Anda di halaman 1dari 17

KOMUNIKASI TERAPEUTIK

DI
S
U
S
U
N
Oleh
Rauzatul maula

Dosen Pembimbing : Mahdani , M.Kes

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


(STIkes)
MEDIKA NURUL ISLAM SIGLI
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

            Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT yang


telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga
akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah yang berjudul KOMUNIKASI TERAPEUTIK ini ditulis untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah komunnikasi terapeutik
keperawatan. Tidak lupa ucapan terimakasih kami tujukan kepada pihak-
pihak yang turut mendukung terselesaikannya makalah ini, antara lain :
1. Bapak Mahdani , M.Kes dosen mata kuliah Komunikasi Teurapetik
Keperawatan .
2. Rekan-rekan sekelompok yang bekerjasama menyelesaikan makalah ini,
serta
3. Semua pihak yang turut mendukung terselesaikannya makalah ini.

Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan
jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu, kritik dan saran yang membangun sangat
kami harapkan demi terciptanya makalah yang lebih baik selanjutnya. Terima
kasih sekali lagi kami ucapkan kepada orang-orang yang telah bersangkutan dalam
penyusunan makalah ini, semoga makalah ini dapat menambah wawasan bagi
teman-teman semuanya.

 Sigli, 10 November 2022

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Komunikasi merupakan komponen penting dalam kehidupan


bermasyarakat. Sebeb hanya dengan berkomunikasi, seseorang bisa menyampaikan
apa yang ada dalam pikirannya kepada orang lain. Baik itu untuk menyampaikan
informasi maupun untuk mendapatkan informasi dan semacamnya. Dalam bidang
keperawatan, komunikasi juga mutlak diperlukan. Salah satunya komunikasi antara
perawat dengan pesiennya. Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayana
profesional yang berdasarkan pada ilmu keperawatn. Pada perkembangannya ilmu
keperawatan selalu mengikuti perkembangan ilmu lain, mengingat ilmu
keperawatan merupakan ilmu terapan yang selalu berubah mengikuti
perkembangan zaman.

Komunikasi teraupetik merupakan hubungan perawat dan klien yang


dirancang untuk memfasilitasi tujuan therapy dalam pencapaian tingkatan
kesembuhan yang optimal dan efektif. Menurut Sruart G.W (1998), bahwa
komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara perawat dan
klien, dalam hubungannya ini perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar
bersama dengan rangka memperbaiki pengalaman emosional klien.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Komunikasi Terapeutik ?


2. Apa Tujuan Komunikasi Terapeutik ?
3. Apa Tujuan Terapeutik Akan Tercapai Bila Perawat Memiliki
Kaeakteristik ?
4. Bagaimana Karakteristik Seorang Perawat Memfasilitasi Hubungan
Terapeutik ?
5. Bagaimana Fase Hubungan Komunikasi Terapeutik ?
6. Bagaimana Sikap Komunikasi Terapeutik ?
7. Bagaimana Teknik Komunikasi Terapeutik ?
8. Apa Hambatan Komunikasi Terapeutik ?

C. Tujuan
1. Agar mahasiswa mampu memahami pengertian komunikasi terapeutik.
2. Agar mahasiswa mampu memahami tujuan terapeutik.
3. Agar mahasiswa mampu memahami tujuan terapeutik akan tercapai bila
perawat memiliki kaeakteristik.
4. Agar mahasiswa mampu memahami karakteristik seorang perawat
memfasilitasi hubungan terapeutik.
5. Agar mahasiswa mampu memahami fase hubungan komunikasi terapeutik.
6. Agar mahasiswa mampu memahami sikap komunikasi terapeutik.
7. Agar mahasiswa mampu memahami teknik komunikasi terapeutik.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Komunikasi Terapeutik

