Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam


hubungan antar manusia. Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih
bermakna karena merupakan metode utama dalam mengimplementasikan proses
keperawatan.

Pengalaman ilmu untuk menolong sesama memerlukan kemampuan khusus


dan kepedulian sosial yang besar (Abdalati, 1989). Untuk itu perawat memerlukan
kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang mencakup keterampilan intelektual,
tehnical dan interpersonal yang tercermin dalam perilaku "caring" atau kasih. sayang
cinta (Johnson, 1989) dalam berkomunikasi dengan orang lain.

Perawat yang memiliki keterampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak


saja akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah terjadinya
masalah legal, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan
meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra rumah sakit (Achir Yani), tetapi
yang paling penting adalah mengamalkan ilmunya untuk memberikan pertolongan
terhadap sesama manusia.

Dalam tulisan ini akan dibahas tentang pengertian komunikasi termasuk


"Konsep Komunikasi Terapeutik pada Keadaan Pre dan Post Operasi" untuk praktek
keperawatan, sikap dan teknik serta dimensi hubungan dari komunikasi terapeutik.

B. Tujuan Masalah

Tujuan dari pembuatan makalah yang berjudul "Konsep Komunikasi Terapeutik pada
Keadaan Pre dan Post Operasi yaitu:
1. Mengetahui pengertian komunikasi

2. Memahami teknik komunikasi terapeutik

3. Mengetahui fase-fase terapeutik

4. Mengetahui sikap komunikasi terapeutik

5. Mengetahui cara berkomunikasi dengan klien pre dan post operatif

C. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan komunikasi?

2. Bagaimana teknik komunikasi terapeutik?

3. Apa saja yang termasuk fase fase komunikasi terapeutik?

4.Bagaimana sikap komunikasi terapeutik yang baik?

5. Bagaimana cara berkomunikasi dengan klien pre dan post operatif?


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Jenis Komunikasi

Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan


memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia sekitarnya.
Menurut Potter dan Perry (1993), komunikasi terjadi tiga tingkatan yaitu
intrapersonal, interpersonal dan publik. Makalah ini difokuskan pada komunikasi
interpersonal yang terapeutik.

Komunikasi interpersonal adalah interaksi yang terjadi antara sedikitnya dua


orang atau dalam kelompok kecil, terutama dalam keperawatan. Komunikasi
interpersonal yang sehat memungkinkan penyelesaian masalah, berbagai ide,
pengambilan keputusan, dan pertumbuhan personal.

Menurut Potter dan Perry (1993), Swansburg (1990), Szilagyi (1984) dan. Tappen
(1995) ada tiga jenis komunikasi yaitu verbal, tertulis dan non-verbal yang
dimanifestasikan secara terapeutik.

B. Komunikasi Terapeutik

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses


penyembuhan klien (Depkes R1, 1997). Dalam pengertian lain mengatakan bahwa
komunikasi terapeutik adalah proses yang digunakan oleh perawat memakai
pendekatan yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan
pada klien. Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik
tolak saling memberikan pengertian antara perawat dengan klien. Persoalan yang
mendasar dari komunikasi ini adalah adanya rasa saling membutuhkan antara perawat
dan klien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara
perawat dan klien, perawat membantu dan klien menerima bantuan.

Menurut Stuart dan Sundeen (dalam Hamid, 1996), tujuan hubungan


terapeutik
diarahkan pada pertumbuhan klien meliputi:
a) Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan
terhadap diri
b) Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri
c) Kemampuan untuk membina hubungan interpersonal yang intim dan
saling tergantung dengan kapasitas untuk mencintai dan dicintai
d) Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan
serta mencapai tujuan personal yang realistik.

a. Komponen Komunikasi Terapeutik

Model struktural dari komunikasi mengidentifikasi lima komponen fungsional berikut


(Hamid, 1998):

a) Pengirim yang menjadi asal dari pesan.


b) Pesan suatu unit informasi yang dipindahkan dari pengirim kepada
penerima.
c) Penerima yang mempersepsikan pesan, yang perilakunya dipengaruhi
oleh pesan
d) Umpan balik respon dari penerima pesan kepada pengirim pesan.
e) Konteks tatanan di mana komunikasi terjadi.

Jika perawat mengevaluasi proses komunikasi dengan menggunakan lima


elemen struktur ini maka masalah. masalah yang spesifik atau kesalahan yang
potensial dapat diidentifikasi. Menurut Roger, terdapat beberapa karakteristik dari
seorang perawat yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang terapeutik.

Karakteristik tersebut antara lain: (Suryani, 2005)

a) Kejujuran (Trustworthy)
Kejujuran merupakan modal utama agar dapat melakukan komunikasi yang
bernilai terapeutik, tanpa kejujuran mustahil dapat membina hubungan saling
percaya. Klien hanya akan terbuka dan jujur pula dalam memberikan
informasi yang benar hanya bila yakin bahwa perawat dapat dipercaya.

b) Tidak Membingungkan dan Cukup Ekspresif


Dalam berkomunikasi hendaknya perawat menggunakan kata-kata yang
mudah. dimengerti oleh klien. Komunikasi nonverbal harus mendukung
komunikasi verbal yang disampaikan. Ketidaksesuaian dapat menyebabkan
klien menjadi bingung.

c) Bersikap Positif
Bersikap positif dapat ditunjukkan dengan sikap yang hangat, penuh perhatian
dan penghargaan terhadap klien. Roger menyatakan inti dari hubungan
terapeutik adalah kehangatan, ketulusan, pemahaman yang empati dan sikap
positif.

