Anda di halaman 1dari 89

KOMUNIKASI TERAPEUTIK

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak bisa lepas dari kegiatan komunikasi. Sehingga
sekarang ilmu komunikasi berkembang pesat. Salah satu kajian ilmu komunikasi ialah
komunikasi kesehatan yang merupakan hubungan timbal balik antara tingkah laku manusia
masa lalu dan masa sekarang dengan derajat kesehatan dan penyakit, tanpa mengutamakan
perhatian pada penggunaan praktis dari pengetahuan tersebut atau partisipasi profesional
dalam program-program yang bertujuan memperbaiki derajat kesehatan melaui pemahaman
yang lebih besar tentang hubungan timbal balik melalui perubahan tingkah laku sehat ke arah
yang diyakini akan meningkatkan kesehatan yang lebih baik.
Kenyataaanya memang komunikasi secara mutlak merupakan bagian integral dari
kehidupan kita, tidak terkecuali perawat, yang tugas sehari-harinya selalu berhubungan
dengan orang lain. Entah itu pasien, sesama teman, dengan atasan, dokter dan sebagainya.
Maka komunikasi sangatlah penting sebagai sarana yang sangat efektif dalam memudahkan
perawat melaksanakan peran dan fungsinya dengan baik.
Selain berkomunikasi dengan pasien, perawat juga berkomunikasi dengan anggota tim
kesehatan lainnya.Sebagaimana kita ketahui tidak jarang pasien selalu menuntut pelayanan
perawatan yang paripurna. Sakit yang diderita bukan hanya sakit secara fisik saja, namun
psiko (jiwanya) juga terutama mengalami gangguan emosi. Penyebabnya bisa dikarenakan
oleh proses adaptasi dengan lingkungannya sehari-hari. Misalnya saja lingkungan di rumah
sakit yang sebagian besar serba putih dan berbeda dengan rumah pasien yang bisa beraneka
warna. Keadaan demikian menyebabkan pasien yang baru masuk terasa asing dan cenderung
gelisah atau takut.
Tidak jarang pasien membuat ulah yang bermacam-macam, dengan maksud mencari
perhatian orang disekitarnya. Bentuk dari kompensasi ini bisa berupa teriak-teriak, gelisah,
mau lari, menjatuhkan barang atau alat-alat disekitarnya. Disinilah peranan komunikasi
mempunyai andil yang sangat besar, dengan menunjukkan perhatian yang sepenuhnya, sikap
ramah bertutur kata yang lembut. Ketika pasien dalam keadaan tidak sadarkan diri pun,
perawat tetap melakukan komunikasi dengan pasien.
Diharapkan seorang perawat mampu bekerja sama dengan pasien dalam memberikan
asuhan keperawatan misalnya dengan bertanya ada yang bisa saya bantu ? atau bagaimana
tidurnya semalam pak ? tentunya sambil meraba bagian tubuh pasien yang sakit. Tutur kata
yang lembut dan sikap yang bersahaja tidak dibuat-buat dari seorang perawat dapat
membantu pasien dalam proses penyembuhan penyakitnya.
Komunikasi yang baik dari seorang perawat mampu memberikan kepercayaan diri
pasien. Dalam hal ini perlu ditekankan bahwa kesan lahiriyah perawat mampu berbicara
banyak. Maksudnya mulai dari profil tubuh/wajah terutama senyum yang tulus dari perawat,
kerapian berbusana, sikap yang familiar, dan yang lebih penting lagi adalah cara berbicara
(komunikasi) sehingga terkesan low profile atau bertempramen bijak kesemuanya ini
mencirikan seorang perawat yang berkepribadian.
B. Pengertian
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang untuk tujuan
terapi. Seorang penolong atau perawat dapat membantu klien mengatasi masalah yang
dihadapinya melalui komunikasi, (Suryani 2005). Menurut Purwanto yang dikutip oleh
(Mundakir 2006), komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar,
bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Pada dasarnya komunikasi
terapeutik merupakan komunikasi professional yang mengarah pada tujuan yaitu
penyembuhan pasien, (Siti Fatmawati 2010).
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan
dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien, Indrawati, dalam Siti Fatmawati,
(2010).
Menurut (Stuart 1998) komunikasi terapeutik adalah merupakan hubungan
interpersonal antara perawat dan klien, dalam hal ini perawat dan klien memperoleh
pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional klien.
Menurut (Potter-Perry 2000), proses dimana perawat menggunakan pendekatan terencana
dalam mempelajari klien.
Dari beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang dilakukan seorang perawat dengan teknik-teknik tertentu yang mempunyai
efek penyembuhan. Komunikasi terapeutik merupakan salah satu cara untuk membina
hubungan saling percaya terhadap pasien dan pemberian informasi yang akurat kepada
pasien, sehingga diharapkan dapat berdampak pada perubahan yang lebih baik pada pasien
dalam menjalanakan terapi dan membantu pasien dalam rangka mengatasi persoalan yang
dihadapi pada tahap perawatan.

C. Pentingnya menjadi terapeutik


Perawat yang terapeutik berarti melakukan interaksi dengan klien, interaksi tersebut
memfasilitasi proses penyembuhan. Sedangkan hubungan terapeutik artinya suatu hubungan
interaksi yang mempunyai sifat menyembuhkan, dan berbeda dengan hubungan sosial.
Therapeutic intimacy merupakan hubungan saling menolong (helping relationship) antara
perawat-klien. Hubungan ini dibangun untuk keuntungan klien, sementara hubungan sosial
dirancang untuk memenuhi kebutuhan kedua belah pihak (Smith, 1992).

D. Tujuan
Dengan memiliki keterampilan berkomunikasi terapeutik, perawat akan lebih mudah
menjalin hubungan saling percaya dengan klien, sehingga akan lebih efektif dalam mencapai
tujuan asuhan keperawatan yang telah diterapkan, memberikan kepuasan profesional dalam
pelayanan keperawatan dan akan meningkatkan profesi.
Tujuan komunikasi terapeutik (Purwanto, 1994) adalah:
1. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran
serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya
pada hal yang diperlukan.
2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan
mempertahankan kekuatan egonya.
3. Memengaruhi orang lain, lingkungan fisik, dan dirinya sendiri.
Komunikasi terapeutik bertujuan untuk mengembangkan pribadi klien kearah yang
lebih positif atau adaptif dan diarahkan pada pertumbuhan klien yang meliputi:
1. Realisasi diri, penerimaan diri, dan peningkatan penghormatan diri.
Melalui komunikasi terapeutik diharapkan terjadi perubahan dalam diri klien. Klien
yang tadinya tidak biasa menerima apa adanya atau merasa rendah diri, setelah
berkomunikasi terapeutik dengan perawat akan mampu menerima dirinya.
2. Kemampuan membina hubungan interpersonal dan saling bergantung dengan orang
lain.
Melalui komunikasi terapeutik, klien belajar bagaimana menerima dan diterima orang
lain. Dengan komunikasi yang terbuka, jujur dan menerima klien apa adanya, perawat
akan dapat meningkatkan kemampuan klien dalam membina hubungan saling
percaya.
3. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai
tujuan yang realistis.
Terkadang klien menetapkan ideal diri atau tujuan yang terlalu tinggi tanpa mengukur
kemampuannya.
4. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri.
Identitas personal disini termasuk status, peran, dan jenis kelamin. Klien yang
mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa percaya diri
dan mengalami harga diri rendah. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan perawat
dapat membantu klien meningkatkan integritas dirinyadan identitas diri yang jelas.
Dalam hal ini perawat berusaha menggali semua aspek kehidupan klien di masa

E. Manfaat Menjadi Terapeutik


Dengan profesi sebagai perawat, maka menjadi terapeutik adalah suatu hal wajib
dilakukan dan diharapkan akan akan memberikan kontribusi dalam melakukan pelayanan
kesehatan/keperawatan kepada masyarakat. Menjadi terapeutik berarti menjadikan diri
perawat sebagai sarana untuk memfasilitasi proses penyembuhan dalam hal ini perawat
menggunakan komunikasi terapeutik sebagai sarananya.
sekarang dan masa lalu. Kemudian perawat membantu meningkatkan integritas diri klien
melalui komunikasinya dengan klien, (Suryani 2005).

F. komunikasi terapeutik.
Hambatan komunikasi terapeutik dalam hal kemajuan hubungan perawat-klien terdiri
dari tiga jenis utama : resistens, transferens, dan kontertransferens (Hamid, 1998). Ini timbul
dari berbagai alasan dan mungkin terjadi dalam bentuk yang berbeda, tetapi semuanya
menghambat komunikasi terapeutik. Perawat harus segera mengatasinya. Oleh karena itu
hambatan ini menimbulkan perasaan tegang baik bagi perawat maupun bagi klien. Untuk
lebih jelasnya marilah kita bahas satu-persatu mengenai hambatan komunikasi terapeutik itu.
1. Resistens
Resistens merupakan upaya klien untuk tidak menyadari aspek dari penyebab
cemas atau kegelisahan yang dialami. Ini juga merupakan keengganan alamiah atau
penghindaran secara verbal yang dipelajari. Klien yang resisten biasanya menunjukkan
ambivalensi antara menghargai tetapi juga menghindari pengalaman yang menimbulkan
cemas padahal hal ini merupakan bagian normal dalam proses terapeutik. Resisten ini
sering akibat dari ketidaksesuaian klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah
telah dirasakan. Perilaku resisten biasanya diperlihatkan oleh klien pada fase kerja,
karena pada fase ini sangat banyak berisi proses penyelesaiaan masalah (Stuart dan
Sundeen ).
Beberapa bentuk resistensi (Stuart dan Sundeen , 1995)
Supresi dan represi informasi yang terkait
Intensifikasi gejala
Devaluasi diri serta pandangan dan keputusasaan tentang masa depan
Dorongan untuk sehat, yang terjadi secara tiba-tiba tetapi hanya kesembuhan yang
bersifat sementara
Hambatan intelektual yang mungkin tampak ketika klien mengatakan ia tidak
mempunyai pikiran apapun atau tidak mampu memikirkan masalahnya, saat ia tidak
memenuhi janji untuk pertemuan atau tiba terlambat untuk suatu sesi, lupa, diam, atau
mengantuk
Pembicaraan yang bersifat permukaan/ dangkal
Penghayatan intelektual dimana klien memverbalisasi pemahaman dirinya dengan
menggunakan istilah yang tepat namun tetap berprilaku maladaptive, atau
menggunakan mekanisme pertahanan intelektualisasi tanpa diikuti penghayatan
Muak terhadap normalitas yang terlihat ketika klien telah mempunyai penghayatan
tetap menolak memikul tanggung jawab untuk berubahdengan alas an bahwa
normalitas adalah hal yang tidak penting
Reaksi transference (respon tidak sadar dimana klien mengalami perasaan dan sakit
terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dengan kehidupan yang
dulu)
Perilaku amuk atau tidak rasional

2. Transference
Transference merupakan respon tak sadar berupa perasaan atau perilaku terhadap
perawat yang sebetulnya berawal dari berhubungan dengan orang-orang tertentu yang
bermakna baginya pada waktu dia masih kecil (Stuart dan Sundeen , 1995)
Reaksi transference membahayakan untuk proses terapeutik hanya bila hal ini
diabaikan dan tidak ditelaah oleh perawat. Ada dua jenis utama reaksi transference yaitu
reksi bermusuhan dan tergantung.
Contoh reaksi transference bermusuhan (Intan, 2005) :
Bungkus (15 tahun) adalah klien yanag dirawat dirumah sakit karena demam
berdarah. Tanpa sebab yang jelas klien ini marah-marah kepada perawat Gengki.
Setelah dikaji, ternyata Gengki ini mirip pacar si Bungkus yang pernah menyakiti
hatinya. Hal ini dikarenakan klien mengalami perasaan dan sikap terhadap perawat
yang pada dasarnya terkait dengan tokoh kehidupan yang lalu.

Contoh reaksi transference tergantung ( Intan, 2005) :


Seorang klien, Sinchan (18 tahun), dirawat oleh perawat bidadari. Perawat itu
mempunyai wajah dan suara mirip Ibu klien, sehingga dalam setiap tindakan
keperawatan yang harus dilakukan selalu meminta perawat bidadari yang
melakukannya.

3. Coutertransference
Coutertrasference merupakan kebutuhan terapeutik yang di buat oleh perawat dan
bukan oleh klien. Hal ini dapat mempengaruhi hubungan perawat-klien.
Beberapa bentuk countransference ( Stuart dan Sundeen dalamIntan, 2005):
a Ketidakmampuan berempati terhadap klien dalam masalah tertentu.
b Menekan perasaan selama atau sesudah sesi.
c Kecerobohan dalam mengimplementasikan kontrak dengan datang terlambat, atau
melampaui waktu yang telah ditentukan.
d Mengantuk selama sesi.
e Perasaan marah atau tidak sabar karena ketidak inginan klien untuk berubah.
f Dorongan terhadap ketergantungan, pujian atau efeksi klien.
g Berdebat dengan klien atau kecendrungan untuk memaksa klien sebelum ia siap.
h Mencoba untuk menolong klien dalam segala hal tidak berhubungan dengan tujuan
keperawatan yang telah diidentifikasi.
i Keterlibatan dengan klien dalam tingkat personal dan sosial.
j Melamunkan atau memikirkan klien.
k Fantasi seksual atau agresi yang diarahkan kepada klien.
l Perasaan cemas, gelisah atau persaan bersalah terhadap kien
m Kecendrungan untuk memusatkan secara berulang hanya pada satu aspek atau cara
memandang pada informasi yang di berikan klien.
n Kebutuhan untuk mempertahankan intervensi keperawatan dengan klien.

Reaksi coutrtrasference biasanya dalam tiga bentuk ( Stuart dan Sundeen):


a. Reaksi sangat mencintai atau caring.
Perawat Dono melakukan perawatan pada klien dini dengan cara yang berlebih-
lebihan yaitu dengan cara ,masih berlama-lama mengobrol dengan klien tersebut
padahal masih banyak klien yang perlu di tangani.perawat Dono juga mencoba
menolong klien dengan segala hal yang tidak berhubungan dengan tujuan yang telah
diidentifikasi.
b. Reaksi sangat bermusuhan.
Perawat Dora mempunyai klien yang sangat Menjenkelkan.Derry (25 tahun)
Derry ini selalu marah-marah dan menjengkelkan perawat Dora sangat dendam pada
klienini dan selalumengacuhkan Derry meskipun dia membutuhkan pertolongan
c. Reaksi sangat cemas sering kali di gunakan sebagai respon terhadap resistensi.

Lima cara mengidentifikasikan terjadi countertransference (StuartG.W):


a. Perawat harus mempunyai standaryang sama terhadap dirinya sendiriatas apa yang di
harapkan kepada kliennya.
b. Perawat harus menguji diri sendiri melalui latihan menjalin hubungan, terutama
ketika klien menentang atau mengeritik.
c. Perawat harus dapat menemukan sumber masalahnya.
d. Ketika countertrasference terjadi, perawat harus dapat melatih diri untuk
mengontrolnya.
e. Jika perawat membutuhkan pertolongan dalam
mengatasicountertransference, pengawasan secara individumaupun kelompok dapat
lebih membantu.

4. Pelanggaran batas.
Perawat perlu membatasi hubungannya dengan klien. Batas hubungan perawat-
klien adalah bahwa hubungan yang di bina adalah hubungan terapeutik,dalam hubungan
ini perawat berperan sebagai penolong dan klien berperan sebagai yang di tolong. Baik
perawat maupun klien harus menyadari batas tersebut.
Pelanggaran batas terjadi jika perawat melampaui batas hubungan yang terapeutik
dan membina hubungan sosial, ekonomi, atau personal dengan klien.
Beberapa batas hubungan perawat dan klien (stuart dan sundeen)
a Batas peran
Masalah batas peran ini memerlukan wawasan dan pengetahuan yang luas dari
perawat serta penentuan secara tegas mengenai batas-batas terapeutik perawat dan
klien.
b Batas waktu
Penetapan waktu perlu dilakukan dimana perawat mengadakan hubungan
terapeutiknya dengan klien. Waktu pengobatan atau hubungan terapeutik yang tidak
wajar dan tidak mempunyai tujuan terapeutik harus dievaluasi kembali untuk
mencegah terjadinya pelanggaran batas.
c Batas tempat dan ruang
Misalnya wawancara dimana? Kapan dan berapa lama?
Batas ini biasanya berhubungan dengan perawatan yang dilakukan. Pemanfaatan
terapeutik diluar kebiasaan misalnyadimobil atau dirumah klien, harus dengan
tindakan terapeutik yang rasional dan mempunyai tujuan yang jelas. Perawat tidak di
perbolehkan t dalam melakukan tindakan dikamar klien kadang perlu menghormati
batas-batas tertentu misanya pintu terbuka atau ada pegawai yang lain.
d Batas uang
Batas ini berhubungan dengan penghargaan klien dengan perawat berupa uang. Disini
juga perluadanya perhatian mengenai tawar-menawar terhadap klien miskin tentang
biaya pengobatan untuk mencegah timbulnya pelanggaran batas.
e Batas pemberian hadiah dan pelayanan
Masalah ini controversial dalam keperawatan, namun yang pasti hal ini melanggar
batas.
f Batas pakaian
Batas ini berhubungan dengan kebutuhan perawat dalam berpakaian secara tepat
dalam hubungan terapeutik perawat dank lien. Dimana perawat tidak diperbolehkan
memakai pakaian yang tidak sopan.
g Batas bahasa ;
Perawat perlu memperhatikan nada bicara dan pilihan kata ketika komunikasi dengan
klien. Tidak terlalu akrab, mengarah sikap seksul dan memberikan pendapat dengan
nada menggurui merupakan pelanggaran batas.

h Batas pengungkapan diri secara personal;


Mengungkapkan diri secara personal dari perawat yang tidak berhubungan dengan
tujuan terapeutik dapat mengarah kepada pelanggaran batas.
i Batas kontak fisik;
Semua kontak fisik dengan klien harus dievaluasi untuk melihat apakah melanggar
batas atau tidak. Beberapa jenis kontak fisik/ seksual terhadap kien yang tidak pernah
tercangkup dalam hubungan terpeutik antara perawat dengan klien.

Untuk mencegah terjadinya pelanggaran batas dalam berhubungan dengan


klien, perawat sejak awal interkasi perlu menjelaskan atau membuat kesepakatan
bersama klien tentang hubungan yang mereka jalin. Kemudian selama berinteraksi
perawat harus berhati-hatidalam berbicara agar tidak banyak terlibat dalam
komunikasi sosial. Dengan selalu berfokus pada tujuan interaksi, perawat bisa
terhindar daripelanggaran terhadap batas-batas dalam berhubungan dengan
klien.selalu mengingatkan kontrak dan tujuan interaksi setiap kali bertemu dengan
klien juga dapat menghindari pelanggaran batas ini.(Suryani 2006).
Contoh pelagggaran batas yaitu (Intan 2005):
- Klien mengajak makan perawat siang atau maka malam di luar.
- Klien memperkenalkan perawat pada keluarganya.
- Perawat menerimah pemberian hadiah dari bisis klien.
- Perawat menghadiri acara-acara sosial.
- Klien member perawat hadiah.
- Perawat secara rutin memeluk dan memegang klien.
- Perawat menjalankan bisnis atau memesan pelayanan dari klien.
- Perawat secara teratur memberi informasi personal kepada klien.
- Hubungan professional berubah menjadi hubungan sosial.
- Perawat menghadiri undangan klien.

5. Pemberian hadiah
Pemberian hadia merupakan masalah yang kontroversial dalam keperawatan.
Disatu pihak ada yang menyatakan bahwa pemberian hadiah dapat membantu dalam
mencapai tujuan terapeutik, tapi dipihak lain ada yang menyatakan bahwa pemberian
hadiah bisa merusak hubungan terapeutik.
Hadiah dapat dalam berbagai bentuk misalnya yang nyata seperti sekotak permen,
rangkaian bunga, rajutan atau lukisan. Sedangkan yang tidak nyata bisa berupa ekspresi
ucapan terima kasih dari klien kepada perawat sebagai orang yang akan meninggalkan
rumah sakit atau dari anggota keluarga yang lega dan berterima kasih atas bantuan
perawat dalam meringankan beban emosional klien.
Untuk mengatasi hambatan komunikasi terapeutik, perawat harus siap untuk
mengungkapkan perasaan emosional yang sangat kuat dalam konteks hubungan perawat-
klien (Hamid, 1998). Awalnya, perawat harus mempunyai pengetahuan tentang hambatan
komunikasi terapeutik dan mengenali perilaku yang menunjukkan adanya hambatan
tersebut. Latar belakang perilaku digali baik klien atau perawat bertanggung jawab
terhadap hambatan terapeutik dan dampak negative pada proses terapeutik.

G. ....
Fase-Fase Dalam Komunikasi Terapeutik
Fase komunikasi terapeutik dalam hubungan perawat-klien terdiri dari 3 fase:
a. Fase orientasi yang terdiri dari:
1)Pengenalan
2)Persetujuan Komunikasi
3)Program orientasi yang meliputi:
a.Penentuan batas hubungan
b.Pengidentifikasian masalah
c.Mengkaji tingkat kecemasan diri sendiri dan klien
d.Mengkaji apa yang diharapkan
4)Fase Kerja
a.Meningkatkan sikap penerimaan satu sama lain untuk mengatasi kecemasan
b.Menggunakan tehnik komunikasi terapeutik sebagai cara pemecahan dan dalam
mengembangkan hubungan kerja sama.
5)Fase Terminasi
a.Merupakan fase persiapan mental untuk membuat perencanaan tentang kesimpulan pengobatan
yang telah didapatkan dan
mempertahankan batas hubungan yang sudah ditentukan
b.Mengantisipasi masalah yang akan timbul pada fase ini karena klien mungkin menjadi
tergantung pada perawat
Fase ini memungkinkan ingatan klien pada pengalaman perpisahan sebelumnya, sehingga klien
merasa sunyi, menolak dan depresi, diskusikan perasaan-perasaan tentang terminasi (Nasir,
2009).

TEHNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK


Mendengarkan dengan penuh perhatian,
mendengarkan akan menciptakan
situasi interpersonal dalam keterlibat
an maksimal yang dianggap aman dan
membuat klien merasa bebas. Menunjukkan penerimaan, penerimaan berarti bersedia untuk
mendengarkan orang laintanpa menunjukkan keraguan atau tidak setuju. Menanyakan
pertanyaan yang berkaitan dengan pertanyaan terbuka. Pertanyaan terbuka memberikan peluang
maupun kesempatan klien untuk
menyusun dan mengorganisir pikirannya dalam mengungkapan keluhannya sesuai dengan apa
yang dirasakan. Mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri,
mendefenisikan pengulangan adalah bentuk dari pengulangan pikiran utama yang diekspresikan
klien. Klarifikasi,
klarifikasi identik dengan validasi yaitu menanyakan kepada klien terhadap apa yang belum
dimengerti agar pesan yang disampaikan menjadi lebih jelas. Memfokuskan (focussing) dalam
rangka mempersempit pembicaraan yang tertuju pada topik pembicaraan saja. Menyampaikan
hasil observasi, penyampaian hasil pengamatan kepada Klien diharapkan dapat mengubah
perilaku yang merusak pada diri klien. Menawarkan informasi, memberikan tambahan informasi
merupakan pedidikan kesehatan pada klien. Diam, diam bertujuan untuk menunggu respon klien
untuk mengungkapkan
perasaannya. Meringkas, mengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat
dalam rangka meningkatakan pemahaman. Memberikan penguatan, penguatan (reinforcement)
positif atas hal-hal yang mampu dilakukan klien dengan baik dan benar merupakan bentuk
penghargaan. Memberi kesempatan kepada klien untuk Memulai pembicaraan, perawat dapat
menstimulasinya untuk mengambil inisiatif dan merasakan bahwa ia diharapakan untuk
membuka pembicaraan. Refleksi, refleksi menganjurkan klien untuk mengemukakan dan
menerima ide serta perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri (Nasir, 2009).

Komunikasi Terapeutik
1. Tujuan Komunikasi Terapeutik
3. Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik
Menurut (Suryani 2000), ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami dalam membangun
dan mempertahankan hubungan yang terapeutik:
Pertama, hubungan perawat dengan klien adalah hubungan terapeutik yang saling
menguntungkan. Hubungan ini didasarkan pada prinsip humanity of nurse and clients. Kualitas
hubungan perawat -klien ditentukan oleh bagaimana perawat
mendefinisikan dirinya sebagai manusia. Hubungan perawat dengan klien tidak hanya sekedar
hubungan seorang penolong dengan kliennya tetapi lebih dari itu, hubungan antar manusia yang
bermartabat.
Kedua, perawat harus menghargai keunikan klien. Tiap individu mempunyai karakter yang
berbeda-beda, karena itu perawat perlu memahami perasaan dan perilaku klien dengan melihat
perbedaan latar belakang keluarga, budaya, dan keunikan tiap individu.
Ketiga, semua komuikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi maupun
penerima pesan, dalam hal
ini perawat harus mampu menjaga harga dirinya dan harga diri klien.
Keempat, komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya harus dicapai
terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternative pemecahan
masalah. Hubungan saling percaya antara perawat dan klien
adalah kunci dari komunikasi terapeutik.
4. Komunikasi Terapeutik sebagai Tanggung Jawab Moral Perawat
Perawat disebutkan sebagai tenaga terpenting karena sebagian terbesar pelayanan Rumah Sakit
adalah pelayanan
keperawatan. Perawat bekerja dan selalu bertemu dengan pasien selama 24 jam penuh dalam satu
siklus shift, karena itu
perawat menjadi ujung tombak bagi suatu Rumah Sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan
kepada pasien. Dalam memberikan intervensi keperawatan diperlukan suatu komunikasi
terapeutik, dengan demikian diharapkan seorang perawat memiliki kemampuan khusus
mencakup ketrampilan intelektual, teknikal dan interpersonal dan
penuh kasih sayang dalam melakukan komunikasi dengan pasien. Perawat harus memiliki
tanggung jawab moral tinggi yang didasari atas sikap peduli dan penuh kasih sayang, serta
perasaan ingin membantu orang lain untuk kesembuhan pasien.
Menurut Addalati, dalam Abdul Nasir (2009) menambahkan bahwa seorang beragama, perawat
tidak dapat bersikap tidak peduli terhadap orang lain dan adalah seorang pendosa apabila
perawat mementingkan dirinya sendiri.
5. Teknik Komunikasi Terapeutik
Teknik komunikasi terapeutik dengan menggunakan referensi dari Stuart dan Sundeen, dalam
Ernawati (2009) yaitu:
1. Mendengarkan (lestening) Mendengar ( listening) merupakan dasar utama dalam komunikasi
terapeutik ( Keliat1992). Mendengarkan adalah proses aktifdan penerimaan informasi serta
penelaahan reaksi seseorang terhadap pesan yang diterima ,
Hubson, S dalam Suryani, (2005). Untuk member kesempatan lebih banyak pada klien untuk
berbicara, maka perawat harus menjadi pendengar yang aktif. Selama mendengarkan, perawat
harus mengikuti apa yang dibicarakan klien dengan
penuh perhatian. Perawat memberikan tanggapan dengan tepat dan tidak memotong pembicaraan
klien. Tunjukkan perhatian bahwa perawat mempunyai waktu untuk mendengarkan.
Ketrampilan mendengarkan penuh perhatian adalah dengan:
a. Pandang klien ketika sedang bicara
b. Pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk mendengarkan
c. Sikap tubuh yang menunjukan perhatian dengan tidak menyilangkan kaki atau tangan
d. Hindarkan gerakan yang tidak perlu
e. Angkat kepala jika klien membicarakan hal penting atau memerlukan umpan balik
f. Condongkan tubuh kearah lawan bicara (pasien ).
2. Bertanya Bertanya (question)
merupakan teknik yang dapat mendorong klien untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya
Teknik berikut sering digunakan pada tahap orientasi:
a. Pertanyaan fasilitatif (fasilitatif question)
Pertanyaan fasilitatif (facilitative question) terjadi jika pada saat bertanya perawat sensitive
terhadap pikiran dan perasaan serta secara langsung berhubungan dengan masalah klien,
sedangkan pertanyaan non fasilitatif (non facilitative question) adalah pertanyaan yang tidak
efektif karena memberikan pertanyaan yang tidak fokus pada masalah atau pembicaraan, bersifat
mengancam, dan tampak kurang pengertian terhadap klien Gerald, D dalam Suryani,(2005).
b. Pertanyaan terbuka atau tertutup
Pertanyaan terbuka (open question) digunakan apabila perawat membutuhkan jawaban yang
banyak dari klien. Dengan pertanyaan terbuka, perawat mampu mendorong klien
mengekspresikan dirinya Antai-Otong dalam Suryani, (2005).
Pertanyaan tertutup (closed question) digunakan ketika perawat membutuhkan jawaban yang
singkat.
3. Penerimaan
Yaitu mendukung dan menerima informasi dengan tingkah laku yang menunjukkan ketertarikan
dan tidak menilai. Penerimaan bukan berarti persetujuan. Penerimaan berarti bersedia untuk
mendengarkan orang lain tanpa menunjukan keraguan atau tidak setuju. Perawat sebaiknya
menghindarkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menunjukkan tidak setuju, seperti
mengerutkan kening atau menggelengkan kepala seakan tidak percaya.
4. Mengulangi (restating)
Mengulangi (restating) yaitu mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien maksudnya
adalah mengulangi pokok pikiran yang diungkapkan klien dengan menggunakan kata-kata
sendiri. Gunanya untuk menguatkan ungkapan klien dan member indikasi perawat mengikuti
pembicaraan atau memperhatikan klien dan mengharapkan komunikasi berlanjut klien (Keliat,
Budi Anna, 1992 ).
5. Klarifikasi (clarification)
Klasifikasi (clarification) adalah penjelasan kembali ke idea tau pikiran klien yang tidak jelas
atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari ungkapannya
Gerald,d dan Suryani, (2005). Dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar atau
klien malu mengemukakan informasi, informasi yang diperoleh tidak lengkap atau
mengemukakannya berpindah-pindah. Pada saat klarifikasi perawat tidak boleh
menginterpretasikan apa yang dikatakan klien, juga tidak boleh menambahkan informasi Gerald,
D dalam Suryani, (2005). Fokus utama klarifikasi adalah pada perasaan, karena pengertian
terhadap perasaan klien sangat penting dalam memahami klien.
6. Refleksi ( reflection )
Refleksi (reflection) adalah mengarahkan kembali ide, perasaan, pertanyaan, dan isi pembicaraan
kepada klien. Hal ini digunakan untuk memvalidasi pengertian perawat tentang apa yang
diucapkan klien dan menekankan empati, minat, dan penghargaan terhadap klien Antai-Otong
dalam Suryani, (2005).
Refleksi menganjurkan klien untuk mengungkapkan dan menerima ide dan perasaannya sebagai
bagian dari dirinya sendiri. Apabila klien bertanya apa yang harus ia pikirkan dan kerjakan atau
rasakan maka perawat dapat menjawab; bagaimana menurutmu? Dengan demikian perawat
mengindikasikan bahwa pendapat klien adalah berharga dank lien mempunyai hak untuk mampu
melakukan hal tersebut, maka iapun akan berpikir bahwa dirinya adalah manusia yang
mempunyai kapasitas dan kemampuan sebagai individu yang terintegrasi dan bukan sebagai
bagian dari orang lain.
7. Memfokuskan (focusing)
Memfokuskan (focusing) adalah bertujuan memberikan kesempatan kepada klien untuk
membahas masalah inti dan mengarahkan komunikasi klien pada pencapaian tujuan Stuart, G.W
dalam Suryani, (2005). Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan
sehingga pembahasan masalah lebih spesifik dan dimengerti dan mengarahkan komunikasi klien
pada pencapaian tujuan.
8. Diam ( silence )
Teknik diam digunakan untuk memberikan kesempatan pada klien sebelum menjawab
pertanyaan perawat. Diam akan emberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk
Mengorganisasi pikiran masing-masing Stuart dan Sundeen, dalam Suryani, (2005).
9. Memberikan Informasi ( informing )
Memberikan informasi tambahan merupakan tindakan penyuluhan kesehatan untuk klien. Teknik
ini sangat membantu dalam mengajarkan kesehatan atau pendidikan pada klien tentang aspek-
aspek yang relevan dengan perawatan diri dan penyembuhan klien. Informasi tambahan yang
diberikan pada klien harus dapat memberikan pengertian dan pemahaman yang lebih baik
tentang masalah yang dihadapi klien serta membantu dalam memberikan alternative pemecahan
masalah, (Suryani 2005).
10. Menyimpulkan (summerizing)
Menyimpulkan adalah teknik komunikasi yang membantu klien mengeksporasi point penting
dari interaksi perawat-klien. Teknik ini membantu perawat dan klien untuk memiliki pikiran dan
ide yang sama saat mengakhiri pertemuan.
11. Mengubah Cara Pandang (reframing)
Teknik ini digunakan untuk memberikan cara pandang lain sehingga klien tidak melihat sesuatu
atau masalah dari aspek negatifnya saja Gerald,D dalam Suryani, (2005 ) sehingga
memungkinkan klien untuk membuat perencanaan yang lebih baik dalam mengatasi masalah
yang dihadapinya.
12. Eksplorasi
Teknik ini bertujuan untuk mencari atau menggali lebih dalam masalah yang dialami klien,
Antai-Otong dalam suryani, (2005) supaya masalah tersebut bias diatasi. Teknik ini bermanfaat
pada tahap kerja untuk mendapatkan gambaran yang detail tentang masalah yang dialami klien.
13. Membagi Persepsi (Sharing perception)
Stuart G.W. dalam Suryani, (2005), menyatakan membagi persepsi (sharing perception) adalah
meminta pendapat klien tentang hal yang perawat rasakan atau pikirkan. Teknik ini digunakan
ketika perawat merasakan atau melihat ada perbedaan antara respons verbal atau respons
nonverbal dari klien.
14. Identifikasi tema
Perawat harus tanggap terhadap cerita yang disampaikan klien dan harus mampu menangkap
tema dari seluruh pembicaraan tersebut. Gunanya untuk meningkatkan pengertian dan menggali
masalah penting. (Stuart dan Sundeen, dalam Suryani, 2005).teknik ini sangat bermanfaat pada
tahap awal kerja untuk memfokuskan pembicaraan pada awal masalah yang benar
-benar dirasakan klien.
15. Menganjurkan untuk Melanjutkan Pembicaraan Teknik ini menganjurkan klien untuk
mengarahkan hampir seluruh pembicaraan yang mengidentifikasikan bahwa klien sedang
mengikuti apa yang dibicarakan dan tertarik dengan apa yang dibicarakan selanjutnya. Perawat
lebih berusaha untuk menaksirkan dari pada mengarahkan diskusi/pembicaraan.
16. Humor
Sullivan dan Deane dalam Suryani,( 2005), melaporkan bahwa humor merangsang produksi
catecholamine dan hormone
yang menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi
ansietas, memfasilitasi relaksasi pernafasan dan menggunakan humor untuk menutupi rasa takut
dan tidak enak atau menutupi ketidak mampuannya untuk
berkomunikasi dengan klien.
17. Memberikan Pujian
Memberikan pujian (reinforcement) merupakan keuntungan psikologis yang didapatkan klien
ketika berinteraksi dengan perawat.
Reinforcement berguna untuk meningkatkan harga diri dan menguatkan perilaku klien Gerald, D
dalam Suryani, (2005). Reinforcement bias diungkapkan dengan kata-kata ataupun melalui
inyarat nonverbal.
18. Menawarkan Diri
Bukan tidak mungkin bahwa klien belum siap untuk berkomunikasi secara verbal dengan orang
lain atau klien tidak mampu untuk membuat dirinya dimengerti. Perawat menyediakan diri tanpa
renpons bersyarat atau respons yang diharapkan.
19. Memberikan Penghargaan
Memberi salam pada klien dan keluarga dengan menyebut namanya, menunjukan kesadaran
tentang perubahan yang terjadi, untuk menghargai klien dan keluarga sebagai manusia seutuhnya
yang mempunyai hak dan tanggung jawab atas dirinya sendiri sebagai individu.
20.Asertif
Asertif adalah kemampuan dengan cara meyakinkan dan nyaman untuk mengekspresikan pikiran
dan perasaan diri dengan tetap menghargai orang lain.

6. Sikap Perawat dalam Komunikasi Terapeutik


Elsa Roselina, 2009 mengidentifikasikan lima sikap atau cara untuk dapat menghadirkan diri
secara fisik yang dapat memfasilitasi komunikasi terapeutik:
1.Berhadapan
Posisi ini memiliki arti bahwa saya siap untuk anda
2.Mempertahankan kontak mata
Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk
tetap berkomunikasi
3.Membungkuk kearah klien
Pada posisi ini menunjukkan keinginan untuk menyatakan atau mendengarkan sesuatu
4.Memperlihatkan sikap terbuka
Dalam posisi ini diharapkan tidak melipat kaki atau tangan untuk menyatakan atau
mendengarkan sesuatu
5.Tetap rileks
Tetap dapat mengendalikan keseimbangan, antara ketegangan dan relaksasi dalam memberikan
respons kepada pasien, mesk
ipun dalam situasi yang kurang menyenangkan.

7. Memberikan Umpan Balik


Ada beberapa tahapan yang perlu diperhatikan oleh seorang perawat dalam melakukan umpan
balik sebagai berikut:
1.Pelajari hasil kerjanya dengan teliti. Beri tanda pada hal-hal yang perlu diperbaiki
2.Ketika menyampaikan umpan balik perhatikan contoh-contoh dari kesalahan yang telah dibuat
3.Kembangkan argument mengenai dampak negative yang biasa muncul dari kesalahan yang
dibuat
4.Pastikan penerima umpan balik menyadari kekeliruan, kekurangan, atau kesalahan
5.Gali lebih dalam lagi mengenai hambatan yang ditemui
6.Dorong penerima umpan balik untuk menemukan jalan keluar dan langkah-langkah untuk
memperbaiki tugasnya atau cara kerjanya
7.Buat kesepakatan mengenai perbaikan yang akan dilakukan.

8. Sikap Perawat dalam Memberikan Umpan Balik


1.Jangan bersikap seperti hakim yang mengadili
2.Mulai dengan hal-hal yang positif
3.Jangan mengungkapkan kebaikan dan kelemahan secara bersamaan
4.Sampaikan fakta, tunjukkan dimana letak kesalahan, kekeliruan, atau kekurangan
5.Berikan pujian dengan tulus
6.Jangan memanipulasi fakta
7.Jangan memberikan komentar, tetapi langsung berikan saran

9. Isi Pesan
Pesan adalah segala sesuatu yang akan disampaikan. Pesan dapat berupa ide, pendapat, pikiran
dan saran. Pesan adalah keseluruhan dari apa yang disampaikan oleh komunikator. Pesan ini
mempunyai inti pesan yang sebenarnya menjadi pengarah di dalam suatu usaha mencoba
mengubah sikap dan tingkah laku komunikan, (Ernawati Dalami, 2009). Menurut Arita
Murwani, isi
pesan harus dirasa penting dan berguna bagi sasaran. Bila seorang pasien diberi nasihat atau
informasi berupa pesan-pesan yang kurang bermanfaat dan tidak jelas, maka pasien akan enggan
melakukannya. Pesan dapat disampaikan dengan cara langsung atau lisan, tatap muka, dan dapat
pula melalui media atau saluran. Pesan yang disampaikan memenuhi beberapa syarat sebagai
berikut:
a.Pesan harus direncanakan dengan baik sesuai kebutuhan
b.Penyampaian pesan dengan menggunakan bahasa yang baik dan mudah dimengerti oleh kedua
belah pihak
c.Pesan harus menarik minat dan kebutuhan pribadi penerima serta menimbulkan kepuasan, (
Mundakir 2006).

KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Sri Puji Lestari, S.Kep.Ns


Komunikasi telah dilakukan manusia, sejak bayi berada dalam kandungan sampai dengan
kematian, sehingga bisa dikatakan komunikasi mempunyai umur yang sama tuanya dengan umur
kehidupan manusia.
Semua tingkah
laku merupakan komunikasi (verbal maupun non verbal) dan semua
komunikasi akan mempengaruhi tingkah laku, sehingga komunikasi pada dasarnya dapat menjadi
suatu alat untuk memfasili
t
asi hubungan terapeutik atau malahan dapat berfungsi sebagai
penghalang te
rhadap tumbuhnya hubungan yang terapeutik. Fasilitas komunikasi bertujuan untuk
memulai, membangun dan membina keterlibatan dan hubungan saling percaya (Wilson & Kneist,
1983).
A.
Hakekat komunikasi
1.
Komunikasi merupakan alat untuk membangun hubungan terapeut
ik.
2.
Komunikasi merupakan alat bagi perawat untuk mempengaruhi tingkah laku klien dan
kemudian untuk mendapatkan keberhasilan dalam intervensi keperawatan.
3.
Komunikasi merupakan hubungan itu sendiri, dimana tanpa komunikasi tidak mungkin
terjadi hubungan te
rapeutik perawat
-
klien.
B.
Pengertian Komunikasi
1.
TAYLOR, dkk (1983)
Proses pertukaran informasi atau proses yang menimbulkan dan meneruskan makna
atau arti.
2.
BURGESS (1988)
Proses penyampaiaan informasi, makna dan pemahaman dari pengirim pesan kepada
pen
erima pesan.
3.
YUWONO (1985)
Kegiatan mengajukan pengertian yang didiinginkan dari pengirim informasi kepada
penerima informasi dan menimbulkan tingkah laku yang diinginkan dari penerima
informasi.
4.
ROGERS
Communication is the process by which massages a
re transffered from source to
receiver. The source transfer the ideas with an intent to modify behavior of
communication is to effect on the of the receiver.
Komkep.pj/KH/2010
2
C.
Komponen Komunikasi
Encoding
Decoding
Komunikasi mempunyai 6 komponen yaitu (Potter & Perry, 1993)
:
1.
Komunikator
: penyampai informasi atau sumber informasi
2.
Komunikan
:
penerima informasi, pemberi respon terhadap stimulus
3.
Pesan
:
gagasan,
pendapat, stimulus, fakta, informasi
4.
Media
:
saluran yang dipakai untuk menyampaikan pesan
5.
Kegiatan

encoding

:
perumusan pesan oleh komunikator
6.
Kegiatan decoding
:
penafsiran pesan oleh komunikan
D.
Factor

factor yang mempengaruhi Komunikasi


Proses
komunikasi
dipengaruhi oleh beberapa fa
k
tor (Potter & Perry,
1993)
:
1.
Perkembangan
Agar dapat berkomunikasi efektif dengan perawat harus mengerti penga
ru
h
perkembangan usia baik dari sisi bahasa, maupun pros
es berpikir dari orang tersebut
.
Cara berkomunikas
i pada usia remaja dengan usia balita tentunya berbeda, pada usia
remaja Anda barangkali perlu belajar bahasa

gaul

mereka sehingga remaja yang kita


ajak bicara akan merasa kita mengerti mereka dan komunikasi diharapkan akan lancar.
2.
Persepsi
Persepsi ada
lah pandangan pribadi seseorang terhadap suatu kejadian atau peristiwa.
Persepsi
i
ni. dibentuk oleh harapan atau pengalaman. Perbedaan persepsi dapat
mengakibatkan
terhambatnya
komunikasi.
3.
Nilai

Nilai adalah bandar yang mempengaruhi perilaku sehingga pent


ing bagi perawat
untuk menyadari nila
i
seseorang. Perawat perlu berusaha untuk mengetahui dan
mengklarifikasi nilai sehingga dapat membuat keputusan dan interaksi yang tepat
Komunikator
Feedback
Komunikan
Pesan
Media
Komkep.pj/KH/2010
3
dengan klien. Dalam hubungan profesionalnya diharapkan perawat tidak terpengaruh
o
leh nilai pribadinya.
4.
Latar Belakang So
s
ial Buda
y
a
Bahasa dan gaya komunikasi akan sangat
dipengaruhi
oleh fa
k
tor budaya. Budaya juga
akan membatasi cara bertindak dan berkomunikasi seseorang.
5.
Emosi
Emosi
merupakan
perasaan subyektif terhadap suatu kejadia
n, seperti marah, sedih,
seriang akan dapat mempengaruhi perawat dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Pe
r
awat
perlu
mengkaji
emosi
klien
dan
keluarganya
sehingga
perawat
mampu
memberikan asuhan
keperawatan
dengan
tepat.
Selain itu
perawat
juga
perlu
meng
evaluasi emosi pada dirinya agar dalam memberikan asuhan keperawatan tidak
terpengaruh oleh emosi dibawah sada
rn
ya.
6.
Jenis Kelamin
Setiap jenis kelamin mempunyai gaya komunikasi yang berbeda
-
beda. Tanned (1990)
menyebutkan bahwa wanita dan laki
-
laki mempuny
ai perbedaan gaya komunikasi. Dari
u
sia 3 tahun wanita ketika bermain dalam kelompoknya menggunakan bahasa untuk
mencari kejelasan, meminimalkan perbedaan, serta membangun dan mendukung
keintiman, sedangkan laki
-
laki menggunakan bahasa untuk mendapat keman
dirian diri
akti
v
itas bermainnya, di
mana jika mereka ingin berteman maka mereka melakukannya
dengan bermain.
7.
Pengetahuan
Tingkat pengetahuan akan mempengaruhi komunikasi yang dilakukan. Seseorang yang
tingkat pengetahuannya rendah akan sulit merespon per
tanyaan yang mengandung
bahasa verbal dibanding dengan tingkat pengetahuan tinggi. Perawat perlu mengetahui
tingkat pengetahuan klien sehingga perawat dapat berinteraksi dengan baik da
r
i
akhirnya dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien.
8.
Peran dan hubungan
Gaya komunikasi sesuai dengan peran dan hubungan antar orang yang berkomunikasi.
Ca
r
a komunikasi seseorang perawat dengan koleganya, dengan cara komunikasi
seorang perawat pada klien akan berbeda tergantung perannya. Demikian juga antara
guru dengan murid.
9.
Li
n
gkungan
Lingkungan interaksi akan mempengaruhi komunikasi yang efektif. Suasana bising,
tidak ada privacy yang tepat akan menimbulkan kerancuan, ketegangan dan
ketidaknyamanan.
10.
Jarak
Jarak dapat mempengaruhi komunikasi. Jarak terten
tu menyediakan rasa aman dan
kontrol.
Dapat dimisalkan
dengan individu yang merasa teranc
am ketika seseorang
tidak diken
al tiba
-
tiba
b
erada pada jarak yang sangat dekat dengan dirinya. Hal itu juga
yang dialami oleh klien pada saat pertama kali berinteraks
i dengan perawat. Untuk itu
perawat perlu memperhit
u
ngkan jarak yang tepat pada saat melakukan hubungan
dengan klien.
Komkep.pj/KH/2010
4
E.
Jenis Komunikasi
1.
Komunikasi Verbal
Hal
yang perlu diperhatikan dalam kom
unikasi Verbal
(Leddy, 1998) :
a.
Masalah tehnik
seberapa akurat k
omunikasi tersebut dapat mengirimkan symbol dari komunikasi.
b.
Masalah semantic
seberapa tepat symbol dalam mengirimkan pesan yang dimaksud
c.
Masalah pengaruh
seberapa efektif arti yang diterima mempengaruhi tingkah laku
Menurut
Ellis dan Nowlis (1994)
h
al yang diperhatikan dalam komunikasi verbal :
a.
Penggunaan bahasa
:
kejelasan, keringkasan, dan sederhana.
b.
Kecepatan
c.
Voice tone
:m
enunjukkan gaya dari ekspresi yang digunakan dalam bicara dan
dapat merubah arti dari kata.
2.
Komunikasi Non Verbal
Komunik
asi non verbal merupakan komunikasi yang tidak melibatkan bicara dan
tulisan. Sebesar 90% dari arti komunikasi berasal dari komunikasi non verbal (Hunsaker
cit
.Leddy, 1998).
Adapun tujuan dari komunikasi non verbal (Stuart & Sundeen, 1995) adalah :
a.
Meng
ekspresikan emosi
b.
Mengekspresikan tingkah laku interpersonal
c.
Membangun, mengembangkan dan memelihara interaksi social
d.
Menunjukkan diri Terlibat dalam ritual
e.
Mendukung komunikasi verbal
Komunikasi non verbal terdiri dari :
Kinesics
,
Paralanguage
,
Proxemic
s
,
Sentuhan
,
Cultural artifact
,
Gaya berjalan
,
Penampilan fisik umum
.
a.
Kinesics
Ekspresi muka
,
Gesture (gerak, isyarat, sikap)
,
Gerakan tubuh dan posture, Gerak
mata atau kontak mata
.
b.
Paralanguage

Kualitas suara
:
irama, volume, kejernihan.

Vokal tan
pa bahasa
:
suara tanpa adanya struktur linguistik, misalnya sedu
sedan, tertawa, mendengkur, mengerang, merintih, hembusan nafas, nafas
panjang.
c.
Proxemics

Jarak intim (sampai dengan 18 inchi)

Jarak personal (18 inchi

4 kaki) untuk interaksi dengan ses


eorang yang
dikenal.

Jarak social (4 kaki

12 kaki) untuk interaksi mengenai suatu urusan tetapi


bukan orang khusus/tertentu.

Jarak publik (lebih dari 12 kaki) untuk pembicaraan formal.

Pengertian Komunikasi Terapeutik

Menurut Indrawati dalam Sahara (2008) mendefinisikan komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang
direncanakan secara sadar, dengan tujuan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien.

Menurut Sahara (2008) Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling
memberikan pengertian antara perawat dengan pasien, persoalan mendasar dan komunikasi ini adalah adanya
saling membutuhkan antara perawat dengan pasien sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi
di antara perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien menerima bantuan.

Menurut Arwani (2003) Komunikasi terapeutik bukan pekerjaan yang bisa dikesampingkan namun harus
direncanakan, disengaja dan merupakan tindakan profesional. Akan tetapi, jangan sampai karena terlalu asyik
bekerja kemudian melupakan pasien sebagai manusia dengan beragam latar belakang dan masalahnya.

Manfaat Komunikasi Terapeutik


Adapun manfaat komunikasi terapeutik menurut Indrawati dalam Sahara (2008) yaitu untuk mendorong dan
menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien, mengidentifikasi,
mengungkapkan perasaan dan mengkaji masalah evaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat.

Tujuan Komunikasi Terapeutik

Tujuan dari komunikasi terapeutik menurut Indrawati dalam Sahara (2008) yaitu :

Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat
mengambil tindakan yang efektif untuk pasien.
Membantu mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik, fisik dan diri sendiri.
Membantu kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien sangat dipengaruhi oleh
kualitas hubungan perawat-klien bukanlah hubungan yang memberikan dampak terapeutik yang
mempercepat kesembuhan klien.

Karakteristik Komunikasi Terapeutik

Karakteristik komunikasi terapeutik yaitu sebagai berikut :

Ikhlas (Genuine)

Semua perasaan negatif yang dimiliki oleh pasien harus bisa diterima dan pendekatan individu dengan verbal
maupun non verbal akan memberikan bantuan kepada pasien untuk mengkomunikasikan kondisinya secara
tepat.

Empati (Empathy)

Merupakan sikap jujur dalam menerima kondisi pasien, objektif dalam memberikan penilaian terhadap kondisi
pasien dan tidak berlebihan.

Hangat (warmth)

Kehangatan dan sikap pormisif yang diberikan diharapkan pasien dapat memberikan dan mewujudkan ide-
idenya tanpa rasa takut, sehingga pasien bisa mengekspresikan perasaannya lebih mendalam.

Jenis Komunikasi Terapeutik

Menurut Potter and Perry dalam Sahara (2008). Jenis komunikasi terapeutik adalah sebagai berikut :

Komunikasi Verbal

Komunikasi yang lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan di rumah sakit adalah pertukaran informasi
secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan tepat
waktu. Kata-kata lain adalah alat atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan.

Komunikasi verbal yang efektif harus :

Jelas dan ringkas


Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung. Makin sedikit kata-kata yang digunakan
makin kecil kemungkinan terjadinya kerancuan.

Perbendaharaan kata

Komunikasi tidak akan berhasil jika pengiriman pesan tidak mampu menerjemahkan kata dan ucapan.

Arti denotative dan konotatif

Arti denotative memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang digunakan, sedangkan arti konotatif
merupakan pikiran, perasaan atau ide yang terdapat dalam suatu kata-kata serius dipahami klien sebagai suatu
kondisi mendekati kematian.

Selaan dan kesempatan berbicara

Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan keberhasilan komunikasi verbal selaan yang lama
dan pengalihan yang cepat pada pokok pembicaraan lain mungkin akan menimbulkan kesan bahwa perawat
sedang menyembunyikan sesuatu terhadap klien.

Waktu dan relevansi

Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan bila klien sedang menangis kesakitan, tidak
waktunya untuk menjelaskan resiko operasi, kendatipun pesan diucapkan secara jelas dan singkat.

Humor

Tertawa membantu mengurangi ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stress, dan meningkatkan
keberhasilan perawat dalam memberikan dukungan emosional terhadap klien.

Komunikasi tertulis

Komunikasi tertulis merupakan salah satu bentuk komunikasi yang sering digunakan dalam bisnis seperti
komunikasi melalui surat menyurat, pembuatan memo, laporan, iklan disurat kabar dan lain-lain.

Pada dasarnya prinsip dari komunikasi tertulis terdiri dari :

Komunikasi non verbal

Komunikasi non verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan kata-kata. Merupakan cara yang paling
meyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain, perawat perlu menyadari pesan verbal dan non
verbal yang disampaikan klien mulai dan saat pengkajian sampai evaluasi. Asuhan keperawatan pesan non
verbal terdiri dari :

Kinesik

Adalah pesan non verbal yang diimplementasikan dalam bentuk bahasa isyarat tubuh atau anggota tubuh.

Proksemik
Yaitu bahasa non verbal yang ditujukan oleh ruang, jarak antara individu dengan orang lain waktu
berkomunikasi atau antara individu dengan objek.

Haptik

Yaitu sama dengan menepuk-nepuk, meraba-raba, memegang, mengelus dan mencubi. Haptik
mengkomunikasikan relasi anda dengan seseorang.

Paralinguistic

Yaitu meliputi setiap penggunaan suara sehingga dia bermanfaat kalau kita hendak menginterpretasikan simbol
verbal sebagai contoh.

Artifak

Artifak dalam komunikasi non verbal dengan berbagai benda material disekitar kita.

Logo dan warna

Kreasi perancang untuk menciptakan logo dalam penyuluhan merupakan karya komunikasi bisnis, biasanya
logo dirancang dijadikan simbol dan suatu karya organisasi atau produk suatu organisasi.

Tampilan fisik tubuh

Kesan tertentu terhadap tampilan fisik tubuh dari lawan bicara anda kita sering menilai seseorang mulai dari
warna kulitnya dan tipe tubuh.

Fase-Fase Komunikasi Terapeutik

Menurut Arwani (2003) fase-fase dari komunikasi terapeutik adalah sebagai berikut :

Orientasi (orientation)

Hubungan yang terjadi masih dangkal dan komunikasi yang terjadi bersifat penggalian informasi antara
perawat dan pasien.

Kerja (working)

Perawat dituntut untuk bekerja keras untuk memenuhi tujuan yang telah ditetapkan pada fase orientasi bekerja
sama dengan pasien untuk berdiskusi tentang masalah-masalah yang merintangi pencapaian tujuan.

Fase ini terdiri dari 2 kegiatan pokok yaitu :

1. Menyatukan proses komunikasi dengan tindakan keperawatan.


2. Membangun suasana yang mendukung untuk proses perubahan.

Penyelesaian (termination)
Perawat mendorong pasien untuk memberikan penilaian atas tujuan telah dicapai, agar tujuan yang tercapai
adalah kondisi yang saling menguntungkan dan memuaskan.

Daftar Pustaka

Amtaris. 2009. Lingkungan Perawatan. http://www.google.co.id. Di Unduh Tanggal 04 Januari 2010.

Andra, 2008. Http://spiritia.or.id/cst/bacacstperawmenu. Di Unduh tanggal 4 Januari 2010.

Arwani, 2003. Komunikasi Dalam Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Bambang. 2009. Pendidikan. http://www.teori-psikologi.blogspot.com. Di Unduh Tanggal 25 Desember 2009.

Chandra, 2008. http://Teori-psikologi.blogspot.com. Di Unduh tanggal 25 Desember 2009

Hidayat, Aziz Alimul. 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data, Penerbit Salemba
Medika, Jakarta.

La Ode Jumadi Gaffar, 2002. Pengantar Keperawatan Profesional, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Mustikasari, 2008. Mustikanurse.blogspot.com. di Unduh tanggal 27 Desember 2009

Notoatmodjo, S. 2005, Metodologi Penelitian Kesehatan, Penerbit Rineka Cipta, Cetakan Ketiga, Jakarta.

Patti, 2009. http://perawat-blogspot.com. Di Unduh tanggal 05 Januari 2010.

Pidyawati, 2007. http://bankdata.depkes.go.id/2008. Di Unduh tanggal 26 Desember 2009

Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi 4. EGC. Jakarta.

Sabarguna. 2008. Karya Tulis Ilmiah Untuk Mahasiswa D-III Kesehatan. Sagung Seto. Jakarta.

Sahara, 2008. http:// creasoft.wordpress.com /2008 /04 /15/ komunikasi- terapeutik. Di Unduh tanggal 04
Januari 2010.

Siswono, 2006. http://www.gizi.net/cgi- bin/berita/ fullnews.cgi. Di Unduh tanggal 23 Desember 2009.

Sitorus, R. 2006. Model Praktik Keperawatan Profesional di Rumah Sakit, Penerbit Kedokteran EGC, Jakarta.

Wahida, 2008. http://wordpress.com/2008/03/10/isolasi-pasien. di Unduh tanggal 7 Januari 2010.

TAHAP TAHAP KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Dalam hubungan perawat klien ada 3 karakteristik penting : sharing perilaku, pikiran, dan perasaan

Perawat harus mampu:


1.Melakukan penyingkapan diri
2.Merencanakan bagaimana memfokuskan percakapan
3.Apa topik yang dibicarakan (sudah tepat atau belum)
4.Melibatkan pengalaman dengan topik yang dibicarakan
5.Memperkirakan lamanya percakapan
6.Mengakui kekurangan diri
7.Mengakhiri percakapan dgn klien

Berbagai komponen tersebut dikembangkan oleh perawat dalam beberapa tahap yakni :
1.Prainteraksi
2.Orientasi
3.Kerja
4.Terminasi

1.PRAINTERAKSI
Dimulai sebelum kontak pertama perawat-klien
Tugas perawat : mengeksplorasi diri
Pada pengalaman pertama, perawat masih memiliki miskonsepsi dan image pada umumnya ditambah
dengan berbagai perasaan dan ketakutan yang muncul seperti:
- Takut ditolak klien
- Cemas karena merupakan pengalaman baru
- Memperhatikan klien secara berlebihan
- Meragukan kemampuan diri
- Takut dilukai klien secara fisik
- Gelisah melakukan komter
- Klien dicurigai sebagai orang yang aneh
- Merasa terancam identitasnya sebagai perawat
- Merasa tidak nyaman untuk melakukan tugas secara fisik
- Mudah terpengaruh secara emosional (tersinggung-diejek)
- Takut disakiti secara psikologis

Analisi diri
- Apakah saya menganggap klien sbg orang yang aneh?
- Apakah harapan saya terlalu tinggi sehingga bila klien kasar, bermusuhan, atau tidak kooperatif saya
menjadi marah atau merasa terluka?
- Apakah saya takut terhadap tanggung jawab yang dibebankan pada saya (dalam hubungan dengan
klien)?
- Apakah saya harus menutupi rasa inferior dengan mengedepankan rasa superior?
- Apakah saya harus bersimpati, memberikan kehangatan, dan perlindungan secara berlebihan bila saya
melakukan kekeliruan?
2.ORIENTASI
Perawat : menemukan alasan mengapa klien memerlukan pertolongan dasar pengkajian keperawatan
dan membantu perawat fokus pada masalah klien.
Tugas perawat pada fase ini :
- Membangun trust
- Memahami
- Menerima
- Membuka komunikasi dan membuat kontrak dgn klien

Kontrak pertama dimulai :


- Memperkenalkan diri perawat dan klien
- Menyebutkan nama
- Menjelaskan peran (meliputi tanggung jawab dan harapan baik klien maupun perawat dengan
menjelaskan apa yang perawat dapat atau tidak dapat lakukan).
- Mendiskusikan tujuan hubungan (dengan menekankan pada pengalaman hidup perawat klien serta
konflik)

Perawat dapat menyadari kecemasan dan ketakutan klien, tetapi klien mungkin kesulitan untuk
menerima bantuan perawat. Kemungkinan hal ini disebabkan :
- Sulit mengakui mempunyai kesulitan atau masalah .
- Tidak mudah trust atau terbuka pada seseorang yang baru dikenal.
- Masalah yang dihadapi terlihat sangat besar, rumit, atau unik untuk disharingkan pada orang lain.
- Mengutarakan masalah dapat mengancam rasa independen, otonomi, dan harga diri.
- Dalam memecahkan suatu masalah melibatkan pemikiran tentang sesuatu yang mungkin tidak
menyenangkan, mereview kenyataan hidup, memutuskan suatu rencana, dan yang terpenting adalah
membawa suatu perubahan

3.KERJA
Selama fase ini
- Prwt-klien mengekplorasi stressor yang berkaitan dan terus meningkatkan perkembangan insight klien
(yang berkaitan dengan persepsi, pikiran, perasaan, dan tindakan)
- Insights harus diwujudkan dalam tindakan dan diintegrasikan ke dalam pengalaman hidup klien
- Perawat membantu klien : menghilangkan kecemasan, meningkatkan rasa kebebasan dan tanggung
jawab terhadap diri sendiri mengembangkan mekanisme koping yang positif. (Fokus fase ini : perubahan
perilaku secara nyata)

4.TERMINASI
- Pemahaman antara perawat-klien lebih dioptimalkan
- Saling tukar pikiran dan memori
- Mengevaluasi perkembangan klien (berkenaan dengan tujuan asuhan keperawatan)
- Perawat-klien bersama-sama mereview perkembangan yang tercapai selama perawatan
- Perasaan rejeksi, kehilangan, sedih, dan marah diekspresikan dan diekplorasi

Tugas prwt dlm tiap-tiap fase

Prainteraksi :Mengekplorasi perasaan, harapan, dan rasa takut diri sendiri.


Menganalisa kemamp. & kekurangan diri
Mengumpulkan data klien (bila mungkin)
Merencanakan pertemuan pertama dgn klien

Orientasi :Mengidentifikasi alasan klien meminta bantuan


Membangun trust, menerima, dan membuka komunikasi
Bersama-sama membuat kontrak
Mengekplorasi pikiran, perasaan, dan tindakan klien
Mengidentifikasi masalah klien
Menetapkan tujuan dgn klien

Kerja :Mengekplorasi stressor yg berkaitan


Meningkatkan insight dan mekanisme koping klien

Terminasi :Mereview perkembangan terapi dan tujuan yg tercapai


Mengekplorasi perasaan satu sama lain;rejeksi,
kehilangan, kesedihan, dan kemarahan dan dihubungan dgn perilaku.

DAFTAR PUSTAKA

Barry, Patricia D. 1998. Mental Health & Mental Illness. 6th ed. Philadelphia. Lippincott.

Rawlins, Ruth Parmelee. 1993. Clinical Manual of Psychiatric Nursing. 2nd ed. Mosby-Year. St.Louis
Missouri.

Stuart, Gail Wiscarz., Sundeen, Sandra.J. 1998. Pocket Guide to Psychiatric Nursing. Edisi 3. EGC. Jakarta.

