Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Pada Pasien Gangguan Jiwa Dengan Waham Curiga
Dosen Pembimbing Burdahyat SKM, M.Kep
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Komunikasi Dalam Keperawatan

Disusun Oleh :
Etin rohaeti
Dian fatimah
Mimin sumirah
Lina meilina
Wahyu

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES SEBELAS APRIL SUMEDANG
2018

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah penyusun haturkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat


dan karunia-Nya penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Komunikasi Terapeutik Pada Pasien Gangguan Jiwa Dengan Waham Curiga” guna
memenuhi tugas mata kulian Komunikasi Dalam Keperawatan.
Penyusun sangat menyadari, bahwa dalam pembuatan makalah ini masih
banyak kekurangan maupun kesalahan, untuk itu kepada para pembaca yang budiman
harap memaklumi adanya, mengingat keberadaan penyusunlah yang masih banyak
kekurangannya. Dalam kesempatan ini pula penyusun mengharapkan kesediaan
pembaca untuk memberikan saran yang bersifat perbaikan, yang dapat
menyempurnakan isi makalah ini dan dapat bermanfaat dimasa yang akan datang.
Ucapan terimakasih sangat perlu penyusun haturkan kepada dosen mata
kuliah Komunikasi Dalam Keperawatan, sekaligus sebagai pembimbing dalam
pembuatan makalah ini. Semoga atas kebesaran hati dan kebaikan beliau mendapat
rahmat dari Allah SWT. Amiin.
Akhir kata semoga makalah ini dapat menambah wawasan, khususnya bagi
penyusun dan umumnya bagi para pembaca yang budiman.

Sumedang, juni 2018

Penyusun

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan salah satu masalah kesehatan utama dinegara-
negara maju. Meskipun masalah kesehatan jiwa tidak dianggap sebagai gangguan
yang menyebabkan kematian secara langsung, namun gangguan tersebut dapat
menimbulkan ketidakmampuan indivudu dalam berkarya serta ketidaktepatan
individu dalam berperilaku yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat
serta dapat menghambat pembangunan karena mereka tidak produktif.
(Hawari,2001)
Intensitas kecemasan yang tinggi, perasaan bersalah dan berdosa,
penghukuman diri, rasa tidak mampu, fantasi yang tak terkendali, serta dambaan-
dambaan atau harapan yang tidak kunjung sampai,merupakan sumber dari
waham. Waham dapat berkembang jika terjadi nafsu kemurkaan yang hebat,
hinaan, dan sakit hati yang mendalam.(Kartono,1981)
Menurut Stuart Gail W (2007), akibat bila waham tidak diatasi adalah klien
dengan waham dapat berakibat terjadinya resiko mencederai diri, orang lain dan
lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan
dapat melukai / membahayaan diri, orang lain dan lingkungan.
Proses pemulihan pasien gangguan jiwa biasanya dilakukan dengan dua cara,
yaitu terapi medik yang menggunakan obat-obatan dan terapi non medik yang
menggunakan komunikasi terapeutik. Komunikasi yang digunakan dalam proses
pemulihan dalam dunia kesehatan terutama dalam keperawatan jiwa dikenal
dengan sebutan Komunikasi Terapeutik. Komunikasi terapeutik merupakan suatu
bentuk komunikasi yang direncanakan secara sadar untuk membantu
penyembuhan/pemulihan pasien (Suliswati, 2005).
Komunikasi terapeutik pada pasien gangguan jiwa dari berbagai masalah
sangatlah penting karena pasien tersebut berbeda dari pasien biasanya. Pasien
yang mengalami gangguan jiwa membutuhkan asuhan keperawatan yang sangat
spesifik dari segi mental atau kejiwaannya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan komunikasi terapetik?
2. Apa dan bagaimana pasien gangguan jiwa dengan waham curiga?
3. Bangaimana strategi pelaksanaan komunikasi terapetik pada pasien gangguan
jiwa dengan waham curiga?