d) Empati Bukan Simpati


Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan karena dengan
sikap ini perawat akan mampu merasakan dan memikirkan permasalahan
klien seperti yang dirasakan dan dipikirkan oleh klien. Dengan empati seorang
perawat dapat memberikan alternatif pemecahan masalah bagi klien karena
meskipun dia turut merasakan. permasalahan yang dirasakan kliennya, tetapi
tidak larut dalam masalah tersebut sehingga perawat dapat memikirkan
masalah yang dihadapi klien secara objektif. Sikap simpati membuat perawat
tidak mampu melihat permasalahan secara objektif karena dia terlibat secara
emosional dan terlarut didalamnya.

e) Mampu Melihat Permasalah Klien dari Kacamata Klien


Dalam memberikan asuhan keperawatan perawat harus berorientasi pada klien
(Taylor dkk. 1997) dalam Suryani 2005. Untuk itu agar dapat membantu
memecahkan masalah klien perawat harus memandang permasalahan tersebut
dari sudut pandang klien. Untuk itu perawat harus menggunakan teknik active
listening dan kesabaran dalam mendengarkan ungkapan klien. Jika perawat
menyimpulkan secara tergesa-gesa dengan tidak menyimak secara
keseluruhan ungkapan klien akibatnya dapat fatal karena dapat saja diagnosa
yang dirumuskan perawat tidak sesuai dengan masalah klien dan
akibatnya tindakan yang diberikan dapat tidak membantu bahkan merusak
klien.

f) Menerima Klien Apa Adanya


Jika seseorang diterima dengan tulus, seseorang akan merasa nyaman dan
aman. dalam menjalin hubungan intim terapeutik. Memberikan penilaian atau
mengkritik klien. berdasarkan nilai-nilai yang diyakini perawat menunjukkan
bahwa perawat tidak menerima klien apa adanya.

g) Sensitif Terhadap Perasaan Klien


Tanpa kemampuan ini hubungan yang terapeutik sulit terjalin dengan baik,
karena jika tidak sensitif perawat dapat saja melakukan pelanggaran batas,
privasi dan. menyinggung perasaan klien.

h) Tidak Mudah Terpengaruh oleh Masa Lalu Klien ataupun Diri


PerawatSendiri. Seseorang yang selalu menyesali tentang apa yang telah
terjadi pada masa. lalunya tidak akan mampu berbuat yang terbaik hari ini.
Sangat sulit bagi perawat untuk membantu klien, jika ia sendiri memiliki
segudang masalah dan ketidakpuasan dalam hidupnya.

C. Fase Hubungan Komunikasi Terapeutik


Struktur dalam komunikasi terapeutik menurut Stuart G.W. 1998, terdiri dari
empat fase yaitu:
1. Fase Preinteraksi
Adalah masa persiapan sebelum memulai berhubungan dengan klien. Tugas
perawat pada fase ini yaitu:
a) Mengeksplorasi perasaan, harapan dan kecemasannya.
b) Menganalisa kekuatan dan kelemahan diri, dengan analisa diri ia akan terlatih
untuk memaksimalkan dirinya agar bernilai terapeutik bagi klien, jika merasa
tidak siap maka perlu belajar kembali, diskusi teman kelompok.
c) Mengumpulkan data tentang klien sebagai dasar dalam membuat rencana
interaksi.
d) Membuat rencana pertemuan secara tertulis, yang akan di implementasikan
saat bertemu dengan klien.

2 Fase Orientasi
Fase ini dimulai pada saat bertemu pertama kali dengan klien. Pada saat
pertama kali bertemu dengan klien fase ini digunakan perawat untuk berkenalan
dengan klien. dan merupakan langkah awal dalam membina hubungan saling
percaya. Tugas utama perawat pada tahap ini adalah memberikan situasi
lingkungan yang peka dan menunjukkan penerimaan serta membantu klien dalam
mengekspresikan perasaan dan pikirannya. Tugas-tugas perawat pada tahap ini
antara lain:
a) Membina hubungan saling percaya, menunjukkan sikap penerimaan dan
komunikasi terbuka. Untuk membina hubungan saling percaya perawat harus
bersikap terbuka, jujur, ikhlas, menerima klien apa adanya, menepati janji,
dan menghargai klien.
b) Merumuskan kontrak bersama klien. Kontrak penting untuk menjaga
kelangsungan sebuah interaksi. Kontrak yang harus disetujui bersama dengan
klien yaitu tempat. waktu dan topik pertemuan..
c) Menggali perasaan dan pikiran serta mengidentifikasi masalah klien. Untuk
mendorong klien mengekspresikan perasaannya, maka teknik yang digunakan
adalah pertanyaan terbuka.
d) Merumuskan tujuan dengan klien. Tujuan dirumuskan setelah masalah klient
teridentifikasi. Bila tahap ini gagal dicapai akan menimbulkan kegagalan pada
keseluruhan interaksi (Stuart.G.W,1998 dikutip dari Suryani, 2005). Hal yang
perlu diperhatikan pada fase ini antara lain:
 Memberikan salam terapeutik disertai mengulurkan tangan jabatan. tangan.
 Memperkenalkan diri perawat.
 Menyepakati kontrak. Kesepakatan berkaitan dengan kesediaan klien untuk
berkomunikasi, topik, tempat, dan lamanya pertemuan.
 Melengkapi kontrak. Pada pertemuan pertama perawat perlu melengkapi
penjelasan tentang identitas serta tujuan interaksi agar klien percaya kepada
perawat.
 Evaluasi dan validasi. Berisikan pengkajian keluhan utama, alasan atau
kejadian yang membuat klien meminta bantuan. Evaluasi ini juga
digunakan untuk mendapatkan fokus pengkajian lebih lanjut, kemudian
dilanjutkan dengan hal-hal yang terkait dengan keluhan utama. Pada
pertemuan lanjutan evaluasi atau validasi digunakan untuk mengetahui
kondisi dan kemajuan klien hasil interaksi sebelumnya.
 Menyepakati masalah. Dengan teknik memfokuskan perawat bersama klien
mengidentifikasi masalah dan kebutuhan klien.
Selanjutnya setiap awal pertemuan lanjutan dengan klien lakukan orientasi.
Tujuan orientasi adalah memvalidasi keakuratan data, rencana yang telah
dibuat dengan keadaan klien saat ini dan mengevaluasi tindakan pertemuan
sebelumnya.