Komunikasi terpeutik adalah ketika dalam berkomunikasi dengan klien,


perawat mendapatkan gambaran yang jelas yang di alami tentang kondisi klien
yang sedang di rawat mengenai tanda dan gejala yang ditampakkan serta keluhan
yang dirasakan. gambaran tersebut dapat dijadikan acuan dalam menentukan
masalah keperawatan dan tindakan keperawatan yang dilakukan, dengan harapan
tindakan yang akan dilakukan sesuai dengan keluhan dan msalah keperawatan
yang sedang dialami klien atau bisa dikatakan bahwa tindakan keperawatan tepat
sasaran sehingga membantu mempercepat proses penyembuhan. Menurut As
Homby (1974), yang di kutip oleh Nurjannah, I (2001) bahwa therapeutic
merupakan kata sifat yang di hubungkan dengan seni dari penyembuhan. Ini
menggambarkan bahwa dalam menjalani proses komunikasi terpeutik, seorang
perawat melakukan kegiatan dari mulai pengkajian, menetukan masalah
keperawatan, menentukan rencana tindakan, melakukan tindakan keperawatan
sesuai dengan yang telah direncanakan sampi pada eveluasi yang semuanya itu
bisa di capai dengan maksimal ketika terjadi proses komunikasi efektif dan
intensif. Hubungan perawat dengan klien menggambarkan hubungan take and give.

Komunikasi terpautik merupakan hubungan perawat dengan klien yang


dirancang untuk memfasiklitasi tujuan therapy dalam pencapaian tingakatan
kesembuhan yang optimal dan efektif. Terjadinya komunikasi terapeutik adalah
apabila didahului hubungan saling percaya antara perawat dan klien. Menurut
Stuart G.W (1998), bahwa komunikasi terpeutik merupakan hubungan
interpersonal antara perawat dan klien, dalam hubungannya ini perawat dan klien
memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalam
emisional klien.

B. Tujuan Komunikasi Terapeutik

Tujuan komunikasi terapeutik antara lain adalah :

a. Terjadinya perubahan dalam diri pasien dalam bentuk kesadaran diri


serta penerimaan dari yang diikuti peningkatan akan penghormatan
diri, sehingga pasien terhindar dari rasa stress dan depresi akibat
penyakit kronis yang dideritanyaa.
b. Pasien belajar bagaimana menerima dan diterima orang lain, sehingga
memiliki kemampuan dalam membina hubungan interpersonal yang
tidak superficial serta saling bergantung.
c. Meningkatkan fungsi dan kemampuan pasien dalam mencapai tujuan
dan penetepan tujuan yang realistis, sesuai dengan kemampuan
pasien. Tidak terlalu tinggi (ideal) atau terlalu rendah (rendah diri). d.
Meningkatkan integritas diri pasein, dan kejelasan akan identitas
dirinya. Biasanya pasien mengalami gangguan identitas personal, dan
rendah diri.

Dalam mencapai tujuan ini sering sekali perawat memenuhi kendala komunikasi
yaitu:

a. Tingkah laku perawat perawat memegang peranan penting; tingkah


laku; gerak-gerik perawat selalu dinilai oleh masyarakat. Bahkan
sering juga surat kabar memuat berita-berita tentang perawat rumah
sakit. Bertindak yang tidak sebenarnya. Dipandang oleh klien perawat
judes, jahat dan sebagainya.
b. Perawatan yang berorientasi Rumah sakit Pelaksanaan perawatan
difokuskan pada penyakit yang diderita klien semata, sedangkan
psikososial kurang mendapat perhatian. Tujuan pelaksaan perawatan
yang sebenarnya yaitu manusia seutuhnya yang meliputi :
1. Bio : Kebutuhan dasar, makan minum, oksigen dan
perkembangan keturunan.
2. Psiko : Jiwa, perawat supaya turut membantu memecahkan
masalah yang ada hubungnnya dengan jiwa.
3. Sosial : Perawat juga mengetahui kebiasaan-kebiasaan, adat
istiadat dari klien di dalam masyarakat.
c. Perawat kurang tanggap terhadap kebutuhan, keluhan-keluhan, serta
kurang memperhatikan apa yang dirasakan oleh klien sehingga
menghambat hubungan baik.