C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui tentang komunikasi terapetik
2. Untuk mengetahui tentang pasien gangguan jiwa dengan waham curiga
3. Untuk mengetahui strategi dan pelaksanaan komunikasi terapetik pada pasien
gangguan jiwa dengan waham curiga

D. Manfaat
1. Mahasiswa dapat mengetahui tentang komunikasi terapetik
2. Mahasiswa dapat mengetahui tentang pasien gangguan jiwa dengan waham
curiga
3. Mahasiswa dapat mengetahui strategi dan pelaksanaan komunikasi terapetik
pada pasien gangguan jiwa dengan waham curiga

BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Komunikasi Terapetik


1. Pengertian Komunikasi Terapetik
Terapetik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari
penyembuhan (As Hornby dalam intan, 2005). Maka disini dapat diartikan
bahwa terapetik adalah sesuatu yang memfasilitasi proses penyembuhan.
Sehingga komunikasi terapetik itu sendiri adalah komunikasi yang
direncanakan dan dilakukan untuk membantu penyembuhan/pemulihan
pasien. Komunikasi terapetik merupakan komunikasi professional bagi
perawat.
2. Tujuan Komunikasi Terapetik
Dengan memiliki keterampilan berkomunikasi terapetik, perawat akan
lebih mudah menjalin hubungan saling percaya dengan klien, sehingga akan
lebih efektif dalam mencapai tujuan asuhan keperawatan yang telah
diterapkan, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan
dan akan meningkatkan profesi.
Tujuan komunikasi terapetik (Purwanto, 1994) adalah :
 Membatu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan
fikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada
bila psien percaya pada hal yang diperlukan.
 Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang
efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
 Mempengaruhi orang laim, lingkungan fisik, dan dirinya sendiri.

3. Manfaat Komunikasi Terapeutik


Manfaat komunikasi terapeutik (Christina, dkk., 2003) adalah :
 Mendorong dan menganjurkan kerjasama antara perawat dengan pasien
melalui hubungan perawat-klien.
 Mengidentifikasi, mengungkapkan perasaan, mengkaji masalah, dan
nengevaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat.
4. Syarat-syarat Komunikasi Terapeutik
Stuart dan Sundeen (dalam Christina, dkk, 2003) mengatakan ada dua
persyaratan dasar untuk komunikasi terapeutik efektif :
 Semua komunikasi harus ditujukan untuk menjaga harga diri pemberi
maupun penerima pesan.
 Komunikasi yang menciptakan saling pengertian harus dilakukan terlebih
dahulu sebelum memberikan sarana, informasi maupun masukan.
5. Prinsip-prinsip Komunikasi terapeutik
Prinsip-prinsip kominikasi terapeutik menurut Carl rogers (dalam
Purwanto, 1994) adalah :
 Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati,
memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut.
 Komunikasi harus ditandai dengan sikap yang saling menerima, saling
percaya dan saling menghargai.
 Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun
mental.
 Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien bebas
berkembang tanpa rasa takut.
 Perawat harus dapat menciptakan suasana yang memungkinkan pasien
memiliki motivasi untuk mengubah dirinya sendiri baik sikap, tingkah
lakunya sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah-
masalah yang dihadapi.
 Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk
mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan
maupun frustasi.
 Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan
konsistensinya.
 Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik dan
sebaliknya simpati bukan tindakan yang terapetik.
 Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan
terapetik.
 Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukan dan
meyakinkan orang lain tentang kesehatan, oleh karena itu perawat perlu
mempertahankan suatu keadaan sehat fisik mental, spiritual, dan gaya
hidup.
 Disarankan untuk mengekspresikan perasaan bila dianggap menganggu.
 Altruisme untuk mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain
secara manusiawi.
 Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mugkin mengambil
keputusan berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia.
 Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap diri
sendiri atas tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang
lain.
6. Sikap Komunikasi Terapeutik
Egan (dalam Keliat, 1992), mengidentifikasi lima sikap atau cara untuk
menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi komunikasi terapetik,
yaitu :
 Berhadapan
 Mempertahankan kontak mata
 Membungkuk kearah klien
 Memperlihatkan sikap terbuka
 Tetap rileks.
7. Teknik Komunikasi Terapetik
 Mendengarkan dengan penuh perhatian
 Menunjukan penerimaan
 Menanyakan pertanyaan yang berkaitan
 Pertanyaan terbuka (open-ended question)
 Mengulang ucapan klien dengan kata-kata sendiri
 Mengklarifikasi
 Memfokuskan
 Menyatakan hasil observasi
 Menawarkan hasil informasi
 Diam (memelihara ketenangan)
 Meringkas
 Memberikan penghargaan
 Menawarkan diri
 Memberikan kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan
 Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan
 Menempatkan kejadian secara berurutan
 Memberikan kesempatan kepada klien untuk menguraikan persepsinya
 Refleksi
 Assertive
 Humor