3. Fase Kerja
Tahap ini merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi
terapeutik. Tahap ini perawat bersama klien mengatasi masalah yang dihadapi
klien. Perawat dan klien mengeksplorasi stressor dan mendorong perkembangan
kesadaran diri dengan menghubungkan persepsi, perasaan dan perilaku klien.
Tahap ini berkaitan dengan pelaksanaan rencana asuhan yang telah ditetapkan.
Teknik komunikasi terapeutik yang sering digunakan perawat antara lain
mengeksplorasi, mendengarkan dengan aktif, refleksi, berbagai persepsi,
memfokuskan dan menyimpulkan (Geldard, D, 1996, dikutip dari Suryani,
2005).

4. Fase Terminasi
Fase ini merupakan fase yang sulit dan penting, karena hubungan
saling percaya sudah terbina dan berada pada tingkat optimal. Perawat dan klien
keduanya merasa kehilangan. Terminasi dapat terjadi pada saat perawat
mengakhiri tugas pada unit tertentu atau saat klien akan pulang. Perawat dan
klien bersama sama meninjau kembali proses keperawatan yang telah dilalui dan
pencapaian tujuan. Untuk melalui fase ini dengan sukses dan bernilai terapeutik,
perawat menggunakan konsep kehilangan.
Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat, yang dibagi dua yaitu:
a) Terminasi sementara, berarti masih ada pertemuan lanjutan;
b) Terminasi akhir, terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses keperawatan
secara menyeluruh.

Tugas perawat pada fase ini adalah:


a) Mengevaluasi pencapaian tujuan interaksi yang telah dilakukan. Evaluasi ini
disebut evaluasi objektif. Brammer & Mc Donald (1996) menyatakan bahwa
meminta klien menyimpulkan tentang apa yang telah didiskusikan atau respon
objektif setelah tindakan dilakukan sangat berguna pada tahap terminasi
(Suryani, 2005).
b) Melakukan evaluasi subjektif, dilakukan dengan menanyakan perasaan klien
setalah berinteraksi atau setelah melakukan tindakan tertentu.
c) Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Hal ini
sering disebut pekerjaan rumah (planning klien). Tindak lanjut yang diberikan
harus relevan dengan interaksi yang baru dilakukan atau yang akan dilakukan
pada pertemuan berikutnya. Dengan tindak lanjut klien tidak akan pernah
kosong menerima proses keperawatan dalam 24 jam.
d) Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya, kontrak yang perlu disepakati
yaitu topik, waktu dan tempat pertemuan. Perbedaan antara terminasi
sementara dan terminasi akhir adalah bahwa pada terminasi akhir yaitu
mencakup keseluruhan hasil yang telah dicapai selama interaksi.

D. Sikap Komunikasi Terapeuti


Lima sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat
1. Memfasilitasi komunikasi yang terapeutik menurut Egan, yaitu: Berhadapan.
Arti dari posisi ini adalah "Saya siap untuk anda".
2. Mempertahankan kontak mata. Kontak mata pada level yang sama berarti
menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.
3. Membungkuk ke arah klien. Posisi ini menunjukkan keinginan untuk
mengatakan atau mendengar sesuatu.
4. Mempertahankan sikap terbuka, tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan
keterbukaan untuk berkomunikasi.
5. Tetap rileks. Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan
relaksasi dalam memberi respon kepada klien. Selain hal-hal di atas sikap
terapeutik juga dapat teridentifikasi melalui perilaku non verbal.
Stuart dan Sundeen (1998) mengatakan ada lima kategori komunikasi non
verbal.yaitu:
1. Isyarat vokal, yaitu isyarat paralingustik termasuk semua kualitas bicara non
verbal misalnya tekanan suara, kualitas suara, tertawa, irama dan kecepatan
bicara.
2. Isyarat tindakan, yaitu semua gerakan tubuh termasuk ekspresi wajah dan sikap
tubuh.
3. Isyarat obyek, yaitu obyek yang digunakan secara sengaja atau tidak sengaja
oleh seseorang seperti pakaian dan benda pribadi lainnya.
4. Ruang, memberikan isyarat tentang kedekatan hubungan antara dua orang. Hal
ini didasarkan pada norma-norma social budaya yang dimiliki.
5. Sentuhan, yaitu fisik antara dua orang dan merupakan komunikasi non verbal
yang paling personal. Respon seseorang terhadap tindakan ini sangat
dipengaruhi oleh tatanan dan latar belakang budaya, jenis hubungan, jenis
kelamin, usia dan harapan.

E. Teknik Komunikasi Terapeutik


Ada dua persyaratan dasar untuk komunikasi yang efektif (Stuart dan
Sundeen, 1998) yaitu:
1. Semua komunikasi harus ditujukan untuk menjaga harga diri pemberi maupun
penerima pesan.
2. Komunikasi yang menciptakan saling pengertian harus dilakukan lebih dahulu
sebelum memberikan saran, informasi maupun masukan.Hubungan kerjasama
Perawat Klien yang ditandai tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran dan
pengalaman dalam membina hubungan intim yang terapeutik. Jarak yang baik
untuk komunikasi terapeutik adalah 50 120 cm, tidak dibatasi oleh meja.

