PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak bisa lepas dari kegiatan komunikasi. Sehingga
sekarang ilmu komunikasi berkembang pesat. Salah satu kajian ilmu komunikasi ialah
komunikasi kesehatan yang merupakan hubungan timbal balik antara tingkah laku manusia
masa lalu dan masa sekarang dengan derajat kesehatan dan penyakit, tanpa mengutamakan
perhatian pada penggunaan praktis dari pengetahuan tersebut atau partisipasi profesional
dalam program-program yang bertujuan memperbaiki derajat kesehatan melaui pemahaman
yang lebih besar tentang hubungan timbal balik melalui perubahan tingkah laku sehat ke arah
yang diyakini akan meningkatkan kesehatan yang lebih baik.
Kenyataaanya memang komunikasi secara mutlak merupakan bagian integral dari
kehidupan kita, tidak terkecuali perawat, yang tugas sehari-harinya selalu berhubungan
dengan orang lain. Entah itu pasien, sesama teman, dengan atasan, dokter dan sebagainya.
Maka komunikasi sangatlah penting sebagai sarana yang sangat efektif dalam memudahkan
perawat melaksanakan peran dan fungsinya dengan baik.
Selain berkomunikasi dengan pasien, perawat juga berkomunikasi dengan anggota tim
kesehatan lainnya.Sebagaimana kita ketahui tidak jarang pasien selalu menuntut pelayanan
perawatan yang paripurna. Sakit yang diderita bukan hanya sakit secara fisik saja, namun
psiko (jiwanya) juga terutama mengalami gangguan emosi. Penyebabnya bisa dikarenakan
oleh proses adaptasi dengan lingkungannya sehari-hari. Misalnya saja lingkungan di rumah
sakit yang sebagian besar serba putih dan berbeda dengan rumah pasien yang bisa beraneka
warna. Keadaan demikian menyebabkan pasien yang baru masuk terasa asing dan cenderung
gelisah atau takut.
Tidak jarang pasien membuat ulah yang bermacam-macam, dengan maksud mencari
perhatian orang disekitarnya. Bentuk dari kompensasi ini bisa berupa teriak-teriak, gelisah,
mau lari, menjatuhkan barang atau alat-alat disekitarnya. Disinilah peranan komunikasi
mempunyai andil yang sangat besar, dengan menunjukkan perhatian yang sepenuhnya, sikap
ramah bertutur kata yang lembut. Ketika pasien dalam keadaan tidak sadarkan diri pun,
perawat tetap melakukan komunikasi dengan pasien.
Diharapkan seorang perawat mampu bekerja sama dengan pasien dalam memberikan
asuhan keperawatan misalnya dengan bertanya ada yang bisa saya bantu ? atau bagaimana
tidurnya semalam pak ? tentunya sambil meraba bagian tubuh pasien yang sakit. Tutur kata
yang lembut dan sikap yang bersahaja tidak dibuat-buat dari seorang perawat dapat
membantu pasien dalam proses penyembuhan penyakitnya.
Komunikasi yang baik dari seorang perawat mampu memberikan kepercayaan diri
pasien. Dalam hal ini perlu ditekankan bahwa kesan lahiriyah perawat mampu berbicara
banyak. Maksudnya mulai dari profil tubuh/wajah terutama senyum yang tulus dari perawat,
kerapian berbusana, sikap yang familiar, dan yang lebih penting lagi adalah cara berbicara
(komunikasi) sehingga terkesan low profile atau bertempramen bijak kesemuanya ini
mencirikan seorang perawat yang berkepribadian.
B. Pengertian
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang untuk tujuan
terapi. Seorang penolong atau perawat dapat membantu klien mengatasi masalah yang
dihadapinya melalui komunikasi, (Suryani 2005). Menurut Purwanto yang dikutip oleh
(Mundakir 2006), komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar,
bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Pada dasarnya komunikasi
terapeutik merupakan komunikasi professional yang mengarah pada tujuan yaitu
penyembuhan pasien, (Siti Fatmawati 2010).
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan
dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien, Indrawati, dalam Siti Fatmawati,
(2010).
Menurut (Stuart 1998) komunikasi terapeutik adalah merupakan hubungan
interpersonal antara perawat dan klien, dalam hal ini perawat dan klien memperoleh
pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional klien.
Menurut (Potter-Perry 2000), proses dimana perawat menggunakan pendekatan terencana
dalam mempelajari klien.
Dari beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang dilakukan seorang perawat dengan teknik-teknik tertentu yang mempunyai
efek penyembuhan. Komunikasi terapeutik merupakan salah satu cara untuk membina
hubungan saling percaya terhadap pasien dan pemberian informasi yang akurat kepada
pasien, sehingga diharapkan dapat berdampak pada perubahan yang lebih baik pada pasien
dalam menjalanakan terapi dan membantu pasien dalam rangka mengatasi persoalan yang
dihadapi pada tahap perawatan.
D. Tujuan
Dengan memiliki keterampilan berkomunikasi terapeutik, perawat akan lebih mudah
menjalin hubungan saling percaya dengan klien, sehingga akan lebih efektif dalam mencapai
tujuan asuhan keperawatan yang telah diterapkan, memberikan kepuasan profesional dalam
pelayanan keperawatan dan akan meningkatkan profesi.
Tujuan komunikasi terapeutik (Purwanto, 1994) adalah:
1. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran
serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya
pada hal yang diperlukan.
2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan
mempertahankan kekuatan egonya.
3. Memengaruhi orang lain, lingkungan fisik, dan dirinya sendiri.
Komunikasi terapeutik bertujuan untuk mengembangkan pribadi klien kearah yang
lebih positif atau adaptif dan diarahkan pada pertumbuhan klien yang meliputi:
1. Realisasi diri, penerimaan diri, dan peningkatan penghormatan diri.
Melalui komunikasi terapeutik diharapkan terjadi perubahan dalam diri klien. Klien
yang tadinya tidak biasa menerima apa adanya atau merasa rendah diri, setelah
berkomunikasi terapeutik dengan perawat akan mampu menerima dirinya.
2. Kemampuan membina hubungan interpersonal dan saling bergantung dengan orang
lain.
Melalui komunikasi terapeutik, klien belajar bagaimana menerima dan diterima orang
lain. Dengan komunikasi yang terbuka, jujur dan menerima klien apa adanya, perawat
akan dapat meningkatkan kemampuan klien dalam membina hubungan saling
percaya.
3. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai
tujuan yang realistis.
Terkadang klien menetapkan ideal diri atau tujuan yang terlalu tinggi tanpa mengukur
kemampuannya.
4. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri.
Identitas personal disini termasuk status, peran, dan jenis kelamin. Klien yang
mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa percaya diri
dan mengalami harga diri rendah. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan perawat
dapat membantu klien meningkatkan integritas dirinyadan identitas diri yang jelas.
Dalam hal ini perawat berusaha menggali semua aspek kehidupan klien di masa
F. komunikasi terapeutik.
Hambatan komunikasi terapeutik dalam hal kemajuan hubungan perawat-klien terdiri
dari tiga jenis utama : resistens, transferens, dan kontertransferens (Hamid, 1998). Ini timbul
dari berbagai alasan dan mungkin terjadi dalam bentuk yang berbeda, tetapi semuanya
menghambat komunikasi terapeutik. Perawat harus segera mengatasinya. Oleh karena itu
hambatan ini menimbulkan perasaan tegang baik bagi perawat maupun bagi klien. Untuk
lebih jelasnya marilah kita bahas satu-persatu mengenai hambatan komunikasi terapeutik itu.
1. Resistens
Resistens merupakan upaya klien untuk tidak menyadari aspek dari penyebab
cemas atau kegelisahan yang dialami. Ini juga merupakan keengganan alamiah atau
penghindaran secara verbal yang dipelajari. Klien yang resisten biasanya menunjukkan
ambivalensi antara menghargai tetapi juga menghindari pengalaman yang menimbulkan
cemas padahal hal ini merupakan bagian normal dalam proses terapeutik. Resisten ini
sering akibat dari ketidaksesuaian klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah
telah dirasakan. Perilaku resisten biasanya diperlihatkan oleh klien pada fase kerja,
karena pada fase ini sangat banyak berisi proses penyelesaiaan masalah (Stuart dan
Sundeen ).
Beberapa bentuk resistensi (Stuart dan Sundeen , 1995)
Supresi dan represi informasi yang terkait
Intensifikasi gejala
Devaluasi diri serta pandangan dan keputusasaan tentang masa depan
Dorongan untuk sehat, yang terjadi secara tiba-tiba tetapi hanya kesembuhan yang
bersifat sementara
Hambatan intelektual yang mungkin tampak ketika klien mengatakan ia tidak
mempunyai pikiran apapun atau tidak mampu memikirkan masalahnya, saat ia tidak
memenuhi janji untuk pertemuan atau tiba terlambat untuk suatu sesi, lupa, diam, atau
mengantuk
Pembicaraan yang bersifat permukaan/ dangkal
Penghayatan intelektual dimana klien memverbalisasi pemahaman dirinya dengan
menggunakan istilah yang tepat namun tetap berprilaku maladaptive, atau
menggunakan mekanisme pertahanan intelektualisasi tanpa diikuti penghayatan
Muak terhadap normalitas yang terlihat ketika klien telah mempunyai penghayatan
tetap menolak memikul tanggung jawab untuk berubahdengan alas an bahwa
normalitas adalah hal yang tidak penting
Reaksi transference (respon tidak sadar dimana klien mengalami perasaan dan sakit
terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dengan kehidupan yang
dulu)
Perilaku amuk atau tidak rasional
2. Transference
Transference merupakan respon tak sadar berupa perasaan atau perilaku terhadap
perawat yang sebetulnya berawal dari berhubungan dengan orang-orang tertentu yang
bermakna baginya pada waktu dia masih kecil (Stuart dan Sundeen , 1995)
Reaksi transference membahayakan untuk proses terapeutik hanya bila hal ini
diabaikan dan tidak ditelaah oleh perawat. Ada dua jenis utama reaksi transference yaitu
reksi bermusuhan dan tergantung.
Contoh reaksi transference bermusuhan (Intan, 2005) :
Bungkus (15 tahun) adalah klien yanag dirawat dirumah sakit karena demam
berdarah. Tanpa sebab yang jelas klien ini marah-marah kepada perawat Gengki.
Setelah dikaji, ternyata Gengki ini mirip pacar si Bungkus yang pernah menyakiti
hatinya. Hal ini dikarenakan klien mengalami perasaan dan sikap terhadap perawat
yang pada dasarnya terkait dengan tokoh kehidupan yang lalu.
3. Coutertransference
Coutertrasference merupakan kebutuhan terapeutik yang di buat oleh perawat dan
bukan oleh klien. Hal ini dapat mempengaruhi hubungan perawat-klien.
Beberapa bentuk countransference ( Stuart dan Sundeen dalamIntan, 2005):
a Ketidakmampuan berempati terhadap klien dalam masalah tertentu.
b Menekan perasaan selama atau sesudah sesi.
c Kecerobohan dalam mengimplementasikan kontrak dengan datang terlambat, atau
melampaui waktu yang telah ditentukan.
d Mengantuk selama sesi.
e Perasaan marah atau tidak sabar karena ketidak inginan klien untuk berubah.
f Dorongan terhadap ketergantungan, pujian atau efeksi klien.
g Berdebat dengan klien atau kecendrungan untuk memaksa klien sebelum ia siap.
h Mencoba untuk menolong klien dalam segala hal tidak berhubungan dengan tujuan
keperawatan yang telah diidentifikasi.
i Keterlibatan dengan klien dalam tingkat personal dan sosial.
j Melamunkan atau memikirkan klien.
k Fantasi seksual atau agresi yang diarahkan kepada klien.
l Perasaan cemas, gelisah atau persaan bersalah terhadap kien
m Kecendrungan untuk memusatkan secara berulang hanya pada satu aspek atau cara
memandang pada informasi yang di berikan klien.
n Kebutuhan untuk mempertahankan intervensi keperawatan dengan klien.
4. Pelanggaran batas.
Perawat perlu membatasi hubungannya dengan klien. Batas hubungan perawat-
klien adalah bahwa hubungan yang di bina adalah hubungan terapeutik,dalam hubungan
ini perawat berperan sebagai penolong dan klien berperan sebagai yang di tolong. Baik
perawat maupun klien harus menyadari batas tersebut.
Pelanggaran batas terjadi jika perawat melampaui batas hubungan yang terapeutik
dan membina hubungan sosial, ekonomi, atau personal dengan klien.
Beberapa batas hubungan perawat dan klien (stuart dan sundeen)
a Batas peran
Masalah batas peran ini memerlukan wawasan dan pengetahuan yang luas dari
perawat serta penentuan secara tegas mengenai batas-batas terapeutik perawat dan
klien.
b Batas waktu
Penetapan waktu perlu dilakukan dimana perawat mengadakan hubungan
terapeutiknya dengan klien. Waktu pengobatan atau hubungan terapeutik yang tidak
wajar dan tidak mempunyai tujuan terapeutik harus dievaluasi kembali untuk
mencegah terjadinya pelanggaran batas.
c Batas tempat dan ruang
Misalnya wawancara dimana? Kapan dan berapa lama?