________. 1998. Principles and Practice of Psychiatric Nursing. 6th ed. Mosby-Year. St.Louis Missouri.
Pengertian

interaksi berarti menjalin hubungan yang baik, interaksi perawat klien adalah suatu kegiatan
menjalin hubungan baik antara perawat dan klien yang bertujuan untuk memperlancar dalam
kegiatan pemberian pelayanan (Kariyoso, 1997)

Tujuan

memenuhi kebutuhan klien

membantu klien dalam pengalaman kehidupan sehari hari

mencari tahu latar belakang klien dirawat di RS

Tahap Interaksi ( Stuart & Sundeen, 1995)

pre interaksi

oreintasi/perkenalan

kerja

terminasi

tugas perawat fase pre interaksi

mendapat informasi tentang klien

mencari literatur berhubungan dengan masalah klien

mengeksploitasi perasaan, fantasi dan ketakutan diri

menganalisa kekuatan dan kelemahan profesional

membuat rencana pertemuan dengan klien

tipe spesifik data yang akan dicari

metode yang tepat untuk kegiatan

setting ruangan/waktu yang tepat


tugas perawat tahap orientasi

membangun iklim kepercayaan

memformulasikan kontrak dengan klien

melakukan kontrak dengan klien

komponen kontrak ( nama perawat, peran yang diharapkan dari perawat & klien, tujuan,
kerahasiaan, harapan, topik kegiatan, interaksi)

tugas perawat tahap kerja

mendorong ekspresi terbuka perasaan klien

membuat klien menyadari inkonsistensi dalam tingkah laku/pemikiran yang berhubungan


dengan pemahaman diri.

tugas perawat tahap terminasi

menghentikan interaksinya dengan klien

mengevaluasi kegiatan kerja yang telah dilakukan baik secara kognitif, afektif dan psikomotor

merencanakan tindak lanjut

mengakhiri terminasi dengan cara yang baik


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Komunikasi mempunyai banyak sekali makna dan sangat bergantung pada konteks pada
saat komunikasi dilakukan. Bagi beberapa orang, komunikasi merupakan pertukaran informasi
diantara dua orang atau lebih, atau dengan kata lain; pertukaran ide atau pemikiran. Metodenya
antara lain: berbicara dan mendengarkan atau menulis dan membaca, melukis, menari, bercerita
dan lain sebagainya. Sehingga dapat dikatakan bahwa segala bentuk upaya penyampaian pikiran
kepada orang lain, tidak hanya secara lisan (verbal) atau tulisan tetapi juga gerakan tubuh atau
gesture (non-verbal), adalah komunikasi.
Komunikasi merupakan suatu proses karena melalui komunikasi seseorang
menyampaikan dan mendapatkan respon. Komunikasi dalam hal ini mempunyai dua tujuan,
yaitu: mempengaruhi orang lain dan untuk mendapatkan informasi. Akan tetapi, komunikasi
dapat digambarkan sebagai komunikasi yang memiliki kegunaan atau berguna (berbagi
informasi, pemikiran, perasaan) dan komunikasi yang tidak memiliki kegunaan atau tidak
berguna (menghambat/blok penyampaian informasi atau perasaan). Keterampilan berkomunikasi
merupakan keterampilan yang dimiliki oleh seseorang untuk membangun suatu hubungan, baik
itu hubungan yang kompleks maupun hubungan yang sederhana melalui sapaan atau hanya
sekedar senyuman. Pesan verbal dan non verbal yang dimiliki oleh seseorang menggambarkan
secara utuh dirinya, perasaannya dan apa yang ia sukai dan tidak sukai. Melalui komunikasi
seorang individu dapat bertahan hidup, membangun hubungan dan merasakan kebahagiaan.
Effendy O.U (2002) dalam Suryani (2005) menyatakan lima komponen dalam
komunikasi yaitu; komunikator, komunikan, pesan, media dan efek. Komunikator (pengirim
pesan) menyampaikan pesan baik secara langsung atau melalui media kepada komunikan
(penerima pesan) sehingga timbul efek atau akibat terhadap pesan yang telah diterima. Selain itu,
komunikan juga dapat memberikan umpan balik kepada komunikator sehingga terciptalah suatu
komunikasi yang lebih lanjut.
Keterampilan berkomunikasi merupakan critical skill yang harus dimiliki oleh perawat,
karena komunikasi merupakan proses yang dinamis yang digunakan untuk mengumpulkan data
pengkajian, memberikan pendidikan atau informasi kesehatan-mempengaruhi klien untuk
mengaplikasikannya dalam hidup, menunjukan caring, memberikan rasa nyaman, menumbuhkan
rasa percaya diri dan menghargai nilai-nilai klien. Sehingga dapat juga disimpulkan bahwa
dalam keperawatan, komunikasi merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan. Seorang
perawat yang berkomunikasi secara efektif akan lebih mampu dalam mengumpulkan
data, melakukan tindakan keperawatan (intervensi), mengevaluasi pelaksanaan dari intervensi
yang telah dilakukan, melakukan perubahan untuk meningkatkan kesehatan dan mencegah
terjadinya masalah- masalah legal yang berkaitan dengan proses keperawatan.
Proses komunikasi dibangun berdasarkan hubungan saling percaya dengan klien dan
keluarganya. Komunikasi efektif merupakan hal yang esensial dalam menciptakan hubungan
antara perawat dan klien. Addalati (1983), Bucaille (1979) dan Amsyari (1995) menegaskan
bahwa seorang perawat yang beragama, tidak dapat bersikap masa bodoh, tidak peduli terhadap
pasien, seseorang (perawat) yang tidak care dengan orang lain (pasien) adalah berdosa. Seorang
perawat yang tidak menjalankan profesinya secara profesional akan merugikan orang lain
(pasien), unit kerjanya dan juga dirinya sendiri. Komunikasi seorang perawat dengan pasien pada
umumnya menggunakan komunikasi yang berjenjang yakni komunikasi intrapersonal,
interpersonal dan komunal/kelompok. Demikian pula ditegaskan dalam Poter dan Perry (1993)
bahwa komunikasi dalam prosesnya terjadi dalam tiga tahapan yakni komunikasi intrapersonal
(terjadi dalam diri individu sendiri), interpersonal (interaksi antara dua orang atau kelompok
kecil) dan publik (interaksi dalam kelompok besar).

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana konsep komunikasi terapeutik dan kesadaran intrapersonal perawat-klien itu ?

1.3 Tujuan
Makalah ini di buat dengan tujuan agar mahasiswa, tenaga kesehatan atau tenaga medis
dapat konsep komunikasi terapeutik dan kesadaran intrapersonal perawat-klien.

1.4 Manfaat
Makalah ini di buat oleh kami agar kami memahami dan mengaplikasikan langsung dalam
proses keperawatan hususnya tentang konsep komunikasi terapeutik dan kesadaran intrapersonal
perawat-klien.

BAB II
PEMBAHASAN
Konsep komunikasi terapeutik.
2.1 Definisi komunikasi terapeutik.
Komunikasi dalam keperawatan disebut dengan komunikasi terapeutik, dalam hal ini
komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat pada saat melakukan intervensi keperawatan
harus mampu memberikan khasiat therapi bagi proses penyembuhan pasien. Oleh karenanya
seorang perawat harus meningkatkan pengetahuan dan kemampuan aplikatif komunikasi
terapeutik agar kebutuhan dan kepuasan pasien dapat dipenuhi. Komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang mendorong proses penyembuhan klien (Depkes RI, 1997). Northouse (1998)
mendefinisikan komunikasi terapeutik sebagai kemampuan atau keterampilan perawat untuk
membantu klien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan psikologis dan belajar
bagaimana berhubungan dengan orang lain. Stuart G.W (1998) menyatakan bahwa komunikasi
terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara perawat dan klien, dalam hubungan ini
perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki
pengalaman emosional klien. Sedangkan S.Sundeen (1990) menyatakan bahwa hubungan
terapeutik adalah hubungan kerjasama yang ditandai tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran
dan pengalaman dalam membina hubungan intim yang terapeutik.
Definisi komunikasi menurut para ahli :
Menurut As Homby (1974) yang dikutip oleh Nurjannah, I (2001) mengatakan bahwa
terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari penyembuhan. Hal yang
menggambarkan bahwa dalam menjalani proses komunikasi terapeutik, seorang perawat
melakukan kegiatan dari mulai pengkajian, menentukan masalah keperawatan, menentukan
rencana tindakan keperawatan, melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan yang telah
direncanakan sampai pada evaluasi yang semuanya itu bisa dicapai dengan maksimal apabila
terjadi proses komunikasi yang efektif dan intensif. Hubungan take and give antara perawat dan
klien menggambarkan hubungan memberi dan menerima.

Kalthner, dkk (1995) mengatakan bahwa komunikasi terapeutik terjadi dengan tujuan
menolong pasien yang dilakukan oleh orang-orang yang professional dengan menggunakan
pendekatan personal berdasarkan perasaan dan emosi. Didalam komunikasi terapeutik ini harus
ada unsur kepercayaan. (Mundakir, 2006)

Heri Purwanto (1994) mengemukakan bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi


yang direncanakan secara sadar dan bertujuan dalam kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan
pasien, dan merupakan komunikasi professional yang mengarah pada tujuan untuk penyembuhan
pasien (Mundakir, 2006)

Mulyana (2000) mengatakan komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal


yaitu komunikasi antara orang-orang secara tatap muka yang memungkinkan setiap pesertanya
menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun non verbal. (Mundakir,
2006)

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yg direncanakan secara sadar, bertujuan dan


dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik mengarah pada bentuk komunikasi
interpersonal.

Northouse (1998: 12), komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau keterampilan


perawat untuk membantu pasien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan psikologis, dan
belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain.

Stuart G.W. (1998), komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpesonal antara


perawat dengan pasien, dalam hubungan ini perawat dan pasien memperoleh pengalaman belajar
bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional pasien.

Dari beberapa pendapat diatas maka dapat dijelaskan bahwa komunikasi terapeutik
adalah suatu pengalaman bersama antara perawat klien yang bertujuan untuk menyelesaikan
masalah klien. Maksud komunikasi adalah mempengaruhi perilaku orang lain. Komunikasi
adalah berhubungan. Hubungan perawat-klien yang terapeutik tidak mungkin dicapai tanpa
komunikasi (Budi Ana Keliat dalam Mundakir, (2006)

Hubungan terapeutik sebagai pengalaman belajar baik bagi klien maupun perawat yang
diidentifikasikan dalam empat tindakan yang harus diambil antara perawat klien, yaitu:
- Tindakan diawali perawat
- Respon reaksi dari perawat
- Interaksi dimana perawat dan klien mengkaji kebutuhan klien dan tujuan
- Transaksi dimana hubungan timbal balik pada akhirnya dibangun untuk mencapai tujuan
hubungan

Komunikasi terapeutik terjadi apabila didahului hubungan saling percaya antara perawat
klien. Dalam konteks pelayanan keperawatan kepada klien, pertama-tama klien harus percaya
bahwa perawat mampu memberikan pelayanan keperawatan dalam mengatasi keluhannya,
demikian juga perawat harus dapat dipercaya dan diandalkan atas kemampuan yang telah
dimiliki dari aspek kapasitas dan kemampuannya sehingga klien tidak meragukan kemampuan
yang dimiliki perawat. Selain itu perawat harus mampu memberikan jaminan atas kualitas
pelayanan keperawatan agar klien tidak ragu, tidak cemas, pesimis dan skeptis dalam menjalani
proses pelayanan keperawatan.

Dari beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang memiliki makna terapeutik bagi klien dan dilakukan oleh perawat (helper)
untuk membantu klien mencapai kembali kondisi yang adaptif dan positif.

2.2 Tujuan komunikasi terapeutik.


Peaksanaan komunikasi terapeutik bertujuan membantu pasien memperjelas dan
mengurangi beban pikiran dan perasaan untuk dasar tindakan guna mengubah situasi yang ada
apabila pasien percaya pada hal hal yang diperlukan. Membantu dilakukanya tindakan yang
efektif, mempererat interaksi kedua pihak, yakni antara pasien dan perawat secara profesional
dan proporsional dalam rangka membantu menyelesaikan masalah klien.Komunikasi
terapeutik juga mempunyai tujuan untuk memotivasi dan mengembangkan pribadi klien ke arah
yang lebih kontruktif dan adaptif.

Komunikasi terapeutik diarahkan pada pertumbuhan klien yang meliputi hal-hal berikut ini.
a. Penerimaan diri dan peningkatan terhadap penghormatan diri.
Klien yang sebelumnya tidak menerima diri apa adanya atau merasa rendah diri, setelah
berkomunikasi terapeutik dengan perawat atau bidan akan mampu menerima dirinya.
Diharapkan perawat atau bidan dapat merubah cara pandang klien tentang dirinya dan masa
depannya sehingga klien dapat menghargai dan menerima diri apa adanya.
b. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan saling bergantung
dengan orang lain.
Klien belajar bagaimana menerima dan diterima oleh orang lain. Dengan komunikasi
yang terbuka, jujur, dan menerima klien apa adanya, perawat akan dapat meningkatkan
kemampuan klien dalam membina hubungan saling percaya (Hibdon S., dalam Suryani, 2005)
c. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan yang
realistis.
Sebagian klien menetapkan ideal diri atau tujuan yang terlalu tinggi tanpa mengukur
kemampuannya. Tugas perawat dengan kondisi seperti itu adalah membimbing klien dalam
membuat tujuan ayng realistis serta menignkatkan kemampuan klien memenuhi kemampuan
dirinya.
d. Rasa identitas personal yang jelas dan meningkatkan integritas diri.
Identitas personal yang dimaksud adalah status, peran, dan jenis kelamin klien. Klien
yang mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa percaya diri dan
juga memiliki harga diri yang rendah. Perawat diharapkan membantu klien untuk meningkatkan
integritas dirinya dan identitas diri klien melalui komunikasinya.

Perawat yang terampil tidak akan mendominasi interaksi sosial, melainkan akan berusaha
menjaga kehangatan suasana komunikasi agar tercapai rasa saling percaya dan menumbuhkan
rasa nyaman pada pasien. Dengan demikian proses interaksi dapat berjalan dengan baik.

Tujuan personal yang realistis dari komunikasi terapeutik.


Komunikasi terapeutik dilaksanakan dengan tujuan:
a. Membantu pasien untuk memperjelaskan dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta
dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal-hal
yang diperlukan
b. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan
mempertahankan kekuatan egonya
c. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri dalam hal peningkatan derajat
kesehatan

d. Mempererat hubungan atau interaksi antara klien dengan terapis (tenaga kesehatan) secara
professional dan proporsional dalam rangka membantu menyelesaikan masalah klien.

Tujuan terapeutik akan tercapai jika Perawat memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Kesadaran diri terhadap nilai yang dianutnya
b. Kemampuan untuk menganalisa perasaannya sendiri.
c. Kemampuan untuk menjadi contoh peran
d. Altruistik
e. Rasa tanggung jawab etik dan moral
f. Tanggung jawab

2.3 Fungsi komunikasi terapeutik.


Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan mengajarkan kerja sama
antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Perawat berusaha mengungkap
perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan
dalam perawatan (Purwanto, 1994).
Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta
dapat mengambil tindakan yang efektif untuk pasien, membantu mempengaruhi orang lain,
lingkungan fisik dan diri sendiri. Kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien
sangat dipengaruhi oleh kualitas hubungan perawat-klien, Bila perawat tidak memperhatikan hal
ini, hubungan perawat-klien tersebut bukanlah hubungan yang memberikan dampak terapeutik
yang mempercepat kesembuhan klien, tetapi hubungan sosial biasa.
Didalam sumber yang lain dikatakan bahwa manfaat atau fungsi komunikasi terapeutik
adalah:
Mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien
Mengidentivikasi,atau mengungkap perasan dan mengkaji masalah serta mengevaluasi
tindakan yg di lakukan perawat.
Memberikan pengertian tingkalaku pasien dan membantu pasien mengatasi masalah yang
di hadapi.
Mencegah tindakan yang negative terhadap pertahanan diri pasien

2.4 Prinsip-prinsip komunikasi.


Komunikasi terapeutik meningkatkan pemahaman dan membantu terbentuknya hubungan
yang konstruktif diantara perawat-klien. Tidak seperti komunikasi sosial, komunikasi terapeutik
mempunyai tujuan untuk membantu klien mencapai suatu tujuan dalam asuhan keperawatan.
Oleh karenanya sangat penting bagi perawat untuk memahami prinsip dasar komunikasi
terapeutik berikut ini;
1. Hubungan perawat dan klien adalah hubungan terapeutik yang saling
menguntungkan, didasarkan pada prinsip humanity of nurses and clients. Hubungan ini
tidak hanya sekedar hubungan seorang penolong (helper/perawat) dengan kliennya,
tetapi hubungan antara manusia yang bermartabat (Dult-Battey,2004).
2. Perawat harus menghargai keunikan klien, menghargai perbedaan karakter,
memahami perasaan dan perilaku klien dengan melihat perbedaan latar belakang
keluarga, budaya, dan keunikan setiap individu.
3. Semua komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi maupun
penerima pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjaga harga dirinya dan harga
diri klien.
4. Komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya (trust) harus
dicapai terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternatif
pemecahan masalah (Stuart,1998). Hubungan saling percaya antara perawat dan klien
adalah kunci dari komunikasi terapeutik.

Didalam sumber yang lain ditakan bahwa beberapa prinsip dasar yang harus dipahami
dalam membangun hubungan dan mempertahankan hubungan yang terapeutik :
1.Hubungan dengan klien adalah hubungan terapeutik yang saling menguntungkan, didasarkan
pada prinsip Humanity of Nursing and Clients.
2.Perawat harus menghargai keunikan klien, dengan melihat latar belakang keluarga, budaya dan
keunikan tiap individu.
3.Komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri baik pemberi maupun penerima
pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjga harga dirinya dan harga diri klien.
4.Komunikasi yang menumbuhkan hubungan saling percaya harus dicapai terlebih dahulu
sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternative pemecahan masalahnya.

Beberapa prinsip komunikasi terapeutik menurut Boyd & Nihart (1998) adalah :
1.Klien harus merupakan fokus utama dari interaksi.
2.Tingkah laku professional mengatur hubungna terapeutik.
3.Hubungan sosial dengan klien harus dihindari.
4.Kerahasiaan klien harus dijaga.
5.Kompetensi intelektual harus dikaji untuk menentukan pemahaman.
6.Memelihara interaksi yang tidak menilai, dan hindari membuat penilaian tentang tingkah laku
klien dan memberi nasehat.
7.Beri petunjuk klien untuk menginterpretasikan kembali pengalamannya secar rasional.
8.Telusuri interaksi verbal klien melalui statemen klarifikasi dan hindari perubahan subyek/topik
jika perubahan isi topik tidak merupakan sesuatu yang sangat menarik klien.
9.Implementasi intervensi berdasarkan teori.
10.Membuka diri hanya digunakan hanya pada saat membuka diri mempunyai tujuan terapeutik.