Stuart dan Sundeen, (1998) mengidentifikasi teknik komunikasi


terapeutik.sebagai berikut:
1. Mendengarkan dengan penuh perhatian
Dalam hal ini perawat berusaha mengerti klien dengan cara mendengarkan apa
yang disampaikan klien. Mendengar merupakan dasar utama dalam
komunikasi. Dengan mendengar perawat mengetahui perasaan klien. Beri
kesempatan lebih banyak pada klien untuk berbicara. Perawat harus menjadi
pendengar yang aktif. Menunjukkan penerimaan Menerima tidak berarti
menyetujui, menerima berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa
menunjukkan keraguan atau ketidaksetujuan.
2. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan
Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifik
mengenai apa yang disampaikan oleh klien.
3. Mengulangi ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri
Melalui pengulangan kembali kata kata klien, perawat memberikan umpan
balik bahwa perawat mengerti pesan klien dan berharap komunikasi
dilanjutkan.
4. Mengklasifikasi
Klasifikasi terjadi saat perawat berusaha untuk menjelaskan dalam kata-kata
ide atau pikiran yang tidak jelas dikatakan oleh klien.
5. Memfokuskan
Metode ini bertujuan untuk membatasi bahan pembicaraan sehingga
percakapan.
6. Menyatakan hasil observasi
menjadi lebih spesifik dan dimengerti. Dalam hal ini perawat menguraikan
kesan yang ditimbulkan oleh isyarat non verbal klien.
7. Menawarkan informasi
Memberikan tambahan informasi merupakan tindakan penyuluhan kesehatan.
untuk klien yang bertujuan memfasilitasi klien untuk mengambil keputusan.
8. Diam
Diam akan memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk
mengorganisir. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi dengan
dirinya sendiri. mengorganisir pikiran dan memproses informasi.
9. Meringkas
Meringkas pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara
singkat.
10. Memberi penghargaan
Penghargaan janganlah sampai menjadi beban untuk klien dalam arti jangan
sampai klien berusaha keras dan melakukan segalanya demi untuk
mendapatkan pujian dan persetujuan atas perbuatannya.
11. Memberi kesempatan klien untuk memulai pembicaraan.
Memberi kesempatan kepada klien untuk berinisiatif dalam memilih topik
pembicaraan.
12. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan
Teknik ini memberikan kesempatan kepada klien untuk mengarahkan hampir
seluruh pembicaraan.
13. Menempatkan kejadian secara berurutan
Mengurutkan kejadian secara teratur akan membantu perawat dan klien
untuk melihatnya dalam suatu perspektif.
14. Memberikan kesempatan klien untuk menguraikan persepsinya.
Apabila perawat ingin mengerti klien, maka perawat harus melihat segala
sesuatunya dari perspektif klien
15. Refleksi
Refleksi memberikan kesempatan kepada klien untuk mengemukakan dan
menerima ide dan perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri.

F. Hambatan Dalam Berkomunikasi


1) Resisten
Resisten adalah upaya klien untuk tetap tidak menyadari aspek
penyebab ansietas yang dialaminya. Resisten sering merupakan akibat dari
ketidaksediaan klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah telah
dirasakan. Perilaku resisten biasanya diperlihatkan oleh klien selama fase
kerja, karena fase ini sangat banyak berisi proses penyelesaian masalah.
2) Transferens
Transferens adalah respon tidak sadar dimana klien mengalami
perasaan dan sikap terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh
dalam kehidupannya di masa lalu. Sifat yang paling menonjol adalah
ketidaktepatan respon klien dalam intensitas dan penggunaan mekanisme
pertahanan pengisaran (displacement) yang maladaptif. Ada dua jenis utama
reaksi bermusuhan dan tergantung.

3) Kontertransferens
Yaitu kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh perawat bukan oleh klien.
Kontertransferens merujuk pada respon emosional spesifik oleh perawat
terhadap klien. yang tidak tepat dalam isi maupun konteks hubungan terapeutik
atau ketidaktepatan. dalam intensitas emosi. Reaksi ini biasanya berbentuk salah
satu dari tiga jenis reaksi sangat mencintai, reaksi sangat bermusuhan atau
membenci dan reaksi sangat cemas. sering kali digunakan sebagai respon
terhadap resisten klien. Untuk mengatasi hambatan komunikasi terapeutik,
perawat harus siap untuk mengungkapkan perasaan emosional yang sangat kuat
dalam konteks hubungan perawat klien (Hamid, 1998). Awalnya, perawat harus
mempunyai pengetahuan tentang hambatan komunikasi terapeutik dan
mengenali perilaku yang menunjukkan adanya hambatan tersebut. Latar
belakang perilaku digali baik klien atau perawat bertanggung jawab terhadap
hambatan terapeutik dan dampak negative pada proses terapeutik.

G. Tolak Ukur Keberhasilan Komunikasi


1. Kepercayaan penerima pasien
2. Daya tarik pesan dan kesesuaian kebutuhan
3. Pemahaman yang sama
4. Kemampuan komunikan menafsirkan pesan
5. Setting komunikasi yang kondusif
6. Metode dan media penyampaian yang sesuai

H. Tinjauan Tentang Kecemasan


1. Pengertian
Kecemasan (anxietas) merupakan respon individu terhadap suatu
keadaan yang tidak menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk hidup
dalam kehidupan sehari- hari. Tindakan operasi atau pembedahan merupakan
pengalaman yang sulit bagi hampir semua pasien. Berbagai kemungkinan
buruk bisa saja terjadi yang akan membahayakan pasien. Maka tak heran jika
sering kali pasien dan keluarganya menunjukkan sikap yang agak berlebihan
dengan kecemasan yang mereka alami. Kecemasan yang mereka alami
biasanya terkait dengan segala macam prosedur asing yang harus dijalani
pasien dan juga ancaman terhadap keselamatan jiwa akibat prosedur
pembedahan dan pembiusan