C. Tujuan Terapeutik Akan Tercapai Bila Perawat Memiliki Kaeakteristik


a. Kesadaran diri
b. Klarifikasi nilai
c. Eksplorasi perasaan
d. Kemampuan untuk menjadi model peran
e. Motivasi altruistik (perhatian terhadap kesehajteraan orang lain tanpa
memperhatikan diri sendiri)
f. Rasa tanggung jawab dan etik (Hamid, 1999)

D. Karakteristik Seorang Perawat Memfasilitasi Hubungan Terapeutik


Karakteristik komunikasi terapeutik, yaitu :
1. Genuineness (keikhkasan)
Dalam rangka membantu klien, perawat harus menyadari tentang nilai,
sikap, dan perasaan yang dimiliki terhadap keadaan klien. Perawat yang mampu
menunjukan rasa ikhlasnya mempunyai kesadaran mengenai sikap yang dipunyai
terhadap pasien sehingga mampu belajar untuk mengomunikasikan secara tepat.
Perawat tidak akan menolak segala bentuk perasaan negatif yang dipunyai klien,
bahkan ia akan berusaha berinteraksi dengan klien.
2. Empathy (empati)
Merupakan perasaan “pemahaman” dan “penerimaan” perawat terhadap
perasaan yang dialami klien dan kemampuan merasakan “dunia pribadi pasien”.
Empati merupakan sesuatu yang jujur, sensitif, dan tidak dibuat-buta (objektif)
didasarkan atas apa yang dialami orang lain. Empati berbeda dengan simpati.
Simpati merupakan kecenderungan berfikir atau merasakan apa yang sedang
dilakukan atau dirasakan oleh pasien. Empati cenderung bergantung pada
kesamaan pengalaman di antara orang yang terlibat komunikasi.
3. Warmth (kehangatan)
Hubungan saling membantu (hepling relationship) dibuat untuk emberikan
kesempatan klien mengeluarkan “unek-unek” (perasaan dan nilai-nilai) secara
bebas. Dengan kehangatan, perawat akan mendorong klien untuk
mengekspresikan ide0ide dan menuangkannya dalam bentuk perbuatan tanpa rasa
takut dimaki atau dikonfrontasi. Suasana yang hangat menunjukan adanya rasa
penerimaan perawat terhadap pasein. Karakteristik yang lainnya, adalah :
a. Jujur
b. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif
c. Bersikap positif
d. Embati bukan empati
e. Mampu melihat permasalahan klien dari kacamata klien
f. Meneriman klien apa adanya
g. Sensitif terhadap perasaan klien
h. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri.

E. Fase Hubungan Komunikasi Terapeutik


a. Tahap Pra Interaksi (Kemampuan Intelektual Perawat)
Tahap Persiapan atau prainteraksi sangat penting dilakukan sebelum
berinteraksi dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada tahap ini perawat menggali
perasaan dan mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya. Pada tahap ini
perawat juga mencari informasi tentang klien. Kemudian perawat merancang
strategi untuk pertemuan pertama dengan klien. Tahap ini harus dilakukan oleh
seorang perawat untuk memahami dirinya, mengatasi kecemasannya, dan
meyakinkan dirinya bahwa dia siap untuk berinteraksi dengan klien (Suryani,
2005). Tugas perawat pada tahap ini antara lain:
1. Mengeksplorasi perasaan, harapan, dan kecemasan. Sebelum berinteraksi
dengan klien, perawat perlu mengkaji perasaannya sendiri (Stuart, G.W
dalam Suryani, 2005).
2. Menganalisis kekuatan dan kelemanhan sendiri. Kegiatan ini sangat penting
dilakukan agar perawat mampu mengatasi kelemahannya secara maksimal
pada saat berinteraksi dengan klien.
3. Mengumpulkan data tentang klien. Kegiatan ini juga sangat penting karena
dengan mengetahui informasi tentang klien perawat bisa memahami klien.
4. Merencanakan pertemuan yang pertama dengan klien. Perawat perlu
merencanakan pertemuan pertama dengan klien.

