Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH PENDIDIKAN DALAM KEPERAWATAN

KONSEP KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Disusun Oleh :
Nur Marliyana 131911014

Dosen Pengampu:
Hotmaria Julia D S, S.Kep, Ns,M.Kep

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
TANJUNGPINANG
TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami mampu menyusun sebuah makalah dengan judul “Konsep Komunikasi
Terapeutik”. Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas yang diberikan dalam mata kuliah
Komunikasi Dalam Keperawatan II di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Tanjung
Pinang.

Dalam Penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Wiwiek Liestyaningrum, S.Kep., Ns, M.Kep selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Hang Tuah Tanjungpinang.
2. Zakiah Rahman, S.Kep, Ns, M.Kes selaku Ka.Prodi S-1 Keperawatan Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Tanjungpinang
3. Hotmaria Julia D S, S.Kep,Ns,M.Kep dosen pengampu mata Pendidikan Dalam
Keperawatan.

            Kami menyadari makalah ini masih banyak kekurangan baik pada penulisan maupun
materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu penulis mengharapkan,
kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan
makalah ini.

Tanjungpinang, 9 Februari 2022

                                                                                                          
      Penyusun
DAFTAR ISI

Kata pengantar .............................................................................................. i


Daftar isi.......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah...................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan....................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi .............................................................................................. 2
B. Tujuan........................................................................................................ 3
C. Tahap-tahap............................................................................................... 3
D. Teknik........................................................................................................ 4
E. Hambatan................................................................................................... 6
BAB III PENUTUP....................................................................................... 8
A. Kesimpulan................................................................................................ 8
B. Saran.......................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 9
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang untuk
tujuan terapi. Seorang penolong atau perawat dapat membantu klien mengatasi
masalah yang dihadapinya melalui komunikasi (Suryani, 2015). Menurut Purwanto
yang dikutip oleh (Mundakir, 2010) komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang
direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan
pasien. Pada dasarnya komunikasi terapeutik merupakan komunikasi professional
yang mengarah pada tujuan yaitu penyembuhan klien (Fatmawati, S, 2010).
Komunikasi tidak hanya sekedar alat untuk berbicara dengan klien, namun
komunikasi antar perawat dan klien memiliki hubungan terapeutik yang bertujuan
untuk menumbuhkan motivasi dalam proses kesembuhan klien. Adanya motivasi akan
mampu mempengaruhi kesembuhan klien, jika tidak didukung adanya motivasi untuk
sembuh dari diri klien tersebut dipastikan akan menghambat proses kesembuhan.
Perawat yang memiliki keterampilan berkomunikasi terapeutik tidak saja akan mudah
membina hubungan saling percaya dengan klien, tetapi juga dapat mencegah
terjadinya masalah legal etik, serta dapat memeberikan kepuasan profesional dalam
pelayanan keperawatan, meningkatkan citra profesi keperawatan dan citra rumah sakit
dalam memberikan pelayanan (Nurjanah, 2009).
B. Rumusan Masalah
1. Apa Yang dimaksud Komunikasi Terapeutik?
2. Apa Konsep Dalam Komunikasi Terapeutik?
3. Apa Tujuan Komunikasi Terapeutik?
4. Apa saja Tahap-tahap Komunikasi Terapeutik?
5. Apa Teknik komunikasi terapeutik?
6. Apa hambatan komunikasi Terapeutik?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan komunikasi Terapeutik.
2. Untuk memahami konsep dalam komunikasi Terapeutik
3. Untuk mengetahui tujuan komunikasi Terapeutik
4. Untuk mengetahui tahap-tahap komunikasi terapeutik
5. Untuk mengetahui Teknik komunikasi Terapeutik
6. Untuk mengetahui hambatan komunikasi Terapeutik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau keterampilan perawat untuk
membantu klien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan psikologis dan
belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain. Komunikasi dalam profesi
keperawatan sangatlah penting sebab tanpa komunikasi pelayanan keperawatan
sulit untuk diaplikasikan.
Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang direncanakan secara
sadar, tujuan dan kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan klien.
Jenis komunikasi terdiri dari verbal dan non verbal yang dimanifestasikan
secara terapeutik.
a. Komunikasi Verbal
Komunikasi yang menggunakan kata – kata mencakup komunikasi bahasa
terbanyak dan terpenting yang digunakan dalam berkomunikasi. Hal ini