Batas ini biasanya berhubungan dengan perawatan yang dilakukan. Pemanfaatan
terapeutik diluar kebiasaan misalnyadimobil atau dirumah klien, harus dengan
tindakan terapeutik yang rasional dan mempunyai tujuan yang jelas. Perawat tidak di
perbolehkan t dalam melakukan tindakan dikamar klien kadang perlu menghormati
batas-batas tertentu misanya pintu terbuka atau ada pegawai yang lain.
d Batas uang
Batas ini berhubungan dengan penghargaan klien dengan perawat berupa uang. Disini
juga perluadanya perhatian mengenai tawar-menawar terhadap klien miskin tentang
biaya pengobatan untuk mencegah timbulnya pelanggaran batas.
e Batas pemberian hadiah dan pelayanan
Masalah ini controversial dalam keperawatan, namun yang pasti hal ini melanggar
batas.
f Batas pakaian
Batas ini berhubungan dengan kebutuhan perawat dalam berpakaian secara tepat
dalam hubungan terapeutik perawat dank lien. Dimana perawat tidak diperbolehkan
memakai pakaian yang tidak sopan.
g Batas bahasa ;
Perawat perlu memperhatikan nada bicara dan pilihan kata ketika komunikasi dengan
klien. Tidak terlalu akrab, mengarah sikap seksul dan memberikan pendapat dengan
nada menggurui merupakan pelanggaran batas.
5. Pemberian hadiah
Pemberian hadia merupakan masalah yang kontroversial dalam keperawatan.
Disatu pihak ada yang menyatakan bahwa pemberian hadiah dapat membantu dalam
mencapai tujuan terapeutik, tapi dipihak lain ada yang menyatakan bahwa pemberian
hadiah bisa merusak hubungan terapeutik.
Hadiah dapat dalam berbagai bentuk misalnya yang nyata seperti sekotak permen,
rangkaian bunga, rajutan atau lukisan. Sedangkan yang tidak nyata bisa berupa ekspresi
ucapan terima kasih dari klien kepada perawat sebagai orang yang akan meninggalkan
rumah sakit atau dari anggota keluarga yang lega dan berterima kasih atas bantuan
perawat dalam meringankan beban emosional klien.
Untuk mengatasi hambatan komunikasi terapeutik, perawat harus siap untuk
mengungkapkan perasaan emosional yang sangat kuat dalam konteks hubungan perawat-
klien (Hamid, 1998). Awalnya, perawat harus mempunyai pengetahuan tentang hambatan
komunikasi terapeutik dan mengenali perilaku yang menunjukkan adanya hambatan
tersebut. Latar belakang perilaku digali baik klien atau perawat bertanggung jawab
terhadap hambatan terapeutik dan dampak negative pada proses terapeutik.
G. ....
Fase-Fase Dalam Komunikasi Terapeutik
Fase komunikasi terapeutik dalam hubungan perawat-klien terdiri dari 3 fase:
a. Fase orientasi yang terdiri dari:
1)Pengenalan
2)Persetujuan Komunikasi
3)Program orientasi yang meliputi:
a.Penentuan batas hubungan
b.Pengidentifikasian masalah
c.Mengkaji tingkat kecemasan diri sendiri dan klien
d.Mengkaji apa yang diharapkan
4)Fase Kerja
a.Meningkatkan sikap penerimaan satu sama lain untuk mengatasi kecemasan
b.Menggunakan tehnik komunikasi terapeutik sebagai cara pemecahan dan dalam
mengembangkan hubungan kerja sama.
5)Fase Terminasi
a.Merupakan fase persiapan mental untuk membuat perencanaan tentang kesimpulan pengobatan
yang telah didapatkan dan
mempertahankan batas hubungan yang sudah ditentukan
b.Mengantisipasi masalah yang akan timbul pada fase ini karena klien mungkin menjadi
tergantung pada perawat
Fase ini memungkinkan ingatan klien pada pengalaman perpisahan sebelumnya, sehingga klien
merasa sunyi, menolak dan depresi, diskusikan perasaan-perasaan tentang terminasi (Nasir,
2009).
Komunikasi Terapeutik
1. Tujuan Komunikasi Terapeutik
3. Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik
Menurut (Suryani 2000), ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami dalam membangun
dan mempertahankan hubungan yang terapeutik:
Pertama, hubungan perawat dengan klien adalah hubungan terapeutik yang saling
menguntungkan. Hubungan ini didasarkan pada prinsip humanity of nurse and clients. Kualitas
hubungan perawat -klien ditentukan oleh bagaimana perawat
mendefinisikan dirinya sebagai manusia. Hubungan perawat dengan klien tidak hanya sekedar
hubungan seorang penolong dengan kliennya tetapi lebih dari itu, hubungan antar manusia yang
bermartabat.
Kedua, perawat harus menghargai keunikan klien. Tiap individu mempunyai karakter yang
berbeda-beda, karena itu perawat perlu memahami perasaan dan perilaku klien dengan melihat
perbedaan latar belakang keluarga, budaya, dan keunikan tiap individu.
Ketiga, semua komuikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi maupun
penerima pesan, dalam hal
ini perawat harus mampu menjaga harga dirinya dan harga diri klien.
Keempat, komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya harus dicapai
terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternative pemecahan
masalah. Hubungan saling percaya antara perawat dan klien
adalah kunci dari komunikasi terapeutik.
4. Komunikasi Terapeutik sebagai Tanggung Jawab Moral Perawat
Perawat disebutkan sebagai tenaga terpenting karena sebagian terbesar pelayanan Rumah Sakit
adalah pelayanan
keperawatan. Perawat bekerja dan selalu bertemu dengan pasien selama 24 jam penuh dalam satu
siklus shift, karena itu
perawat menjadi ujung tombak bagi suatu Rumah Sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan
kepada pasien. Dalam memberikan intervensi keperawatan diperlukan suatu komunikasi
terapeutik, dengan demikian diharapkan seorang perawat memiliki kemampuan khusus
mencakup ketrampilan intelektual, teknikal dan interpersonal dan
penuh kasih sayang dalam melakukan komunikasi dengan pasien. Perawat harus memiliki
tanggung jawab moral tinggi yang didasari atas sikap peduli dan penuh kasih sayang, serta
perasaan ingin membantu orang lain untuk kesembuhan pasien.
Menurut Addalati, dalam Abdul Nasir (2009) menambahkan bahwa seorang beragama, perawat
tidak dapat bersikap tidak peduli terhadap orang lain dan adalah seorang pendosa apabila
perawat mementingkan dirinya sendiri.
5. Teknik Komunikasi Terapeutik
Teknik komunikasi terapeutik dengan menggunakan referensi dari Stuart dan Sundeen, dalam
Ernawati (2009) yaitu:
1. Mendengarkan (lestening) Mendengar ( listening) merupakan dasar utama dalam komunikasi
terapeutik ( Keliat1992). Mendengarkan adalah proses aktifdan penerimaan informasi serta
penelaahan reaksi seseorang terhadap pesan yang diterima ,
Hubson, S dalam Suryani, (2005). Untuk member kesempatan lebih banyak pada klien untuk
berbicara, maka perawat harus menjadi pendengar yang aktif. Selama mendengarkan, perawat
harus mengikuti apa yang dibicarakan klien dengan
penuh perhatian. Perawat memberikan tanggapan dengan tepat dan tidak memotong pembicaraan
klien. Tunjukkan perhatian bahwa perawat mempunyai waktu untuk mendengarkan.
Ketrampilan mendengarkan penuh perhatian adalah dengan:
a. Pandang klien ketika sedang bicara
b. Pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk mendengarkan
c. Sikap tubuh yang menunjukan perhatian dengan tidak menyilangkan kaki atau tangan
d. Hindarkan gerakan yang tidak perlu
e. Angkat kepala jika klien membicarakan hal penting atau memerlukan umpan balik
f. Condongkan tubuh kearah lawan bicara (pasien ).
2. Bertanya Bertanya (question)
merupakan teknik yang dapat mendorong klien untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya
Teknik berikut sering digunakan pada tahap orientasi:
a. Pertanyaan fasilitatif (fasilitatif question)
Pertanyaan fasilitatif (facilitative question) terjadi jika pada saat bertanya perawat sensitive
terhadap pikiran dan perasaan serta secara langsung berhubungan dengan masalah klien,
sedangkan pertanyaan non fasilitatif (non facilitative question) adalah pertanyaan yang tidak
efektif karena memberikan pertanyaan yang tidak fokus pada masalah atau pembicaraan, bersifat
mengancam, dan tampak kurang pengertian terhadap klien Gerald, D dalam Suryani,(2005).
b. Pertanyaan terbuka atau tertutup
Pertanyaan terbuka (open question) digunakan apabila perawat membutuhkan jawaban yang
banyak dari klien. Dengan pertanyaan terbuka, perawat mampu mendorong klien
mengekspresikan dirinya Antai-Otong dalam Suryani, (2005).
Pertanyaan tertutup (closed question) digunakan ketika perawat membutuhkan jawaban yang
singkat.
3. Penerimaan
Yaitu mendukung dan menerima informasi dengan tingkah laku yang menunjukkan ketertarikan
dan tidak menilai. Penerimaan bukan berarti persetujuan. Penerimaan berarti bersedia untuk
mendengarkan orang lain tanpa menunjukan keraguan atau tidak setuju. Perawat sebaiknya
menghindarkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menunjukkan tidak setuju, seperti
mengerutkan kening atau menggelengkan kepala seakan tidak percaya.
4. Mengulangi (restating)
Mengulangi (restating) yaitu mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien maksudnya
adalah mengulangi pokok pikiran yang diungkapkan klien dengan menggunakan kata-kata
sendiri. Gunanya untuk menguatkan ungkapan klien dan member indikasi perawat mengikuti
pembicaraan atau memperhatikan klien dan mengharapkan komunikasi berlanjut klien (Keliat,
Budi Anna, 1992 ).
5. Klarifikasi (clarification)
Klasifikasi (clarification) adalah penjelasan kembali ke idea tau pikiran klien yang tidak jelas
atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari ungkapannya
Gerald,d dan Suryani, (2005). Dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar atau
klien malu mengemukakan informasi, informasi yang diperoleh tidak lengkap atau
mengemukakannya berpindah-pindah. Pada saat klarifikasi perawat tidak boleh
menginterpretasikan apa yang dikatakan klien, juga tidak boleh menambahkan informasi Gerald,
D dalam Suryani, (2005). Fokus utama klarifikasi adalah pada perasaan, karena pengertian
terhadap perasaan klien sangat penting dalam memahami klien.
6. Refleksi ( reflection )
Refleksi (reflection) adalah mengarahkan kembali ide, perasaan, pertanyaan, dan isi pembicaraan
kepada klien. Hal ini digunakan untuk memvalidasi pengertian perawat tentang apa yang
diucapkan klien dan menekankan empati, minat, dan penghargaan terhadap klien Antai-Otong
dalam Suryani, (2005).
Refleksi menganjurkan klien untuk mengungkapkan dan menerima ide dan perasaannya sebagai
bagian dari dirinya sendiri. Apabila klien bertanya apa yang harus ia pikirkan dan kerjakan atau
rasakan maka perawat dapat menjawab; bagaimana menurutmu? Dengan demikian perawat
mengindikasikan bahwa pendapat klien adalah berharga dank lien mempunyai hak untuk mampu
melakukan hal tersebut, maka iapun akan berpikir bahwa dirinya adalah manusia yang
mempunyai kapasitas dan kemampuan sebagai individu yang terintegrasi dan bukan sebagai
bagian dari orang lain.
7. Memfokuskan (focusing)
Memfokuskan (focusing) adalah bertujuan memberikan kesempatan kepada klien untuk
membahas masalah inti dan mengarahkan komunikasi klien pada pencapaian tujuan Stuart, G.W
dalam Suryani, (2005). Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan
sehingga pembahasan masalah lebih spesifik dan dimengerti dan mengarahkan komunikasi klien
pada pencapaian tujuan.
8. Diam ( silence )
Teknik diam digunakan untuk memberikan kesempatan pada klien sebelum menjawab
pertanyaan perawat. Diam akan emberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk
Mengorganisasi pikiran masing-masing Stuart dan Sundeen, dalam Suryani, (2005).
9. Memberikan Informasi ( informing )
Memberikan informasi tambahan merupakan tindakan penyuluhan kesehatan untuk klien. Teknik
ini sangat membantu dalam mengajarkan kesehatan atau pendidikan pada klien tentang aspek-
aspek yang relevan dengan perawatan diri dan penyembuhan klien. Informasi tambahan yang
diberikan pada klien harus dapat memberikan pengertian dan pemahaman yang lebih baik
tentang masalah yang dihadapi klien serta membantu dalam memberikan alternative pemecahan
masalah, (Suryani 2005).