b. Tahap perkenalan
Perkenalan merupakan kegiatan yang dilakukan saat pertama kali
bertemu atau kontak dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada saat
berkenalan, perawat harus memperkenalkan dirinya terlebih dahulu kepada
klien (Brammer dalam Suryani, 2005). Dengan memperkenalkan dirinya
berarti perawat telah bersikap terbuka pada klien dan ini diharapkan akan
mendorong klien untuk membuka dirinya (Suryani, 2005). Tujuan tahap ini
adalah untuk memvalidasi keakuratan data dan rencana yang telah dibuat
dengan keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan yang lalu
(Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Tugas perawat pada tahap ini antara
lain:
1. Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan, dan komunikasi
terbuka. Hubungan saling percaya merupakan kunci dari keberhasilan
hubungan terapeutik. (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005)
2. Merumuskan kontrak pada klien (Christina, dkk, 2002). Kontrak ini
sangat penting untuk menjamin kelangsungan sebuah interaksi
(Barammer dalam Suryani, 2005).
3. Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien.
Pada tahap ini perawat mendorong klien untuk mengekspresikan
perasaannya.
4. Merumuskan tujuan dengan klien. Perawat perlu merumuskan tujuan
interaksi bersama klien karena tanpa keterlibatan klien mungkin tujuan
sulit dicapai. Tujuan ini dirumuskan setelah klien diidentifikasi.

c. Tahap kerja
Merupakan tahap inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik
(Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Tahap ini perawat dan klien bekerja
bersama-sama untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien. Tahap kerja
ini dituntut kemampuan perawat dalam mendorong klien mengungkap
perasaan dan pikirannya. Perawat juga dituntut untuk mempunyai
kepekaan dan tingkat analisis yang tinggi terhadap adanya perubahan
dalam respons verbal maupun nonverbal klien.
Pada tahap ini perawat perlu melakukan active listening karena tugas
perawat pada tahap kerja ini bertujuan untuk menyelesaikan masalah
klien. Melalui active listening, perawat membantu klien untuk
mendefinisikan masalah yang dihadapi, bagaimana cara mengatasi
masalahnya, dan mengevaluasi cara atau alternatif pemecahan masalah
yang telah dipilih. Perawat juga diharapkan mampu menyimpulkan
percakapannya dengan klien. Tehnik menyimpulkan ini merupakan
usaha untuk memadukan dan menegaskan hal-hal penting dalam
percakapan, dan membantu perawat-klien memiliki pikiran dan ide yang
sama (Murray, B & Judth dalam Suryani, 2005). Tujuan tehnik
menyimpulkan adalah membantu klien menggali hal-hal dan tema
emosional yang penting (Fontaine & Fletcner dalam Suryani, 2005).

d. Tahap terminasi
Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dengan klien
(Christina, dkk, 2002). Tahap ini dibagi dua yaitu terminasi sementara
dan terminasi akhir (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).
 Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan
perawat-klien, setelah terminasi sementara, perawat akan
bertemu kembali dengan klien pada waktu yang telah
ditentukan.
 Terminasi akhir terjadi jika perawat telah menyelesaikan
proses keperawatan secara keseluruhan.