B. Waham curiga
1. Pengertian waham curiga
Waham curiga adalah klien merasa bahwa ada seseorang atau kelompok
yang berusaha merugikan atau menciderai dirinya, diucapkan berulangkali
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan (FKUI,1999). Waham merupakan
keyakinan tentang isi pikiran yang tidak sesuai dengan kenyataan atau tidak
cocok dengan intelegensi dan latar belakang kebudayaannya biarpun
dibuktikan kemustahilan hal itu (WF.Maramis,1995). Waham adalah suatu
keyakinan yang salah yang dipertahankan secara kuat/terus menerus,tetapi
tidak sesuai dengan kenyataan(Keliat). Waham juga dapat muncul dari hasil
pengembangan pikiran rahasia yang menggunakan fantasi sebagai cara untuk
meningkatkan harga diri mereka yang terluka(kalpan&sadock).
2. Etiologi
Ada beberapa teori yang mengemukakan tentang penyebab dari delusi
atau waham, yaitu :
 Biologis
Pola keterlibatan keluarga relatif kuat yang muncul dikaitkan dengan
delusi atau waham. Dimana individu dari anggota keluarga yang
dimanifestasikan dengan gangguan ini berada pada resiko lebih tinggi
untuk mengalaminya dibandingkan dengan populasi umum. Studi pada
manusia kembar juga menunjukan bahwa ada keterlibatan faktor genetik.
 Teori psikososial
- System keluarga
Dikemukakan oleh Bowen (1978) dimana perkembangan skizofrenia
sebagai suatu perkembangan disfungsi keluarga. Konflik diantara
suami istri mempengaruhi anak. Banyaknya masalah dalam keluarga
akan mempengaruhi perkembangan anak dimana anak tidak akan
mampu memenuhi tugas perkembangan dimasa dewasanya. Beberapa
ahli teori menyakini bahwa individu paranoid memiliki orang tua yang
dingin,perfeksionis, sering menimbulkan kemarahan, perasaan
mementingkan diri sendiri yang berlebihan dan tidak percaya pada
individu. Klien menjadi orang dewasa yang rentan karena pengalaman
awal ini.
- Teori interpersonal
Dikemukakan oleh Sullivan (1953) dimana orang yang mengalami
psikosis akan menghasilkan suatu hubungan orang tua-anak yang
penuh dengan ansietas tinggi. Hal ini jika dipertahankan maka konsep
diri anak akan mengalami ambivalen.
- Psikodinamika
Perkembangan emosi terhambat karena kurangnya rangsangan atau
perhatian ibu, denganini seorang bayi mengalami penyimpangan rasa
aman dan gagal untuk membangun rasa percayanya. Sehingga
menyebabkan munculnya ego yang rapuh karena kerusakan harga diri
yang parah, perasaan kehilangan kendali, takut dan ansietas berat.
Sikap curiga terhadap seseorang dimnifestasikan dan dapat berlanjut
disepanjang kehidupan. Proyeksi merupakan mekanisme koping yang
paling umum yang digunakan sebagai pertahanan melawan perasaan.
3. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala dilihat dari jenis waham ;
1. Waham agama yaitu keyakinan klien terhadap suatu agama secara
berlebihan dan diucapkan berulang kali,tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh: “menurut agama saya, saya harus menggunakan pakaian putih
setiap hari,kalau tidak saya tidak masuk surga”
2. Waham kebesaran : keyakinan klien yang berlebihan tentang kebesaran
dirinya atau kekuasaan khusus dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak
sesuai dengan kenyataan. Contoh: “saya ini pejabat didpartemenkesehatan
lho..”atau “ saya punya tambang emas”
3. Waham somatik : klien yakin bahwa bagian tubuhnya tergaggu, terserang
penyakit atau di dalam tubuhnya terdapat binatangdan diucapkan berulang
kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh: “saya sakit kanker”, stelah
pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan tanda –tanda kanker namun
pasien terus mengatkan terserang kanker.”
4. Waham curiga : klien yakin bahwa ada orang atau kelompok orangyang
sedang mengancam dirinya dan berusaha merugikan atau mencederai
dirinya dan diucapkan berulang kali, teapi tidak sesuai dengan kenyataan.
Contoh:”saya tahu..seluruh saudara saya ingin menghancurkan hidup saya
karena iri dengan kesuksesan saya”
5. Waham nihilistik : klien yakin bahwa dirinya sudah tidak ada lagidi dunia
atau sudah meninggal duniadan diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai
dengan kenyataan. Contoh:”ini kan alam kubur ya,semua yang ada disini
adalah roh-roh”
4. Tindakan Keperawatan Pada pasien waham curiga
 Pada Pasien
o Membina hubungan saling percaya perawat-klien
o Klien dapat mengidentifikasi aspek yang dimiliki
o Klien menilai kemampuan yang digunakan
o Klien dapat (menetapkan) rencana kegiatan sesuai dengan kemampuan
yang dimiliki
o Klien dapat memanfaatkan system pendukung yang ada.
 Pada Keluarga
o Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
o Jelaskan terhadap keluarga tentang waham curiga yang ada pada
pasien
o Diskusikan dengan keluarga kemampuan yang dimiliki pasien dan
memuji pasien atas kemampuannya
o Jelaskan cara-cara merawat pasien waham curiga
o Melatih cara merawat pasien dengan waham curiga.
o Beri kesempatan kepada keluarga untuk mempraktikan cara merawat
pasien dengan waham curiga.
o Bantu keluarga menyusun rencana kegiatan pasien dirumah.