disebabkan karena bahan dapat mewakili kenyataan kongkrit. Keuntungan
komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu memungkinkan tiap individu untuk
beberapa secara langsung. Komunikasi verbal yang efektif harus :
1) Jelas dan ringkas. Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan
langsung. Penerimaan pesan perlu mengetahui apa, mengapa, bagaimana,
kapan, siapa, dan dimana. Ringkas dengan menggunakan kata-kata yang
mengekspresikan ide secara sederhana;
2) Perbendaharaan kata (mudah dipahami). Komunikasi tidak akan berhasil,
jika pengirim pesan tidak mampu menerjemahkan kata atau ucapan. Istilah-
istilah teknis yang digunakan dalam keperawatan dan kedokteran, dan jika ini
digunakan oleh perawat, klien dapat menjadi bingun dan tidak mampu
mengikuti petunjuk atau mempelajari informasi penting;
3) Denotatif dan konotatif. Denotatif ialah memberikan pengertian yang sama
terhadap kata yang digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan pikiran,
perasaan atau ide yang terdapat dalam suatu kata. Kata serius dipahami klien
sebagai suatu kondisi mendekati kematian, tetapi perawat akan menggunakan
kata kritis untuk menjelaskan keadaan yang mendekati kematian;
4) Selaan dan kesempatan berbicara. Kecepatan dan tempo bicara yang tepat
turut menentukan keberhasilan komunikasi verbal. Selaan yang lama dan
pengalihan yang cepat pada pokok pembicaraan lain mungkin akan
menimbulkan kesan bahwa perawat sedang menyembunyikan sesuatu
terhadap klien. Perawat sebaiknya tidak berbicara dengan cepat sehingga kata
– kata tidak jelas. Selaan perlu digunakan untuk menekankan pada hal
tertentu, memberi waktu kepada pendengar untuk mendengarkan dan
memahami arti kata. Selaan yang tepat dapat dilakukan dengan memikirkan
apa yang akan dikatakan sebelum mengucapakannya, menyimak isyarat
nonverbal dari pendengar yang mungkin menunjukkan. Perawat juga bisa
menanyakan kepada pendengar jika ia berbicara terlalu lambat atau terlalu
cepat dan apakah perlu untuk diulang;
5) Waktu dan relevensi. Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap
pesan. Bila klien sedang menangis kesakitan, tidak waktunya untuk
menjelaskan resiko operasi. Kendatipun pesan diucapkan secara jelas dan
singkat, tetapi waktu tidak tepat dapat menghalangi penerimaan pesan secara
akurat. Perawat harus peka terhadap ketepatan waktu untuk berkomunikasi.
Begitu pula komunikasi verbal akan lebih bermakna jika pesan yang
disampaikan berkaitan dengan minat dan kebutuhan klien;
6) Humor. Humor merangsang produksi catecholamines dan hormon yang
menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit,
mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi pernafasan dan menggunakan
humor untuk menutupi rasa takut dan tidak enak atau menutupi
ketidakmampuannya untuk berkomunikasi dengan klien.
b. Komunikasi non verbal
Komunikasi non verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan kata-
kata. Cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada orang
lain. Perawat perlu menyadari pesan verbal dan non verbal yang disampaikan
klien mulai dari saat saat pengkajian sampai evaluasi asuhan keperawatan,
karena isyarat non verbal menambah arti terhadap pesan verbal. Perawat yang
mendeteksi suatu kondisi dan menentukan kebutuhan asuhan keperawatan.
Komunikasi nonverbal teramati pada:
1) Metakomunikasi. Komunikasi tidak hanya tergantung pada pesan tetapi
juga pada hubungan antara pembicara dengan lewat bicaranya.
Metakomunikasi adalah suatu komentar terhadap isi pembicaraan dan sifat
hubungan antara yang berbicara, yaitu pesan didalam pesan yang
menyampaikan sikap dan perasaan pengirim terhadap pendengar;
2) Penampilan personal. Penampilan seseorang merupakan salah satu hal
pertama yang diperhatiakan selama komunikasi interpersonal. Kesan
pertama timbul dalam 20 detik sampai 4 menit pertama, 84 % dari kesan
terhadap seseorang berdasarkan penampilannya. Bentuk fisik, cara
berpakaian dan berhias menunjukkan kepribadian, status sosial, pekerjaan,
agama, budaya, dan konsep diri. Penampilan tidak sepenuhnya
mencerminkan kemampuan perawat, tetapi mungkin akan lebih sulit bagi
perawat untuk membina rasa percaya terhadap klien jika perawat tidak
memenuhi citra klien;
3) Intonasi (nada suara). Nada suara pembicara mempunyai dampak yang
besar terhadap arti pesan yang dikirimkan, karena emosi seseorang dapat
secara langsung mempengaruhi nada suaranya. Perawat harus menyadari
emosinya ketika sedang berinteraksi dengan klien, karena maksud untuk
menanyakan rasa tertarik yang tulus terhadap klien dapat terhalangi oleh
nada suara perawat;
4) Ekspresi wajah. Hasil suatu penelitian menunjukkan enam keadaan emosi
yang utama yang tampak melalui ekspresi wajah: terkejut, takut, marah,
jijik, bahagia, dan sedih. Ekspresi wajah sering digunakan sebagai dasar
penting dalam menentukan pendapat interpersonal. Kontak mata sangat
penting dalam komunikasi interpersonal. Orang yang mempertahankan
kontak mata selama pembicaraan diekspresikan sebagai orang yang dapat
dipercaya, dan memungkinkan untuk menjadi pengamat yang baik.
Perawat sebaiknya tidak memandang ke bawah ketika sedang berbicara
dengan klien, oleh karena itu ketika berbicara sebaiknya duduk sehingga
perawat tidak tampak dominan jika kontak mata dengan klien dilakukan
dalam keadaan sejajar;