Tugas perawat pada tahap ini antara lain:


1. Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah
dilaksanakan. Evaluasi ini juga disebut evaluasi objektif.
2. Melakukan evaluasi subjektif. Evaluasi subjektif dilakukan
dengan menanyakan perasaan klien setelah berinteraksi
dengan perawat.
3. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah
dilakukan. Tindakan ini juga disebut sebagai pekerjaan rumah
untuk klien.
4. Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya.
Kontrak ini penting dibuat agar terdapat kesepakatan antara
perawat dan klien untuk pertemuan berikutnya. Stuart G.W. (1998)
dalam Suryani (2005), menyatakan bahwa proses terminasi perawat-
klien merupakan aspek penting dalam asuhan keperawatan, sehingga
jika hal tersebut tidak dilakukan dengan baik oleh perawat, maka
regresi dan kecemasan dapat terjadi lagi pada klien. Timbulnya
respon tersebut sangat dipengaruhi oleh kemampuan perawat untuk
terbuka, empati dan responsif terhadap kebutuhan klien pada
pelaksanaan tahap sebelumnya.

F. Sikap Komunikasi Terapeutik


Menurut Devi (2012) terdapat 5 sikap atau cara untuk
menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi komunikasi
terapeutik, yaitu:
1. Berhadapan; arti dari posisi ini adalah saya siap untuk anda.
2. Mempertahankan kontak mata; kontak mata pada level yang sama
berarti menghargai pasien dan menyatakan keinginan untuk tetap
berkomunikasi.
3. Membungkuk kearah pasien; posisi ini menunjukkan keinginan
untuk menyatakan atau mendengarkan sesuatu.
4. Memperlihatkan sikap terbuka; tidak melipat kaki atau tangan
menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi dan siap
membantu.
5. Tetap rileks; tetap dapat mengendalikan keseimbangan antara
ketegangan dan relaksasi dalam memberikan respons kepada
pasien, meskipun dalam situasi yang kurang menyenangkan.

G. Teknik Komunikasi Terapeutik


Teknik komunikasi menurut Shives (1994), Stuart & Sundeen (1950) dan
Wilson & Kneisl (1920), yaitu :
1. Mendengar (Listening)
Merupakan dasar utama dalam komunikasi. Dengan mendengar perawat
mengetahui perasaan klien. Beri kesempatan lebih banyak pada klien
untuk bicara. Perawat harus menjadi pendengar yang aktif.
2. Pertanyaan Terbuka (Broad Opening)
Memberi kesempatan untuk memilih, contoh: apakah yang sedang
saudara pikirkan?, apa yang akan kita bicarakan hari ini?. Beri dorongan
dengan cara mendengar atau mengatakan, saya mengerti atau oohh .…
3. Mengulang (Restarting)
Mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien. Gunanya untuk
menguatkan ungkapan klien dan memberi indikasi perawat mengikuti
pembicaraan klien.
4. Klarifikasi
Dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar atau klien
berhenti karena malu mengemukakan informasi, informasi yang
diperoleh tidak lengkap atau mengemukakannya berpindah-pindah.
Contoh: dapatkah anda menjelaskan kembali tentang …? Gunanya untuk
kejelasan dan kesamaan ide, perasaan dan persepsi perawat-klien.
5. Refleksi
Refleksi isi, memvalidasi apa yang didengar. Klarifikasi ide yang
diekspresikan klien dengan pengertian perawat.
6. Memfokuskan
Untuk membatasi bahan pembicaraan sehingga percakapan menjadi lebih
spesifik dan dimengerti
7. Menyatakan hasil observasi
Klien dapat menguraikan apahak pesanya diteriam dengan benar atau
tidak. Perawat harus memberikan umpan balik kepada klien dengan
menyatakan hasil pengamatannya.
8. Menawarkan informasi
Memfasilitasi klien untuk mengambil keputusan. Perawat tidak
dibenarkan memberikan nasihat kepada klien ketika memberikan
informasi.
9. Diam
Memberikan kesempatan lepada perawat dan klien untuk mengorganisasi
pikirannya.