10. Menyimpulkan (summerizing)
Menyimpulkan adalah teknik komunikasi yang membantu klien mengeksporasi point penting
dari interaksi perawat-klien. Teknik ini membantu perawat dan klien untuk memiliki pikiran dan
ide yang sama saat mengakhiri pertemuan.
11. Mengubah Cara Pandang (reframing)
Teknik ini digunakan untuk memberikan cara pandang lain sehingga klien tidak melihat sesuatu
atau masalah dari aspek negatifnya saja Gerald,D dalam Suryani, (2005 ) sehingga
memungkinkan klien untuk membuat perencanaan yang lebih baik dalam mengatasi masalah
yang dihadapinya.
12. Eksplorasi
Teknik ini bertujuan untuk mencari atau menggali lebih dalam masalah yang dialami klien,
Antai-Otong dalam suryani, (2005) supaya masalah tersebut bias diatasi. Teknik ini bermanfaat
pada tahap kerja untuk mendapatkan gambaran yang detail tentang masalah yang dialami klien.
13. Membagi Persepsi (Sharing perception)
Stuart G.W. dalam Suryani, (2005), menyatakan membagi persepsi (sharing perception) adalah
meminta pendapat klien tentang hal yang perawat rasakan atau pikirkan. Teknik ini digunakan
ketika perawat merasakan atau melihat ada perbedaan antara respons verbal atau respons
nonverbal dari klien.
14. Identifikasi tema
Perawat harus tanggap terhadap cerita yang disampaikan klien dan harus mampu menangkap
tema dari seluruh pembicaraan tersebut. Gunanya untuk meningkatkan pengertian dan menggali
masalah penting. (Stuart dan Sundeen, dalam Suryani, 2005).teknik ini sangat bermanfaat pada
tahap awal kerja untuk memfokuskan pembicaraan pada awal masalah yang benar
-benar dirasakan klien.
15. Menganjurkan untuk Melanjutkan Pembicaraan Teknik ini menganjurkan klien untuk
mengarahkan hampir seluruh pembicaraan yang mengidentifikasikan bahwa klien sedang
mengikuti apa yang dibicarakan dan tertarik dengan apa yang dibicarakan selanjutnya. Perawat
lebih berusaha untuk menaksirkan dari pada mengarahkan diskusi/pembicaraan.
16. Humor
Sullivan dan Deane dalam Suryani,( 2005), melaporkan bahwa humor merangsang produksi
catecholamine dan hormone
yang menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi
ansietas, memfasilitasi relaksasi pernafasan dan menggunakan humor untuk menutupi rasa takut
dan tidak enak atau menutupi ketidak mampuannya untuk
berkomunikasi dengan klien.
17. Memberikan Pujian
Memberikan pujian (reinforcement) merupakan keuntungan psikologis yang didapatkan klien
ketika berinteraksi dengan perawat.
Reinforcement berguna untuk meningkatkan harga diri dan menguatkan perilaku klien Gerald, D
dalam Suryani, (2005). Reinforcement bias diungkapkan dengan kata-kata ataupun melalui
inyarat nonverbal.
18. Menawarkan Diri
Bukan tidak mungkin bahwa klien belum siap untuk berkomunikasi secara verbal dengan orang
lain atau klien tidak mampu untuk membuat dirinya dimengerti. Perawat menyediakan diri tanpa
renpons bersyarat atau respons yang diharapkan.
19. Memberikan Penghargaan
Memberi salam pada klien dan keluarga dengan menyebut namanya, menunjukan kesadaran
tentang perubahan yang terjadi, untuk menghargai klien dan keluarga sebagai manusia seutuhnya
yang mempunyai hak dan tanggung jawab atas dirinya sendiri sebagai individu.
20.Asertif
Asertif adalah kemampuan dengan cara meyakinkan dan nyaman untuk mengekspresikan pikiran
dan perasaan diri dengan tetap menghargai orang lain.
9. Isi Pesan
Pesan adalah segala sesuatu yang akan disampaikan. Pesan dapat berupa ide, pendapat, pikiran
dan saran. Pesan adalah keseluruhan dari apa yang disampaikan oleh komunikator. Pesan ini
mempunyai inti pesan yang sebenarnya menjadi pengarah di dalam suatu usaha mencoba
mengubah sikap dan tingkah laku komunikan, (Ernawati Dalami, 2009). Menurut Arita
Murwani, isi
pesan harus dirasa penting dan berguna bagi sasaran. Bila seorang pasien diberi nasihat atau
informasi berupa pesan-pesan yang kurang bermanfaat dan tidak jelas, maka pasien akan enggan
melakukannya. Pesan dapat disampaikan dengan cara langsung atau lisan, tatap muka, dan dapat
pula melalui media atau saluran. Pesan yang disampaikan memenuhi beberapa syarat sebagai
berikut:
a.Pesan harus direncanakan dengan baik sesuai kebutuhan
b.Penyampaian pesan dengan menggunakan bahasa yang baik dan mudah dimengerti oleh kedua
belah pihak
c.Pesan harus menarik minat dan kebutuhan pribadi penerima serta menimbulkan kepuasan, (
Mundakir 2006).
KOMUNIKASI TERAPEUTIK
encoding
:
perumusan pesan oleh komunikator
6.
Kegiatan decoding
:
penafsiran pesan oleh komunikan
D.
Factor
gaul
Kualitas suara
:
irama, volume, kejernihan.
Vokal tan
pa bahasa
:
suara tanpa adanya struktur linguistik, misalnya sedu
sedan, tertawa, mendengkur, mengerang, merintih, hembusan nafas, nafas
panjang.
c.
Proxemics
Menurut Indrawati dalam Sahara (2008) mendefinisikan komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang
direncanakan secara sadar, dengan tujuan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien.
Menurut Sahara (2008) Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling
memberikan pengertian antara perawat dengan pasien, persoalan mendasar dan komunikasi ini adalah adanya
saling membutuhkan antara perawat dengan pasien sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi
di antara perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien menerima bantuan.
Menurut Arwani (2003) Komunikasi terapeutik bukan pekerjaan yang bisa dikesampingkan namun harus
direncanakan, disengaja dan merupakan tindakan profesional. Akan tetapi, jangan sampai karena terlalu asyik
bekerja kemudian melupakan pasien sebagai manusia dengan beragam latar belakang dan masalahnya.
Tujuan dari komunikasi terapeutik menurut Indrawati dalam Sahara (2008) yaitu :
Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat
mengambil tindakan yang efektif untuk pasien.
Membantu mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik, fisik dan diri sendiri.
Membantu kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien sangat dipengaruhi oleh
kualitas hubungan perawat-klien bukanlah hubungan yang memberikan dampak terapeutik yang
mempercepat kesembuhan klien.
Ikhlas (Genuine)
Semua perasaan negatif yang dimiliki oleh pasien harus bisa diterima dan pendekatan individu dengan verbal
maupun non verbal akan memberikan bantuan kepada pasien untuk mengkomunikasikan kondisinya secara
tepat.
Empati (Empathy)
Merupakan sikap jujur dalam menerima kondisi pasien, objektif dalam memberikan penilaian terhadap kondisi
pasien dan tidak berlebihan.
Hangat (warmth)
Kehangatan dan sikap pormisif yang diberikan diharapkan pasien dapat memberikan dan mewujudkan ide-
idenya tanpa rasa takut, sehingga pasien bisa mengekspresikan perasaannya lebih mendalam.
Menurut Potter and Perry dalam Sahara (2008). Jenis komunikasi terapeutik adalah sebagai berikut :
Komunikasi Verbal
Komunikasi yang lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan di rumah sakit adalah pertukaran informasi
secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan tepat
waktu. Kata-kata lain adalah alat atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan.
Perbendaharaan kata
Komunikasi tidak akan berhasil jika pengiriman pesan tidak mampu menerjemahkan kata dan ucapan.
Arti denotative memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang digunakan, sedangkan arti konotatif
merupakan pikiran, perasaan atau ide yang terdapat dalam suatu kata-kata serius dipahami klien sebagai suatu
kondisi mendekati kematian.
Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan keberhasilan komunikasi verbal selaan yang lama
dan pengalihan yang cepat pada pokok pembicaraan lain mungkin akan menimbulkan kesan bahwa perawat
sedang menyembunyikan sesuatu terhadap klien.
Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan bila klien sedang menangis kesakitan, tidak
waktunya untuk menjelaskan resiko operasi, kendatipun pesan diucapkan secara jelas dan singkat.
Humor
Tertawa membantu mengurangi ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stress, dan meningkatkan
keberhasilan perawat dalam memberikan dukungan emosional terhadap klien.
Komunikasi tertulis
Komunikasi tertulis merupakan salah satu bentuk komunikasi yang sering digunakan dalam bisnis seperti
komunikasi melalui surat menyurat, pembuatan memo, laporan, iklan disurat kabar dan lain-lain.
Komunikasi non verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan kata-kata. Merupakan cara yang paling
meyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain, perawat perlu menyadari pesan verbal dan non
verbal yang disampaikan klien mulai dan saat pengkajian sampai evaluasi. Asuhan keperawatan pesan non
verbal terdiri dari :
Kinesik
Adalah pesan non verbal yang diimplementasikan dalam bentuk bahasa isyarat tubuh atau anggota tubuh.
Proksemik
Yaitu bahasa non verbal yang ditujukan oleh ruang, jarak antara individu dengan orang lain waktu
berkomunikasi atau antara individu dengan objek.
Haptik
Yaitu sama dengan menepuk-nepuk, meraba-raba, memegang, mengelus dan mencubi. Haptik
mengkomunikasikan relasi anda dengan seseorang.
Paralinguistic
Yaitu meliputi setiap penggunaan suara sehingga dia bermanfaat kalau kita hendak menginterpretasikan simbol
verbal sebagai contoh.
Artifak
Artifak dalam komunikasi non verbal dengan berbagai benda material disekitar kita.
Kreasi perancang untuk menciptakan logo dalam penyuluhan merupakan karya komunikasi bisnis, biasanya
logo dirancang dijadikan simbol dan suatu karya organisasi atau produk suatu organisasi.
Kesan tertentu terhadap tampilan fisik tubuh dari lawan bicara anda kita sering menilai seseorang mulai dari
warna kulitnya dan tipe tubuh.
Menurut Arwani (2003) fase-fase dari komunikasi terapeutik adalah sebagai berikut :
Orientasi (orientation)
Hubungan yang terjadi masih dangkal dan komunikasi yang terjadi bersifat penggalian informasi antara
perawat dan pasien.
Kerja (working)
Perawat dituntut untuk bekerja keras untuk memenuhi tujuan yang telah ditetapkan pada fase orientasi bekerja
sama dengan pasien untuk berdiskusi tentang masalah-masalah yang merintangi pencapaian tujuan.
Penyelesaian (termination)
Perawat mendorong pasien untuk memberikan penilaian atas tujuan telah dicapai, agar tujuan yang tercapai
adalah kondisi yang saling menguntungkan dan memuaskan.
Daftar Pustaka
Arwani, 2003. Komunikasi Dalam Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Hidayat, Aziz Alimul. 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data, Penerbit Salemba
Medika, Jakarta.
La Ode Jumadi Gaffar, 2002. Pengantar Keperawatan Profesional, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Notoatmodjo, S. 2005, Metodologi Penelitian Kesehatan, Penerbit Rineka Cipta, Cetakan Ketiga, Jakarta.
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi 4. EGC. Jakarta.
Sabarguna. 2008. Karya Tulis Ilmiah Untuk Mahasiswa D-III Kesehatan. Sagung Seto. Jakarta.
Sahara, 2008. http:// creasoft.wordpress.com /2008 /04 /15/ komunikasi- terapeutik. Di Unduh tanggal 04
Januari 2010.
Sitorus, R. 2006. Model Praktik Keperawatan Profesional di Rumah Sakit, Penerbit Kedokteran EGC, Jakarta.
Dalam hubungan perawat klien ada 3 karakteristik penting : sharing perilaku, pikiran, dan perasaan
Berbagai komponen tersebut dikembangkan oleh perawat dalam beberapa tahap yakni :
1.Prainteraksi
2.Orientasi
3.Kerja
4.Terminasi
1.PRAINTERAKSI
Dimulai sebelum kontak pertama perawat-klien
Tugas perawat : mengeksplorasi diri
Pada pengalaman pertama, perawat masih memiliki miskonsepsi dan image pada umumnya ditambah
dengan berbagai perasaan dan ketakutan yang muncul seperti:
- Takut ditolak klien
- Cemas karena merupakan pengalaman baru
- Memperhatikan klien secara berlebihan
- Meragukan kemampuan diri
- Takut dilukai klien secara fisik
- Gelisah melakukan komter
- Klien dicurigai sebagai orang yang aneh
- Merasa terancam identitasnya sebagai perawat
- Merasa tidak nyaman untuk melakukan tugas secara fisik
- Mudah terpengaruh secara emosional (tersinggung-diejek)
- Takut disakiti secara psikologis
Analisi diri
- Apakah saya menganggap klien sbg orang yang aneh?