5) Sikap tubuh dan langkah. Sikap tubuh dan langkah menggambarkan sikap,
emosi, konsep diri dalam keadaan fisik. Perawat dapat mengumpulkan
informasi yang bermanfaat dengan mengamati sikap tubuh dan langkah
klien. Langkah dapat dipengaruhi oleh faktor fisik seperti rasa sakit;

6) Sentuhan. Kasih sayang, dukungan emosional, dan perhatian disampaikan


melalui sentuhan. Sentuhan merupakan bagian yang penting dalam
hubungan perawat dan klien, namun harus memperhatikan norma sosial.

B. Tujuan Komunikasi Terapeutik


Tujuan komunikasi terapeutik adalah untuk menegakkan hubungan terapeutik
antara petugas Kesehatan dengan pasien atau klien, mengidentifikasi kebutuhan klien
yang penting dan menilai persepsi klien tehadap masalahnya,membantu pasien
memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran pasien,membantu
mengambil Tindakan yang efektif untuk pasien ,membantu memengaruhi
seseorang,lingkungan fisik dan diri sendiri.
C. Tahap-tahap Komunikasi Terapeutik

1. Tahap Pre-interaksi
Tahap pertama ini merupakan tahap dimana perawat belum bertemu dengan
pasien. Tugas perawat dalam tahap ini adalah menggali perasaan, fantasi dan rasa
takut dalam diri sendiri; menganalisis kekuatan dan keterbatasan profesional diri
sendiri; mengumpulkan data tentang klien jika memungkinkan; dan merencanakan
untuk pertemuan pertama dengan klien.
2. Tahap orientasi
Yakni tahap dimana perawat pertama kali bertemu dengan klien. Tugas perawat
dalam tahap ini meliputi: menetapkan alasan klien untuk mencari bantuan; membina
rasa percaya, penerimaan dan komunikasi terbuka; menggali pikiran, perasaan dan
tindakan-tindakan klien; mengidentifikasi masalah klien; menetapkan tujuan dengan
klien; dan, merumuskan bersama kontrak yang bersifat saling menguntungkan dengan
mencakupkan nama, peran, tanggung jawab, harapan, tujuan, tepat pertemuan, waktu
pertemuan, kondisi untuk terminasi dan kerahasiaan.