10.Meringkas
Untuk membantu mengingat topik yang telah dibahas sebelum
meneruskan pembicaraan berikut. Misalnya “Selama 15 menit ini anda
dan saya telah membicarakan.”
11.Memberikan kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan
Perawat dapat merangsang untuk mengambil insiatif dan merasakan
bahwa ia diharapkan untuk membuka pembicaraan. Misalnya “Apakah
ada sesuatu yang ingin anda bicarakan?”
12.Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan
Memberikan kesempatan kepada klien untuk mengarahkan hampir
seluruh pembicaraan.
13.Renungan
Memberikan kesempatan klien untuk mengemukan dan menerima ide
dan perasaanya sebagai bagian dari dirinya sendiri.

H. Hambatan Komunikasi Terapeutik


Hambatan komunikasi terapeutik yang bisa terjadi yaitu :
1. Masalah penglihatan
Masalah penglihatan pada pasien, terutama pasien lansia
tentunya juga akan memberikan pengaruh pada lambatnya
komunikasi terapeutik yang dilakukan. Penglihatan yang menjadi
kabur atau bahkan tidak dapat melihat sama sekali tentunya akan
menghambat komunikasi non verbal atau bahasa tubuh yang
digunakan. Namun masalah ini dapat diatasi dengan lebih menaikan
volume suara yang digunakan ketika berbicara selama indra
pendengaran pasien masih berfungsi dengan baik. Namun menaikkan
volume suara tidak terlalu menekan klarena justru akan lebih
terdengar seperti membentak.
2. Dominasi dalam pembicaraan
Komunikasi terapeutik juga bisa terhambat jika pasien bukanlah
tipe pendengar yang baik.Pasien yang dihadapi sering kali adalah
tipikal yang selalu ingin menjadi orang yang mendominasi dan tokoh
utama dalam topik pembicaraan. Meskipun terasa kurang nyaman,
namun ada bainya jika perawat menjadi pendengar yang baiuk agar
pasien menjadi lebih nyaman. Ketika ia sudah selesai bicara barulah
bergantian perawat yang berbicara sehingga pasein pun merasa lebih
dihargai dan dihormati.
3. Mudah tersinggung
Pasien yang diajak berkomunikasi kadang kala menjadi sangat
mudah tersinggung. Hal ini bisa terjadi karena memang sifat pasien
atau efek obat-obatan yang mebuatnya menjadi mudah emosi. Dlam
komunikasi yang menyebabkan pasien menjadi mudah tersinggung
seperti ini, perawat sebaiknya lebih banyak meminta maaf agar pasien
menjadi lebih nyaman dalam berkomunikasi, bahkan meskipun
perawat tersebut tidak memiliki kesalahan.
4. Trauma masa lalu
Trauma masa lalu juga bisa membuat pasien menjadi lebih
mudah tersinggung, mudah menangis, bahkan marah tanpa alasan
pada perawat. Maka dari itu diperlukan pengetahuan yang cukup
mengenai riwayat medis atau latar belakang pasien sebelum
melakukan komunikasi terapeutik. Sebisa mungkin hindari
pembicaraan yang mengigatkan pasien pada masa lalunya dan
yakinkan bahwa masa depannya begitu indah.
5. Keterbatasan fisisk
Salah satunya adalah masalah pendengara yang menjadi
hambatan besar dalam komunikasi terapeutik. Komunikasi verbal
yang menjadi bentuk omunikasi utama akan sangat sulit dilakukan.
Hal ini bisa diatasi dengan menaikan volume suara atau pasien
diberikan alat bantu dengar jiak sudah terlaku parah. Bantuan
komunikasi dengan isyarat atau bahasa tubuh juga akan sangat
membantu.
6. Sepele
Beberapa pasien sering mengaggap remeh atau sepele pada
perawat yang berusaha melakukan komunikasi dengannya. Sikap
sepele inibiasanya sering ditemukan pada pasien yang telah lanjut