C. Strategi pelaksanaan pada pasien gangguan isi pikir waham curiga

a. Proses keperawatan

• Kondisi Klien
Klien sering marah sendiri sendiri, jarang tidur dan sering berkeliaran di sekitar
rumah sambil mengomel, klien juga tidak mau mandi dan makan. Klien merasa
dirinya selalu dikejar oleh orang disekitarnya dan merasa saudara dan tetangga
sekitar selalu membicarakan keburukan dirinya.

• Diagnosa keperawatan

Gangguan isi pikiran : waham curiga

• Tujuan khusus
Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawatan

Klien dapat mengidentifikasi perasaan yang muncul secara berulang dalam


pikiran klien

• Tindakan keperawatan
• Bina hubungan saling percaya dengan klien
• Beri salam
• Perkenalkan diri, panggil nama serta panggilan yang disukai
• Jelaskan tujuan intervensi
• Yakinkan klien dalam keadaan aman dan perawat siap menolong dan
mendampinginnya.
• Yakinkan bahwa kerahasiaan klien akan terjaga.
• Tunjukan sikap terbuka dan jujur
• Perhatikan kebutuhan dasar dan beri bantuan untuk memenuhinya

• Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien
• Klien dapat mengidentifikasi perasaan yang muncul secara berulang dalam
pikiran klien.
• Diskusikan dengan klien pengalaman yang dialami selama ini termasuk
hubungan dengan orang yang berarti, lingkungan kerja, sekolah, dsb.
• Dengarkan pernyataan klien dengan empati tanpa mendukung / menentang
pernyataan wahamnya.
• Katakan perawat dapat memahami apa yang diceritakan klien.
b. strategi komunikasi dalam pelaksanaan tindakan keperawatan