2.5 Karakteristik
Salah satu karakteristik dasar dari komunikasi yaitu ketika seseorang melakukan
komunikasi terhadap orang lain maka akan tercipta suatu hubungan diantara keduanya, selain itu
komunikasi bersifat resiprokal dan berkelanjutan. Hal inilah yang pada akhirnya membentuk
suatu hubungan helping relationship. Helping relationship adalah hubungan yang terjadi
diantara dua (atau lebih) individu maupun kelompok yang saling memberikan dan menerima
bantuan atau dukungan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sepanjang kehidupan. Pada konteks
keperawatan hubungan yang dimaksud adalah hubungan antara perawat dan klien. Ketika
hubungan antara perawat dan klien terjadi, perawat sebagai penolong (helper) membantu klien
sebagai orang yang membutuhkan pertolongan, untuk mencapai tujuan yaitu terpenuhinya
kebutuhan dasar manusia klien.
Menurut Roger dalam Stuart G.W (1998), ada beberapa karakteristik
seorang helper (perawat) yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang terapeutik, yaitu:
1. Kejujuran
Kejujuran sangat penting, karena tanpa adanya kejujuran mustahil bisa terbina hubungan saling
percaya. Seseorang akan menaruh rasa percaya pada lawan bicara yang terbuka dan mempunyai
respons yang tidak dibuat-buat, sebaliknya ia akan berhati-hati pada lawan bicara yang
terlalu halus sehingga sering menyembunyikan isi hatinya yang sebenarnya dengan kata-kata
atau sikapnya yang tidak jujur (Rahmat, J.,1996 dalam Suryani,2005).). Sangat penting bagi
perawat untuk menjaga kejujuran saat berkomunikasi dengan klien, karena apabila hal tersebut
tidak dilakukan maka klien akan menarik diri, merasa dibohongi, membenci perawat atau bisa
juga berpura-pura patuh terhadap perawat.
2. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif
Dalam berkomunikasi dengan klien, perawat sebaiknya menggunakan kata-kata yang mudah
dipahami oleh klien dan tidak menggunakan kalimat yang berbelit-belit. Komunikasi nonverbal
perawat harus cukup ekspresif dan sesuai dengan verbalnya karena ketidaksesuaian akan
menimbulkan kebingungan bagi klien.
3. Bersikap positif
Bersikap positif terhadap apa saja yang dikatakan dan disampaikan lewat komunikasi nonverbal
sangat penting baik dalam membina hubungan saling percaya maupun dalam membuat rencana
tindakan bersama klien. Bersikap positif ditunjukkan dengan bersikap hangat, penuh perhatian
dan penghargaan terhadap klien. Untuk mencapai kehangatan dan ketulusan dalam hubungan
yang terapeutik tidak memerlukan kedekatan yang kuat atau ikatan tertentu diantara perawat dan
klien akan tetapi penciptaan suasana yang dapat membuat klien merasa aman dan diterima dalam
mengungkapkan perasaan dan pikirannya (Burnard,P dan Morrison P,1991 dalam Suryani,2005).
4. Empati bukan simpati
Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena dengan sikap ini perawat
akan mampu merasakan dan memikirkan permasalahan klien seperti yang dirasakan dan
dipikirkan klien (Brammer,1993 dalam Suryani,2005). Dengan bersikap empati perawat dapat
memberikan alternative pemecahan masalah karena perawat tidak hanya merasakan
permasalahan klien tetapi juga tidak berlarut-larut dalam perasaaan tersebut dan turut berupaya
mencari penyelesaian masalah secara objektif.
5. Mampu melihat permasalahan dari kacamata klien
Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus berorientasi pada klien (Taylor, Lilis dan
Le Mone, 1993), oleh karenaya perawat harus mampu untuk melihat permasalahan yang sedang
dihadapi klien dari sudut pandang klien. Untuk mampu melakukan hal ini perawat harus
memahami dan memiliki kemampuan mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian.
Mendengarkan dengan penuh perhatian berarti mengabsorpsi isi dari komunikasi (kata-kata dan
perasaan) tanpa melakukan seleksi. Pendengar (perawat) tidak sekedar mendengarkan dan
menyampaikan respon yang di inginkan oleh pembicara (klien), tetapi berfokus pada kebutuhan
pembicara. Mendengarkan dengan penuh perhatian menunjukkan sikap caring sehingga
memotivasi klien untuk berbicara atau menyampaikan perasaannya.
6. Menerima klien apa adanya
Seorang helper yang efektif memiliki kemampuan untuk menerima klien apa adanya. Jika
seseorang merasa diterima maka dia akan merasa aman dalam menjalin hubungan interpersonal
(Sullivan, 1971 dalam Antai Ontong, 1995 dalam Suryani, 2005). Nilai yang diyakini atau
diterapkan oleh perawat terhadap dirinya tidak dapat diterapkan pada klien, apabila hal ini terjadi
maka perawat tidak menunjukkan sikap menerima klien apa adanya.
7. Sensitif terhadap perasaan klien
Seorang perawat harus mampu mengenali perasaan klien untuk dapat menciptakan hubungan
terapeutik yang baik dan efektif dengan klien. Dengan bersikap sensitive terhadap perasaan klien
perawat dapat terhindar dari berkata atau melakukan hal-hal yang menyinggung privasi ataupun
perasaan klien.
8. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri
Perawat harus mampu memandang dan menghargai klien sebagai individu yang ada pada saat
ini, bukan atas masa lalunya, demikian pula terhadap dirinya sendiri.
G. Tahapan Komunikasi Terapeutik
Telah disebutkan sebelumnya bahwa komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang
terstruktur dan memiliki tahapan-tahapan. Stuart G.W, 1998 menjelaskan bahwa dalam
prosesnya komunikasi terapeutik terbagi menjadi empat tahapan yaitu tahap persiapan atau tahap
pra-interaksi, tahap perkenalan atau orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi.

Dalam litelatur yang lain disebutkan ada tiga hal mendasar yang memberi ciri-ciri
komunikasi terapeutik yaitu sebagai berikut: (Arwani, 2003 : 54).

1. Keiklasan ( genuineness)

Dalam rangka membantu klien, perawat perawat harus menyadari tentang nilai, sikap,
dan perasaan yang dimiliki terhadap keadaan klien. Apa yang perawat pikirkan dan rasakan
tentang individu dan dengan siapa dia berinteraksi selalu dikomunikasikan kepada individu baik
secara verbal maupun non verbal. Perawat yang mampu menunjukan rasa iklasnya mempunyai
kesadaran tentang sikap yang dipunyai terhadap pasien sehingga bisa belajar untuk
mengkomunikasikannya dengan tepat. Klien tidak akan menolak segala bentuk persaan negatif
yang dipunyai klien, bahkan ia akan berusaha berinteraksi dengan klien. Hasilnya perawat akan
mampu mengeluarkan perasaan yang dimiliki dengan cara yang tepat, bukan dengan cara
menyalahkan atau menghukum klien.

2. Empati (emphathy)

Empati merupakan perasaan pemahaman dan penerimaan perawat terhadap perasaan


yang dialami klien dan kemampuan merasakan dunia pribadi klien. Empati merupakan sesuatu
yang jujur, sensitive, dan tidak dibuat buat( objektif) didasarkan apa yang dialami orang lain.
Empati berbeda dengan simpati. Simpati merupakan kecendrungan berpikir atau merasakan apa
yang sedang atau dirasakan oleh pasien. Karenanya, simpati lebih bersifat subjektif dengan
melihat dunia orang lain untuk mencegah perspektif yang lebih jelas dari semua sisi yang ada
tentang isu-isu yang sedang dialami seseorang.

3. Kehangatan (warmth)

Hubungan yang saling percaya ( helping relationship) dibuat untuk memberikan


kesempatan klien mengeluarkan unek-unek (perasaan dan nilai-nilai) secara bebas. Dengan
kehangatan, perawat akan mendorong klien untuk mengekspresikan ide ide dan menuangkanya
dalam bentuk perbuatan tanpa rasa takut dimaki atau dikofrontasi. Suasana yang hangat,
permisif, dan tanpa danya ancaman menunjukan adanya rasa menerima perawat terhadap pasien.
Sehingga pasien akan mengekspresikan perasaanya secara lebih mendalam. Kondisi ini akan
membuat perawat mempunyai kesempatan untuk mengetauhi kebutuhan klien. Kehangatan juga
bisa dikomunikasikan secara nonverbal. Penampilan yang tenang, suara yang meyakinkan, dan
pegangan tangan yang halus menunjukan rasa belas kasihan atau kasih sayang perawat pada
pasienya.

2.6 Unsur-unsur komunikasi.


Unsur-unsur dalam komunikasi terapeutik adalah terdiri dari komunikator, komunikan,
pesan yang disampaikan dan lingkungan waktu komunikasi berlangsung. (syakira-
blog.blogspot.com).

Sumber proses komunikasi yaitu pengirim dan penerima pesan. Prakarsa berkomunikasi
dilakukan oleh sumber ini dan sumber juga menerima pesan sebagai tolak ukur keberhasilan
dalam mengirim.

Pesan-pesan yang disampaikan dengan menggunakan penyandian baik yang berupa bahasa
verbal maupun non verbal.

Penerima yaitu orang yang menerima pengiriman pesan dan membalas pesan yang disampaikan
oleh sumber, sehingga dapat diketahui mengerti tidaknya suatu pesan.

Lingkungan waktu komunikasi berlangsung, yang dalam hal ini meliputi saluran penyampaian
dan penerimaan pesan serta lingkungan alamiah saat pesan disampaikan.

Saluran penyampaian pesan melalui indra manusia yaitu pendengaran, penglihatan, pengecap
dan perabaan.

Komunikasi terapeutik dapat berjalan secara efektif apabila terdapat unsur-unsur sebagai berikut:

Adanya referen atau stimulus yang memotivasi seseorang untuk berkomunikasi dengan orang
lain berupa objek, pengalaman, emosi, ide, atau tindakan.

Terdapat pesan sebagai informasi yang dikirimkan atau diekspresikan oleh pengirim. Pesan
mungkin terdiri dari symbol bahasa verbal dan non verbal (mis. kata-kata yang diucapkan,
ekspresi wajah atau gerakan tubuh). Kendalanya tidak semua symbol memiliki makna yang
universal, oleh karena itu kesulitan dalam komunikasi mungkin terjadi pada pesan apabila
pengirim tidak waspada terhadap faktor ini dan tidak mencoba untuk menjelaskan.

Adanya pengirim (encoder) dan penerima (decoder) sebagai objek dari media komunikasi.
Pesan dikirimkan melalui saluran komunikasi yang dimaksudkan untuk membawa pesan, seperti
melalui sarana visual, pendengaran, dan taktil. Semakin banyak saluran yang digunakan oleh
seorang perawat untuk menyampaikan pesan secara tepat dan efektif, maka hubungan terapeutik
akan semakin mudah terjalin antara perawat dan pasien.

Adanya respons terbuka di dalam komunikasi yang dapat membantu untuk mengungkapkan
apakah makna dari pesan tersebut tersampaikan. Respons sangat penting dalam menjalin
komunikasi terapeutik agar dapat menjelaskan pesan yang disampaikan oleh klien maupun
perawat dan memodifikasi tingkah laku menurut pesan tersebut.

Adanya dukungan lingkungan yang tepat pada saat melakukan komunikasi terapeutik untuk
menjaga privasi klien.

2.7 Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi terapeutik.


Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi ( Kariyoso, 1994 ) :
Ditinjau dari komunikator :
- Kecakapan komunikator
- Sikap komunikator
- Pengetahuan komunikator
- Sistem sosial
- Pengarah komunikasi

Ditinjau dari komunikan :


- Kecakapan
- Sikap
- Pengetahuan
- Sistem sosial
- Saluran ( pendengaran, penglihatan ) dari komunikasi

Faktor yang menghambat komunikasi (Blais, Kathleen Koening, dkk, 2002) :


1. Tahap perkembangan
2. Jenis kelamin
3. Peran dan hubungan
4. Karakteristik sosiokultural
5. Nilai persepsi
6. Ruang dan teritorial
7. Lingkungan
8. Kesesuaian
9. Sikap interpersonal

Faktor penghambat komunikasi (Kariyoso, 1994) :


a. Kecakapan yang kurang dalam berkomunikasi
b. Sikap yang kurang tepat
c. Kurang pengetahuan
d. Kurang memahami sistem sosial
e. Prasangka yang tidak beralasan
f. Jarak fisik, komunikasi menjadi kurang lancar bila jarak antara komunikator dengan reseptor
berjauhan
g. Tidak ada persamaan persepsi
h. Indera yang rusak
i. Berbicara yang berlebihan
j. Mendominir pembicaraan, dan lain sebagainya

Faktor - faktor penghambat dalam proses komunikasi terpeutik adalah : (Purwanto, Heri, 1994)
a. Kemampuan pemahaman yang berbeda.
b. Pengamatan/penafsiran yang berbeda karena pengalaman masa lalu.
c. Komunikasi satu arah.
d. Kepentingan yang berbeda.
e. Memberikan jaminan yang tidak mungkin.
f. Memberitahu apa yang harus dilakukan kepada penderita.
g. Membicarakan hal-hal yang bersifat pribadi.
h. Menuntut bukti, tantangan serta penjelasan dari pasien mengenai tindakannya.
i. Memberikan kritik mengenai perasaan penderita.
j. Menghentikan/mengalihkan topik pembicaraan.
k. Terlalu banyak bicara yang seharusnya mendengarkan.
l. Memperlihatkan sifat jemu, pesimis.

Faktor-faktor yang menghambat komunikasi terapeutik adalah (Indrawati, 2000:21) :


- Perkembangan.
- Persepsi.
- Nilai.
- Latar belakang sosial budaya.
- Emosi.
- Pengetahuan.
- Peran dan hubungan.
- Lingkungan.
- Jarak.
- Citra Diri.
- Kondisi Fisik.

2.8 Hambatan komunikasi terapeutik.


Hambatan komunikasi terapeutik dalam hal kemajuan hubungan perawat-klien terdiri
dari tiga jenis utama : resistens, transferens, dan kontertransferens (Hamid, 1998). Ini timbul dari
berbagai alasan dan mungkin terjadi dalam bentuk yang berbeda, tetapi semuanya menghambat
komunikasi terapeutik. Perawat harus segera mengatasinya. Oleh karena itu hambatan ini
menimbulkan perasaan tegang baik bagi perawat maupun bagi klien. Untuk lebih jelasnya
marilah kita bahas satu-persatu mengenai hambatan komunikasi terapeutik itu.
1.Resisten.
Resisten adalah upaya klien untuk tetap tidak menyadari aspek penyebab ansietas yang
dialaminya. Resisten merupakan keengganan alamiah atau penghindaran verbalisasi yang
dipelajari atau mengalami peristiwa yang menimbulkan masalah aspek diri seseorang. Resisten
sering merupakan akibat dari ketidaksediaan klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk
berubah telah dirasakan. Perilaku resistens biasanya diperlihatkan oleh klien selama fase kerja,
karena fase ini sangat banyak berisi proses penyelesaian masalah.
2.Transferens.
Transferens adalah respon tidak sadar dimana klien mengalami perasaan dan sikap terhadap
perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dalam kehidupannya di masa lalu. Sifat yang
paling menonjol adalah ketidaktepatan respon klien dalam intensitas dan penggunaan mekanisme
pertahanan pengisaran (displacement) yang maladaptif. Ada dua jenis utama reaksi bermusuhan
dan tergantung.
3.Kontertransferens.
Yaitu kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh perawat bukan oleh klien. Konterrtransferens
merujuk pada respon emosional spesifik oleh perawat terhadap klien yang tidak tepat dalam isi
maupun konteks hubungan terapeutik atau ketidaktepatan dalam intensitas emosi. Reaksi ini
biasanya berbentuk salah satu dari tiga jenis reaksi sangat mencintai, reaksi sangat bermusuhan
atau membenci dan reaksi sangat cemas sering kali digunakan sebagai respon terhadap resisten
klien.
Untuk mengatasi hambatan komunikasi terapeutik, perawat harus siap untuk mengungkapkan
perasaan emosional yang sangat kuat dalam konteks hubungan perawat-klien (Hamid, 1998).
Awalnya, perawat harus mempunyai pengetahuan tentang hambatan komunikasi terapeutik dan
mengenali perilaku yang menunjukkan adanya hambatan tersebut. Latar belakang perilaku digali
baik klien atau perawat bertanggung jawab terhadap hambatan terapeutik dan dampak negative
pada proses terapeutik.

2.9 Teknik komunikasi terapeutik.

Dua persyaratan dasar agar komunikasi menjadi efektif (Stuart dan Sundeen, 1998), yaitu
1. Semua komunikasi harus ditujukan untuk menjaga harga diri pemberi dan penerima pesan
2. Komunikasi yang menciptakan saling pengertian harus dilakukan lebih dahulu sebelum
memberikan saran, informasi maupun masukan.
Komunikasi terapeutik akan menjadi efektif hanya melalui pengguanaan dan latihan yang sering.
Artinya dengan melatih diri dengan menggunakan komunikasi yang bersifat terapeutik akan
meningkatkan kepekaan diri diri kita akan perasaan orang lain, khususnya klien. Selain itu dalam
komunikasi terapeutik, diri kita akan terlatih mengerti akan keinginan yang dibutuhkan klien.
Setiap kilen memiliki karakter yang berbeda, tidak ada klien yang sama. Oleh karena itu,
diperlukan teknik yang berbeda-beda dalam berkomunikasi dengan klien. Teknik komunikasi
berikut ini, yang dikutip dari artikel Purba, J.M. (2008) terdiri atas beberapa komponen berikut
ini.
1. Mendengarkan dengan penuh perhatian

Dalam hal ini perawat berusaha memahami klien dengan cara mendengarkan masalah yang
disampaikan klien. Satu- satunya orang yang dapat menceritakan perasaan, pikiran, dan persepsi
klien terhadap perwat adalah klien itu sendiri.Mendengarkan klien menyampaikan pesan verbal
dan non-verbal mengandung arti bahwa perawat perhatian terhadap kebutuhan dan masalah
klien. Perawat yang mendengarkann dengan penuh perhatian merupakan salah satu upaya agar
dapat mengerti seluruh pesan verbal dan non-verbal yang sedang disampaikan klien.

2. Menunjukkan Penerimaan

Arti menerima adalah mendukung dan menerima informasi dengan dengan tingkah laku yang
menunjukan ketertarikan dan tidak menilai. Perlu diketahui bahwa menerima tidak berarti
menyetujui. Menerima berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan
keraguan dan ketidaksetujuan. Sebagai seorang perawat kita tidak harus menerima semua
perilaku klien. Perawat sebaiknya menghindari ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang
menunjukkan ketidak setujuan terhadap sesuatu, seperti mengerutkan kening atau
menggelengkan kepala yang menandakan tidak percaya.

Tuju cara memfasilitasi agar memperoleh penerimaan ( Bolton Cit.R,1999)


1. Tidak seorangpun dapat menerima secara sempurna
2. Beberapa orang cendrung diterima dari pada orang lain
3. Tingkah penerimaan seseorang terus menerus berganti
4. Adalah ssuatu yang alami mempunyai sesuatu yang difavoritkan
5. Setiap orang dapat lebih menerima
6. Penerimaan yang hanya pura pura merupakan suatu hal yang berbahaya untuk hubungan
interpersonal
7. Penerimaan tidak sama dengan persetujuan.
Berikut ini sikap perawat yang menunjukkan rasa percaya.
a. Mendengarkan tanpa memutuskan pembicaraan.
b. Membarikan umpan balik verbal kepada klien dengan cara yang baik.
c. Memastikan bahwa isyarat non-verbal sesuai dengan komunikasi verbal.
d. Menghindari perdebatan, mengekspresikan keraguan, atau mencoba untuk mengubah pikiran
klien. Perawat dapat menganggukkan kepalanya atau berkata,Ya atau, Saya mengikuti apa
yang Anda ucapkan.
Penerimaan juga digunakan untuk membangun rasa percaya dan mengembangkan empati ( Boyt
& Nirhat, 1998)
Misalnya:
Klien : Saya telah melakukan beberapa kesalahan
Ners : Saya ingin mendengar itu, tidak apa jika anda ingin mendiskusikan hal itu dengan saya
3. Menanyakan Pertanyaan yang Berkaitan

Menanyakan pertanyaan yang berkaitan bertujuan untuk mendapatkan informasi yang spesifik
mengenai klien. Paling baik jika pertanyaan dikaitkan dengan topikk yang dibicarakan dan
menggunakan kata-kata dalam konteks sosial budaya klien. Pertanyaan hendaknya disampaikan
secara berurutan selama pengkajian.

4. Mengulang Ucapan Klien dengan Menggunakan kata-Kata Sendiri

Dengan mengulang kembali ucapan klien berarti perawat membarikan umpan balik sehingga
klien mengetahui bahwa pesannya dimengerti dan mengharapkan komunikasi berlanjut. Namun,
perawat harus berhati-hati ketika menggunakan teknih ini, sebab pengertian bisa rancu jika
pengulangan ucapan mempunyai arti yang berbeda. Sebagai contoh, seorang klien mengatakan,
Saya tidak dapat tidur, semalam saya terjaga, lalu perawat menjawab, Anda mengalami
kesulitan untuk tidur tadi malam....

5. Memberi Kesempatan kepada Klien memulai Pembicaraan

Perawat sebaiknya memberikan kesempatan kepada klienuntuk berinisiatif dan mmemilih


temapembicaraan. Klien yang merasa ragu tentang perannya dalam berinteraksi dapat diberikan
stimulus untuk mengambil inisiatif, sehingga klien tersebut merasa bahwa ia diharapkan dapat
membuka pembicaraan. Misalnya Adakah sesuatu yang ingin Anda sampaikan? atau Apakah
yang sedang Anda pikirkan?.

6. Diam

Diam memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisasikan pikiran
masing-masing. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi terhadap dirinya sendiri dalam
memproses informasi yang ada. Penggunaan teknik diam memerlukan keterampilan dan
ketetapan waktu, karena jika tidak demikian maka akan menimbulkan perasaan tidak enak. Diam
berguna pada saat klien harus mengambil keputusan.

Arti diam ( Miyers & Miyers Cit.R,1999)


Saat seseorang marah dan frustasi tetapi menolak mengungkapkanya
Saat seseorang mendengarkan dengan penuh perhatian untuk sesuatu yang penting
Saat seorang bosan
Saat seseorang tidak dapat berpikir apa yang akan dikatakanya
Saat seseorang berpikir tentang hal yang penbicara katakana
Saat seseorang tidak memahami yang dikatakan pembicra
Saat seorang melihat pandangan yang indah sehingga membuat seseorang tidak bicara.

Diam digunakan saat klien perlu mengekspresikan ide tapi tidak tahu cara
melakukanya/menyampaikan hal tersebut ( Boyd & Nihart,1998)
Msalnya:
Klien : Saya marah
Ners : (Diam)
Klien : orang tua saya tidak perhatian lagi sama saya
7. Klarifikasi

Jika terjadi kesalahpahaman sebaiknya perawat menghentikan pembicaraan sejenak untuk


mengklarifikasi dan menyamakan pemahaman, karena keakuratan informasi sangat penting
dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan. Perawat perlu membarikan contoh yang
konkret agar pesan mudah dimengerti klien dan tidak ada kesalahpahaman.

Contoh:

Klien : Saya kurang yakin apakah bisa mengikuti apa yang Anda sampaikan.

Perawat : Apa yang Anda katakan tadi adalah.....

8. Memfokuskan

Teknik ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan sehingga lebih spesifik dan
dimengerti. Perawat seharusnya tidak memutus pembicaraan klien ketika menyampaikan
masalah yang penting, kecuali jika pemnicaraan berlanjut tanpa informasi yang baru. Misalnya,
Hal ini sangat penting, nanti kita bicarakan lebih lanjut.