3. Tahap kerja
Tahap komunikasi terapeutik yang ketiga ini adalah tahap dimana perawat
memulai kegiatan komunikasi. Tugas perawat pada tahap ini adalah menggali stresor
yang relevan; meningkatkan pengembangan penghayatan dan penggunaan mekanisme
koping klien yang konstruktif; serta membahas dan atasi perilaku resisten.

4. Tahap terminasi

Tahap terminasi adalah tahap dimana perawat akan menghentikan interaksi


dengan klien, tahap ini bisa merupakan tahap perpisahan atau terminasi sementara
ataupun perpisahan atau terminasi akhir. Tugas perawat pada tahap ini adalah:
membina realitas tentang perpisahan; meninjau kemampuan terapi dan pencapaian
tujuan-tujuan; serta menggali secara timbal balik perasaan penolakan, kesedihan dan
kemarahan serta perilaku yang terkait lainnya.
D. Teknik Komunikasi Terapeutik
1. Penerimaan
Penting untuk membuat pasien merasa didengarkan untuk mempermudah menerima
perawatan. Perlu diingat bahwa penerimaan tidak selalu sama dengan
kesepakatan. Bentuk penerimaan bisa dengan melakukan kontak mata dan berkata,
“ya, saya paham maksud Anda.”
2. Diam atau hening
Keheningan dapat memberikan waktu dan ruang bagi pasien untuk mengutarakan
pikiran dan perasaan ke dalam kalimat.
3. Menawarkan diri
Menyediakan waktu dan perhatian untuk menemani pasien tanpa diminta. Hal ini
dapat membantu meningkatkan suasana hati pasien.
4. Memberi penghargaan
Memberi penghargaan tanpa memberi pujian berlebihan. Misalnya dengan
mengatakan, “Saya perhatikan Anda selalu semangat menjalani terapi.” Hal ini akan
mendorong pasien tetap melakukan tindakan tanpa memerlukan pujian.
5. Aktif mendengarkan
Perawat yang aktif mendengarkan akan menunjukkan minat dan memberikan reaksi
secara verbal atau nonverbal yang dapat mendorong pasien membuka dirinya. Pasien
dapat merasakan bahwa perawat tertarik, mendengarkan, dan memahami
pembicaraannya.
6. Membuka komunikasi
Mengawali percakapan dengan topik terbuka seperti, “Apa yang sedang Anda
pikirkan?” teknik komunikasi terapeutik ini akan memberikan kesempatan bagi pasien
untuk memilih topik pembicaraan.
7. Meminta pasien mengurutkan peristiwa sesuai waktu
Bertanya mengenai urutan-urutan waktu atas peristiwa yang diceritakan, dapat
membantu perawat lebih memahami cerita lebih jelas. Selain itu, teknik ini juga
membantu pasien mengingat sesuatu yang sempat dilupakan.
8. Mencari klarifikasi
Meminta klarifikasi pasien saat mereka mengatakan sesuatu yang membingungkan
atau ambigu untuk menghindari kesalahpahaman.
9. Melakukan pengamatan
Pengamatan terhadap pasien dapat membantu mengidentifikasi masalah yang tidak
disadari sebelumnya. Misalnya, saat pasien mengalami perubahan selera makan, bisa
jadi mengarah pada penemuan gejala baru.
10. Konfrontasi
Teknik konfrontasi pada komunikasi terapeutik dapat dilakukan setelah perawat
mampu membangun kepercayaan dengan pasien.Ini adalah tindakan verbal dari
perawat yang menunjukkan ketidaksesuaian antara perkataan dan tindakan pasien.
Jika digunakan dengan benar, hal ini dapat membantu pasien menghentikan rutinitas
yang merusak dan memahami situasi mereka sendiri.
11. Mendorong pasien untuk mengungkapkan pandangannya
Minta pasien untuk menjelaskan pandangannya. Teknik komunikasi terapeutik ini
dapat membantu perawat memahami perspektif pasien.
12. Membuat ringkasan