2. Penyebab Kecemasan
1) Faktor Predisposisi
a) Teori Psikoanalitik
Menurut Freud, struktur kepribadian terdiri dari tiga elemen yaitu id,
ego, dan super ego. Id melambangkan dorongan insting dan impuls
primitif, super ego mencerminkan hati nurani seseorang dan
dikendalikan oleh norma norma budaya seseorang, sedangkan ego
digambarkan sebagai mediator antara tuntutan dari id dan super ego.
Kecemasan merupakan konflik emosional antara id dan super ego yang
berfungsi untuk memperingatkan ego tentang suatu bahaya yang perlu
diatasi.

b) Teori Interpersonal
Kecemasan terjadi dari ketakutan akan penolakan
interpersonal, hal ini juga dihubungkan dengan trauma pada masa
pertumbuhan seperti kehilangan, perpisahan yang menyebabkan
seseorang menjadi tidak berhahaya. Individu yang mempunyai harga
diri rendah biasanya sangat mudah untuk mengalami kecemasan.

c) Teori Perilaku
Kecemasan merupakan hasil frustasi dari segala sesuatu yang
mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang
diinginkan para ahli perilaku. menganggap kecemasan merupakan suatu
dorongan yang dipelajari berdasarkan. dorongan, keinginan untuk
menghindarkan rasa sakit. Teori ini meyakini bahwa manusia yang
pada awal kehidupanya dihadapkan pada rasa takut yang berlebihan
akan menunjukkan kemungkinan kecemasan yang berat pada
kehidupan yang berat dan pada kehidupan masa dewasanya.

d) Teori Biologis
Dari penyelidikan penyelidikan telah dibuktikan bahwa
kemampuan untuk mengalami suatu emosi tidak hanya tergantung dari
kadar adrenalin yang meningkat tetapi jenis emosi yang dialami dan
diperhatikan tergantung dari faktor-faktor dan stimulus dalam
lingkungan.

2) Faktor Presipitasi
a) Ancaman Integritas Diri
Meliputi ketidakmampuan fisiologis atau gangguan terhadap
kebutuhan dasar. Hal ini dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal.
Faktor eksternal meliputi infeksi virus dan bakteri, polusi lingkungan,
sampah, rumah dan makanan juga pakaian dan trauma fisik. Faktor
internal meliputi kegagalan mekanisme fisiologi seperti sistem
kekebalan, pengaturan suhu dan jantung, serta perubahan biologis.
b) Ancaman Sistem Diri
Meliputi ancaman terhadap identitas diri, harga diri dan
hubungan interpersonal, kehilangan serta perubahan status atau peran.
Faktor eksternal yang mempengaruhi harga diri adalah kehilangan,
dilematik, tekanan dalam kelompok sosial maupun budaya.

3. Karakteristik Tingkat Kecemasan


a) Kecemasan Ringan
- Fisik berkeringat. Sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan darah
meningkat, gejala ringan
- Kognitif Lapang persepsi meluas, mampu menerima rangsang
kompleks. konsentrasi pada masalah, menyelesaikan masalah aktual
- Perilaku dan emosi : Tidak dapat duduk dengan tenang, tremor halus
pada tangan, suara kadang-kadang meninggi.

b) Kecemasan Sedang
- Fisik : Sering nafas pendek, nadi ekstra sistole, tekanan darah
meningkat, mulut kering, anoreksia, diare atau kontipasi, dan gelisah.
- Kognitif Lapang persepsi meningkat, tidak mampu menerima
rangsang lagi, berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya.
- Perilaku dan emosi Gerakan tersentaksentak, meremas tangan, bicara
lebih banyak dan cepat, susah tidur dan perasaan tidak aman.

c) Kecemasan Berat
- Fisik Nafas pendek nadi dan tekanan darah meningkat, berkeringat dan
sakit kepala, penglihatan kabur dan ketegangan.
- Kognitif Lapang persepsi sangat sempit dan tidak mampu
menyelesaikan masalah.
- Perilaku dan emosi Perasaan ancaman meningkat, verbalisasi cepat..
d) Panik
- Fisik Nafas pendek, rasa tercekik dan palpitasi sakit dada, pucat,
hipotensi, koordinasi motorik rendah.
- Kognitif: Lapang persepsi sangat menyempit tidak dapat berpikir
logis.
- Perilaku dan emosi: Agitasi, mengamuk, marah ketakutan, berteriak,
blocking, kehilangan kontrol diri, persepsi datar.

4. Ukuran Skala Kecemasan Ukuran skala kecemasan rentang respon kecemasan


dapat ditentukan dengan. gejala yang ada dengan menggunakan Hamilton
anxietas rating scale (Stuart & Sundeen, 1991) dengan skala HARS terdiri
dari 14 Komponen yaitu
a) Perasaan cemas meliputi takut, mudah tersinggung dan firasat buru
b) Ketegangan meliputi lesu, tidur tidak tenang, gemetar, gelisah, mudah
terkejut dan mudah menangis. Ketakutan meliputi akan gelap, ditinggal
sendiri, orang asing. binatang besar
c) keramaian lalu lintas, kerumunan orang banyak
d) Gangguan tidur meliputi sukar tidur, terbangun malam hari, tidak puas,
bangun lesu, sering mimpi buruk dan mimpi menakutkan.
e) Gangguan kecerdasan meliputi daya ingat buruk.
f)Perasaan depresi meliputi kehilangan minat sedih, bangun dini hari,
berkurangnya kesenangan pada hobi, perasaan berubah-ubah sepanjang
hari.
g) Gejala somatic meliputi nyeri otot kaki, kedutan otot, gigi gemertak, suara
tidak stabil.
h) Gejala sensorik meliputi tinnitus, penglihatan kabur, muka merah dan
pucat, merasa lemas, perasaan di tusuk tusuk.
i) Gejala kardiovakuler meliputi tachicardi, berdebar-debar, nyeri dada, denyut
nadi mengeras, rasa lemas seperti mau pingsan, detak jantung hilang
sekejap.
j) Gejala pernapasan meliputi rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, merasa
napas pendek atau sesak, sering menarik napas panjang.
k) Gejala saluran pencernaan makanan meliputi sulit menelan, mual, muntah,
eneg. konstipasi, perut melilit, defekasi lembek, gangguan pencernaan,
nyeri lambung sebelum dan sesudah makan, rasa panas di perut, berat
badan menurun, perut terasa panas atau kembung.
l) Gejala urogenital meliputi sering kencing, tidak dapat menahan kencing
m)Gejala vegetatif atau otonom meliputi mulut kering, muka kering, mudah
berkeringat, sering pusing atau sakit kepala, bulu roma berdiri.
n) Perilaku sewaktu wawancara meliputi gelisah, tidak tenang, jari gemetar,
mengerutkan dahi atau kening, muka tegang, tonus otot meningkat, napas
pendek dan cepat, muka merah.