- Apakah harapan saya terlalu tinggi sehingga bila klien kasar, bermusuhan, atau tidak kooperatif saya
menjadi marah atau merasa terluka?
- Apakah saya takut terhadap tanggung jawab yang dibebankan pada saya (dalam hubungan dengan
klien)?
- Apakah saya harus menutupi rasa inferior dengan mengedepankan rasa superior?
- Apakah saya harus bersimpati, memberikan kehangatan, dan perlindungan secara berlebihan bila saya
melakukan kekeliruan?
2.ORIENTASI
Perawat : menemukan alasan mengapa klien memerlukan pertolongan dasar pengkajian keperawatan
dan membantu perawat fokus pada masalah klien.
Tugas perawat pada fase ini :
- Membangun trust
- Memahami
- Menerima
- Membuka komunikasi dan membuat kontrak dgn klien
Perawat dapat menyadari kecemasan dan ketakutan klien, tetapi klien mungkin kesulitan untuk
menerima bantuan perawat. Kemungkinan hal ini disebabkan :
- Sulit mengakui mempunyai kesulitan atau masalah .
- Tidak mudah trust atau terbuka pada seseorang yang baru dikenal.
- Masalah yang dihadapi terlihat sangat besar, rumit, atau unik untuk disharingkan pada orang lain.
- Mengutarakan masalah dapat mengancam rasa independen, otonomi, dan harga diri.
- Dalam memecahkan suatu masalah melibatkan pemikiran tentang sesuatu yang mungkin tidak
menyenangkan, mereview kenyataan hidup, memutuskan suatu rencana, dan yang terpenting adalah
membawa suatu perubahan
3.KERJA
Selama fase ini
- Prwt-klien mengekplorasi stressor yang berkaitan dan terus meningkatkan perkembangan insight klien
(yang berkaitan dengan persepsi, pikiran, perasaan, dan tindakan)
- Insights harus diwujudkan dalam tindakan dan diintegrasikan ke dalam pengalaman hidup klien
- Perawat membantu klien : menghilangkan kecemasan, meningkatkan rasa kebebasan dan tanggung
jawab terhadap diri sendiri mengembangkan mekanisme koping yang positif. (Fokus fase ini : perubahan
perilaku secara nyata)
4.TERMINASI
- Pemahaman antara perawat-klien lebih dioptimalkan
- Saling tukar pikiran dan memori
- Mengevaluasi perkembangan klien (berkenaan dengan tujuan asuhan keperawatan)
- Perawat-klien bersama-sama mereview perkembangan yang tercapai selama perawatan
- Perasaan rejeksi, kehilangan, sedih, dan marah diekspresikan dan diekplorasi
DAFTAR PUSTAKA
Barry, Patricia D. 1998. Mental Health & Mental Illness. 6th ed. Philadelphia. Lippincott.
Rawlins, Ruth Parmelee. 1993. Clinical Manual of Psychiatric Nursing. 2nd ed. Mosby-Year. St.Louis
Missouri.
Stuart, Gail Wiscarz., Sundeen, Sandra.J. 1998. Pocket Guide to Psychiatric Nursing. Edisi 3. EGC. Jakarta.
________. 1998. Principles and Practice of Psychiatric Nursing. 6th ed. Mosby-Year. St.Louis Missouri.
Pengertian
interaksi berarti menjalin hubungan yang baik, interaksi perawat klien adalah suatu kegiatan
menjalin hubungan baik antara perawat dan klien yang bertujuan untuk memperlancar dalam
kegiatan pemberian pelayanan (Kariyoso, 1997)
Tujuan
pre interaksi
oreintasi/perkenalan
kerja
terminasi
komponen kontrak ( nama perawat, peran yang diharapkan dari perawat & klien, tujuan,
kerahasiaan, harapan, topik kegiatan, interaksi)
mengevaluasi kegiatan kerja yang telah dilakukan baik secara kognitif, afektif dan psikomotor
1.3 Tujuan
Makalah ini di buat dengan tujuan agar mahasiswa, tenaga kesehatan atau tenaga medis
dapat konsep komunikasi terapeutik dan kesadaran intrapersonal perawat-klien.
1.4 Manfaat
Makalah ini di buat oleh kami agar kami memahami dan mengaplikasikan langsung dalam
proses keperawatan hususnya tentang konsep komunikasi terapeutik dan kesadaran intrapersonal
perawat-klien.
BAB II
PEMBAHASAN
Konsep komunikasi terapeutik.
2.1 Definisi komunikasi terapeutik.
Komunikasi dalam keperawatan disebut dengan komunikasi terapeutik, dalam hal ini
komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat pada saat melakukan intervensi keperawatan
harus mampu memberikan khasiat therapi bagi proses penyembuhan pasien. Oleh karenanya
seorang perawat harus meningkatkan pengetahuan dan kemampuan aplikatif komunikasi
terapeutik agar kebutuhan dan kepuasan pasien dapat dipenuhi. Komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang mendorong proses penyembuhan klien (Depkes RI, 1997). Northouse (1998)
mendefinisikan komunikasi terapeutik sebagai kemampuan atau keterampilan perawat untuk
membantu klien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan psikologis dan belajar
bagaimana berhubungan dengan orang lain. Stuart G.W (1998) menyatakan bahwa komunikasi
terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara perawat dan klien, dalam hubungan ini
perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki
pengalaman emosional klien. Sedangkan S.Sundeen (1990) menyatakan bahwa hubungan
terapeutik adalah hubungan kerjasama yang ditandai tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran
dan pengalaman dalam membina hubungan intim yang terapeutik.
Definisi komunikasi menurut para ahli :
Menurut As Homby (1974) yang dikutip oleh Nurjannah, I (2001) mengatakan bahwa
terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari penyembuhan. Hal yang
menggambarkan bahwa dalam menjalani proses komunikasi terapeutik, seorang perawat
melakukan kegiatan dari mulai pengkajian, menentukan masalah keperawatan, menentukan
rencana tindakan keperawatan, melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan yang telah
direncanakan sampai pada evaluasi yang semuanya itu bisa dicapai dengan maksimal apabila
terjadi proses komunikasi yang efektif dan intensif. Hubungan take and give antara perawat dan
klien menggambarkan hubungan memberi dan menerima.
Kalthner, dkk (1995) mengatakan bahwa komunikasi terapeutik terjadi dengan tujuan
menolong pasien yang dilakukan oleh orang-orang yang professional dengan menggunakan
pendekatan personal berdasarkan perasaan dan emosi. Didalam komunikasi terapeutik ini harus
ada unsur kepercayaan. (Mundakir, 2006)
Dari beberapa pendapat diatas maka dapat dijelaskan bahwa komunikasi terapeutik
adalah suatu pengalaman bersama antara perawat klien yang bertujuan untuk menyelesaikan
masalah klien. Maksud komunikasi adalah mempengaruhi perilaku orang lain. Komunikasi
adalah berhubungan. Hubungan perawat-klien yang terapeutik tidak mungkin dicapai tanpa
komunikasi (Budi Ana Keliat dalam Mundakir, (2006)
Hubungan terapeutik sebagai pengalaman belajar baik bagi klien maupun perawat yang
diidentifikasikan dalam empat tindakan yang harus diambil antara perawat klien, yaitu:
- Tindakan diawali perawat
- Respon reaksi dari perawat
- Interaksi dimana perawat dan klien mengkaji kebutuhan klien dan tujuan
- Transaksi dimana hubungan timbal balik pada akhirnya dibangun untuk mencapai tujuan
hubungan
Komunikasi terapeutik terjadi apabila didahului hubungan saling percaya antara perawat
klien. Dalam konteks pelayanan keperawatan kepada klien, pertama-tama klien harus percaya
bahwa perawat mampu memberikan pelayanan keperawatan dalam mengatasi keluhannya,
demikian juga perawat harus dapat dipercaya dan diandalkan atas kemampuan yang telah
dimiliki dari aspek kapasitas dan kemampuannya sehingga klien tidak meragukan kemampuan
yang dimiliki perawat. Selain itu perawat harus mampu memberikan jaminan atas kualitas
pelayanan keperawatan agar klien tidak ragu, tidak cemas, pesimis dan skeptis dalam menjalani
proses pelayanan keperawatan.
Dari beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang memiliki makna terapeutik bagi klien dan dilakukan oleh perawat (helper)
untuk membantu klien mencapai kembali kondisi yang adaptif dan positif.
Komunikasi terapeutik diarahkan pada pertumbuhan klien yang meliputi hal-hal berikut ini.
a. Penerimaan diri dan peningkatan terhadap penghormatan diri.
Klien yang sebelumnya tidak menerima diri apa adanya atau merasa rendah diri, setelah
berkomunikasi terapeutik dengan perawat atau bidan akan mampu menerima dirinya.
Diharapkan perawat atau bidan dapat merubah cara pandang klien tentang dirinya dan masa
depannya sehingga klien dapat menghargai dan menerima diri apa adanya.
b. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan saling bergantung
dengan orang lain.
Klien belajar bagaimana menerima dan diterima oleh orang lain. Dengan komunikasi
yang terbuka, jujur, dan menerima klien apa adanya, perawat akan dapat meningkatkan
kemampuan klien dalam membina hubungan saling percaya (Hibdon S., dalam Suryani, 2005)
c. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan yang
realistis.
Sebagian klien menetapkan ideal diri atau tujuan yang terlalu tinggi tanpa mengukur
kemampuannya. Tugas perawat dengan kondisi seperti itu adalah membimbing klien dalam
membuat tujuan ayng realistis serta menignkatkan kemampuan klien memenuhi kemampuan
dirinya.
d. Rasa identitas personal yang jelas dan meningkatkan integritas diri.
Identitas personal yang dimaksud adalah status, peran, dan jenis kelamin klien. Klien
yang mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa percaya diri dan
juga memiliki harga diri yang rendah. Perawat diharapkan membantu klien untuk meningkatkan
integritas dirinya dan identitas diri klien melalui komunikasinya.
Perawat yang terampil tidak akan mendominasi interaksi sosial, melainkan akan berusaha
menjaga kehangatan suasana komunikasi agar tercapai rasa saling percaya dan menumbuhkan
rasa nyaman pada pasien. Dengan demikian proses interaksi dapat berjalan dengan baik.
d. Mempererat hubungan atau interaksi antara klien dengan terapis (tenaga kesehatan) secara
professional dan proporsional dalam rangka membantu menyelesaikan masalah klien.
Tujuan terapeutik akan tercapai jika Perawat memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Kesadaran diri terhadap nilai yang dianutnya
b. Kemampuan untuk menganalisa perasaannya sendiri.
c. Kemampuan untuk menjadi contoh peran
d. Altruistik
e. Rasa tanggung jawab etik dan moral
f. Tanggung jawab
Didalam sumber yang lain ditakan bahwa beberapa prinsip dasar yang harus dipahami
dalam membangun hubungan dan mempertahankan hubungan yang terapeutik :
1.Hubungan dengan klien adalah hubungan terapeutik yang saling menguntungkan, didasarkan
pada prinsip Humanity of Nursing and Clients.
2.Perawat harus menghargai keunikan klien, dengan melihat latar belakang keluarga, budaya dan
keunikan tiap individu.
3.Komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri baik pemberi maupun penerima
pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjga harga dirinya dan harga diri klien.
4.Komunikasi yang menumbuhkan hubungan saling percaya harus dicapai terlebih dahulu
sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternative pemecahan masalahnya.
Beberapa prinsip komunikasi terapeutik menurut Boyd & Nihart (1998) adalah :
1.Klien harus merupakan fokus utama dari interaksi.
2.Tingkah laku professional mengatur hubungna terapeutik.
3.Hubungan sosial dengan klien harus dihindari.
4.Kerahasiaan klien harus dijaga.
5.Kompetensi intelektual harus dikaji untuk menentukan pemahaman.
6.Memelihara interaksi yang tidak menilai, dan hindari membuat penilaian tentang tingkah laku
klien dan memberi nasehat.
7.Beri petunjuk klien untuk menginterpretasikan kembali pengalamannya secar rasional.
8.Telusuri interaksi verbal klien melalui statemen klarifikasi dan hindari perubahan subyek/topik
jika perubahan isi topik tidak merupakan sesuatu yang sangat menarik klien.
9.Implementasi intervensi berdasarkan teori.
10.Membuka diri hanya digunakan hanya pada saat membuka diri mempunyai tujuan terapeutik.
