Anda di halaman 1dari 11

ASUHAN KEBIDANAN NIFAS DAN MENYUSUI

“KOMUNIKASI TERAPEUTIK”

Dosen Pembimbing : Ira Titisari, S.SiT, M.Kes

DISUSUN OLEH :

Dian Lutfi Rahmawati ( P17321181008 )

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN KEDIRI
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah
mata kuliah Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui ini dengan tepat waktu yang berjudul
“KOMUNIKASI TERAPEUTIK”.
Kami sangat berharap makalah ini akan bermanfaat dalam rangka menambah
pengetahuan juga wawasan kita. Kami pun menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah
ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami mengharapkan
adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah.

Mudah-mudahan makalah sederhana ini bisa dipahami bagi siapapun yang


membacanya. Sekiranya yang sudah disusun ini dapat bermanfaat bagi kami sendiri ataupun
orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf jika terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari anda demi
perbaikan makalah ini di saat yang akan datang.

Kediri, 26 Agustus 2020

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 1

DAFTAR ISI 2

BAB I PEMBAHASAN
1.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik 3
1.2 Komponen dalam Komunikasi Terapeutik 3
1.3 Manfaat Komunikasi Terapeutik 4
1.4 Hambatan Komunikasi Terapeutik 5
1.5 Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Komunikasi Terapeutik 8

BAB II PENUTUP

2.1 Kesimpulan 9
2.2 Saran 9

DAFTAR PUSTAKA 10

2
BAB I
PEMBAHASAN

1.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar,


bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien

Komunikasi termasuk dalam komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling


memberikan pengertian antara perawat dengan pasien dengan tujuan untuk membantu
pasien memperjelas dan mengurangi beban pikiran serta diharapkan dapat mengurangi
atau menghilangkan kecemasan pasien.
Disimpulkan komunikasi terapeutik adalah komunikasi terpeutik dapat diartikan
sebagai suatu ketrampilan atau proses interasi secara sadar yang dilakukan oleh bidan
pada klien untuk beradaptasi terhadap gangguan baik secara fisik maupun psikologi
sehingga bisa membantu klien untuk mencapai kesembuhan atau mengatasi masalahnya.
1.2 Komponen dalam Komunikasi Terapeutik
Berikut komponen-komponen komunikasi terapeutik tersebut antara lain:
a) Kejujuran (trustworthy)
Kejujuran merupakan modal utama agar dapat melakukan komunikasi yang
bernilai terapeutik, tanpa kejujuran mustahil dapat membina hubungan saling
percaya. Klien hanya akan terbuka dan jujur pula dalam memberikan informasi
yang benar hanya bila yakin bahwa bidan dapat dipercaya.
b) Tidak membingungkan dan cukup ekspresif
Dalam berkomunikasi hendaknya bidan menggunakan katakata yang mudah
dimengerti oleh klien. Komunikasi nonverbal harus mendukung komunikasi verbal
yang disampaikan. Ketidaksesuaian dapat menyebabkan klien menjadi bingung.
c) Bersikap positif
Bersikap positif dapat ditunjukkan dengan sikap yang hangat, penuh perhatian
dan penghargaan terhadap klien. Roger menyatakan inti dari hubungan terapeutik
adalah kehangatan, ketulusan, pemahaman yang empati dan sikap positif.
d) Empati bukan simpati
Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan kebidanan, karena dengan sikap
ini perawat akan mampu merasakan dan memikirkan permasalahan klien seperti
yang dirasakan dan dipikirkan oleh klien. Dengan empati seorang bidan dapat