usia. Merasa lebih tua dan lebih bijak dalam menghadapi kehidupan
membuat mereka sering cuek dan tidak peduli pada perawat yang
lebih muda sehingga terkesan sepele. Biasanya diatasi dengan
kelembuatn dan kesabaran dari perawat yang melakukan komunikasi
terapeutik.
7. Menyerang perawat
Menyerang disini bukan mempunyai arti berupa serangan fisik,
namun lebih kepada serangan mental. Pasien sering kali secara dara
maupun tidak sadar mempertahankan hak mereka dengan menyerang
perawat. Serangan yang dilakukan berupa penghinaan dengan
menyalahkan perawat sehingga seolah-olah meraka adalah yang
paling benar.
8. Stres
Stres menyebabkan terhambatnya komunikasi teraputik yang
dijalankan. Pasien yang mengalami stres akan lebih mudah jatuh ke
dalam emosi, baik mudah marah atau menangis sehingga
menyebabkan komunikasi menjadi kacau.
9. Mempermalukan perawat
Secara sadar maupun tidak sadar, mereka berusaha terlihat lebih
kuat dan lebih baik berwenang dibandingkan dengan perawat.
Kondisi inin justru akan semakin memperburuk komunikasi
terapeutik yang dilakukan bahkan bisa saja komunikasi terputus
begitu saja karena rasa sakit hati yang dialami oleh perawat.
10.Lupa
Lupa atau pikun yang alami oleh pasien sering kali membut
perawat harus mengulangi lagi apa yang telah dikatakannya. Kondisi
ini sebaiknya dimaklumi oleh perawat karena merupakan hal di luar
kemapuan si pasien. Sebagiknya diperlakukan dengan sangat lembut
agar komunikasi tetap berjalan dengan baik meskipun harus sering
mengulang.
11.Ketidaksabaran perawat
Beberapa perawat ada yng tidak memiliki kesabaran dalam
melakukan komunikasi terapeutik. Ketidaksabaran inilah yang dapat
menyebabkan terhambatnya bahkan terputusnya komunikasi
terapeutik yang dijalankan.
12.Wawasan yang kurang
Wawasan disini maksudnya adalah kemapuan dalam
menggunakan dan mengaplikasikan ilmu dalam komunikasi
terapeutik. Setiap perawat tentunya telah mendapatkan bekal
mengenai cara menghadapi pasien yang baik dan bener. Jika wawasan
perawat kurang, maka komunikasi terapeutik yang dilakukan tentunya
juga tidak dapat berjalan dengan baik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Komunikasi terpeutik adalah ketika dalam berkomunikasi dengan
klien, perawat mendapatkan gambaran yang jelas dan alami tentang kondisi
klien yang sedang sedang di rawat mengenai tanda dan gejala yang
ditampakkan serta keluhan yang dirasakan. gambaran tersebut dapat
dijadikan acuan dalam menentukan masalah keperawatan dan tindakan
keperawatan yang dilakukan, dengan harapan tindakan yang akan
dilakukan sesuai dengan keluhan dan msalah keperawatan yang sedang
dialami klien atau bisa dikatakan bahwa tindakan keperawatan tepat
sasaran sehingga membantu mempercepat proses penyembuhan.

B. Saran
1. Dalam melayani klien hendaknya perawat selalu berkomunikasi dengan
klien untuk mendapatkan persetujuan tindakan yang akan di lakukan.
2. Dalam berkomunikasi dengan klien hendaknya perawat menggunakan
bahasa yang mudah di mengerti oleh klien sehingga tidak terjadi
kesalahpahaman komunikasi.
3. Dalam menjalankan profesinya hendaknya perawat selalu memegang
teguh etika keperawatan.

Daftar pustaka
https://www.scribd.com/doc/306475189/MAKALAH-
KEPERAWATAN
wijanarkosite. 2016.01.01 makalah-komunikasi-terapeutik
pustaka.unpad. komunikasi terapeutik 2009.01

Anda mungkin juga menyukai