2.5 Karakteristik
Salah satu karakteristik dasar dari komunikasi yaitu ketika seseorang melakukan
komunikasi terhadap orang lain maka akan tercipta suatu hubungan diantara keduanya, selain itu
komunikasi bersifat resiprokal dan berkelanjutan. Hal inilah yang pada akhirnya membentuk
suatu hubungan helping relationship. Helping relationship adalah hubungan yang terjadi
diantara dua (atau lebih) individu maupun kelompok yang saling memberikan dan menerima
bantuan atau dukungan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sepanjang kehidupan. Pada konteks
keperawatan hubungan yang dimaksud adalah hubungan antara perawat dan klien. Ketika
hubungan antara perawat dan klien terjadi, perawat sebagai penolong (helper) membantu klien
sebagai orang yang membutuhkan pertolongan, untuk mencapai tujuan yaitu terpenuhinya
kebutuhan dasar manusia klien.
Menurut Roger dalam Stuart G.W (1998), ada beberapa karakteristik
seorang helper (perawat) yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang terapeutik, yaitu:
1. Kejujuran
Kejujuran sangat penting, karena tanpa adanya kejujuran mustahil bisa terbina hubungan saling
percaya. Seseorang akan menaruh rasa percaya pada lawan bicara yang terbuka dan mempunyai
respons yang tidak dibuat-buat, sebaliknya ia akan berhati-hati pada lawan bicara yang
terlalu halus sehingga sering menyembunyikan isi hatinya yang sebenarnya dengan kata-kata
atau sikapnya yang tidak jujur (Rahmat, J.,1996 dalam Suryani,2005).). Sangat penting bagi
perawat untuk menjaga kejujuran saat berkomunikasi dengan klien, karena apabila hal tersebut
tidak dilakukan maka klien akan menarik diri, merasa dibohongi, membenci perawat atau bisa
juga berpura-pura patuh terhadap perawat.
2. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif
Dalam berkomunikasi dengan klien, perawat sebaiknya menggunakan kata-kata yang mudah
dipahami oleh klien dan tidak menggunakan kalimat yang berbelit-belit. Komunikasi nonverbal
perawat harus cukup ekspresif dan sesuai dengan verbalnya karena ketidaksesuaian akan
menimbulkan kebingungan bagi klien.
3. Bersikap positif
Bersikap positif terhadap apa saja yang dikatakan dan disampaikan lewat komunikasi nonverbal
sangat penting baik dalam membina hubungan saling percaya maupun dalam membuat rencana
tindakan bersama klien. Bersikap positif ditunjukkan dengan bersikap hangat, penuh perhatian
dan penghargaan terhadap klien. Untuk mencapai kehangatan dan ketulusan dalam hubungan
yang terapeutik tidak memerlukan kedekatan yang kuat atau ikatan tertentu diantara perawat dan
klien akan tetapi penciptaan suasana yang dapat membuat klien merasa aman dan diterima dalam
mengungkapkan perasaan dan pikirannya (Burnard,P dan Morrison P,1991 dalam Suryani,2005).
4. Empati bukan simpati
Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena dengan sikap ini perawat
akan mampu merasakan dan memikirkan permasalahan klien seperti yang dirasakan dan
dipikirkan klien (Brammer,1993 dalam Suryani,2005). Dengan bersikap empati perawat dapat
memberikan alternative pemecahan masalah karena perawat tidak hanya merasakan
permasalahan klien tetapi juga tidak berlarut-larut dalam perasaaan tersebut dan turut berupaya
mencari penyelesaian masalah secara objektif.
5. Mampu melihat permasalahan dari kacamata klien
Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus berorientasi pada klien (Taylor, Lilis dan
Le Mone, 1993), oleh karenaya perawat harus mampu untuk melihat permasalahan yang sedang
dihadapi klien dari sudut pandang klien. Untuk mampu melakukan hal ini perawat harus
memahami dan memiliki kemampuan mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian.
Mendengarkan dengan penuh perhatian berarti mengabsorpsi isi dari komunikasi (kata-kata dan
perasaan) tanpa melakukan seleksi. Pendengar (perawat) tidak sekedar mendengarkan dan
menyampaikan respon yang di inginkan oleh pembicara (klien), tetapi berfokus pada kebutuhan
pembicara. Mendengarkan dengan penuh perhatian menunjukkan sikap caring sehingga
memotivasi klien untuk berbicara atau menyampaikan perasaannya.
6. Menerima klien apa adanya
Seorang helper yang efektif memiliki kemampuan untuk menerima klien apa adanya. Jika
seseorang merasa diterima maka dia akan merasa aman dalam menjalin hubungan interpersonal
(Sullivan, 1971 dalam Antai Ontong, 1995 dalam Suryani, 2005). Nilai yang diyakini atau
diterapkan oleh perawat terhadap dirinya tidak dapat diterapkan pada klien, apabila hal ini terjadi
maka perawat tidak menunjukkan sikap menerima klien apa adanya.
7. Sensitif terhadap perasaan klien
Seorang perawat harus mampu mengenali perasaan klien untuk dapat menciptakan hubungan
terapeutik yang baik dan efektif dengan klien. Dengan bersikap sensitive terhadap perasaan klien
perawat dapat terhindar dari berkata atau melakukan hal-hal yang menyinggung privasi ataupun
perasaan klien.
8. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri
Perawat harus mampu memandang dan menghargai klien sebagai individu yang ada pada saat
ini, bukan atas masa lalunya, demikian pula terhadap dirinya sendiri.
G. Tahapan Komunikasi Terapeutik
Telah disebutkan sebelumnya bahwa komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang
terstruktur dan memiliki tahapan-tahapan. Stuart G.W, 1998 menjelaskan bahwa dalam
prosesnya komunikasi terapeutik terbagi menjadi empat tahapan yaitu tahap persiapan atau tahap
pra-interaksi, tahap perkenalan atau orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi.
Dalam litelatur yang lain disebutkan ada tiga hal mendasar yang memberi ciri-ciri
komunikasi terapeutik yaitu sebagai berikut: (Arwani, 2003 : 54).
1. Keiklasan ( genuineness)
Dalam rangka membantu klien, perawat perawat harus menyadari tentang nilai, sikap,
dan perasaan yang dimiliki terhadap keadaan klien. Apa yang perawat pikirkan dan rasakan
tentang individu dan dengan siapa dia berinteraksi selalu dikomunikasikan kepada individu baik
secara verbal maupun non verbal. Perawat yang mampu menunjukan rasa iklasnya mempunyai
kesadaran tentang sikap yang dipunyai terhadap pasien sehingga bisa belajar untuk
mengkomunikasikannya dengan tepat. Klien tidak akan menolak segala bentuk persaan negatif
yang dipunyai klien, bahkan ia akan berusaha berinteraksi dengan klien. Hasilnya perawat akan
mampu mengeluarkan perasaan yang dimiliki dengan cara yang tepat, bukan dengan cara
menyalahkan atau menghukum klien.
2. Empati (emphathy)
3. Kehangatan (warmth)
Sumber proses komunikasi yaitu pengirim dan penerima pesan. Prakarsa berkomunikasi
dilakukan oleh sumber ini dan sumber juga menerima pesan sebagai tolak ukur keberhasilan
dalam mengirim.
Pesan-pesan yang disampaikan dengan menggunakan penyandian baik yang berupa bahasa
verbal maupun non verbal.
Penerima yaitu orang yang menerima pengiriman pesan dan membalas pesan yang disampaikan
oleh sumber, sehingga dapat diketahui mengerti tidaknya suatu pesan.
Lingkungan waktu komunikasi berlangsung, yang dalam hal ini meliputi saluran penyampaian
dan penerimaan pesan serta lingkungan alamiah saat pesan disampaikan.
Saluran penyampaian pesan melalui indra manusia yaitu pendengaran, penglihatan, pengecap
dan perabaan.
Komunikasi terapeutik dapat berjalan secara efektif apabila terdapat unsur-unsur sebagai berikut:
Adanya referen atau stimulus yang memotivasi seseorang untuk berkomunikasi dengan orang
lain berupa objek, pengalaman, emosi, ide, atau tindakan.
Terdapat pesan sebagai informasi yang dikirimkan atau diekspresikan oleh pengirim. Pesan
mungkin terdiri dari symbol bahasa verbal dan non verbal (mis. kata-kata yang diucapkan,
ekspresi wajah atau gerakan tubuh). Kendalanya tidak semua symbol memiliki makna yang
universal, oleh karena itu kesulitan dalam komunikasi mungkin terjadi pada pesan apabila
pengirim tidak waspada terhadap faktor ini dan tidak mencoba untuk menjelaskan.
Adanya pengirim (encoder) dan penerima (decoder) sebagai objek dari media komunikasi.
Pesan dikirimkan melalui saluran komunikasi yang dimaksudkan untuk membawa pesan, seperti
melalui sarana visual, pendengaran, dan taktil. Semakin banyak saluran yang digunakan oleh
seorang perawat untuk menyampaikan pesan secara tepat dan efektif, maka hubungan terapeutik
akan semakin mudah terjalin antara perawat dan pasien.
Adanya respons terbuka di dalam komunikasi yang dapat membantu untuk mengungkapkan
apakah makna dari pesan tersebut tersampaikan. Respons sangat penting dalam menjalin
komunikasi terapeutik agar dapat menjelaskan pesan yang disampaikan oleh klien maupun
perawat dan memodifikasi tingkah laku menurut pesan tersebut.
Adanya dukungan lingkungan yang tepat pada saat melakukan komunikasi terapeutik untuk
menjaga privasi klien.
Faktor - faktor penghambat dalam proses komunikasi terpeutik adalah : (Purwanto, Heri, 1994)
a. Kemampuan pemahaman yang berbeda.
b. Pengamatan/penafsiran yang berbeda karena pengalaman masa lalu.
c. Komunikasi satu arah.
d. Kepentingan yang berbeda.
e. Memberikan jaminan yang tidak mungkin.
f. Memberitahu apa yang harus dilakukan kepada penderita.
g. Membicarakan hal-hal yang bersifat pribadi.
h. Menuntut bukti, tantangan serta penjelasan dari pasien mengenai tindakannya.
i. Memberikan kritik mengenai perasaan penderita.
j. Menghentikan/mengalihkan topik pembicaraan.
k. Terlalu banyak bicara yang seharusnya mendengarkan.
l. Memperlihatkan sifat jemu, pesimis.
Dua persyaratan dasar agar komunikasi menjadi efektif (Stuart dan Sundeen, 1998), yaitu
1. Semua komunikasi harus ditujukan untuk menjaga harga diri pemberi dan penerima pesan
2. Komunikasi yang menciptakan saling pengertian harus dilakukan lebih dahulu sebelum
memberikan saran, informasi maupun masukan.
Komunikasi terapeutik akan menjadi efektif hanya melalui pengguanaan dan latihan yang sering.
Artinya dengan melatih diri dengan menggunakan komunikasi yang bersifat terapeutik akan
meningkatkan kepekaan diri diri kita akan perasaan orang lain, khususnya klien. Selain itu dalam
komunikasi terapeutik, diri kita akan terlatih mengerti akan keinginan yang dibutuhkan klien.
Setiap kilen memiliki karakter yang berbeda, tidak ada klien yang sama. Oleh karena itu,
diperlukan teknik yang berbeda-beda dalam berkomunikasi dengan klien. Teknik komunikasi
berikut ini, yang dikutip dari artikel Purba, J.M. (2008) terdiri atas beberapa komponen berikut
ini.
1. Mendengarkan dengan penuh perhatian
Dalam hal ini perawat berusaha memahami klien dengan cara mendengarkan masalah yang
disampaikan klien. Satu- satunya orang yang dapat menceritakan perasaan, pikiran, dan persepsi
klien terhadap perwat adalah klien itu sendiri.Mendengarkan klien menyampaikan pesan verbal
dan non-verbal mengandung arti bahwa perawat perhatian terhadap kebutuhan dan masalah
klien. Perawat yang mendengarkann dengan penuh perhatian merupakan salah satu upaya agar
dapat mengerti seluruh pesan verbal dan non-verbal yang sedang disampaikan klien.
2. Menunjukkan Penerimaan
Arti menerima adalah mendukung dan menerima informasi dengan dengan tingkah laku yang
menunjukan ketertarikan dan tidak menilai. Perlu diketahui bahwa menerima tidak berarti
menyetujui. Menerima berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan
keraguan dan ketidaksetujuan. Sebagai seorang perawat kita tidak harus menerima semua
perilaku klien. Perawat sebaiknya menghindari ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang
menunjukkan ketidak setujuan terhadap sesuatu, seperti mengerutkan kening atau
menggelengkan kepala yang menandakan tidak percaya.
Menanyakan pertanyaan yang berkaitan bertujuan untuk mendapatkan informasi yang spesifik
mengenai klien. Paling baik jika pertanyaan dikaitkan dengan topikk yang dibicarakan dan
menggunakan kata-kata dalam konteks sosial budaya klien. Pertanyaan hendaknya disampaikan
secara berurutan selama pengkajian.