I. Landasan Teoritis Keperawatan Perioperatif


a. Defeniasi
Keperawatan Perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan
dengan pengalaman pembedahan pasien. Kata perioperatif adalah
gabungan dari tiga fase pengalaman pembedahan yaitu: preoperatif,
intra operatif dan post operatif.
b. Etiologi
Pembedahan dilakukan untuk berbagai alasan (Buku ajar
Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth) seperti:
a) Diagnostik, seperti dilakukan biopsi atau laparatomi eksplorasi
b) Kuratif, seperti ketika mengeksisi masa tumor atau mengangkat
apendiks yang inflamasi
c) Reparatif, seperti memperbaiki luka yang multipek
d) Rekonstruktif atau Kosmetik, seperti perbaikan wajah
e) Paliatif, seperti ketika harus menghilangkan nyeri atau
memperbaiki masalah, contoh ketika selang gastrostomi dipasang
untuk mengkompensasi terhadap kemampuan untuk
menelan makanan
c. Tahap dalam Keperawatan Perioperatif
1. Fase Pre operatif
Fase pre operatif merupakan tahap pertama dari perawatan
perioperatif yang dimulai ketika pasien diterima masuk di ruang
terima pasien dan berakhir ketika pasien. dipindahkan ke meja
operasi untuk dilakukan tindakan pembedahan.
Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan selama waktu
tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian dasar pasien di
tatanan klinik ataupun rumah, wawancara pre operatif dan
menyiapkan pasien untuk anasthesi yang diberikan pada saat
pembedahan.
Persiapan pembedahan dapat dibagi menjadi 2 bagian, yang
meliputi persiapan psikologi baik pasien maupun keluarga dan
persiapan fisiologi (khusus pasien).
1) Persiapan Psikologi
Terkadang pasien dan keluarga yang akan menjalani
operasi emosinya tidak stabil. Hal ini dapat disebabkan karena
takut akan perasaan sakit, narcosa atau hasilnya dan keadaan
sosial ekonomi dari keluarga. Maka hal ini dapat diatasi
dengan memberikan penyuluhan untuk mengurangi kecemasan
pasien. Meliputi penjelasan tentang peristiwa operasi,
pemeriksaan sebelum operasi (alasan persiapan), alat khusus
yang diperlukan, pengiriman ke ruang bedah, ruang pemulihan,
kemungkinan. pengobatan-pengobatan setelah operasi,
bernafas dalam dan latihan batuk, latihan kaki, mobilitas dan
membantu kenyamanan.

2) Persiapan Fisiologi, meliputi


a) Diet (puasa): pada operasi dengan anaesthesi umum, 8 jam
menjelang operasi pasien tidak diperbolehkan makan, 4
jam sebelum operasi pasien tidak diperbolehkan minum.
Pada operasai dengan anaesthesi lokal/spinal anaesthesi
makanan ringan diperbolehkan. Tujuannya supaya tidak
aspirasi pada saat pembedahan, mengotori meja operasi dan
mengganggu jalannya operasi.
b) Persiapan Perut Pemberian leuknol/lavement sebelum
operasi dilakukan pada bedah saluran pencernaan atau
pelvis daerah periferal. Tujuannya mencegah cidera kolon,
mencegah konstipasi dan mencegah infeksi.
c) Persiapan Kulit: Daerah yang akan dioperasi harus bebas
dari rambut.
d) Hasil Pemeriksaan: Hasil laboratorium, foto rontgen, ECG,
USG dan lain-lain.
e) Persetujuan Operasi/Informed Consent Izin tertulis dari
pasien/keluarga harus tersedia.

2. Fase Intra operatif


Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk atau
dipindahkan ke instalasi bedah dan berakhir saat pasien
dipindahkan ke ruang pemulihan.
Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup
pemasangan IV cath, pemberian medikasi intravena, melakukan
pemantauan kondisi fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur
pembedahan dan menjaga keselamatan pasien. Contoh:
memberikan dukungan psikologis selama induksi anestesi,
bertindak sebagai perawat scrub, atau membantu mengatur posisi
pasien di atas meja operasi dengan menggunakan prinsip-prinsip
dasar kesimetrisan tubuh.
Prinsip tindakan keperawatan selama pelaksanaan operasi yaitu
pengaturan posisi karena posisi yang diberikan perawat akan
mempengaruhi rasa nyaman pasien dan keadaan psikologis pasien.

a. Faktor yang penting untuk diperhatikan dalam pengaturan


posisi pasien adalah:
a) Letak bagian tubuh yang akan dioperasi
b) Umur dan ukuran tubuh pasien
c) Tipe anaesthesia yang digunakan
d) Sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada
pergerakan (arthritis).
b. Prinsip-prinsip didalam pengaturan posisi pasien :
Atur posisi pasien dalam posisi yang nyaman dan
sedapat mungkin juga privasi pasien, buka area yang akan
dibedah dan kakinya ditutup dengan duk. Anggota tim asuhan
pasien intra operatif biasanya di bagi dalam dua bagian.
Berdasarkan kategori kecil terdiri dari anggota steril
dan tidak steril
 Anggota steril, terdiri dari ahli bedah utama operator,
asisten ahli bedah, Scrub Nurse/Perawat Instrumen
 Anggota tim yang tidak steril, terdiri dari ahli atau
pelaksana anaesthesi, perawat sirkulasi dan anggota lain
(teknisi yang mengoperasikan alat-alat pemantau yang
rumit).