3
memberikan alternatif pemecahan masalah bagi klien, karena meskipun dia turut
merasakan permasalahan yang dirasakan kliennya, tetapi tidak larut dalam masalah
tersebut sehingga perawat dapat memikirkan masalah yang dihadapi klien secara
objektif.
e) Mampu melihat permasalahan klien dari kacamata klien
Dalam memberikan asuhan keperawatan perawat harus berorientasi pada klien
Untuk itu agar dapat membantu memecahkan masalah klien perawat harus
memandang permasalahan tersebut dari sudut pandang klien. Untuk itu perawat
harus menggunakan teknik active listening dan kesabaran dalam mendengarkan
ungkapan klien. Jika perawat menyimpulkan secara tergesagesa dengan tidak
menyimak secara keseluruhan ungkapan klien akibatnya dapat fatal, karena dapat
saja diagnosa yang dirumuskan perawat tidak sesuai dengan masalah klien dan
akibatnya tindakan yang diberikan dapat tidak membantu bahkan merusak klien.
f) Menerima klien apa adanya
Jika seseorang diterima dengan tulus, seseorang akan merasa nyaman dan
aman dalam menjalin hubungan intim terapeutik.
g) Sensitif terhadap perasaan klien
Tanpa kemampuan ini hubungan yang terapeutik sulit terjalin dengan baik,
karena jika tidak sensitif bidan dapat saja melakukan pelanggaran batas, privasi
dan menyinggung perasaan klien.
h) Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri.
Seseorang yang selalu menyesali tentang apa yang telah terjadi pada masa
lalunya tidak akan mampu berbuat yang terbaik hari ini. Sangat sulit bagi perawat
untuk membantu klien, jika ia sendiri memiliki segudang masalah dan
ketidakpuasan dalam hidupnya.
1.3 Manfaat Komunikasi Terapeutik
Manfaat komunikasi terapeutik adalah
1. Mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui
hubungan perawat dan pasien
2. Mengidentifikasi, mengungkap perasaan dan mengkaji masalah dan mengevaluasi
tindakan yang dilakukan oleh perawat.
3. Membantu pasien mengatasi masalah yang dihadapi.
4. Mencegah tindakan yang negatif terhadap pertahanan diri pasien.