Dengan mengulang kembali ucapan klien berarti perawat membarikan umpan balik sehingga
klien mengetahui bahwa pesannya dimengerti dan mengharapkan komunikasi berlanjut. Namun,
perawat harus berhati-hati ketika menggunakan teknih ini, sebab pengertian bisa rancu jika
pengulangan ucapan mempunyai arti yang berbeda. Sebagai contoh, seorang klien mengatakan,
Saya tidak dapat tidur, semalam saya terjaga, lalu perawat menjawab, Anda mengalami
kesulitan untuk tidur tadi malam....
6. Diam
Diam memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisasikan pikiran
masing-masing. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi terhadap dirinya sendiri dalam
memproses informasi yang ada. Penggunaan teknik diam memerlukan keterampilan dan
ketetapan waktu, karena jika tidak demikian maka akan menimbulkan perasaan tidak enak. Diam
berguna pada saat klien harus mengambil keputusan.
Diam digunakan saat klien perlu mengekspresikan ide tapi tidak tahu cara
melakukanya/menyampaikan hal tersebut ( Boyd & Nihart,1998)
Msalnya:
Klien : Saya marah
Ners : (Diam)
Klien : orang tua saya tidak perhatian lagi sama saya
7. Klarifikasi
Contoh:
Klien : Saya kurang yakin apakah bisa mengikuti apa yang Anda sampaikan.
8. Memfokuskan
Teknik ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan sehingga lebih spesifik dan
dimengerti. Perawat seharusnya tidak memutus pembicaraan klien ketika menyampaikan
masalah yang penting, kecuali jika pemnicaraan berlanjut tanpa informasi yang baru. Misalnya,
Hal ini sangat penting, nanti kita bicarakan lebih lanjut.
Perawat perlu memberikan respons kepada klien dengan menyatakan hasil pengamatannya,
sehingga dapat diketahui apakah pesan diterima dengan baik dan benar. Perawat menguraikan
kesan yang ditimbulkan melalui syarat non-verbal klien. Menyampaikan hasil pengamatan
perawat sering membuat klien berkomunikasi lebih jelas tanpa harus memfokuskan atau
mengklarifikasi pesan.
Contoh:
Anda kelihatan tegang...
Apakah Anda merasa cemas apabila Anda...
10. Menawarkan Infornasi
Pemberian tambahan informasi dapat dijadikan sebagai pendidikan kesehatan bagi klien dan juga
bisa menambah rasa percaya klien terhadap perawat. Jika ada informasi yang ditutupi oleh
dokter, seorang perawat hendaknya mengklarifikasi alasannya. Perawat dalam memberikan
informasi tidak boleh terkesan seperti memberikan nasihat melainkan memfasilitasi klien untuk
mengambil keputusan
11. Meringkas
Meriingkas adalah mengulang ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat. Teknik ini
bermanfaat untuk membantu topik yang telah dibahas sebelum meneruskan pada pembicaraan
berikutnya. Meringkas pembicaraan membantu perawat mengulang aspek penting dalam
interaksinya. Sehingga dapat melanjutkan pembicaraan dengan topik lain yang berkaitan.
Misalnya, Selama kurang lebih 2 jam, Anda dan saya telah membicarakan tentang...
Memberikan penghargaan terhadap klien dapat dilakukan dengan cara seperti menyambutnya
dengan salam dan menyebutkan namanya. Dengan melakukan hal tersebut perawata dapan
menunjukkan kesadarannya tentang perubahan yang terjadi selain itu juga dapat menunjukkan
bahwa perawat menghargai klien sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai hak dan
tanggungjawab atas dirinya sendiri sebagai individu. Namu penghargaan tersebut jangan sampai
menjadi beban baginya,dengan kata lain penghargaan tersebut jangan sampai membuat klien
berusaha keras dan melakukan segalanya demi mendapatkan pujian atau persetujuan atas
perbuatannya. Misalnya Selamat siang, Bapak Jaya, Assalamualaikum atau Selamat datang
Ibu, Ibu sangat tepat waktu sesuai janji.
Dengan agama islam, memberi salam dan penghargaan merupakan aklak terpuji, dengan begitu
berarti orang tersebut telah mendoakan orang lain agar memperoleh rahmat dari Allah SWT.
Salam menunjukkan betapa perawat peduli terhadap orang lain dengan bersikap ramah.
Teknik ini mengindikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa yang sedang dibicarakan dan
selanjutnya respek dengan apa yang akan dibicarakan. Sikap perawat lebih berusaha untuk
menafsirkan dari pada mengarahkan pembicaraan. Misalnya, ...lanjutkan...!, ... dan terus...?,
atau Ceritakan kepaa saya....
Jika perawat ingin mengerti klien lebih jauh, maka perawat tersebut harus melihat klien dengan
sesungguhnya dari segala perspektif. Klien harus merasa bebas untuk menguraikan atau
menjelaskan persepsinya tentang sesuatukepada perawat. Perawat harus mewaspadai adanya
ansietas saat klien menceritakan pengalamannya. Misalnya, Ceritakan kepada saya bagaimana
perasaan Anda ketika akan dilakukan pemasangan infus, Atau apa yang sedang Anda lihat.
16. Refleksi
Refleksi adalah suatu teknik yang menganjurkan klien untukmengemukakan dan menerima ide
serta perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri. Jika klien bertanya apa yang harus ia
pikirkan atau kerjakan dan apa yang harus ia rasakan, maka perawat dapat
menjawab,bagaimana menurut Anda? atau Bagaimana perasaan Anda. Kemudian perawat
mengindikasikan bahwa pendapat klien adalah berharga dan klien mempunyai hak melakukan
hal tersebut, selanjutnya klien pun akan berfikir bahwa dirinya adalah individu yang terintegrasi
dan bukan sebagai bagian dari orang lain yang mempunyai kapasitas dan kemampuan.
Misalnya,Apakah menurut Anda, saya harus menyampaikannya kepada dokter? atau Apakah
menurut Anda, Anda yang harus menyampaikannya?.
Selain hal-hal di atas sikap terapeutik juga dapat teridentifikasi melalui perilaku non
verbal. Stuart dan Sundeen (1998) mengatakan ada lima kategori komunikasi non verbal, yaitu :
1.Isyarat vokal, yaitu isyarat paralingustik termasuk semua kualitas bicara non verbal misalnya
tekanan suara, kualitas suara, tertawa, irama dan kecepatan bicara.
2. Isyarat tindakan, yaitu semua gerakan tubuh termasuk ekspresi wajah dan sikap tubuh.
3.Isyarat obyek, yaitu obyek yang digunakan secara sengaja atau tidak sengaja oleh seseorang
seperti pakaian dan benda pribadi lainnya.
4.Ruang memberikan isyarat tentang kedekatan hubungan antara dua orang. Hal ini didasarkan
pada norma-norma social budaya yang dimiliki.
5.Sentuhan, yaitu fisik antara dua orang dan merupakan komunikasi non verbal yang paling
personal. Respon seseorang terhadap tindakan ini sangat dipengaruhi oleh tatanan dan latar
belakang budaya, jenis hubungan, jenis kelamin, usia dan harapan.
Struktur dalam komunikasi terapeutik, menurut Stuart,G.W.,1998, terdiri dari empat fase
yaitu: (1) fase preinteraksi; (2) fase perkenalan atau orientasi; (3) fase kerja; dan (4) fase
terminasi (Suryani,2005). Dalam setiap fase terdapat tugas atau kegiatan perawat yang harus
terselesaikan.
a.Fase preinteraksi
Tahap ini adalah masa persiapan sebelum memulai berhubungan dengan klien. Tugas
perawat pada fase ini yaitu :
1). Mengeksplorasi perasaan,harapan dan kecemasannya;
2). Menganalisa kekuatan dan kelemahan diri, dengan analisa diri ia akan terlatih untuk
memaksimalkan dirinya agar bernilai tera[eutik bagi klien, jika merasa tidak siap maka perlu
belajar kembali, diskusi teman kelompok;
3). Mengumpulkan data tentang klien, sebagai dasar dalam membuat rencana interaksi;
4)Membuat rencana pertemuan secara tertulis, yang akan di implementasikan saat bertemu
dengan klien.
b.Fase orientasi
Fase ini dimulai pada saat bertemu pertama kali dengan klien. Pada saat pertama kali
bertemu dengan klien fase ini digunakan perawat untuk berkenalan dengan klien dan merupakan
langkah awal dalam membina hubungan saling percaya. Tugas utama perawat pada tahap ini
adalah memberikan situasi lingkungan yang peka dan menunjukkan penerimaan, serta membantu
klien dalam mengekspresikan perasaan dan pikirannya. Tugas-tugas perawat pada tahap ini
antara lain :
1)Membina hubungan saling percaya, menunjukkan sikap penerimaan dan komunikasi terbuka.
Untuk membina hubungan saling percaya perawat harus bersikap terbuka, jujur, ihklas,
menerima klien apa danya, menepati janji, dan menghargai klien.
2)Merumuskan kontrak bersama klien. Kontrak penting untuk menjaga kelangsungan sebuah
interaksi.Kontrak yang harus disetujui bersama dengan klien yaitu, tempat, waktu dan topik
pertemuan.
3)Menggali perasaan dan pikiran serta mengidentifikasi masalah klien. Untuk mendorong klien
mengekspresikan perasaannya, maka tekhnik yang digunakan adalah pertanyaan terbuka.
4)Merumuskan tujuan dengan klien. Tujuan dirumuskan setelah masalah klien teridentifikasi.
Bila tahap ini gagal dicapai akan menimbulkan kegagalan pada keseluruhan interaksi
(Stuart,G.W,1998 dikutip dari Suryani,2005)
Hal yang perlu diperhatikan pada fase ini antara lain :
1).Memberikan salam terapeutik disertai mengulurkan tangan jabatan tangan
2). Memperkenalkan diri perawat
3). Menyepakati kontrak. Kesepakatan berkaitan dengan kesediaan klien untuk berkomunikasi,
topik, tempat, dan lamanya pertemuan.
4). Melengkapi kontrak. Pada pertemuan pertama perawat perlu melengkapi penjelasan tentang
identitas serta tujuan interaksi agar klien percaya kepada perawat.
5). Evaluasi dan validasi. Berisikan pengkajian keluhan utama, alasan atau kejadian yang
membuat klien meminta bantuan. Evaluasi ini juga digunakan untuk mendapatkan fokus
pengkajian lebih lanjut, kemudian dilanjutkan dengan hal-hal yang terkait dengan keluhan
utama. Pada pertemuan lanjutan evaluasi/validasi digunakan untuk mengetahui kondisi dan
kemajuan klien hasil interaksi sebelumnya.
6).Menyepakati masalah. Dengan tekhnik memfokuskan perawat bersama klien mengidentifikasi
masalah dan kebutuhan klien.
Selanjutnya setiap awal pertemuan lanjutan dengan klien lakukan orientasi. Tujuan
orientasi adalah memvalidasi keakuratan data, rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien
saat ini dan mengevaluasi tindakan pertemuan sebelumnya.
c.Fase kerja.
Tahap ini merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi teraeutik.Tahap ini perawat
bersama klien mengatasi masalah yang dihadapi klien.Perawat dan klien mengeksplorasi stressor
dan mendorong perkembangan kesadaran diri dengan menghubungkan persepsi, perasaan dan
perilaku klien.Tahap ini berkaitan dengan pelaksanaan rencana asuhan yang telah
ditetapkan.Tekhnik komunikasi terapeutik yang sering digunakan perawat antara lain
mengeksplorasi, mendengarkan dengan aktif, refleksi, berbagai persepsi, memfokuskan dan
menyimpulkan (Geldard,D,1996, dikutip dari Suryani, 2005).
d.Fase terminasi.
Fase ini merupakan fase yang sulit dan penting, karena hubungan saling percaya sudah
terbina dan berada pada tingkat optimal. Perawat dan klien keduanya merasa kehilangan.
Terminasi dapat terjadi pada saat perawat mengakhiri tugas pada unit tertentu atau saat klien
akan pulang. Perawat dan klien bersama-sama meninjau kembali proses keperawatan yang telah
dilalui dan pencapaian tujuan. Untuk melalui fase ini dengan sukses dan bernilai terapeutik,
perawat menggunakan konsep kehilangan. Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat,
yang dibagi dua yaitu:
1) Terminasi sementara, berarti masih ada pertemuan lanjutan;
2). Terminasi akhir, terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses keperawatan secara
menyeluruh.
Tugas perawat pada fase ini yaitu :
a). Mengevaluasi pencapaian tujuan interaksi yang telah dilakukan, evaluasi ini disebut evaluasi
objektif. Brammer & Mc Donald (1996) menyatakan bahwa meminta klien menyimpulkan
tentang apa yang telah didiskusikan atau respon objektif setelah tindakan dilakukan sangat
berguna pada tahap terminasi (Suryani,2005).
b). Melakukan evaluasi subjektif, dilakukan dengan menanyakan perasaan klien setalah
berinteraksi atau setelah melakukan tindakan tertentu.
c). Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Hal ini sering disebut
pekerjaan rumah (planning klien). Tindak lanjut yang diberikan harus relevan dengan interaksi
yang baru dilakukan atau yang akan dilakukan pada pertemuan berikutnya. Dengan tindak lanjut
klien tidak akan pernah kosong menerima proses keperawatan dalam 24 jam.
d). Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya, kontrak yang perlu disepakati adalah topik,
waktu dan tempat pertemuan. Perbedaan antara terminasi sementara dan terminasi akhir, adalah
bahwa pada terminasi akhir yaitu mencakup keseluruhan hasil yang telah dicapai selama
interaksi.