9. Menyampaikan hasil observasi

Perawat perlu memberikan respons kepada klien dengan menyatakan hasil pengamatannya,
sehingga dapat diketahui apakah pesan diterima dengan baik dan benar. Perawat menguraikan
kesan yang ditimbulkan melalui syarat non-verbal klien. Menyampaikan hasil pengamatan
perawat sering membuat klien berkomunikasi lebih jelas tanpa harus memfokuskan atau
mengklarifikasi pesan.

Contoh:
Anda kelihatan tegang...
Apakah Anda merasa cemas apabila Anda...
10. Menawarkan Infornasi
Pemberian tambahan informasi dapat dijadikan sebagai pendidikan kesehatan bagi klien dan juga
bisa menambah rasa percaya klien terhadap perawat. Jika ada informasi yang ditutupi oleh
dokter, seorang perawat hendaknya mengklarifikasi alasannya. Perawat dalam memberikan
informasi tidak boleh terkesan seperti memberikan nasihat melainkan memfasilitasi klien untuk
mengambil keputusan

11. Meringkas

Meriingkas adalah mengulang ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat. Teknik ini
bermanfaat untuk membantu topik yang telah dibahas sebelum meneruskan pada pembicaraan
berikutnya. Meringkas pembicaraan membantu perawat mengulang aspek penting dalam
interaksinya. Sehingga dapat melanjutkan pembicaraan dengan topik lain yang berkaitan.
Misalnya, Selama kurang lebih 2 jam, Anda dan saya telah membicarakan tentang...

12. Memberikan Penghargaan

Memberikan penghargaan terhadap klien dapat dilakukan dengan cara seperti menyambutnya
dengan salam dan menyebutkan namanya. Dengan melakukan hal tersebut perawata dapan
menunjukkan kesadarannya tentang perubahan yang terjadi selain itu juga dapat menunjukkan
bahwa perawat menghargai klien sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai hak dan
tanggungjawab atas dirinya sendiri sebagai individu. Namu penghargaan tersebut jangan sampai
menjadi beban baginya,dengan kata lain penghargaan tersebut jangan sampai membuat klien
berusaha keras dan melakukan segalanya demi mendapatkan pujian atau persetujuan atas
perbuatannya. Misalnya Selamat siang, Bapak Jaya, Assalamualaikum atau Selamat datang
Ibu, Ibu sangat tepat waktu sesuai janji.

Dengan agama islam, memberi salam dan penghargaan merupakan aklak terpuji, dengan begitu
berarti orang tersebut telah mendoakan orang lain agar memperoleh rahmat dari Allah SWT.
Salam menunjukkan betapa perawat peduli terhadap orang lain dengan bersikap ramah.

13. Menawarkan Diri


Klien mungkin belum siap untuk berkomunikasi secara verbal dengan orang lain. Sering kali
perawat hanya menawarkan kehadirannya dan ketertarikannya tenpa mempertimbangkan kondisi
klien. Sesungguhnya teknik komunikasi ini harus dilakukan dengan tulus ikhas. Misalnya, Saya
mengharapkan Anda merasa tenang dan nyaman.

14. Mempersilakan Untuk Meneruskan Pembicaraan

Teknik ini mengindikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa yang sedang dibicarakan dan
selanjutnya respek dengan apa yang akan dibicarakan. Sikap perawat lebih berusaha untuk
menafsirkan dari pada mengarahkan pembicaraan. Misalnya, ...lanjutkan...!, ... dan terus...?,
atau Ceritakan kepaa saya....

15. Menganjurkan Klien untuk Menjelaskan Persepsinya

Jika perawat ingin mengerti klien lebih jauh, maka perawat tersebut harus melihat klien dengan
sesungguhnya dari segala perspektif. Klien harus merasa bebas untuk menguraikan atau
menjelaskan persepsinya tentang sesuatukepada perawat. Perawat harus mewaspadai adanya
ansietas saat klien menceritakan pengalamannya. Misalnya, Ceritakan kepada saya bagaimana
perasaan Anda ketika akan dilakukan pemasangan infus, Atau apa yang sedang Anda lihat.

16. Refleksi

Refleksi adalah suatu teknik yang menganjurkan klien untukmengemukakan dan menerima ide
serta perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri. Jika klien bertanya apa yang harus ia
pikirkan atau kerjakan dan apa yang harus ia rasakan, maka perawat dapat
menjawab,bagaimana menurut Anda? atau Bagaimana perasaan Anda. Kemudian perawat
mengindikasikan bahwa pendapat klien adalah berharga dan klien mempunyai hak melakukan
hal tersebut, selanjutnya klien pun akan berfikir bahwa dirinya adalah individu yang terintegrasi
dan bukan sebagai bagian dari orang lain yang mempunyai kapasitas dan kemampuan.
Misalnya,Apakah menurut Anda, saya harus menyampaikannya kepada dokter? atau Apakah
menurut Anda, Anda yang harus menyampaikannya?.

2.10 Sikap komunikasi terapeutik.


Egan (1998) dalam Kozier,et.al (2004), telah menggambarkan lima cara yang spesifik
untuk menunjukkan kehadiran secara fisik ketika melaksanakan komunikasi terapeutik, yang ia
definisikan sebagai sikap atas kehadiran atau keberadaan terhadap orang lain atau ketika
sedang berada dengan orang lain. Berikut adalah tindakan atau sikap yang dilakukan ketika
menunjukkan kehadiran secara fisik :
1. Berhadapan dengan lawan bicara
Dengan posisi ini perawat menyatakan kesiapannya (saya siap untuk anda).
2. Sikap tubuh terbuka; kaki dan tangan terbuka (tidak bersilangan)
Sikap tubuh yang terbuka menunjukkan bahwa perawat bersedia untuk mendukung terciptanya
komunikasi.
3. Menunduk/memposisikan tubuh kearah/lebih dekat dengan lawan bicara
Hal ini menunjukkan bahwa perawat bersiap untuk merespon dalam komunikasi (berbicara-
mendengar).
4. Pertahankan kontak mata, sejajar, dan natural
Dengan posisi mata sejajar perawat menunjukkan kesediaannya untuk mempertahankan
komunikasi.
5. Bersikap tenang
Akan lebih terlihat bila tidak terburu-buru saat berbicara dan menggunakan gerakan/bahasa
tubuh yang natural.

Selain hal-hal di atas sikap terapeutik juga dapat teridentifikasi melalui perilaku non
verbal. Stuart dan Sundeen (1998) mengatakan ada lima kategori komunikasi non verbal, yaitu :
1.Isyarat vokal, yaitu isyarat paralingustik termasuk semua kualitas bicara non verbal misalnya
tekanan suara, kualitas suara, tertawa, irama dan kecepatan bicara.
2. Isyarat tindakan, yaitu semua gerakan tubuh termasuk ekspresi wajah dan sikap tubuh.
3.Isyarat obyek, yaitu obyek yang digunakan secara sengaja atau tidak sengaja oleh seseorang
seperti pakaian dan benda pribadi lainnya.
4.Ruang memberikan isyarat tentang kedekatan hubungan antara dua orang. Hal ini didasarkan
pada norma-norma social budaya yang dimiliki.
5.Sentuhan, yaitu fisik antara dua orang dan merupakan komunikasi non verbal yang paling
personal. Respon seseorang terhadap tindakan ini sangat dipengaruhi oleh tatanan dan latar
belakang budaya, jenis hubungan, jenis kelamin, usia dan harapan.

2.11 Tahapan komunikasi terapeutik.

Struktur dalam komunikasi terapeutik, menurut Stuart,G.W.,1998, terdiri dari empat fase
yaitu: (1) fase preinteraksi; (2) fase perkenalan atau orientasi; (3) fase kerja; dan (4) fase
terminasi (Suryani,2005). Dalam setiap fase terdapat tugas atau kegiatan perawat yang harus
terselesaikan.
a.Fase preinteraksi
Tahap ini adalah masa persiapan sebelum memulai berhubungan dengan klien. Tugas
perawat pada fase ini yaitu :
1). Mengeksplorasi perasaan,harapan dan kecemasannya;
2). Menganalisa kekuatan dan kelemahan diri, dengan analisa diri ia akan terlatih untuk
memaksimalkan dirinya agar bernilai tera[eutik bagi klien, jika merasa tidak siap maka perlu
belajar kembali, diskusi teman kelompok;
3). Mengumpulkan data tentang klien, sebagai dasar dalam membuat rencana interaksi;
4)Membuat rencana pertemuan secara tertulis, yang akan di implementasikan saat bertemu
dengan klien.

b.Fase orientasi
Fase ini dimulai pada saat bertemu pertama kali dengan klien. Pada saat pertama kali
bertemu dengan klien fase ini digunakan perawat untuk berkenalan dengan klien dan merupakan
langkah awal dalam membina hubungan saling percaya. Tugas utama perawat pada tahap ini
adalah memberikan situasi lingkungan yang peka dan menunjukkan penerimaan, serta membantu
klien dalam mengekspresikan perasaan dan pikirannya. Tugas-tugas perawat pada tahap ini
antara lain :
1)Membina hubungan saling percaya, menunjukkan sikap penerimaan dan komunikasi terbuka.
Untuk membina hubungan saling percaya perawat harus bersikap terbuka, jujur, ihklas,
menerima klien apa danya, menepati janji, dan menghargai klien.
2)Merumuskan kontrak bersama klien. Kontrak penting untuk menjaga kelangsungan sebuah
interaksi.Kontrak yang harus disetujui bersama dengan klien yaitu, tempat, waktu dan topik
pertemuan.
3)Menggali perasaan dan pikiran serta mengidentifikasi masalah klien. Untuk mendorong klien
mengekspresikan perasaannya, maka tekhnik yang digunakan adalah pertanyaan terbuka.
4)Merumuskan tujuan dengan klien. Tujuan dirumuskan setelah masalah klien teridentifikasi.
Bila tahap ini gagal dicapai akan menimbulkan kegagalan pada keseluruhan interaksi
(Stuart,G.W,1998 dikutip dari Suryani,2005)
Hal yang perlu diperhatikan pada fase ini antara lain :
1).Memberikan salam terapeutik disertai mengulurkan tangan jabatan tangan
2). Memperkenalkan diri perawat
3). Menyepakati kontrak. Kesepakatan berkaitan dengan kesediaan klien untuk berkomunikasi,
topik, tempat, dan lamanya pertemuan.
4). Melengkapi kontrak. Pada pertemuan pertama perawat perlu melengkapi penjelasan tentang
identitas serta tujuan interaksi agar klien percaya kepada perawat.
5). Evaluasi dan validasi. Berisikan pengkajian keluhan utama, alasan atau kejadian yang
membuat klien meminta bantuan. Evaluasi ini juga digunakan untuk mendapatkan fokus
pengkajian lebih lanjut, kemudian dilanjutkan dengan hal-hal yang terkait dengan keluhan
utama. Pada pertemuan lanjutan evaluasi/validasi digunakan untuk mengetahui kondisi dan
kemajuan klien hasil interaksi sebelumnya.
6).Menyepakati masalah. Dengan tekhnik memfokuskan perawat bersama klien mengidentifikasi
masalah dan kebutuhan klien.
Selanjutnya setiap awal pertemuan lanjutan dengan klien lakukan orientasi. Tujuan
orientasi adalah memvalidasi keakuratan data, rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien
saat ini dan mengevaluasi tindakan pertemuan sebelumnya.
c.Fase kerja.
Tahap ini merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi teraeutik.Tahap ini perawat
bersama klien mengatasi masalah yang dihadapi klien.Perawat dan klien mengeksplorasi stressor
dan mendorong perkembangan kesadaran diri dengan menghubungkan persepsi, perasaan dan
perilaku klien.Tahap ini berkaitan dengan pelaksanaan rencana asuhan yang telah
ditetapkan.Tekhnik komunikasi terapeutik yang sering digunakan perawat antara lain
mengeksplorasi, mendengarkan dengan aktif, refleksi, berbagai persepsi, memfokuskan dan
menyimpulkan (Geldard,D,1996, dikutip dari Suryani, 2005).

d.Fase terminasi.
Fase ini merupakan fase yang sulit dan penting, karena hubungan saling percaya sudah
terbina dan berada pada tingkat optimal. Perawat dan klien keduanya merasa kehilangan.
Terminasi dapat terjadi pada saat perawat mengakhiri tugas pada unit tertentu atau saat klien
akan pulang. Perawat dan klien bersama-sama meninjau kembali proses keperawatan yang telah
dilalui dan pencapaian tujuan. Untuk melalui fase ini dengan sukses dan bernilai terapeutik,
perawat menggunakan konsep kehilangan. Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat,
yang dibagi dua yaitu:
1) Terminasi sementara, berarti masih ada pertemuan lanjutan;
2). Terminasi akhir, terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses keperawatan secara
menyeluruh.
Tugas perawat pada fase ini yaitu :
a). Mengevaluasi pencapaian tujuan interaksi yang telah dilakukan, evaluasi ini disebut evaluasi
objektif. Brammer & Mc Donald (1996) menyatakan bahwa meminta klien menyimpulkan
tentang apa yang telah didiskusikan atau respon objektif setelah tindakan dilakukan sangat
berguna pada tahap terminasi (Suryani,2005).
b). Melakukan evaluasi subjektif, dilakukan dengan menanyakan perasaan klien setalah
berinteraksi atau setelah melakukan tindakan tertentu.
c). Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Hal ini sering disebut
pekerjaan rumah (planning klien). Tindak lanjut yang diberikan harus relevan dengan interaksi
yang baru dilakukan atau yang akan dilakukan pada pertemuan berikutnya. Dengan tindak lanjut
klien tidak akan pernah kosong menerima proses keperawatan dalam 24 jam.
d). Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya, kontrak yang perlu disepakati adalah topik,
waktu dan tempat pertemuan. Perbedaan antara terminasi sementara dan terminasi akhir, adalah
bahwa pada terminasi akhir yaitu mencakup keseluruhan hasil yang telah dicapai selama
interaksi.

Didalam sumber yang lain dikatakan bahwa tahapan komunikasi terapeutik meliputi :

1.PRAINTERAKSI
Dimulai sebelum kontak pertama perawat-klien
Tugas perawat : mengeksplorasi diri
Pada pengalaman pertama, perawat masih memiliki miskonsepsi dan image pada umumnya
ditambah dengan berbagai perasaan dan ketakutan yang muncul seperti:
- Takut ditolak klien
- Cemas karena merupakan pengalaman baru
- Memperhatikan klien secara berlebihan
- Meragukan kemampuan diri
- Takut dilukai klien secara fisik
- Gelisah melakukan komter
- Klien dicurigai sebagai orang yang aneh
- Merasa terancam identitasnya sebagai perawat
- Merasa tidak nyaman untuk melakukan tugas secara fisik
- Mudah terpengaruh secara emosional (tersinggung-diejek)
- Takut disakiti secara psikologis

Analisi diri
- Apakah saya menganggap klien sbg orang yang aneh?
- Apakah harapan saya terlalu tinggi sehingga bila klien kasar, bermusuhan, atau tidak kooperatif
saya menjadi marah atau merasa terluka?
- Apakah saya takut terhadap tanggung jawab yang dibebankan pada saya (dalam hubungan
dengan klien)?
- Apakah saya harus menutupi rasa inferior dengan mengedepankan rasa superior?
- Apakah saya harus bersimpati, memberikan kehangatan, dan perlindungan secara berlebihan
bila saya melakukan kekeliruan?

2.ORIENTASI
Perawat : menemukan alasan mengapa klien memerlukan pertolongan dasar pengkajian
keperawatan dan membantu perawat fokus pada masalah klien.
Tugas perawat pada fase ini :
- Membangun trust
- Memahami
- Menerima
- Membuka komunikasi dan membuat kontrak dgn klien

Kontrak pertama dimulai :


- Memperkenalkan diri perawat dan klien
- Menyebutkan nama
- Menjelaskan peran (meliputi tanggung jawab dan harapan baik klien maupun perawat dengan
menjelaskan apa yang perawat dapat atau tidak dapat lakukan).
- Mendiskusikan tujuan hubungan (dengan menekankan pada pengalaman hidup perawat klien
serta konflik)

Perawat dapat menyadari kecemasan dan ketakutan klien, tetapi klien mungkin kesulitan untuk
menerima bantuan perawat. Kemungkinan hal ini disebabkan :
- Sulit mengakui mempunyai kesulitan atau masalah .
- Tidak mudah trust atau terbuka pada seseorang yang baru dikenal.
- Masalah yang dihadapi terlihat sangat besar, rumit, atau unik untuk disharingkan pada orang
lain.
- Mengutarakan masalah dapat mengancam rasa independen, otonomi, dan harga diri.
- Dalam memecahkan suatu masalah melibatkan pemikiran tentang sesuatu yang mungkin tidak
menyenangkan, mereview kenyataan hidup, memutuskan suatu rencana, dan yang terpenting
adalah membawa suatu perubahan
3.KERJA
Selama fase ini
- Prwt-klien mengekplorasi stressor yang berkaitan dan terus meningkatkan perkembangan
insight klien (yang berkaitan dengan persepsi, pikiran, perasaan, dan tindakan)
- Insights harus diwujudkan dalam tindakan dan diintegrasikan ke dalam pengalaman hidup klien
- Perawat membantu klien : menghilangkan kecemasan, meningkatkan rasa kebebasan dan
tanggung jawab terhadap diri sendiri mengembangkan mekanisme koping yang positif. (Fokus
fase ini : perubahan perilaku secara nyata)

4.TERMINASI
- Pemahaman antara perawat-klien lebih dioptimalkan
- Saling tukar pikiran dan memori
- Mengevaluasi perkembangan klien (berkenaan dengan tujuan asuhan keperawatan)
- Perawat-klien bersama-sama mereview perkembangan yang tercapai selama perawatan
- Perasaan rejeksi, kehilangan, sedih, dan marah diekspresikan dan diekplorasi

Tugas perawat dalam tiap-tiap fase :


Prainteraksi :Mengekplorasi perasaan, harapan, dan rasa takut diri sendiri.
Menganalisa kemamp. & kekurangan diri
Mengumpulkan data klien (bila mungkin)
Merencanakan pertemuan pertama dgn klien

Orientasi :Mengidentifikasi alasan klien meminta bantuan


Membangun trust, menerima, dan membuka komunikasi
Bersama-sama membuat kontrak
Mengekplorasi pikiran, perasaan, dan tindakan klien
Mengidentifikasi masalah klien
Menetapkan tujuan dgn klien

Kerja :Mengekplorasi stressor yg berkaitan


Meningkatkan insight dan mekanisme koping klien
Terminasi :Mereview perkembangan terapi dan tujuan yg tercapai
Mengekplorasi perasaan satu sama lain;rejeksi,
kehilangan, kesedihan, dan kemarahan dan dihubungan dgn perilaku.

Tahapan strategi komunikasi keperawatan secara sigkat

Contoh :

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

A. PROSES KEPERAWATAN

1.Kondisi klien...

2.Diagnosis perawatan...

3.Tindakan keperawatan

B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKANKEPERAWATAN

ORIENTASI.

Salam terapeutik..

Evaluasi / validasi

Kontrak :

o Topik..

oWaktu..

o Tempat
KERJA (Langkah langkah tindakan keperawatan)

1..

2..

TERMINASI

a. Evaluasi respons klien terhadap tindakan keperawatan

Evaluasi subjektif..

Evaluasi objektif

b. Tindak lanjut klien (apa yang perlu dilatih klien sesuai dengan hasil tindakan yang telah
dilakukan) : ....................................................

c. Kontrak yang akan datang

Topik.

Waktu

Tempat...

Contoh Analisis Kasus

Situasi

Seorang ibu bernama Neni, 25 tahun, post-partum (anak pertama) ingin mengetahui tentang
perawatan tali pusat pada bayi, dimana ners Irma sebelumnya sudah melakukan interaksi dan
menjalin hubungan saling percaya dengan ibu Neni. Dalam hal ini yang digunakan adalah teknik
komunikasi wawancara (tanya jawab).

Fase Orientasi
1. Ners Irma : Assalaualaikum Bu.../ selamat pagi bu (sambil mengulurkan tangan untuk
berjabat tangan).

Bu Neni : walaikumsalam, pagi juga ners Irma, (sambil tersenyum dan menjabat tangan).

2. Ners Irma: Bagaimana perasan Ibu Neni sekarang, adakah sesuatu yang ingin disampaikan
Ibu Neni ketika menemani si kecil selama kita tidak bertemu, coba Ibu sampaikan? (sambil
memegang bahui kanan Ibu Neni).

Bu Neni : Alhamdulillah, saya sanga senang Ners, setelah lahirnya sibuah hati yang kami
tunggu-tunggu. Oh, ya Ners ... saya masih kurang jelas mengenai perawatan tali pusat, saya agak
khawatir jangan-jangan nanti terjadi infeksi?.

3. Ners Irma : O...ya, Ibu sesuai dengan perjanjian kita kemarin,hari ini saya akan jelaskan apa
saja yang belum Ibu pahami dan saya juga akan jelaskan semua hal yang ingin Ibu tanyakan,
yaitu tentang perawatan tali pusat yan gbenar, begitukah bu?

Bu Neni: Ya Ners, saya masih bingung!

4. Ners Irma : Baiklah, saya akan coba menjelaskan tentang perawatan tali pusat pada bayi,
tetapi tolong Ibu perhatikan betul! Sekarang apakah Ibu sudah siap untuk mendengarkannya?