• Orientasi

• Salam Terapeutik :
“Selamat pagi pak?” (mengajak klien untuk berjabat tangan)
“Perkenalkan nama saya Ratna, Saya mahasiswa stikes,perawat yang akan
merawat selama disini”
“Kalau boleh tahu nama bapak siapa? “
“Bapak suka dipanggil apa?”
”Saya yang bertanggungjawab merawat bapak selama disini selama jam 8
sampai jam 2 siang. Kalau ada sesuatu yang di perlukan silahkan
menyampaikan pada saya”
”saya disini siap membantu bapak untuk menyelesaikan masalah yang bapak
hadapi sehingga nantinya saya harapkan bapak pada akhirnya dapat
menyelesaikan masalah yang ada pada sendiri meskipun sudah tidak dirawat
di rumak sakit ini.”
”Dan saya harap bapak bersedia mengatakan apa yang bapak rasakan karena
hal ini akan sangat membantu kami selaku petugas kesehatan untuk
membantu mengatasi masalah bapak.”
”kalau bapak bersedia cerita mengenai masalah bapak, saya akan mencoba
bersama-sama bapak mencari solusi dari masalah yang ada, kalau bapak tidak
mau menceritakan apa yang dirasakan dan mengetahui apa yang menjadi
kebutuhan bapak pada akhirnya sulit bagi saya mancari solusi dari masalah
yang bapak hadapi”
• Evaluasi / Validasi :
“Bagaimana perasaan bapak hari ini?”
• Kontrak : Topik, Waktu dan Tempat
• Topik:
TUK 1 : “Pak, Bapak mau berbincang-bincang sebentar dengan saya tentang
bagaimana cara membina hubungan saling percaya dengan perawat” .
TUK 2 : “ kemudian kita akan berbincang-bincang tentang perasaan yang
muncul secara berulang dalam pikiran bapak”
“Tujuan dari kegiatan ini yaitu agar bapak dapat mengontrol pikiran-pikiran
bapak/waham bapak.”
• Waktu
“Mau berapa lama kita berbincang-bincangnya pak? 10 menit? 15menit?“
“O.. jadi bapak ingin berbincang-bincang selama 10 menit dengan saya.”
• Tempat
”Kira-kira dimana bapak ingin berbincang-bincang dengan saya?”
”saya akan merahasiakan informasi yang diberikan dan hanya saya gunakan
untuk proses perawatan.”
KERJA :
“Baiklah sebelum kita mulai, apa ada yang ingin bapak tanyakan atau
sampaikan?”
”Kalau tidak ada yang mau bapak sampaikan, bisa kita mulai sekarang pak?”
“Bapak bisa menceritakan semua yang bapak pikirkan dan rasakan kepada
saya,Bagaimana pak?”
”Sekarang coba bapak ceritakan pengalaman yang bapak alami selama ini,
misalnya hubungan bapak dengan keluarga maupun tetangga yang ada
disekitar bapak!”
“o.. begitu ya pak,, jadi bapak merasa selalu dikejar oleh orang di sekitar
bapak dan bapak juga merasa saudara dan juga tetangga bapak selalu
membicarakan keburukan bapak.”
“Terus apa yang sudah bapak lakukan untuk mengatasi pikiran yang datang
sewaktu-waktu itu?”
“Oo.. Begitu ya pak??” (perawat mendengarkan perkataan klien dengan
empati tanpa menentang dan mendukung pernyataan wahamnya)
“Saya memahami apa yang bapak rasakan dan saya mengerti dengan kondisi
bapak saat ini,. Saya harap bapak lebih bersabar ya…”
TERMINASI :
• Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan :
Subyektif:
”bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang dengan saya?”
Obyektif:
“Apakah bapak masih ingat dengan nama bapak?”
“sekarang coba bapak ceritakan lagi apa yang sudah kita diskusikan tadi!!!”
“Dari hasil kegiatan ini dapat saya simpulkan bahwa bapak sudah bisa
menjawab pertanyaan sesuai dengan TUK 1 yaitu membina hubungan baik
dengan perawat.
TUK 2 yaitu mengidentifikasi perasaan yang muncul secara berulang dalam
pikiran bapak.
• Rencana tindak lanjut
Baik dari hasil kegiatan kita hari ini kita telah mengetahui bahwa bapak
sudah dapat menyebutkan nama bapak dan bapak juga sudah bisa
menceritakan perasaan yang muncul secara berulang dalam pikiran bapak.
Sehingga kita akan menlanjutkan ke TUK 3 yaitu mengidentifikasi stressor /
pencetus yang menyebabkan pikiran-pikiran bapak itu datang lagi.
• Kontrak yang akan datang (Topik, waktu dan tempat)
Topik : “Besok kita akan berdiskusi untuk mengidentifikasi factor pencetus
yang menyebabkan pikiran-pikiran bapak itu datang lagi. Mau tidak pak?
Waktu : “Mau jam berapa pak besok? Baiklah, jam 10 ya pak…
Tempat : “Bapak ingin kita berbincang-bincang dimana?, disini, apa di taman
atau di tempat yang bapak sukai?”
“Baiklah kita bincang-bincang kita sudah selesai, saya permisi”
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN
1. Kemampuan menerapkan tehnik terapeutik pada penderita waham curiga
memerlukan latihan dan kepekaan serta ketajaman perasaan, karena
komunikasi terjadi tidak dalam kemampuan tetapi dalam dimensi nilai, waktu
dan ruang yang turut mempengaruhi keberhasilan komunikasi yang terlihat
melalui dampak terapeutiknya bagi klien dan juga kepuasan bagi perawat.
2. Komunikasi juga akan memberikan dampak teurapeutik bila dalam
penggunaannya di perhatikan sikap dan tehnik komunikasi terapeutik.

Anda mungkin juga menyukai