Didalam sumber yang lain dikatakan bahwa tahapan komunikasi terapeutik meliputi :
1.PRAINTERAKSI
Dimulai sebelum kontak pertama perawat-klien
Tugas perawat : mengeksplorasi diri
Pada pengalaman pertama, perawat masih memiliki miskonsepsi dan image pada umumnya
ditambah dengan berbagai perasaan dan ketakutan yang muncul seperti:
- Takut ditolak klien
- Cemas karena merupakan pengalaman baru
- Memperhatikan klien secara berlebihan
- Meragukan kemampuan diri
- Takut dilukai klien secara fisik
- Gelisah melakukan komter
- Klien dicurigai sebagai orang yang aneh
- Merasa terancam identitasnya sebagai perawat
- Merasa tidak nyaman untuk melakukan tugas secara fisik
- Mudah terpengaruh secara emosional (tersinggung-diejek)
- Takut disakiti secara psikologis
Analisi diri
- Apakah saya menganggap klien sbg orang yang aneh?
- Apakah harapan saya terlalu tinggi sehingga bila klien kasar, bermusuhan, atau tidak kooperatif
saya menjadi marah atau merasa terluka?
- Apakah saya takut terhadap tanggung jawab yang dibebankan pada saya (dalam hubungan
dengan klien)?
- Apakah saya harus menutupi rasa inferior dengan mengedepankan rasa superior?
- Apakah saya harus bersimpati, memberikan kehangatan, dan perlindungan secara berlebihan
bila saya melakukan kekeliruan?
2.ORIENTASI
Perawat : menemukan alasan mengapa klien memerlukan pertolongan dasar pengkajian
keperawatan dan membantu perawat fokus pada masalah klien.
Tugas perawat pada fase ini :
- Membangun trust
- Memahami
- Menerima
- Membuka komunikasi dan membuat kontrak dgn klien
Perawat dapat menyadari kecemasan dan ketakutan klien, tetapi klien mungkin kesulitan untuk
menerima bantuan perawat. Kemungkinan hal ini disebabkan :
- Sulit mengakui mempunyai kesulitan atau masalah .
- Tidak mudah trust atau terbuka pada seseorang yang baru dikenal.
- Masalah yang dihadapi terlihat sangat besar, rumit, atau unik untuk disharingkan pada orang
lain.
- Mengutarakan masalah dapat mengancam rasa independen, otonomi, dan harga diri.
- Dalam memecahkan suatu masalah melibatkan pemikiran tentang sesuatu yang mungkin tidak
menyenangkan, mereview kenyataan hidup, memutuskan suatu rencana, dan yang terpenting
adalah membawa suatu perubahan
3.KERJA
Selama fase ini
- Prwt-klien mengekplorasi stressor yang berkaitan dan terus meningkatkan perkembangan
insight klien (yang berkaitan dengan persepsi, pikiran, perasaan, dan tindakan)
- Insights harus diwujudkan dalam tindakan dan diintegrasikan ke dalam pengalaman hidup klien
- Perawat membantu klien : menghilangkan kecemasan, meningkatkan rasa kebebasan dan
tanggung jawab terhadap diri sendiri mengembangkan mekanisme koping yang positif. (Fokus
fase ini : perubahan perilaku secara nyata)
4.TERMINASI
- Pemahaman antara perawat-klien lebih dioptimalkan
- Saling tukar pikiran dan memori
- Mengevaluasi perkembangan klien (berkenaan dengan tujuan asuhan keperawatan)
- Perawat-klien bersama-sama mereview perkembangan yang tercapai selama perawatan
- Perasaan rejeksi, kehilangan, sedih, dan marah diekspresikan dan diekplorasi
Contoh :
A. PROSES KEPERAWATAN
1.Kondisi klien...
2.Diagnosis perawatan...
3.Tindakan keperawatan
ORIENTASI.
Salam terapeutik..
Evaluasi / validasi
Kontrak :
o Topik..
oWaktu..
o Tempat
KERJA (Langkah langkah tindakan keperawatan)
1..
2..
TERMINASI
Evaluasi subjektif..
Evaluasi objektif
b. Tindak lanjut klien (apa yang perlu dilatih klien sesuai dengan hasil tindakan yang telah
dilakukan) : ....................................................
Topik.
Waktu
Tempat...
Situasi
Seorang ibu bernama Neni, 25 tahun, post-partum (anak pertama) ingin mengetahui tentang
perawatan tali pusat pada bayi, dimana ners Irma sebelumnya sudah melakukan interaksi dan
menjalin hubungan saling percaya dengan ibu Neni. Dalam hal ini yang digunakan adalah teknik
komunikasi wawancara (tanya jawab).
Fase Orientasi
1. Ners Irma : Assalaualaikum Bu.../ selamat pagi bu (sambil mengulurkan tangan untuk
berjabat tangan).
Bu Neni : walaikumsalam, pagi juga ners Irma, (sambil tersenyum dan menjabat tangan).
2. Ners Irma: Bagaimana perasan Ibu Neni sekarang, adakah sesuatu yang ingin disampaikan
Ibu Neni ketika menemani si kecil selama kita tidak bertemu, coba Ibu sampaikan? (sambil
memegang bahui kanan Ibu Neni).
Bu Neni : Alhamdulillah, saya sanga senang Ners, setelah lahirnya sibuah hati yang kami
tunggu-tunggu. Oh, ya Ners ... saya masih kurang jelas mengenai perawatan tali pusat, saya agak
khawatir jangan-jangan nanti terjadi infeksi?.
3. Ners Irma : O...ya, Ibu sesuai dengan perjanjian kita kemarin,hari ini saya akan jelaskan apa
saja yang belum Ibu pahami dan saya juga akan jelaskan semua hal yang ingin Ibu tanyakan,
yaitu tentang perawatan tali pusat yan gbenar, begitukah bu?
4. Ners Irma : Baiklah, saya akan coba menjelaskan tentang perawatan tali pusat pada bayi,
tetapi tolong Ibu perhatikan betul! Sekarang apakah Ibu sudah siap untuk mendengarkannya?
Fase Kerja
1. Ners Irma :Baiklah Bu, perawatan tali pusat pada bayi sangatlah penting kita ketahui dan kita
pahami agar bayi kita terbebas dari infeksi tetanus.
2. Ners Irma : Benar Bu Neni, tetanus bisa berakibat kematian pada bayi. Jadi, perawatan tali
pusat kita laksanakan pada pagi hari setelah kita memandikan bayi kita dan kita harus benar-
benar menjaga kebersihannya.
Bu Neni :Berarti ners, setelah kita memandikan bayi kita, kita juga malkukan perawatan tali
pusat.
3. Ners Irma :Ya, sangat benar sekali Bu Neni, sebelum kita melaksanakannya, kita terlebih
dahulu mempersiapkan alat-alatnya. (Sambil memmpraktikkannya).
4. Ners Irma :Kita harus menyiapkan alat-alat yang akan dipakai seperti kapas lidi, trypleday,
kassa steril semuanya diletakkan pada tempatnya masing-masing lalu disusun pada baki.
(sambil memegang dan menunjukkan alat tersebut)
5. Ners Irma : Pertama-tama setelah bayi selesai dimandikan, kita ambil kapas lidi lalu diolesi
trypleday kemudian kita mulai membersihkannya dari sekeliling pangkal tali pusat sampai
bagian ujung. Sampai disini ada yang mau ditanyakan Bu Neni? Bu Neni :O...ya ners, apakah
kapas lidi tersebut tidak boleh kita bolak-balik?
6. Ners Irma :Benar sekali Bu Neni, jadi setiap kita membersihkan bagian tali pusat, kita tukar
dengan yang baru lagi dan jangan lupa juga Bu, sebelum kita melakukannya tangan ibu harus
bersih atau cuci tangan sebelum melakukan tindakan tersebut. Pokoknya kebersihan herus dijaga
sebaik-baiknya.
7. Ners Irma :Oh...ya, maaf Bu..., tadi pembicaran kita sampai dimana?
8. Ners Irma :Kemudian dilanjutkan dengan membungkus tali pusat, bagaimaan Bu Neni, tidak
sulit bukan?
1. Ners Irma :Bagaimana Bu Neni, apakah sudah mengerti denganpenjelasan tadi? Bu Neni
:Sudah, Ners.
2. Ners Irma :Apakah Bu Neni bisa mengulang kembali apa yang telah saya jelaskan?
Bu Neni :Insya Allah bisa Bu. Saya akan mencoba Ners, pertama-tama setelah bayi selesai
dimandikan, kita ambil kapas lidi lalu kita olesi tryplady setelah itu kita mulai membersihkan tali
pusat dari pangkal dan sekelilingnya sampai keujung, kemudian kita bungkus dengan kain kassa
steril yang kering. Terakhir baru kita rapikan dan baju bayi kita pasangkan. Bagaimana Ners?
3. Ners Irma :Bagus Bu Neni, sepertinya Ibu telah mengerti dengan apa yang telah saya
sampaikan, apakah masih ada yang ingin Ibu tanyakan?
Bu Neni :Saya sangat berterima kasih karena Ners telah meluangkan waktu untuk saya.
Bu Neni :Terus saya ingin mengetahui bagaimana cara menyusui yang baik dan benar.
6. Ners Irma : (tersenyum)...baiklah Bu Neni. Insya Allah, saya akan datang lagi kesini besok
untuk menjelaskan bagaimana cara menyusui yang baik dan benar. Ibu mau saya datang jam
berapa?
3. Tidak ada hambatan yang berarti untuk melakukan apa yang seharusnya dilakukan untuk
menindaklanjuti pesan yang dikirim.
Di dalam konsep komunikasi terapeutik ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar
komunikasi terapeutik berjalan dengan efektif antara lain :
1) Harus menguasai metoda / cara penyampaianpesan baik verbal maupun non verbal.
3) Dapat menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi selama melakukan komunikasi.
1) Diupayakan agar dapat menangkap seluruh pesan yang disampaikan baik verbal maupun non
verbal.
2) Sikap /rasa curiga , acuh tak acuh terhadap komunikator harus dihilangkan.
3) Pengalaman klien berpengaruh terhadap proses komunikasi oleh karena itu perlu
diperhatikan.
4) Klien yang mempunyai masalah dengan panca indera menjadi hambatan dalam komunikasi
harus dicari cara lain.
Egan (1998) dalam Kozier,et.al (2004), telah menggambarkan lima cara yang spesifik
untuk menunjukkan kehadiran secara fisik ketika melaksanakan komunikasi terapeutik, yang ia
definisikan sebagai sikap atas kehadiran atau keberadaan terhadap orang lain atau ketika
sedang berada dengan orang lain. Berikut adalah tindakan atau sikap yang dilakukan ketika
menunjukkan kehadiran secara fisik :
1. Berhadapan dengan lawan bicara
Dengan posisi ini perawat menyatakan kesiapannya (saya siap untuk anda).
2. Sikap tubuh terbuka; kaki dan tangan terbuka (tidak bersilangan)
Sikap tubuh yang terbuka menunjukkan bahwa perawat bersedia untuk mendukung terciptanya
komunikasi.
3. Menunduk/memposisikan tubuh kearah/lebih dekat dengan lawan bicara
Hal ini menunjukkan bahwa perawat bersiap untuk merespon dalam komunikasi (berbicara-
mendengar).
4. Pertahankan kontak mata, sejajar, dan natural
Dengan posisi mata sejajar perawat menunjukkan kesediaannya untuk mempertahankan
komunikasi.
5. Bersikap tenang
Akan lebih terlihat bila tidak terburu-buru saat berbicara dan menggunakan gerakan/bahasa
tubuh yang natural.
Ada empat komponen kesadaran diri yang saling berkaitan terdiri dari komponen
psikologis, fisik , lingkungan dan psikologis :
1. Komponen psikologis, meliputi pengetahuan tentang emosi, motivasi, konsep diri dan
kepribadian.
2. Komponen fisik, terdiri dari pengetahuan tentang kepribadian dan fisik secara umum yang
meliputi juga sensasi tubuh, gambaran diri dan potensi fisik.
3. Komponen lingkungan, terdiri dari lingkungan sosiokultural, hubungan dengan orang lain, dan
pengetahuan tentang hubungan antara manusia dan alam.
4. Komponen filosofi, mencakup arti hidup bagi sesorang , komponen filosofi akan menjelaskan
tentang arti hidup itu bagi seseorang.