Bu Neni : ya ners, saya siap

Fase Kerja

1. Ners Irma :Baiklah Bu, perawatan tali pusat pada bayi sangatlah penting kita ketahui dan kita
pahami agar bayi kita terbebas dari infeksi tetanus.

Bu Neni :Infeksi tetanus pada bayi bisa terjadi..., ya Ners?

2. Ners Irma : Benar Bu Neni, tetanus bisa berakibat kematian pada bayi. Jadi, perawatan tali
pusat kita laksanakan pada pagi hari setelah kita memandikan bayi kita dan kita harus benar-
benar menjaga kebersihannya.
Bu Neni :Berarti ners, setelah kita memandikan bayi kita, kita juga malkukan perawatan tali
pusat.

3. Ners Irma :Ya, sangat benar sekali Bu Neni, sebelum kita melaksanakannya, kita terlebih
dahulu mempersiapkan alat-alatnya. (Sambil memmpraktikkannya).

Bu Neni :Apa saja persiapan alatnya Ners?

4. Ners Irma :Kita harus menyiapkan alat-alat yang akan dipakai seperti kapas lidi, trypleday,
kassa steril semuanya diletakkan pada tempatnya masing-masing lalu disusun pada baki.
(sambil memegang dan menunjukkan alat tersebut)

Bu Neni :Terus caranya bagaimana ners...? (Klien menganggukkan kepala).

5. Ners Irma : Pertama-tama setelah bayi selesai dimandikan, kita ambil kapas lidi lalu diolesi
trypleday kemudian kita mulai membersihkannya dari sekeliling pangkal tali pusat sampai
bagian ujung. Sampai disini ada yang mau ditanyakan Bu Neni? Bu Neni :O...ya ners, apakah
kapas lidi tersebut tidak boleh kita bolak-balik?

6. Ners Irma :Benar sekali Bu Neni, jadi setiap kita membersihkan bagian tali pusat, kita tukar
dengan yang baru lagi dan jangan lupa juga Bu, sebelum kita melakukannya tangan ibu harus
bersih atau cuci tangan sebelum melakukan tindakan tersebut. Pokoknya kebersihan herus dijaga
sebaik-baiknya.

Bu Neni :Selanjutnya bagaimana ners...?

7. Ners Irma :Oh...ya, maaf Bu..., tadi pembicaran kita sampai dimana?

Bu Neni :Sampai...membersihkan tali pusat sampai bagian ujung.

8. Ners Irma :Kemudian dilanjutkan dengan membungkus tali pusat, bagaimaan Bu Neni, tidak
sulit bukan?

Bu Neni :Sepertinya saya bisa, ya... saya bisa melakukannya, ners.


Fase Terminal

1. Ners Irma :Bagaimana Bu Neni, apakah sudah mengerti denganpenjelasan tadi? Bu Neni
:Sudah, Ners.

2. Ners Irma :Apakah Bu Neni bisa mengulang kembali apa yang telah saya jelaskan?

Bu Neni :Insya Allah bisa Bu. Saya akan mencoba Ners, pertama-tama setelah bayi selesai
dimandikan, kita ambil kapas lidi lalu kita olesi tryplady setelah itu kita mulai membersihkan tali
pusat dari pangkal dan sekelilingnya sampai keujung, kemudian kita bungkus dengan kain kassa
steril yang kering. Terakhir baru kita rapikan dan baju bayi kita pasangkan. Bagaimana Ners?

3. Ners Irma :Bagus Bu Neni, sepertinya Ibu telah mengerti dengan apa yang telah saya
sampaikan, apakah masih ada yang ingin Ibu tanyakan?

Bu Neni : Tidak ners, saya pikir sudah cukup!

4. Ners Irma :Oke...(tersenyum).

Bu Neni :Saya sangat berterima kasih karena Ners telah meluangkan waktu untuk saya.

5. Ners Irma :Sama-sama Bu Neni, itu semua sudah kewajiban saya.

Bu Neni :Terus saya ingin mengetahui bagaimana cara menyusui yang baik dan benar.

6. Ners Irma : (tersenyum)...baiklah Bu Neni. Insya Allah, saya akan datang lagi kesini besok
untuk menjelaskan bagaimana cara menyusui yang baik dan benar. Ibu mau saya datang jam
berapa?

Bu Neni :Sama seperti hari ini saja, ners.

7. Ners Irma :Baik Bu sampai ketemu besok, ya!

Bu Neni :Ya, ners.


8. Ners Irma : Kalau begitusaya permisi dulu ya Bu Neni. Selamat siang..., Assalamualaikum!
(tersenyum).

Bu Neni :Siang ners...walaikumsalam.

2.12 Komunikasi terapeutik dalam proses keperawatan.

Proses komunikasi : (Mubarak, Wahid Iqbal, dkk, 2007)


1. Reference, stimulus yang memotifasi seseorang untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Dapat berupa pengalaman, ide atau tindakan.
2. Pengirim/ sumber/ encorder, disebut juga komunikator. Bisa perorangan atau kelompok.
3. Pesan/ berita, informasi yang dikirimkan. Dapat berupa kata-kata, gerakan tubuh atau ekspresi
wajah.
4. Media/ saluran, alat atau sarana yang dipilih pengirim untuk menyampaikan pesan pada
penerima/ sasaran.
5. Penerimaan/ sasaran/ decoder, kepada siapa pesan yang ingin disampaikan tersebut dituju.
6. Umpan balik/ feed back/ respons, reaksi dari sasaran terhadap pesan yang disampaikan.
Proses komunikasi terapeutik dalam perawatan.
1. Pengkajian (Purwanto, Heri, 1994)
- Menentukan kemampuan seseorang dalam proses informasi.
- Mengevaluasi data tentang status mental pasien untuk menentukan batas intervensi.
- Mengevaluasi kemampuan pasien dalam berkomunikasi secara verbal.
- Mengobservasi apa yang terjadi pada pasien tersebut saat ini.
- Mengidentifikasi tingkat perkembangan pasien sehingga interaksi yang diharapkan bisa
realistik.
- Menentukan apakah pasien memperlihatkan sikap verbal dan nonverbal yang sesuai.
- Mengkaji tingkat kecemasan pasien sehingga dapat mengantisifasi intervensi yang dibutuhkan.
2. Diagnosa keperawatan (Potter & Perry, 1999)
- Analisa tertulis dari penemuan pengkajian.
- Sesi perencanaan tim kesehatan.
- Diskusi dengan klien dan keluarga untuk menentukan metoda implementasi.
- Membuat rujukan.
3. Rencana tujuan (Purwanto, Heri,1994)
- Rencana asuhan tertulis (Potter & Perry, 1999).
- Membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan sendiri.
- Membantu pasien agar dapat menerima pengalaman yang pernah dirasakan.
- Meningkatkan harga diri pasien.
- Memberikan support karena adanya perubahan lingkungan.
- Perawat dan pasien sepakat untuk berkomunikasi secara lebih terbuka.
4. Implementasi (Purwanto, Heri, 1994)
- Memperkenalkan diri kepada pasien.
- Memulai interaksi dangan pasien.
- Membantu pasien untuk dapat menggambarkan pengalaman pribadinya.
- Menganjurkan kepada pasien untuk dapat mengungkapkan perasaan kebutuhannya.
- Menggunakan komunikasi untuk meningkatkan harga diri pasien.
5. Evaluasi (Purwanto, Heri, 1994)
- Pasien dapat mengembangkan kemampuan dalam mengkaji dan memenuhi kebutuhan sendiri.
- Komunikasi menjadi lebih jelas, lebih terbuka dan berfokus pada masalah.
- Membantu menciptakan lingkungan yang dapat mengurangi tingkat kecemasan.

2.13 Komunikasi efektif.


Komunikasi efektif yaitu komunikasi yang mampu menghasilkan perubahan sikap
(attitude change) pada orang lain yang bisa terlihat dalam proses komunikasi.
Tujuan dari Komunikasi Efektif sebenarnya adalah memberi kan kemudahan dalam
memahami pesan yang disampaikan antara pemberi informasi dan penerima informasi sehingga
bahasa yang digunakan oleh pemberi informsi lebih jelas dan lengkap, serta dapat dimengerti dan
dipahami dengan baik oleh penerima informasi, atau komunikan. tujuan lain dari Komunikasi
Efektif adalah agar pengiriman informasi dan umpan balik atau feed back dapat seinbang
sehingga tidak terjadi monoton. Selain itu komunikasi efektif dapat melatih penggunaan bahasa
nonverbal secara baik.
Menurut Mc. Crosky Larson dan Knapp mengatakan bahwa komunikasi yang efektif
dapat dicapai dengan mengusahakan ketepatan (accuracy) yang paling tinggi derajatnya antara
komunikator dan komunikan dalam setiap komunikasi. Komunikasi yang lebih efektif terjadi
apabila komunikator dan komunikan terdapat persamaan dalam pengertian, sikap dan bahasa.
Komunikasi dapat dikatakan efektif apa bila komunikasi yang dilakukan dimana :
1. Pesan dapat diterima dan dimengerti serta dipahami sebagaimana yang dimaksud oleh
pengirimnya.
2. Pesan yang disampaikan oleh pengirim dapat disetujui oleh penerima dan ditindaklanjuti
dengan perbuatan yang diminati oleh pengirim.

3. Tidak ada hambatan yang berarti untuk melakukan apa yang seharusnya dilakukan untuk
menindaklanjuti pesan yang dikirim.

Di dalam konsep komunikasi terapeutik ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar
komunikasi terapeutik berjalan dengan efektif antara lain :

Upaya meningkatkan komunikasi terapeutik :

a. Pihak komunikator ( perawat ).

1) Harus menguasai metoda / cara penyampaianpesan baik verbal maupun non verbal.

2) Harus bersikap tegas , penuh penerimaan dan penghargaan , jangan


menunjukan kesombongan , ragu-ragu dan menunjukan ketidak percayaan dihadapan klien.

3) Dapat menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi selama melakukan komunikasi.

4) Jamgam memaksa budaya sendiri dalam melakukan komunikasi dengan klien.

Pesan disampaikan hendaknya dengan cara :

Mengulang pengertian pengertian pokok.


Mengemukakan ide-ide yang sulit diterjemahkan kedalam kalimat yang dimengerti klien.

Memberi alasan lebih luas bila klien kurang mengerti.

b. Pihak komunikan (Klien).

1) Diupayakan agar dapat menangkap seluruh pesan yang disampaikan baik verbal maupun non
verbal.

2) Sikap /rasa curiga , acuh tak acuh terhadap komunikator harus dihilangkan.

3) Pengalaman klien berpengaruh terhadap proses komunikasi oleh karena itu perlu
diperhatikan.

4) Klien yang mempunyai masalah dengan panca indera menjadi hambatan dalam komunikasi
harus dicari cara lain.

5) Jarak antara perawat dengan klien 0,4 m sampai 1,2 m.

6) Klien diupayakan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan perawatan

Egan (1998) dalam Kozier,et.al (2004), telah menggambarkan lima cara yang spesifik
untuk menunjukkan kehadiran secara fisik ketika melaksanakan komunikasi terapeutik, yang ia
definisikan sebagai sikap atas kehadiran atau keberadaan terhadap orang lain atau ketika
sedang berada dengan orang lain. Berikut adalah tindakan atau sikap yang dilakukan ketika
menunjukkan kehadiran secara fisik :
1. Berhadapan dengan lawan bicara
Dengan posisi ini perawat menyatakan kesiapannya (saya siap untuk anda).
2. Sikap tubuh terbuka; kaki dan tangan terbuka (tidak bersilangan)
Sikap tubuh yang terbuka menunjukkan bahwa perawat bersedia untuk mendukung terciptanya
komunikasi.
3. Menunduk/memposisikan tubuh kearah/lebih dekat dengan lawan bicara
Hal ini menunjukkan bahwa perawat bersiap untuk merespon dalam komunikasi (berbicara-
mendengar).
4. Pertahankan kontak mata, sejajar, dan natural
Dengan posisi mata sejajar perawat menunjukkan kesediaannya untuk mempertahankan
komunikasi.
5. Bersikap tenang
Akan lebih terlihat bila tidak terburu-buru saat berbicara dan menggunakan gerakan/bahasa
tubuh yang natural.

Kesadaran intrapersonal perawat-klien.


2.7 Kesadaran diri.
Kesadaran diri dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk memahami dirinya
sendiri, baik perilaku, perasaan dan pikirannya sendiri. Untuk dapat mengetahui sampai dimana
kesadaran diri sendiri, maka perawat haruslah dapat menjawab pertanyaan Siapakah saya ?
perawat seperti apakah saya ? (Nurjannah, 2005).

Ada empat komponen kesadaran diri yang saling berkaitan terdiri dari komponen
psikologis, fisik , lingkungan dan psikologis :

1. Komponen psikologis, meliputi pengetahuan tentang emosi, motivasi, konsep diri dan
kepribadian.

2. Komponen fisik, terdiri dari pengetahuan tentang kepribadian dan fisik secara umum yang
meliputi juga sensasi tubuh, gambaran diri dan potensi fisik.

3. Komponen lingkungan, terdiri dari lingkungan sosiokultural, hubungan dengan orang lain, dan
pengetahuan tentang hubungan antara manusia dan alam.

4. Komponen filosofi, mencakup arti hidup bagi sesorang , komponen filosofi akan menjelaskan
tentang arti hidup itu bagi seseorang.

Keempat komponen tersebut secara bersama sama digunakan sebagai alat untuk meningkatkan
keesadaran diri dan pertumbuhan bagi perawat dan klien.
Gambaran kesadaran diri ditunjukkan oleh jendela Johari yang terdiri dari 4 kuadran :

Gambaran kesadaran diri menurut Jendela Johari

1. Diketahui diri sendiri dan orang lain 2. Hanya diketahui oleh orang lain
4. Tidak diketahui diri sendiri dan
3. Hanya diketahui diri sendiri
orang lain
Setiap kuadran terdiri dari tingkah laku, perasaan dan pikiran seseorang.

1. Kuadran satu disebut kuadran terbuka karena tingkah laku, perasaan dan pikiran seseorang
diketahui oleh diri sendiri dan orang lain.

2. Kuadran kedua disebut kuadran buta karena tingkah laku, perasaan dan pikiran seseorang
diketahui oleh orang lain tapi dirinya sendiri tidak tahu.

3. Kuadran ketiga adalah kuadran tersembunyi karena tingkah laku, perasaan dan pikiran seseorang
tentang diri, dimana hanya individu sendiri yang tahu.

4. Kuadran keempat adalah kuadran yang tidak diketahui yang berisi aspek yang tidak

diketahdiketahui oleh diri dan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998).

Ada tiga prinsip yang dapat diambil dalam memperluas kesadaran diri (Keliat, 1996).

(1). Meningkatkan keterbukaan dan hubungan saling percaya, karena dapat menurunkan
ancaman dari sikap perawat terhadap klien dan membantu klien memperluas dan menerima
semua aspek kepribadiannya, Tindakan keperawatan yang dilakukan diantaranya :

1). Tindakan penerimaan yang tidak kaku.

2). Dengarkan klien.

3). Dorong mendiskusikan perasaan dan pikiran klien.

4). Beri respon yang tidak menghakimi.

5). Tunjukkan bahwa klien adalah individu berharga yang bertanggung jawab terhadap
dirinya dan dapat membantu diri sendiri.

(2). Bekerja dengan klien pada tingkat kemampuan yang dimiliki klien, karena tingkat
kemampuan klien seperti kemampuan menilai realitas, kontrol diri atau integritas ego diperlukan
sebagai dasar asuhan keperawatan. Tindakan keperawatan yang dilakukan diantaranya :

1) Identifikasi kemampuan yang dimiliki klien


2) Petunjuk asuhan untuk klien dengan kemampuan minimal :

a) Mulai dengan penegasan identitas

b) Memberi dukungan untuk menurunkan tingkat kepanikan (cemas)

c) Pendekatan yang tidak menuntut

d) Terima dan coba mengklarifikasi komunikasi verbal dan non verbal

e) Cegah isolasi social

f) Beri batasan pada perilaku yang tidak sesuai

g) Orientasi ke realitas

h) Beri pujian dan pengakuan pada perilaku yang tepat

i) Secara bertahap tingkatkan aktivitas dan tugas

(3). Memaksimalkan peran serta klien dalam hubungan terapeutik, karena kerjasama penting
bagi klien untuk menerima tanggung jawab terhadap dirinya dan respon koping yang
maladaptive, tindakan keperawatan yang dilakukan diantaranya

a) Secara bertahap tingkatkan peran serta klien dalam mengambil keputusan tentang asuhannya.
b) Tunjukkan bahwa klien orang yang bertanggung jawab.

2.14 Klarifikasi nilai.

Perawat harus mampu menjawab, apa yang penting untuk saya? Kesadaran membantu
perawat untuk sayang dan tidak menjauhi pasien dan membantu sesuai dengan kebutuhannya.

Walaupun hubungan perawat klien merupakan hubungan timbal balik, tetapi kebutuhan
klien selalu di utamakan. Perawat sebaiknya mempunyai sumber kepuasan dan rasa aman yang
cukup, sehingga tidak menggunakan klien untuk kepuasan dan keamanannya.

Jika perawat mempunyai konflik, ketidakpuasan, sebaiknya perawat menyadari dan


mengklarifikasi agar tidak mempengaruhi keberhasilan hubungan perawat klien.
Dengan menyadari sistem nilai yang dimiliki perawat, misalnya kepercayaan, seksual, ikatan
keluarga, perawat akan siap mengidentifikasi situasi yang bertentangan dengan sistem nilai yang
dimiliki.

Nilai adalah konsep dimana seseorang memiliki standar mengenai hal hal yang pantas
dilakukan (Stuart & Sundeen, 1998). Konsep tersebut dibentuk sebagai hasil dari pengalaman
dengan keluarga , teman, budaya, pendidikan, kerja, relaksasi dan lainnya (Nurjannah, 2005).

Yang dimaksud dengan klarifikasi nilai adalah metode dimana seseorang menemukan
nilai- nilainya sendiri dengan mengkaji, mengeksplorasi, dan menentukan nilai nilai pribadi
dan bagaimanan nilai tersebut digunakan sebagai acuan dalam mengambil keputusan.
Pemahaman tentang nilai diri diklarifikasikan oleh nilai individu dengan cara mengkaji,
eksplorasi, imajinasi, serta merujuk pada tujuan akhir (Covey, 1997, dikutip dari Nurjannah,
2005).
Perawat dapat melakukan klarifikasi nilai dengan beberapa tahap sebagai berikut (Taylor
dkk, 1997, dikutip dari Nurjanna, 2005):

Pemilihan

1). Kebebasan untuk memilih kepercayaan

2). Mengenal dan mengakui bahwa seseorang mempunyai pilihan lain

3). Kepercayaan bahwa menghargai setiap orang akan memberikan konsekuensi terbaik bagi
dirnya dan untuk semua masyarakat

Penilaian

1) Merasa bebas dan bahagia dengan pilihannya

2) Dapat mempertahankan nilai


Tindakan

1) Mengaplikasikan nilai nilai ini pada praktek

2) Berusaha secara konsisten untuk menghargai orang lain dalam kehidupan pribadi dan
professional

2.15 Eksplorasi perasaan.


Eksplorasi diri adalah keterbukaan dan kesadaran terhadap perasaan perawat dan dapat
mengontrol agar perawat dapat menggunakan dirinya secara terapeutik ( Stuart & Sundeen,
1987, dikutip dari Keliat, 1996).

Eksplorasi diri merupakan kesadaran diri perawat bagaimana cara memperlihatkan model
pada klien sehingga tidak memberi efek negatif pada saat hubungan perawat klien (Keliat, 1996).

Ada 4 (empat) prinsip yang dapat diambil dalam mengeksplorasi diri perawat :

Membantu klien untuk menerima perasaan dan pikirannya, karena jika perawat memperlihakan
perhatian dan penerimaannya terhadap perasaan dan pikiran klien, maka klien juga
melakukannya.

1) Dorong klien mengekspresikan emosi, keyakinan, perilaku dan pikiran secara verbal dan non
verbal.

2) Gunakan respon terapeutik dan respon empati

3) Catat pikiran logi dan tidak logis

Menolong klien menjelaskan konsep dirinya dan hubungan dengan orang lain melalui
keterbukaan keterbukaan, karena keterbukaan dan pengertian tentang persepsi sendirilah
prasyarat untuk berubah. Tindakan keperawatan yang dilakukan antara lain :
1) Peroleh persepsi tentang kekuatan dan kelemahan

2) Bantu klien untuk menguraikan ideal diri

3) Identifikasi kritik diri

4) Bantu untuk menguraikan hubungannya dengan orang lain

Sadari dan kontrol perasaan anda atau perawat, karena kesadaran diri perawat merupakan
cara untuk memperlihatkan model pada klien sehinggga tidak memberikan efek negatif pada
hubungan perawat klien. Tindakan keperawatan yang dilakukan diantaranya :

1) Terbuka pada perasaan sendiri

2) Mengungkapkan diri secara terapeutik dengan cara:

a) Mengungkapkan perasan dengan klien

b) Verbalisasi bagaimana perasaan orang lain

c) Bercermin pada persepsi dan perasan klien

Memberi respon empati bukan simpati dan tekankan bahwa kekuatan untuk berubah ada
pada klien karena simpati menguatkan pandangan negatif klien. Perawat harus mengatakan
bahwa kehidupan klien harus dibawah kontrolnya. Tindakan keperawatan yang dilakukan antara
lain:

1) Pakai cara cara empati , evaluasi diri tentang simpati

2) Menguatkan klien bahwa dia berguna dalam memecahkan masalahnya

3) Tunjukkan secara verbal dan perilaku bahwa klien bertanggung jawab terhadap perilakunya
termasuk perilaku maladaptif dan adaptif.

