MAKALAH
Disusun Oleh :
Kelompok 5
Dosen Pengampu:
Ns.Velga Yazia,M.Kep
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya, Penulis
dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Selawat beriringan
salam semoga terurah kepada nabi Muhammad Saw. Sebagai uswatun hasanah dari dunia sampai
ke akhirat. Penulisan makalah ini dapat terlepas dari segala karunia dan nikmat tuhan yang
senantiasa diberikan kepada penulis sehingga penulisan makalah ini terencanakan dengan baik.
Makalah ini ditulis untuk memenuhi sebagian tugas mata kuliah Keperawatan Anak sehat dan sakit
akut. Makalah ini berjudul “Konsep perkembangan moral anak berdasarkan tingkat usia”
Dalam penulisan makalah ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dari dosen
pengampu Mata kuliah. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibuk
pengampu mata kuliah atas arahan,bimbingan, dan dorongannya kepada penulis sehingga makalah
ini dapat penulis selesaikan sesuai waktu yang telah ditentukan. Selanjutnya, penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada teman-teman sekelompok atas kerja samanya dalam
penyelesaian makalah ini dengan baik.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang............................................................................................................
2. Rumusan Masalah.......................................................................................................
3. Tujuan Penulisan........................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
1. Kesimpulan..............................................................................................................
2. Saran........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Di dalam kehidupan bermasyarakat arti nilai sebuah moral sangat penting.Dalam
hal ini orang dapat dikatakan bermoral apabila dalam menjalani kehidupan sesuai dengan
aturan yang berlaku, dalam kehidupan manusia tidak bias hidup sendiri atau dengan kata
lain manusia dengan manusia yang lain melakukan interaksi. Pengalaman berinteraksi
dengan orang lain menjadi pemicu dalam memahami tentang perilaku mana yang baik
dikerjakan dan yang tidak baik dikerjakan. Sedangkan moralitas merupakan kemauan
untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral
Perkembangan moral merupakan proses perkembangan kepribadian siswa selaku seorang
anggota masyarakat dalam berhubungan dengan orang lain. Perkembangan ini
berlangsung sejak masa bayi hingga akhir hayat. perkembangan itu sendiri merupakan
proses perubahan kualitatif yang mengacu pada kualitas fungsi organ-organ jasmaniah,
dan bukan pada organ jasmani tersebut, sehingga penekanan arti perkembangan terletak
pada kemampuan organ psikologis. Selain itu perkembangan moral hampir dapat
dipastikan merupakan perkembangan sosial, sebab perilaku moral pada umumnya
merupakan unsur fundamental dalam bertingkah laku sosial. Seorang siswa hanya akan
berperilaku sosial tertentu secara memadahi apabila menguasai pemikiran norma perilaku
moral yang diperlukan untuk menguasai pemikiran norma perilaku moral yang diperlukan
diperlukan Seperti dalam proses perkembangan yang lannya, proses perkembangan moral
selalu berkaitan dengan proses belajar, belajar itu sendiri memiliki tujuan untuk memenuhi
kebutuhan yang belum terpenuhi dengan kompetensi-kompetensi yang dimiliki.
Konsekuensinya, kualitas hasil perkembangan sosial sangat bergantung pada kualitas
proses belajar (khususnya belajar sosial), baik di lingkungan sekolah, keluarga maupun di
lingkungan masyarakat. Jadi proses belajar sangat menentukan kemampuan siswa dalam
bersikap dan berprilaku social yang selaras dengan norma,moral,agama,moral
tradisi,moral hokum,dan norma moral yang berprilaku dalam masyarakat.
2. Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang di atas, masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah
sebagai berikut.
3. Tujuan penulisan
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
f. Menjelaskan pada pembaca mengenai pelanggaran moral yang umum terjadi pada
anak.