4
Adapun manfaat komunikasi terapeutik dapat mendukung dan mempercepat
kesembuhan pasien, karena melalui terapi yang dilakukan dengan komunikasi pasien
memperoleh support yang mendorong untuk kemajuan psikologi yang berpengaruh
pada kesehatan pasien.
1.4 Hambatan dalam Komunikasi Terapeutik
Hambatan-hambatan komunikasi terapeutik secara umum dapat di klasifikasikan
menjadi tiga yaitu :
1. Hambatan Pribadi (Psikologis) adalah gangguan komunikasi yang timbul dari
emisi, nilai dan kebiasaan menyimak yang tidak baik. Hambatan pribadi seringkali
mencakup jarak psikologi diantaranya orang-orang yang serupa dengan jarak fisik
sesungguhnya.
2. Hambatan Fisik adalah gangguan komunikasi yang terjadi di lingkungan tempat
berlangsungnya komunikasi.
3. Hambatan Semantik adalah hambatan ini berasal dari keterbatasan simbol-simbol
itu sendiri. Ada beberapa karakteristik dari bahasa yang menyebabkan proses
decording dalam bahasa semakin sulit antara lain :
a.Bahasa itu statis sedangkan realitasnya dinamis,
b.Bahasa itu terbatas sedangkan realitasnya tidak terbatas,
c.Bahasa itu bersifat abstrak.
Ada beberapa hal yang dapat menghambat komunikasi terapeutik antara lain:
1. Masalah penglihatan
Masalah penglihatan pada pasien, terutama pasien lansia tentunya juga akan
memberikan pengaruh pada lambatnya komunikasi terapeutik yang dilakukan.
Penglihatan yang menjadi kabur atau bahkan tidak dapat melihat sama sekali tentunya
akan menghambat komunikasi non verbal atau bahasa tubuh yang digunakan. Namun
masalah ini dapat diatasi dengan lebih menaikkan volume suara yang digunakan
ketika berbicara selama indra pendengaran pasien masih berfungsi dengan baik.
Namun pastikan pula tidak menaikkan volume suara tidak terlalu menekan karena
justru akan lebih terdengar seperti membentak.
2. Dominasi dalam pembicaraan
Komunikasi terapeutik juga bisa terhambat jika pasien bukanlah tipe
pendengar yang baik. Pasien yang dihadapi sering kali adalah tipikal yang selalu ingin
menjadi orang yang mendominasi dan tokoh utama dalam sebuah topik pembicaraan.
Meskipun terasa kurang nyaman, namun ada baiknya pula jika perawat menjadi
5
pendengar yang baik agar pasien menjadi lebih nyaman. Ketika ia sudah selesai
berbicara, barulah bergantian perawat yang berbicara sehingga pasien merasa lebih
dihargai dan dihormati.
3. Mudah tersinggung
Beberapa pasien yang diajak berkomunikasi kadang kala menjadi sangat
mudah tersinggung. Hal ini bisa terjadi karena memang sifat pasien atau efek obat-
obatan yang membuatnya menjadi mudah emosi. Kondisi pasien yang mudah
tersinggung tentunya menjadi hambatan besar bagi perawat karena harus memilih
dengan baik setiap kalimat yang akan diucapkan. Dalam komunikasi yang
menyebabkan pasien menjadi mudah tersinggung seperti ini, perawat sebaiknya lebih
banyak meminta maaf agar pasien menjadi lebih nyaman dalam berkomunikasi,
bahkan meskipun perawat tersebut tidak memiliki kesalahan.
4. Trauma masa lalu
Pasien yang memiliki trauma pada masa lalunya juga akan menjadi hambatan
dalam komunikasi terapeutik yang dilaksanakan. Trauma masa lalu bisa saja membuat
pasien menjadi lebih mudah tersinggung, mudah menangis, bahkan marah tanpa
alasan pada perawat. Maka dari itu, diperlukan pengetahuan yang cukup mengenai
riwayat medis atau latar belakang pasien sebelum melakukan komunikasi terapeutik.
Sebisa mungkin hindari pembicaraan yang mengingatkan pasien pada masa lalunya
dan yakinkan bahwa masa depannya begitu indah.
5. Keterbatasan fisik
Pasien yang memiliki keterbatasan fisik juga menjadi hambatan dalam
komunikasi terapeutik. Salah satunya adalah masalah pendengaran. Masalah
pendengaran tentunya menjadi hambatan besar dalam komunikasi terapeutik.
Komunikasi verbal yang menjadi bentuk komunikasi utama akan sangat sulit
dilakukan. Hal ini bisa diatasi dengan menaikkan volume suara atau pasien diberikan
alat bantu dengar jika sudah terlalu parah. Bantuan komunikasi dengan isyarat atau
bahasa tubuh juga akan sangat membantu. 
6. Sepele
Beberapa pasien sering menganggap remeh atau sepele pada perawat yang
berusaha melakukan komunikasi dengannya. Sikap sepele ini biasanya sering
ditemukan pada pasien yang telah lanjut usia. Merasa lebih tua dan lebih bijak dalam
menghadapi kehidupan membuat mereka sering cuek dan tidak peduli pada perawat
yang lebih muda sehingga terkesan sepele. Sikap sepele ini hanya bisa diatasi dengan
6
kelembutan dan kesabaran dari perawat yang melakukan komunikasi terapeutik.
Dengan kesabaran dan ketelatenan dalam merawat pasien, maka pasien akan mengerti
dengan sendirinya.
7. Menyerang perawat
Menyerang disini bukan mempunyai arti berupa serangan fisik, namun lebih
kepada serangan mental. Pasien sering kali secara sadar maupun tidak sadar
mempertahankan hak mereka dengan menyerang perawat. Serangan yang dilakukan
berupa penghinaan dengan menyalahkan perawat sehingga seolah-olah mereka adalah
yang paling benar. Kondisi ini cukup sulit untuk dihadapi karena keegoisan yang
tinggi. Meskipun perawat telah memberikan penjelasan dengan baik dan lembut,
pasien akan tetap melakukan penyerangan karena merasa bahwa hak yang ia miliki
terancam.
8. Stres
Pasien yang sedang menjalankan pengobatan akan sangat rentan mengalami
stres. Stres ini pula yang menyebabkan terhambatnya komunikasi terapeutik yang
dijalankan. Pasien yang mengalami stres akan lebih mudah jatuh ke dalam emosi, baik
mudah marah atau menangis sehingga menyebabkan komunikasi menjadi kacau. 
Meskipun pasien dapat menjawab setiap pertanyaan yang dilontarkan perawat, tapi
jika pasien dalam kondisi stres, maka jawaban yang ia berikan pun tidak berasal dari
kesadarannya.
9. Mempermalukan perawat
Hambatan lain yang perlu diwaspadai adalah sikap pasien yang kadang justru
mempermalukan perawat. Hal ini sering kali terjadi pada perawat yang merawat
pasien dalam usia lanjut. Secara sadar maupun tidak sadar, mereka berusaha terlihat
lebih kuat dan lebih berwenang dibandingkan dengan perawat. Kondisi ini justru akan
semakin memperburuk komunikasi terapeutik yang dilakukan bahkan bisa saja
komunikasi terputus begitu saja karena rasa sakit hati yang dialami oleh perawat.
10. Lupa
Bagi perawat yang melakukan komunikasi terapeutik dengan pasien lanjut
usia, salah satu hambatan yang sering dijumpai adalah penyakit lupa. Lupa atau pikun
yang dialami oleh pasien sering kali membuat perawat harus mengulangi lagi apa
yang telah dikatakannya. Bahkan terkadang puluhan kali berbicara pun, pasien juga
bisa lupa. Kondisi ini sebaiknya harus dimaklumi oleh perawat karena merupakan hal
di luar kemampuan si pasien. Pasien yang mengalami pikun sebaiknya diperlakukan
7
dengan sangat lembut agar komunikasi tetap berjalan dengan baik meskipun harus
sering mengulang.
11. Ketidaksabaran perawat
Adakalanya hambatan yang terjadi dalam komunikasi terapeutik bukan hanya
berasal dari pasien, tapi juga dari perawat itu sendiri. Beberapa perawat ada yang
tidak memiliki kesabaran dalam melakukan komunikasi terapeutik. Ketidaksabaran
inilah yang dapat menyebabkan terhambatnya bahkan terputusnya komunikasi
terapeutik yang dijalankan. 
12. Wawasan yang kurang
Komunikasi terapeutik yang baik juga harus didukung dengan wawasan yang
baik oleh perawat. Wawasan disini maksudnya adalah kemampuan dalam
menggunakan dan mengaplikasikan ilmu dalam komunikasi terapeutik. Setiap
perawat tentunya telah mendapatkan bekal mengenai cara menghadapi pasien yang
baik dan benar. Jika wawasan perawat kurang, maka komunikasi terapeutik yang
dilakukan tentunya juga tidak dapat berjalan dengan baik.

