperhatikan.
Pasien Asia dilaporkan lebih memilih untuk didampingi oleh anggota keluarga saat
menerima berita buruk daripada pasien dari negara-negara Amerika Utara atau Eropa.9

KESALAHAN YANG UMUM DILAKUKAN DALAM MENYAMPAIKAN


BERITA BURUK

1. Menyampaikan berita buruk bukan di tempat yang menjamin privacy, misalnya


disampaikan di lorong rumah sakit, di pintu IGD, dll.

2. Interupsi / pemberian penjelasan terpotong atau terganggu karena suatu hal


(misalnya menerima atau menjawab telepon, HP berbunyi, ada perawat meminta tanda
tangan, dll).

3. Penyampaian kabar buruk melalui telepon. Hindari hal ini karena dokter tidak tahu
bagaimana situasi dan kondisi pasien saat menerima kabar buruk tersebut.

4. Dokter terlalu banyak bicara (biasanya karena dokter sendiri merasa tidak nyaman
atau nervous).

5. Efek iatrogenik yaitu berita buruk yang disampaikan memperburuk kondisi pasien baik
secara fisik maupun psikologis atau bahkan menimbulkan gangguan baru secara fisik atau
fisiologis (misalnya, pasien pria mendapat berita buruk tentang mengidap diabetes melitus,
penjelasan tentang akibat diabates yang salah satunya impotensi menyebabkan pasien
cemas sehingga menjadi impotensi psikogenik).:
DAFTAR PUSTAKA

1. Bor R, Miller R, Goldman E, Scher. The meaning of bad news in HIV disease: counseling
about dreaded issues revisited. Counseling Pschol Quarterly. 1993; 6: 69-80.

2. Baile WF, Buckman R, Lenzi R, Glober G, Beale EA, Kudelka AP. SPIKES- A six
step protocol for Delivering Bad News: Application to the Patient with Cancer. The
Oncologist.
2000; 5:302-311.

3. Fallowfield L,Jenkins V. Communicating sad, bad, and difficult news in medicine. The
Lancet. 2004; 363: 312-319.

4. Vandekieft GK. Breaking Bad News. American Family Physician, Des.2001; Vol.64
no.12.

5. Dias L, Chabner BA, Lynch TJ, Penson RT. Breaking Bad News: A Patient‟s Perspective.
The Oncologist. 2003 Dec 1;8(6):587–96.

6. Tse,CY. Fox,SY. Chong A. Palliat Med, June 2003. vol. 17 no. 4: 339-343. 7. Parker PA,
Baile WF, de Moor,C, Lenzi R, Kudelka AP, Cohen L. Breaking Bad News
About Cancer: Patients‟ Preferences for Communication. Journal of Clinical Oncology,
Vol 19, Issue

7 (April), 2001: 2049-2056 8. Maramis,W.F., 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa.


Surabaya: Airlangga Universitas Press. 9. Fujimori M, Uchitomi Y. Preferences of Cancer
Patients Regarding Communication of Bad News: A Systematic Literature Review. Jpn J
Clin Oncol. 2009 Apr 1;39(4):201–16.

Anda mungkin juga menyukai