4) Diskusikan cakupan pilihan, area kekuatan, dan sumber sumber yang tersedia untuk klien
5) Pakai sumber daya keluarga dan kelompok untuk memfasilitasi penyelidikan klien
6) Bantu klien untuk mengerti sifat konfilik dan cara maladaptive yang dilakukan klien untuk
mengatasinya.

2.16 Role model.


Kemampuan menjadi model juga berarti bahwa perawat mampu melaksanakan nilai
nilai yang telah ditetapkan sebagai standarnya, dimana nilai nilai itu sesuai dengan prinsip
yang benar. Perawat dapat menjadi model apabila perawat tersebut dapat memenuhi dan
memuaskan kehidupan pribadi serta tidak didominasikan oleh konflik, distress, atau
pengingkaran dan memperlihatkan perkembangan serta adaptasi yang sehat.
Perawat yang mempunyai masalah pribadi, seperti ketergantungan obat, hubungan
interpersonal yang terganggu, akan mempengaruhi hubungannya dengan klien (Stuart dan
Sundeen, 1987, h.102)
Perawat mungkin menolak dan mengatakan ia dapat memisahkan hubungan profesional
dengan kehidupan pribadi. Hal ini tidak mungkin pada asuhan kesehatan jiwa karena perawat
memakai dirinya secara terapeutik dalam menolong klien.
Perawat yang efektif adalah perawat yang dapat memenuhi dan memuaskan kehidupan
pribadi serta tidak didominasi oleh konflik, distres atau pengingkaran dan memperlihatkan
perkembangan serta adaptasi yang sehat. Perawat diharapkan bertanggung jawab atas
perilakunya, sadar akan kelemahan dan kekurangannya.
Ciri perawat yang dapat menjadi role model :

Puas akan hidupnya,tidak didominasi oleh stres,mampu kembangkan kemampuan,


Adaptif.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang memiliki makna terapeutik bagi klien
dan dilakukan oleh perawat (helper) untuk membantu klien mencapai kembali kondisi yang
adaptif dan positif.
Kesadaran diri dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk memahami dirinya
sendiri, baik perilaku, perasaan dan pikirannya sendiri.
klarifikasi nilai adalah metode dimana seseorang menemukan nilai- nilainya sendiri
dengan mengkaji, mengeksplorasi, dan menentukan nilai nilai pribadi dan bagaimanan nilai
tersebut digunakan sebagai acuan dalam mengambil keputusan.

Eksplorasi diri adalah keterbukaan dan kesadaran terhadap perasaan perawat dan dapat
mengontrol agar perawat dapat menggunakan dirinya secara terapeutik ( Stuart & Sundeen,
1987, dikutip dari Keliat, 1996).

3.2 Saran.

Komunikasi terapeutik merupakan tanggung jawab moral seorang perawat. Komunikasi


terapeutik bukanlah hanya salah satu upaya yang dilakukan oleh perawat untuk mendukung
proses keperawatan yang diberikan kepada klien. Untuk dapat melakukannya dengan baik dan
efektif diperlukan latihan dan pengasahan keterampilan berkomunikasi sehingga efek terapeutik
yang menjadi tujuan dalam komunikasi terapeutik dapat tercapai.
Ketika seorang perawat berusaha untuk mengaplikasikan pengetahuan yang ia miliki
untuk melakukan komunikasi terapeutik, ia pada akhirnya akan menyadari bahwa komunikasi
terapeutik yang ia lakukan tidak hanya memberikan khasiat terapeutik bagi pasiennya tetapi juga
bagi dirinya sendiri.
Perawat merupakan bagian dari tenaga kesehatan yang ada di lingkungan masyarakat.
Tidak hanya itu perawat bahkan dapat dijumpai sampai pelosok tanah air. Oleh karena itu
perawat hidup ditengah masyarakat haruslah menjadi panutan/contoh (Role Model) dalam
berkehidupan di masyarakat. Karena perawat merupakan publik figure yang ada di tengah
masyarakat Indonesia, maka semua perilaku atau kebiasaan perawat akan menjadi contoh di
masyarakat. Terlebih lagi kebiasaan dalam bidang kesehatan, misal perilaku hidup bersih dan
sehat, ini akan menjadi sorotan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Ermawati.2009. Buku Saku Komunikasi Keperawatan. Jakarta : Trans Info Media

Purwanto, Hery. 1994. Komunikasi Untuk Perawat. Jakarta: EGC

Potter & Perry (2005). Fundamental keperawatan, Edisi 5 . Jakarta : EGC

Suryani.(2005). Komunikasi Terapeutik; Teori dan Praktik. Jakarta: EGC


A. Hambatan Dalam Proses Komunikasi Terapeutik.

2.6 Cara mengatasi hambatan komunikasi

Untuk mengatasi hambatan teurapeutik, perawat harus siap mengungkapkan perasaan

emosional yang sangat kuat dalam konteks hubungan perawat -pasien. Awalnya , perawat harus

mempunyai pengetahuan tentang hambatan teurapeutik dan mengenali prilaku yang

menunjukkan adanya hambatan tersebut. Kemudian perawat dapat mengklarifikasi dan

mengungkapkan perasaan serta isi agar lebih berfokus secara objektif pada apa yang sedang

terjadi.

Latar belakang prilaku dikaji, baik pasien (untuk reaksi resistens dan transferensa) atau perawat

(untuk reaksi kontertransferens dan pelanggaran batasan) bertanggung jawab terhadap hambatan

teurapeutik dan dampak negatifnya pada proses teurapeutik. Terakhir, tujuan hubungan,

kebutuhan, dan masalah pasien ditinjau kembali. Hal ini dapat membantu perawat untuk

membina kembali kerja sama teurapeutik yang sesuai dengan proses hubungan perawat-pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Alimul A.A. 2003. Riset Keperawatan & Tehnik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Pernerbit Salemba

Medika.

Ellis R.B & Gates R.J. 2000. Komunikasi Interpersonal dalam Keperawatan(terjemahan).

Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Wahyuni Arti. 2004. Hubungan Antara Karakteristik Perawat Dengan Motivasi Perawat Dalam

Menerapkan Komunikasi Terapeutik. Semarang.


A. Pengetian Komunikasi Terapeutik
Terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari penyembuhan (As Hornby
dalam Intan, 2005). Maka di sini dapat diartikan bahwa terapeutik adalah segala sesuatu yang
memfasilitasi proses penyembuhan. Sehingga komunikasi terapeutik itu sendiri adalah
komunikasi yang direncanakan dan dilakukan untuk membantu penyembuhan/pemulihan pasien.
Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi professional bagi perawat.

B. Tujuan Komunikasi Terapeutik


Dengan memiliki keterampilan berkomunikasi terapeutik, perawat akan lebih mudah menjalin
hubungan saling percaya dengan klien, sehingga akan lebih efektif dalam mencapai tujuan
asuhan keperawatan yang telah diterapkan, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan
keperawatan dan akan meningkatkan profesi.
Tujuan komunikasi terapeutik (Purwanto, 1994) adalah:
1. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat
mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang
diperlukan.
2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan
mempertahankan kekuatan egonya.
3. Memengaruhi orang lain, lingkungan fisik, dan dirinya sendiri.

C. Manfaat Komunikasi Terapeutik


Manfaat komuniaksi terapeutik (Christina, dkk, 2003) adalah:
1. Mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dengan pasien melalui hubungan
perawat klien.
2. Mengidentifikasi, mengungkapkan perasaan, dan mengkaji masalah dan mengevaluasi tindakan
yang dilakukan oleh perawat.

D. Syarat-syarat Komunikasi Terapeutik


Stuart dan Sundeen (dalam Christina, dkk, 2003) mengatakan ada dua persyaratan dasar untuk
komunikasi terapeutik efektif:
1. Semua komunikasi harus ditujukan untuk menjaga harga diri pemberi maupun penerima pesan.
2. Komunikasi yang menciptakan saling pengertian harus dilakukan terlebih dahulu sebelum
memberikan sarana, informasi maupun masukan.

Persyaratan-persyaratan untuk komunikasi terapeutik ini dibutuhkan untuk membentuk


hubungan perawat klien sehingga klien memungkinkan untuk mengimplementasikan proses
keperawatan.
Komunikasi terapeutik ini akan lebih efekitf bila melalui penggunaan dan latihan yang
sering.

E. Perbedaan Komunikasi Terapeutik dengan Komunikasi Sosial


Perbedaan komunikasi terapeutik dengan komunikasi sosial (Purwanta, 1994) adalah:
Komunikasi Terapeutik:
1. Terjadi antara perawat dengan pasien atau anggota tim kesehatan lainnya.
2. Komunikasi ini umumnya lebih akrab karena mempunyai tujuan, berfokus kepada pasien yang
membutuhkan bantuan.
3. Perawat secara aktif mendengarkan dan memberi respon kepada pasien dengan cara
menunjukkan sikap mau menerima dan mau memahami sehingga dapat mendorong pasien untuk
berbicara secara terbuka tentang dirinya. Selain itu membantu pasien untuk melihat dan
memperhatikan apa yang tidak disadari sebelumnya.

Komunikasi Sosial:
1. Terjadi setiap hari antar-orang per orang baik dalam pergaulan maupun lingkungan kerja.
2. Komunikasi bersifat dangkal karena tidak mempunyai tujuan.
3. Lebih banyak terjadi dalam pekerjaan, aktivitas social, dan lain-lain.
4. Pembicara tidak mempunyai fokus tertentu tetapi lebih mengarah kebersamaan dan rasa senang.
5. Dapat direncanakan tetapi dapat juga tidak diencanakan.

F. Prinsip-prinsip Komunikasi Terapeutik


Prinsip-prinsip komunikasi terapeutik menurut Carl Rogers (dalam Purwanto, 1994) adalah:
1. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati, saling percaya memahami
dirinya sendiri serta nilai yang dianut.
2. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan saling
menghargai.
3. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien biak fisik maupun mental.
4. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien bebas berkembang tanpa rasa
takut.
5. Perawat harus dapat menciptakan suasana yang memungkinkan pasien memiliki motivasi untuk
mengubah dirinya baik sikap, tingkah lakunya sehingga tumbuh makin matang dan dapat
memecahkan masalah-masalah yang dihadapi.
6. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk mengetahui dan
mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan maupun frustasi.
7. Mampu menetukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan konsistensinya.
8. Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik dan sebaliknya simpati bukan
tindakan yang terapeutik.
9. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan terapeutik.
10. Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan meyakinkan orang lain
tentang kesehatan, oleh karena itu perawat perlu mempertahankan suatu keadaan sehat fisik
mental,spiritual, dan gaya hidup.
11. Disarankan untuk mengekpresikan perasaan bila dianggap menggagu.
12. Altuisme unutk mendapatakan kepuasan dengan menolong orang lain secara manusiawi.
13. Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin mengambil keputusan berdasarkan
prinsip kesejahteraan manusia.
14. Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap diri sendiri atas tindakan
yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang lain.

G. Sikap Komunikasi Terapeutik


Egan (dalam Keliat, 1992), mengidentifikasi lima sikap atau cara untuk menghadirkan diri
secara fisik yang dapat memfasilitasi komunikasi terapeutik, yaitu:
a. Berhadapan;
Arti dari posisi ini adalah saya siap untuk anda.
b. Mempertahankan kontak mata;
Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk
tetap berkomunikasi.
c. Membungkuk kearah klien;
Posisi ini menunjukkan keinginan untuk menyatakan atau mendengarkan sesuatu.
d. Memperlihatkan sikap terbuka;
Tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi dan siap
membantu.
e. Tetap rileks;
Tetap dapat mengendalikan kesimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam memberikan
respons kepada pasien, meskipun dalam situasi yang kurang menyenangkan.

H. Teknik-teknik Komunikasi Terapeutik


Beberapa teknik komunikasi terapeutik menurut Wilson dan Kneist (1992) serta Stuart dan
Sundeen (1998) antara lain:
1. Mendengarkan dengan penuh perhatian.
Mendengar ada dua macam:
a. Mendengar pasif.
b. Mendengar aktif.
2. Menunjukkan Penerimaan.
3. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan.
4. Pertanyaan terbuka (Open-Ended Question).
5. Mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri.
6. Mengklarifikasi.
7. Memfokuskan.
8. Menyatakan hasil observasi.
9. Menawarkan informasi.
10. Diam (Memelihara Ketenangan).
11. Meringakas.
12. Memberikan penghargaan.
13. Menawarkan diri.
14. Memberikan kesempatan pada klien untuk memulai pembicaraan.
15. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan.
16. Menempatkan kejadian secara berurutan.
17. Memberikan kesempatan kepada klien untuk menguraikan persepsinya.
18. Refleksi.
19. Assertive.
20. Humor.

I. Hubungan Terapeutik Perawat Klien


1. Pengertian.
Varcarolis dalam Intan (2005), menyebutkan pengertian dari hubungan yaitu: Relationship
adalah proses interpersonal antara dua atau lebih orang. Pada keseluruhan kehidupan kita
menemui orang dalam setting yang bervariasi dan membagi bermacam pengalaman.
2. Bentuk hubungan.
Secara umum, bentuk dari hubungan dibagi dalam:
a. Hubungan Sosial.
b. Hubungan Intim.
c. Hubungan Terapeutik.
3. Tujuan Hubungan Terapeutik.
Menurut Stuart dan Sundeen (dalam Keliat, 2003), tujuan terapeutik yang diarahkan kepada
pertumbuhan klien meliputi:
a. Realisasi diri, penerimaan diri, dan rasa hormat terhadap diri sendiri.
b. Identitas diri yang jelas dan rasa integritas diri yang tinggi.
c. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang intim, saling tergantung dan mencintai.
d. Peningkatan fungsi dan kemampuan memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan personal yang
realistis.
4. Tahapa-tahap Hubungan Terapeutik.
a. Fase Prainteraksi.
1) Evaluasi diri.
2) Penetapan tahapan hubungan/interaksi.
3) Rencana interaksi.
b. Fase Perkenalan/Orientasi.
1) Fase Perkenalan.
a) Memberi salam.
b) Memperkenalkan diri perawat.
c) Menanyakan nama klien.
d) Menyepakati pertemuan (kontak).
e) Menghadapi kontrak.
f) Memulai percakapan awal.
g) Menyepakati masalah klien.
h) Mengakhiri perkenalan.
2) Fase Orientasi.
a) Memberi salam.
b) Memvalidasi keadaan klien.
c) Mengingat kontrak.
3) Fase Kerja.
a) Meningkatkan pengertian inti hubungan perawatan klien yang terkait erat dengan pelaksanaan
rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.
b) Mengembangkan, mempertahankan dan meningkatkan kemampuan klien secara mandiri
menyelesaikan masalah yang dihadapi. Tujuan ini sering disebut tujuan afektif dan psikomotor.
c) Melaksanakan terapi/teknikal keperawatan.
d) Melaksanakan pendidikan kesehatan.
e) Melaksanakan kolaborasi.
f) Melaksanakan observasi dan monotoring.
4) Fase Terminasi.
a) Terminasi sementara.
(a) Evaluasi hasil.
(b) Tindak lanjut.
(c) Kontrak yang akan datang.
b) Terminasi akhir.
(a) Evaluasi akhir.
(b) Tindak lanjut.
(c) Kontrak yang akan datang.

J. Dimensi Respons
Dimensi respons yang harus dimiliki oleh perawat ada 4 (empat):
1. Kesejatian.
Kesejatian adalah pengiriman pesan pada orang lain tentang gambaran diri kita yang sebenarnya.
Kesejatian dipengaruhi oleh:
a. Kepercayaan diri.
b. Persepsi terhadap orang lain.
c. Lingkungan.
2. Empati.
Empati adalah kemampuan menempatkan diri kita pada diri orang lain, bahwa kita telah
memahami bagaimana perasaan orang lain tersebut dan apa yang menyebabkan reaksi mereka
tanpa emosi kita terlarut dalam emosi yang lain.
Beberapa aspek dari empati antara lain:
a. Aspek Mental.
b. Verbal.
1) Keakuratan.
2) Kejelasan.
3) Kealamiahan.
4) Mengecek.
c. Aspek Non Verbal.
1) Kehangatan.
(a) Kondisi muka.
(b) Kondisi portur/sikap.
2) Kesejatian.
3. Respek/Hormat.
Perilaku respek dapat ditunjukkan dengan (Smith, 1992):
a. Melihat ke arah klien.
b. Memberikan perhatian yang tidak terbagi.
c. Memelihara kontak mata.
d. Senyum pada saat yang tidak tepat.
e. Bergerak ke arah klien.
f. Menentukan sapaan yang disukai.
g. Jabat tangan atau sentuhan yang lembut.
4. Konkret.

K. Dimensi Tindakan
1. Konfrontasi.
Pengertian konfrontasi: Proses interpersonal yang digunakan oleh perawat untuk memfasilitasi,
memodifikasi dan perluasan dari gambaran diri orang lain (Smith [1992] dikutip Intan [1995].

Cara melakukan konfrontasi adalah sebagai berikut:


a. Clarify: Membuat sesuatu lebih jelas untuk dimengerti.
b. Articullate: Dengan mengekspresikan opini diri sendiri dengan kata-kata yang jelas.
c. Request (permintaan).
d. Encourage: Memberikan support, harapan, kepercayaan.
2. Kesegeraan.
3. Membuka diri.
Membuka diri adalah membuat orang lain tahu tentang pikiran, perasaan, dan pengalaman
pribadi kita (Smith, 1992). Membuka diri dapat dilakukan dengan:
a. Mendengar; Mendengar yang dilakukan di sini dimaksudkan mengerti dan bukan untuk
menjawab.
b. Empati;
c. Membuka diri;
d. Mengecek;
4. Emosional Kataris.
5. Bermain Peran.
Bermain peran terdiri dari beberapa tahap (Stuart dan Sundeen, 1995):
- Mendefinisikan masalah;
- Menciptakan kesiapan untuk bermain peran;
- Menciptakan situasi;
- Membuat karakter;
- Penjelasan dan pemanasan;
- Pelaksana memerankan suatu peran;
- Berhenti;
- Analisis dan diskusi;
- Evaluasi.

L. Kebutuhan Terapeutik
Kebutuhan terapeutik adalah hambatan kemajuan hubungan antara perawat dan klien di mana
hambatan itu terjadi baik dari klien maupun dari perawat sendiri. Ada empat hambatan
kebuntuan terapeutik, yaitu: resistens, transferens, countertransference, dan bondary violation.

1. Resistens.
Beberapa bentuk resistensi (Stuart dan Sundeen, 1995):
a. Supresi dan represi informasi yang terkait.
b. Intensifikasi gejala.
c. Evaluasi diri serta pandangan dan keputusan tentang masa depan.
d. Dorongan untuk sehat, yang terjadi secara tiba-tiba tetapi hanya kesembuhan yang bersifat
sementara.
e. Hambatan intelektual yang mungkin tampak ketika klien mengatakan ia tidak mempunyai
pikiran apapun atau tidak mampu memikirkan masalahnya, saat ia tidak memenuhi janji untuk
pertemuan atau tiba terlambat untuk suatu sesi, lupa, diam atau mengantuk.
f. Pembicaraan yang bersifat permukaan/dangkal.
g. Penghayatan intelektual di man klien memverbalisasi pemahaman dirinya dengan menggunakan
istilah yang tepat namun tetap berperilaku maladaptif, atau menggunakan mekanisme pertahanan
intelektualisasi tanpa diikuti penghayatan.
h. Muak terhadap normalitas yang terlihat ketika klien telah mempunyai penghayatan tetapi
menolak memikul tanggung jawab untuk berubah dengan alasan bahwa normalitas adalah hal
yang tidak penting.
i. Reaksi transference (respon tidak sadar di mana klien mengalami perasaan dan sakit terhadap
perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dalam kehidupan nya yang dulu).
j. Perilaku amuk atau tidak rasional.

2. Transference.

3. Countertransference.
Beberapa bentuk countertransference (Stuart dan Sundeen dalam Intan, 2005):
a. Ketidakmampuan untuk berempati terhadap klien dalam area masalah tertentu.
b. Menekan perasaan selama atau sesudah sesi.
c. Kecerobohan dalam mengimplementasikan kontrak dengan datang terlambat, atau melampaui
waktu yang telah ditentukan.
d. Mengantuk selama sesi.
e. Perasaan marah atau tidak sabar karena ketidakinginan klien untuk berubah.
f. Dorongan terhadap ketergantungan, pujian atau afeksi klien.
g. Berdebat dengan klien atau kecenderungan untuk memaksa klien sebelum ia siap.
h. Mencoba untuk menolong klien dalam segala hal tidak berhubungan dengan tujuan keperawatan
yang telah diidentifikasi.
i. Keterlibatan dengan klien dalam tingkat personal dan sosial.
j. Melamunkan atau memikirkan klien.
k. Fantasi seksual atau agresi yang diarahkan kepada klien.
l. Perasaan cemas, gelisah atau perasaan bersalah terhadap klien.
m. Kecenderungan untuk memusatkan secara berulang hanya pada satu aspek atau cara memandang
pada informasi yang diberikan klien.

4. Bondary Violation.

Anda mungkin juga menyukai