1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi Kebrhasilan Komunikasi Terapeutik

Faktor yang mempengaruhi komunikasi terapeutik yaitu

1. Kejujuran

2. Lemah lembut berbicara dan meyakinkan

3. Tata bahasanya jelas,ekpresisf dan tidak membingungkan

4. Bersikap positip dan penuh harapan kedepan

5. Empati

6. Memberikan sikap hormat pada klien

7. Responsif dan peka,mengerti perasaan orang lain

8. Tidak terpengaruh masa lalu klien.

8
BAB II
PENUTUP

2.1 Kesimpulan
Kemampuan menerapkan teknik komunikasi terapeutik memerlukan latihan dan
kepekaan serta ketajaman perasaan, karena komunikasi terjadi tidak dalam kemampuan
tetapi dalam dimensi nilai, waktu dan ruang yang turut mempengaruhi keberhasilan
komunikasi yang terlihat melalui dampak terapeutiknya bagi klien dan juga kepuasan
bagi perawat.
Komunikasi juga akan memberikan dampak terapeutik bila dalam penggunaanya
diperhatikan sikap dan tehnik komunikasi terapeutik. Hal lain yang cukup penting
diperhatikan adalah dimensi hubungan. Dimensi ini merupakan factor penunjang yang
sangat berpengaruh dalam mengembangkan kemampuan berhubungan terapeutik.
2.2 Saran
1. Dalam melayani klien hendaknya bidan selalu berkomunikasi dengan klien untuk
mendapatkan persetujuan tindakan yang akan di lakukan.
2. Dalam berkomunikasi dengan klien hendaknya bidan menggunakan bahasa yang
mudah di mengerti oleh klien sehingga tidak terjadi kesalahpahaman komunikasi.
3. Dalam menjalankan profesinya hendaknya bidan selalu memegang teguh etika
keperawatan.

9
DAFTAR PUSTAKA
Handayani, Rini Siti. 2016. Komunikasi dalam Praktik Kebidanan. Jakarta : Kemenkes RI
Ariani, Tutu April. 2018. Komunikasi Keperawatan. Malang : Universitas Muhammadiyah
Malang
Oktarina, Mika, dkk. 2018. Buku Ajar Komunikasi dalam Praktik Kebidanan. Yogyakarta :
Deepublish
Muhith, Abdul. 2018. Aplikasi Komunikasi Terapeutik untuk Nursing & Health. Yogyakarta :
ANDI

10

Anda mungkin juga menyukai