Perawat dapat membuat ringkasan di akhir percakapan sehingga pasien mengetahui
bahwa perawat mendengar dan menyimak pembicaraan. Teknik komunikasi
terapeutik ini memungkinkan pasien untuk memberikan koreksi jika perawat
membuat kesimpulan yang salah.
13. Merefleksikan
Refleksi mendorong pasien untuk mengenali dan menerima perasaannya sendiri.
Misalnya saat pasien bertanya, “Apakah saya harus membicarakannya dengan
dokter?” Perawat dapat merespons dengan, “Menurut Anda, apakah Anda harus
membicarakannya dengan dokter?”
14. Memberikan harapan dan humor
Memberikan harapan kepada pasien bahwa mereka dapat melalui situasi yang tengah
dijalani dan meringankan suasana dengan humor dapat membantu perawat
membangun hubungan yang baik dengan pasien. Kedua hal ini dapat membuat pikiran
pasien lebih positif.
15. Mendorong pasien untuk melakukan perbandingan
Perawat dapat mendorong pasien untuk melakukan perbandingan dari beberapa
pengalaman sebelumnya. Hal ini dapat membantu pasien menemukan solusi untuk
masalah mereka.
16. Mengungkapkan keraguan
Mengekspresikan ketidakpastian tentang kenyataan dalam persepsi pasien. Dengan
mengungkapkan keraguan, perawat dapat memaksa pasien untuk memeriksa asumsi
mereka.
17. Fokus
Perhatikan isi percakapan dengan pasien dengan fokus. Bisa saja pasien memberikan
suatu pernyataan penting yang perlu didiskusikan lebih lanjut.
E. Hambatan Komunikasi Terapeutik
a. Resisten
Resisten adalah upaya klien untuk tetap tidak menyadari aspek penyebab
ansientas yang dialaminya. Resisten merupakan keengganan alamiah atau
penghindaran verbalisasi yang dipelajari atau mengalami peristiwa yang
menimbulkan massalah aspek diri seseorang. Resisten merupakan akibat dari
ketidaksediaan klien untuk berubah telah dirasakan. Perilaku resisten biasanya
diperlihatkan oleh klien selama fase kerja, karena fase ini sangat banyak berisi
proses penyelesaian masalah.
b. Transferens
Transferens adalah respons tidak sadar dimana klien mengalami perasaan dan
sikap terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh
kehidupannya di masa lalu. Sifat yang paling menonjol adalah ketidaktepatan
respon klien dalam intensitas dan penggunaan mekanisme pertahanan
pengisaran (displacement) yang maladaptif. Ada dua jenis utama reaksi yaitu
bermusuhan dan tergantung.
c. Kontertransferens
Yaitu kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh terapis bukan oleh klien.
Kontertransferens merujuk pada respon emosional spesifik oleh terapis
terhadap klien yang tidak tepat dalam isi maupun konteks hubungan terapeutik
atau ketidaktepatan dalam intensitas emosi. Reaksi ini biasanya terbentuk dari
salah satu dari tiga jenis yaitu reaksi sangat mencintai, reaksi sangat
bermusuhan atau membenci dan reaksi sangat cemas sering kali digunakan
sebagai respons terhadap resisten klien.
1.) Keluarga sulit mengerti
hambatan komunikasi yang dirasakan selama berkomunikasi dengan
keluarga pasien, yaitu ketika perawat sedang menjelaskan prosedur suatu
tindakan, keluarga tidak mengerti bahkan sulit mengerti dan sulit
memahami maksud perkataan perawat meskipun sudah dijelaskan berkali-
kali.
2.) Pendidikan, sosial budaya dan ketidaktahuan, keluarga yang sulit mengerti
disebabkan beberapa faktor seperti faktor pendidikan, sosial budaya, ekonomi,