Keempat komponen tersebut secara bersama sama digunakan sebagai alat untuk meningkatkan
keesadaran diri dan pertumbuhan bagi perawat dan klien.
Gambaran kesadaran diri ditunjukkan oleh jendela Johari yang terdiri dari 4 kuadran :
1. Diketahui diri sendiri dan orang lain 2. Hanya diketahui oleh orang lain
4. Tidak diketahui diri sendiri dan
3. Hanya diketahui diri sendiri
orang lain
Setiap kuadran terdiri dari tingkah laku, perasaan dan pikiran seseorang.
1. Kuadran satu disebut kuadran terbuka karena tingkah laku, perasaan dan pikiran seseorang
diketahui oleh diri sendiri dan orang lain.
2. Kuadran kedua disebut kuadran buta karena tingkah laku, perasaan dan pikiran seseorang
diketahui oleh orang lain tapi dirinya sendiri tidak tahu.
3. Kuadran ketiga adalah kuadran tersembunyi karena tingkah laku, perasaan dan pikiran seseorang
tentang diri, dimana hanya individu sendiri yang tahu.
4. Kuadran keempat adalah kuadran yang tidak diketahui yang berisi aspek yang tidak
diketahdiketahui oleh diri dan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998).
Ada tiga prinsip yang dapat diambil dalam memperluas kesadaran diri (Keliat, 1996).
(1). Meningkatkan keterbukaan dan hubungan saling percaya, karena dapat menurunkan
ancaman dari sikap perawat terhadap klien dan membantu klien memperluas dan menerima
semua aspek kepribadiannya, Tindakan keperawatan yang dilakukan diantaranya :
5). Tunjukkan bahwa klien adalah individu berharga yang bertanggung jawab terhadap
dirinya dan dapat membantu diri sendiri.
(2). Bekerja dengan klien pada tingkat kemampuan yang dimiliki klien, karena tingkat
kemampuan klien seperti kemampuan menilai realitas, kontrol diri atau integritas ego diperlukan
sebagai dasar asuhan keperawatan. Tindakan keperawatan yang dilakukan diantaranya :
g) Orientasi ke realitas
(3). Memaksimalkan peran serta klien dalam hubungan terapeutik, karena kerjasama penting
bagi klien untuk menerima tanggung jawab terhadap dirinya dan respon koping yang
maladaptive, tindakan keperawatan yang dilakukan diantaranya
a) Secara bertahap tingkatkan peran serta klien dalam mengambil keputusan tentang asuhannya.
b) Tunjukkan bahwa klien orang yang bertanggung jawab.
Perawat harus mampu menjawab, apa yang penting untuk saya? Kesadaran membantu
perawat untuk sayang dan tidak menjauhi pasien dan membantu sesuai dengan kebutuhannya.
Walaupun hubungan perawat klien merupakan hubungan timbal balik, tetapi kebutuhan
klien selalu di utamakan. Perawat sebaiknya mempunyai sumber kepuasan dan rasa aman yang
cukup, sehingga tidak menggunakan klien untuk kepuasan dan keamanannya.
Nilai adalah konsep dimana seseorang memiliki standar mengenai hal hal yang pantas
dilakukan (Stuart & Sundeen, 1998). Konsep tersebut dibentuk sebagai hasil dari pengalaman
dengan keluarga , teman, budaya, pendidikan, kerja, relaksasi dan lainnya (Nurjannah, 2005).
Yang dimaksud dengan klarifikasi nilai adalah metode dimana seseorang menemukan
nilai- nilainya sendiri dengan mengkaji, mengeksplorasi, dan menentukan nilai nilai pribadi
dan bagaimanan nilai tersebut digunakan sebagai acuan dalam mengambil keputusan.
Pemahaman tentang nilai diri diklarifikasikan oleh nilai individu dengan cara mengkaji,
eksplorasi, imajinasi, serta merujuk pada tujuan akhir (Covey, 1997, dikutip dari Nurjannah,
2005).
Perawat dapat melakukan klarifikasi nilai dengan beberapa tahap sebagai berikut (Taylor
dkk, 1997, dikutip dari Nurjanna, 2005):
Pemilihan
3). Kepercayaan bahwa menghargai setiap orang akan memberikan konsekuensi terbaik bagi
dirnya dan untuk semua masyarakat
Penilaian
2) Berusaha secara konsisten untuk menghargai orang lain dalam kehidupan pribadi dan
professional
Eksplorasi diri merupakan kesadaran diri perawat bagaimana cara memperlihatkan model
pada klien sehingga tidak memberi efek negatif pada saat hubungan perawat klien (Keliat, 1996).
Ada 4 (empat) prinsip yang dapat diambil dalam mengeksplorasi diri perawat :
Membantu klien untuk menerima perasaan dan pikirannya, karena jika perawat memperlihakan
perhatian dan penerimaannya terhadap perasaan dan pikiran klien, maka klien juga
melakukannya.
1) Dorong klien mengekspresikan emosi, keyakinan, perilaku dan pikiran secara verbal dan non
verbal.
Menolong klien menjelaskan konsep dirinya dan hubungan dengan orang lain melalui
keterbukaan keterbukaan, karena keterbukaan dan pengertian tentang persepsi sendirilah
prasyarat untuk berubah. Tindakan keperawatan yang dilakukan antara lain :
1) Peroleh persepsi tentang kekuatan dan kelemahan
Sadari dan kontrol perasaan anda atau perawat, karena kesadaran diri perawat merupakan
cara untuk memperlihatkan model pada klien sehinggga tidak memberikan efek negatif pada
hubungan perawat klien. Tindakan keperawatan yang dilakukan diantaranya :
Memberi respon empati bukan simpati dan tekankan bahwa kekuatan untuk berubah ada
pada klien karena simpati menguatkan pandangan negatif klien. Perawat harus mengatakan
bahwa kehidupan klien harus dibawah kontrolnya. Tindakan keperawatan yang dilakukan antara
lain:
3) Tunjukkan secara verbal dan perilaku bahwa klien bertanggung jawab terhadap perilakunya
termasuk perilaku maladaptif dan adaptif.
4) Diskusikan cakupan pilihan, area kekuatan, dan sumber sumber yang tersedia untuk klien
5) Pakai sumber daya keluarga dan kelompok untuk memfasilitasi penyelidikan klien
6) Bantu klien untuk mengerti sifat konfilik dan cara maladaptive yang dilakukan klien untuk
mengatasinya.
Eksplorasi diri adalah keterbukaan dan kesadaran terhadap perasaan perawat dan dapat
mengontrol agar perawat dapat menggunakan dirinya secara terapeutik ( Stuart & Sundeen,
1987, dikutip dari Keliat, 1996).
3.2 Saran.
DAFTAR PUSTAKA
emosional yang sangat kuat dalam konteks hubungan perawat -pasien. Awalnya , perawat harus
mengungkapkan perasaan serta isi agar lebih berfokus secara objektif pada apa yang sedang
terjadi.
Latar belakang prilaku dikaji, baik pasien (untuk reaksi resistens dan transferensa) atau perawat
(untuk reaksi kontertransferens dan pelanggaran batasan) bertanggung jawab terhadap hambatan
teurapeutik dan dampak negatifnya pada proses teurapeutik. Terakhir, tujuan hubungan,
kebutuhan, dan masalah pasien ditinjau kembali. Hal ini dapat membantu perawat untuk
membina kembali kerja sama teurapeutik yang sesuai dengan proses hubungan perawat-pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Alimul A.A. 2003. Riset Keperawatan & Tehnik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Pernerbit Salemba
Medika.
Ellis R.B & Gates R.J. 2000. Komunikasi Interpersonal dalam Keperawatan(terjemahan).
Wahyuni Arti. 2004. Hubungan Antara Karakteristik Perawat Dengan Motivasi Perawat Dalam
Komunikasi Sosial:
1. Terjadi setiap hari antar-orang per orang baik dalam pergaulan maupun lingkungan kerja.
2. Komunikasi bersifat dangkal karena tidak mempunyai tujuan.
3. Lebih banyak terjadi dalam pekerjaan, aktivitas social, dan lain-lain.
4. Pembicara tidak mempunyai fokus tertentu tetapi lebih mengarah kebersamaan dan rasa senang.
5. Dapat direncanakan tetapi dapat juga tidak diencanakan.
J. Dimensi Respons
Dimensi respons yang harus dimiliki oleh perawat ada 4 (empat):
1. Kesejatian.
Kesejatian adalah pengiriman pesan pada orang lain tentang gambaran diri kita yang sebenarnya.
Kesejatian dipengaruhi oleh:
a. Kepercayaan diri.
b. Persepsi terhadap orang lain.
c. Lingkungan.
2. Empati.
Empati adalah kemampuan menempatkan diri kita pada diri orang lain, bahwa kita telah
memahami bagaimana perasaan orang lain tersebut dan apa yang menyebabkan reaksi mereka
tanpa emosi kita terlarut dalam emosi yang lain.
Beberapa aspek dari empati antara lain:
a. Aspek Mental.
b. Verbal.
1) Keakuratan.
2) Kejelasan.
3) Kealamiahan.
4) Mengecek.
c. Aspek Non Verbal.
1) Kehangatan.
(a) Kondisi muka.
(b) Kondisi portur/sikap.
2) Kesejatian.
3. Respek/Hormat.
Perilaku respek dapat ditunjukkan dengan (Smith, 1992):
a. Melihat ke arah klien.
b. Memberikan perhatian yang tidak terbagi.
c. Memelihara kontak mata.
d. Senyum pada saat yang tidak tepat.
e. Bergerak ke arah klien.
f. Menentukan sapaan yang disukai.
g. Jabat tangan atau sentuhan yang lembut.
4. Konkret.
K. Dimensi Tindakan
1. Konfrontasi.
Pengertian konfrontasi: Proses interpersonal yang digunakan oleh perawat untuk memfasilitasi,
memodifikasi dan perluasan dari gambaran diri orang lain (Smith [1992] dikutip Intan [1995].
L. Kebutuhan Terapeutik
Kebutuhan terapeutik adalah hambatan kemajuan hubungan antara perawat dan klien di mana
hambatan itu terjadi baik dari klien maupun dari perawat sendiri. Ada empat hambatan
kebuntuan terapeutik, yaitu: resistens, transferens, countertransference, dan bondary violation.
1. Resistens.
Beberapa bentuk resistensi (Stuart dan Sundeen, 1995):
a. Supresi dan represi informasi yang terkait.
b. Intensifikasi gejala.
c. Evaluasi diri serta pandangan dan keputusan tentang masa depan.
d. Dorongan untuk sehat, yang terjadi secara tiba-tiba tetapi hanya kesembuhan yang bersifat
sementara.
e. Hambatan intelektual yang mungkin tampak ketika klien mengatakan ia tidak mempunyai
pikiran apapun atau tidak mampu memikirkan masalahnya, saat ia tidak memenuhi janji untuk
pertemuan atau tiba terlambat untuk suatu sesi, lupa, diam atau mengantuk.
f. Pembicaraan yang bersifat permukaan/dangkal.
g. Penghayatan intelektual di man klien memverbalisasi pemahaman dirinya dengan menggunakan
istilah yang tepat namun tetap berperilaku maladaptif, atau menggunakan mekanisme pertahanan
intelektualisasi tanpa diikuti penghayatan.
h. Muak terhadap normalitas yang terlihat ketika klien telah mempunyai penghayatan tetapi
menolak memikul tanggung jawab untuk berubah dengan alasan bahwa normalitas adalah hal
yang tidak penting.
i. Reaksi transference (respon tidak sadar di mana klien mengalami perasaan dan sakit terhadap
perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dalam kehidupan nya yang dulu).
j. Perilaku amuk atau tidak rasional.
2. Transference.
3. Countertransference.
Beberapa bentuk countertransference (Stuart dan Sundeen dalam Intan, 2005):
a. Ketidakmampuan untuk berempati terhadap klien dalam area masalah tertentu.
b. Menekan perasaan selama atau sesudah sesi.
c. Kecerobohan dalam mengimplementasikan kontrak dengan datang terlambat, atau melampaui
waktu yang telah ditentukan.
d. Mengantuk selama sesi.
e. Perasaan marah atau tidak sabar karena ketidakinginan klien untuk berubah.
f. Dorongan terhadap ketergantungan, pujian atau afeksi klien.
g. Berdebat dengan klien atau kecenderungan untuk memaksa klien sebelum ia siap.
h. Mencoba untuk menolong klien dalam segala hal tidak berhubungan dengan tujuan keperawatan
yang telah diidentifikasi.
i. Keterlibatan dengan klien dalam tingkat personal dan sosial.
j. Melamunkan atau memikirkan klien.
k. Fantasi seksual atau agresi yang diarahkan kepada klien.
l. Perasaan cemas, gelisah atau perasaan bersalah terhadap klien.
m. Kecenderungan untuk memusatkan secara berulang hanya pada satu aspek atau cara memandang
pada informasi yang diberikan klien.
4. Bondary Violation.