3. Fase Post operatif


Fase Post operatif merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre
operatif dan intra operatif yang dimulai ketika klien diterima di
ruang pemulihan (recovery room/pasca anaestesi dan berakhir
sampai evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah.
Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup rentang
aktivitas yang luas selama periode ini. Pada fase ini fokus
pengkajian meliputi efek agen anaestesi dan memantau fungsi vital
mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian. berfokus
pada peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan
penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan yang penting
untuk penyembuhan dan rehabilitasi serta pemulangan ke rumah.

Fase post operatif meliputi beberapa tahapan, diantaranya adalah:


a) Pemindahan pasien dari kamar operasi ke unit perawatan pasca
anaestesi (recovery room)
b) Pemindahan ini memerlukan pertimbangan khusus diantaranya
adalah letak insisi bedah, perubahan vaskuler dan pemajanan.
Pasien diposisikan sehingga ia tidak berbaring pada posisi yang
menyumbat drain dan selang drainase. Selama perjalanan
transportasi dari kamar operasi ke ruang pemulihan pasien
diselimuti, jaga keamanan. dan kenyamanan pasien dengan
diberikan pengikatan diatas lutut dan siku serta side rail harus
dipasang untuk mencegah terjadi resiko injury. Proses
transportasi ini merupakan tanggung jawab perawat sirkuler
dan perawat anaestesi dengan koordinasi dari dokter anaestesi
yang bertanggung jawab.
c) Perawatan post anaestesi di ruang pemulihan atau unit
perawatan pasca anaestesi Setelah selesai tindakan
pembedahan, pasien harus dirawat sementara di ruang pulih
sadar (recovery room: RR) atau unit perawatan pasca anaestesi
(PACU: post anaesthesia care unit) sampai kondisi pasien
stabil, tidak mengalami komplikasi operasi

dan memenuhi syarat untuk dipindahkan ke ruang perawatan


(bangsal perawatan).
PACU atau RR biasanya terletak berdekatan dengan ruang
operasi. Hal ini disebabkan untuk mempermudah akses bagi pasien
untuk:
 Perawat yang disiapkan dalam merawat pasca operatif
(perawat anaestesi)
 Ahli anaestesi dan ahli bedah
 Alat monitoring dan peralatan khusus penunjang lainnya.

d. Klasifikasi Perawatan Perioperatif


Menurut urgensi dilakukan tindakan pembedahan, maka
tindakan pembedahan. dapat diklasifikasikan menjadi 5 tingkatan,
yaitu:
a. Kedaruratan/Emergency Pasien membutuhkan perhatian segera,
gangguan mungkin. mengancam jiwa. Indikasi dilakukan
pembedahan tanpa di tunda. Contoh perdarahan hebat, obstruksi
kandung kemih atau usus, fraktur tulang tengkorak, luka tembak
atau tusuk, luka bakar sangat luas
b. Urgen Pasien membutuhkan perhatian segera. Pembedahan dapat
dilakukan dalam 24-30 jam. Contoh: infeksi kandung kemih akut,
batu ginjal atau batu pada uretra.
c. Diperlukan Pasien harus menjalani pembedahan. Pembedahan
dapat direncanakan dalam beberapa minggu atau bulan. Contoh:
Hiperplasia prostat tanpa obstruksi kandung kemih. Gangguan
tyroid, katarak.
d. Elektif Pasien harus dioperasi ketika diperlukan. Indikasi
pembedahan, bila tidak dilakukan pembedahan maka tidak terlalu
membahayakan. Contoh perbaikan Scar, hernia sederhana,
perbaikan vaginal.
e. Pilihan Keputusan tentang dilakukan pembedahan diserahkan
sepenuhnya pada pasien. Indikasi pembedahan merupakan pilihan
pribadi dan biasanya terkait dengan estetika. Contoh: bedah
kosmetik.

Sedangkan menurut faktor resikonya, tindakan pembedahan di


bagi menjadi:
a. Minor Menimbulkan trauma fisik yang minimal dengan resiko
kerusakan yang minim. Contoh: incisi dan drainage kandung
kemih, sirkumsisi
b. Mayor: Menimbulkan trauma fisik yang luas, resiko kematian
sangat serius. Contoh: Total abdominal histerektomi, reseksi
colon, dan lain-lain.

e. Komplikasi Post Operatif dan Penatalaksanaanya


a. Syok
Syok yang terjadi pada pasien bedah biasanya berupa syok
hipovolemik. Tanda- tanda syok adalah: Pucat, kulit dingin, basah,
pernafasan cepat, sianosis pada bibir, gusi dan lidah, nadi cepat,
lemah dan bergetar, penurunan tekanan darah, urine pekat.
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah
kolaborasi dengan dokter terkait dengan pengobatan yang dilakukan
seperti terapi obat, terapi pernafasan, memberikan dukungan
psikologis, pembatasan penggunaan energi, memantau reaksi pasien
terhadap pengobatan, dan peningkatan periode istirahat.
b. Perdarahan
Penatalaksanaannya pasien diberikan posisi terlentang dengan
posisi tungkai kaki membentuk sudut 20 derajat dari tempat tidur
sementara lutut harus dijaga tetap. lurus. Kaji penyebab perdarahan,
luka bedah harus selalu diinspeksi terhadap perdarahan.

c.Trombosis vena profunda.