biologis, daya tangkap dan ketidaktahuan keluarga pasien. berpendapat bahwa
keluarga pasien yang pendidikannya rendah ketika diinformasikan sesuatu
langsung mengerti, justru keluarga pasien yang pendidikannya tinggi yang
sering sok tau yang tidak mau mendengarkan apa yang dikatakan perawat dan
tidak mau menerima informasi dari perawat.
3.) Keluarga yang Kritis Selanjutnya hambatan komunikasi terjadi karena
keluarga pasien yang kritis. Kritis dalam artian sebelum perawat
menyampaikan informasi tentang pasien, keluarga sudah me-nanyakannya
lebih dulu. Ini men-jadi sebuah hambatan komunikasi karena rata-rata
keluarga bertanya pada perawat tidak lama setelah pasien masuk ICU, padahal
perawat maupun dokter dapat men-diagnosa dan mengetahui kondisi pasien
setelah diobservasi. untuk dapat mengetahui kondisi dan penyakit yang
diderita pasien, idealnya pasien harus diobservasi selama enam jam, sama
seperti di IGD.
4.) Bukan keluarga inti dan tidak kooperatif Selain itu, hambatan komunikasi
juga terjadi ketika keluarga yang menunggu pasien bukan merupakan keluarga
inti,sehingga ketika keluarga diminta persetujuan untuk melakukan suatu
tindakan kepada pasien, keluarga tidak langsung memberikan keputusan
karena harus menghubungi keluarga inti terlebih dahulu, karena yang boleh
memberikan persetujuan adalah keluarga inti.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau keterampilan perawat untuk
membantu klien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan psikologis dan
belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain. Komunikasi dalam profesi
keperawatan sangatlah penting sebab tanpa komunikasi pelayanan keperawatan
sulit untuk diaplikasikan.
Tujuan komunikasi terapeutik adalah untuk menegakkan hubungan terapeutik
antara petugas Kesehatan dengan pasien atau klien, mengidentifikasi kebutuhan klien
yang penting dan menilai persepsi klien tehadap masalahnya,membantu pasien
memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran pasien,membantu
mengambil Tindakan yang efektif untuk pasien ,membantu memengaruhi
seseorang,lingkungan fisik dan diri sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Creswell, J. (2015). Penelitian Kualitatif & Desain Riset Memilih di Antara Lima
Pendekatan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Dwi Retnaningsih, D. N. (2017). Kepuasan
Keluarga Pasien di Ruang ICU Rumah Sakit Permata Medika Semarang. Jurnal
Kesehatan Kusuma Husada, 1-4. Damaiyanti, M. (2008). Komunikasi Terapeutik
dalam Praktik Keperawatan. Bandung: Refika Aditama. Kusmiran, E. (2017).
Pelatihan Soft Skills Caring Meningkatkan Kualitas Pelayanan Keperawatan dan
Kepuasan Pasien di Rumah Sakit kota Bandung. Jurnal Pelatihan dan Pengembangan
Pelayanan Kesehatan. Hal. 73 Sima Moghaddasian, S. L. (2013). Nurses Empathy and
Family Needs in th Intensive Care Units. Journal of Caring Sciences, 1-5. Hanapi.
(2018, Agustus 14). RSUD dr.Slamet Garut Raih Akreditas Paripurna. Retrieved from
Pemerintah Kabupaten Garut: https://www.garutkab.go.id/ Latif, A. (2018, Januari
20). Pendapatan Masyarakat Garut Masih di Bawah Kelayakan. Retrieved from Kabar
Priangan: https://kabarpriangan.co.id/ Safitri,Alfia.(2017). Pengalaman Hidup
Perawat dalam Memberikan Perawatan End of Life di ICU Rumah Sakit Swasta
Bandung

Anda mungkin juga menyukai