Trombosis vena profunda adalah trombosis yang terjadi pada
pembuluh darah vena bagian dalam. Komplikasi serius yang bisa
ditimbulkan adalah embolisme pulmonari dan sindrom pasca
flebitis.

d. Retensi urin
Retensi urine paling sering terjadi pada kasus-kasus
pembedahan rekturn, anus dan vagina. Penyebabnya adalah adanya
spasme spinkter kandung kemih. Intervensi keperawatan yang dapat
dilakukan adalah pemasangan kateter untuk membantu
mengeluarkan urine dari kandung kemih.

e.Infeksi luka operasi (dehisiensi, evicerasi, fistula, nekrose, abses)


Infeksi luka post operasi dapat terjadi karena adanya
kontaminasi luka operasi pada saat operasi maupun pada saat
perawatan di ruang perawatan. Pencegahan infeksi penting
dilakukan dengan pemberian antibiotik sesuai indikasi dan juga
perawatan luka dengan prinsip steril.

f. Sepsis
Sepsis merupakan komplikasi serius akibat infeksi dimana
kuman berkembang biak. Sepsis dapat menyebabkan kematian
karena dapat menyebabkan kegagalan multi organ.
g. Embolisme Pulmonal
Embolsime dapat terjadi karena benda asing (bekuan darah,
udara dan lemak) yang terlepas dari tempat asalnya terbawa di
sepanjang aliran darah. Embolus ini bisa menyumbat arteri
pulmonal yang akan mengakibatkan pasien merasa nyeri seperti
ditusuk-tusuk dan sesak nafas, cemas dan sianosis. Intercvensi
keperawatan seperti ambulatori pasca operatif dini dapat
mengurangi resiko embolus pulmonal. Komplikasi Gastrointestinal.

h. Komplikasi
Pada gastrointestinal sering terjadi pada pasien yang
mengalami pembedahan abdomen dan pelvis. Komplikasinya
meliputi obstruksi intestinal, nyeri dan distensi abdomen.
BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses
penyembuhan klien (Depkes R1, 1997). Dalam pengertian lain mengatakan
bahwa komunikasi terapeutik adalah proses yang digunakan oleh perawat
memakai pendekatan yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya
dipusatkan pada klien. Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi
interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antara perawat
dengan klien. Persoalan yang mendasar dari komunikasi ini adalah adanya rasa
saling membutuhkan antara perawat dan klien, sehingga dapat dikategorikan ke
dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan klien, perawat membantu dan
klien menerima bantuan.

B. Saran

Sebagai seorang perawat yang profesional sebaiknya kita harus


mempraktekkan konsep komunikasi terapeutik dengan baik, karena hal ini sangat
berpengaruh terhadap kesehatan pasien. Dan untuk kita calon perawat hendaknya
sejak dini mempelajari sungguh-sungguh tentang apa yang harus kita katakan
dan lakukan, karena akan sangat bermanfaat ketika sudah praktek terjun
langsung dan berhadapan dengan pasien.
DAFTAR PUSTAKA

http://nengyulisetiani.blogspot.com/2012/05/makalah-komunikasi-terapeutik-
pre- dan.html
http://putriatkinson.blogspot.com/2013/10/komunikasi-terapeutik-pasien-post-
dan.html http://rosalinameisuri.blogspot.com/2011/08/konsep-dasar-
keperawatan-
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-
Nya, Penulis dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan. Selawat beriringan salam semoga terurah kepada nabi Muhammad Saw.
Sebagai uswatun hasanah dari dunia sampai ke akhirat. Penulisan makalah ini dapat
terlepas dari segala karunia dan nikmat tuhan yang senantiasa diberikan kepada
penulis sehingga penulisan makalah ini terencanakan dengan baik.

Makalah ini ditulis untuk memenuhi sebagian tugas mata kuliah komplementer.
Makalah ini berjudul “Komunikasi Terapeutik Pada pasien Diruangan Bedah ”.
Dalam penulisan makalah ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dari dosen
pengampu Mata kuliah. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada
Ibuk Meria Kontesa S,kp.M.Kep selaku dosen pengampu mata kuliah Komunikasi
Terapeutik atas arahan, bimbingan, dan dorongannya kepada penulis sehingga
makalah ini dapat penulis selesaikan sesuai waktu yang telah ditentukan.

Padang,20 Desember 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................................
B. Rumusan masalah...................................................................................................
C. Tujuan penulisan.....................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Komunikasi...........................................................................................
B. Komunikasi Terapeutik..........................................................................................
a. Komponen Komunikasi Terapeutik...................................................................
C. Fase Hubungan Komunikasi Terapeutik................................................................
D. Sikap Komunikasi Terapeutik................................................................................
E. Teknik Komunikasi Terapeutik..............................................................................
F. Hambatan Dalam Komunikasi................................................................................
G. Tolak Ukur Keberhasilan Komunikasi..................................................................
H. Tinjauan Tentang Kecemasan ...............................................................................
a. Pengertian ........................................................................................................
b. Penyebab kecemasa..........................................................................................
b. Landasan Teoritis Keperawatan Perioperatif ........................................
a. Definisi.............................................................................................................
b. Etiologi.............................................................................................................
c. Tahap Dalam Keperawatan Perioperatif............................................................
d. Klasifikasi Keperawatan Perioperatif................................................................
e. Komplikasi Post Operatif dan penatalsaksanaannya.........................................

BAB III PENUTUP...........................................................................................................


A. Kesimpulan.............................................................................................................
B. Saran......................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................

Anda mungkin juga menyukai