dalam diri anak inilah yang akan menghukum (menimbulkan perasaan bersalah)
bila anak melanggar. Selanjutnya setelah terjadi internalisasi, apakah anak akan
bertingkah laku benar atau tidak tidak ditentukan oleh identifikasi tersebut tetapi
oleh kekuatan egonya (apakah egonya mengikuti kataorangtua dalam
dirinya atau tidak
c. Perilaku (Teori :Behavioristik)
Moral behavior bagaimana seseorang bertindak ketika mengalami
kebimbangan/godaan untuk berlaku bohong, curang atau perbuatan yang
melanggar moral. Didasari oleh teori Social LearningPembicaraan berpusat pada
dapatkah tingkah laku anak sesuai dengan keadaan internalnya. Hobart Mowrer
menerangkan tentang internalisasi aturan-aturan dengan memakai dasar teori
Classical conditioning. Contoh: jika anak merasa enak ketika diberi makan maka
akan mengembangkan perasaan anak terhadap ibuKedekatan dengan ibu menjadi
pemicu timbulnya perasaan enak pada anak. Prinsip ini digunakan untuk
menerangkan internalisasi aturan. Jika anak bertingkah laku tidak baik dan dapat
hukuman akan timbul rasa tidak enak. Rasa ini menyertai tingkah lakunya (anak
tidak akan melakukan tingkah laku itu). Jadi, internalisasi aturan berbentuk tingkah
laku yang menghindari, yaitu menghindari tingkah laku yang tidak disukai
lingkungan. Metode untuk menanamkan tingkah laku adalah melalui reward dan
punishment. Menurut Albert Bandura aturan-aturan (benar-salah) untuk
mengontrol tingkah laku anak diperoleh melalui proses modelling. Anak belajar
benar-salah diberitahu secara khusus oleh orangtua dengan cara mencontoh
perilaku mereka (orangtua teladan anak) (Harahap, Tanpa Tahun).
Kohlberg setuju dengan piaget yang menjelaskan bahwa sikap moral bukan
hasil sosialisasi atau pelajaran yang diperolah dari pengalaman. Tetapi, tahap-
tahap perkembangan moral terjadi dari aktivitas spontan dari anak-anak. Anak-
anak memang berkembang melalui interaksi social, namun interaksi ini
memiliki corak khusus, dimana factor pribadi yaitu aktivitas-aktivitas anak ikut
berperan (Desmita2012).
Hal penting lain dari teori perkembangan moral Kohlberg adalah
orientasinya untuk mengungkapkan moral yang hanya ada dalam pikiran dan
dibedakan dengan tingkah laku moral daam arti perbuatan nyata. Semakin
tinggi tahap perkembangan moral seseorang, akan semakin terlihat lebih mantap
dan bertanggung jawab dari perbuatan-perbuatannya.
Berdasarkan pertimbangan yang diberikan atas pertanyaan kasus dilematis
yang dihadapi seseorang, Kohlberg mengklasifikasikan perkembangan moral
atas tiga tingkatan (level),yang kemudian dibagi lagi menjadi enam
tahap(Desmita,2012).
-Stadium 4.Orientasi otoritas dan pemeliharaan aturan sosial (Moralitas hokum dan aturan)
Tumbuh semacam kesadaran akan aturan yang ada karena dianggap berharga tetapi dengan
belum dapat mempertanggungjawabkan secara pribadi (Suciati, 2009)Penting untuk mematuhi
hukum, keputusan, dan konvensi social karena berguna dalam memelihara fungsi dari
masyarakat (ketertiban). Penalaran moral dalam stadium empat lebih dari sekedar kebutuhan
akan penerimaan. individual seperti dalam tahap tiga; kebutuhan masyarakat harus melebihi
kebutuhan pribadi. Bila seseorang bisa melanggar hukum, mungkin orang lain juga akan
begitu sehingga ada kewajiban atau tugas untuk mematuhi hukum dan aturan. Bila seseorang
melanggar hukum, maka ia salah secara moral, sehingga celaan menjadi faktor yang
signifikan dalam tahap ini karena memisahkan yang buruk dari yang baik(Harahap, Tanpa
Tahun).
Colby and Kohlberg dalam Lickona (1976) mengatakan bahwa individu yang berada pada
tahap tingkat konvensional (tahap 3 dan 4). Bila dihadapkan kasus yang seperti berikut ini
misalnya, jika sejak kecil pada seorang anak diterapkan sebuah nilai moral yang mengatakan
bahwa korupsi itu tidak baik. Pada masa remaja ia akan mempertanyakan mengapa dunia
sekelilingnya membiarkan korupsi itu tumbuh subur. Hal ini tentu saja akan menimbulkan
konflik nilai bagi sang remaja. Konflik nilai dalam diri remaja ini lambat laun akan menjadi
sebuah masalah besar, jika remaja tidak menemukan jalan keluarnya.Kemungkinan remaja
untuk tidak lagi mempercayai nilai-nilai yang dinamakan oleh orangtua atau pendidik sejak
masa kanak-kanak dan sangat besar jika orangtua atau pendidik tidak mampu memberikan
penjelasan yang logis, apalagi jika lingkungan sekitarnya tidak mendukung penerapan nilai-
nilai tersebut (Papalia, D.E& Olds, S.W. 1995).
a. Tahap Pramoral
Ditandai bahwa anak belum menyadari keterkaitannya pada aturan. Bayi yang baru
lahir dikatakan belum memiliki moral karena belum memiliki pengetahuan dan
pengertian yang diharapkan oleh masyarakat di lingkungan ia hidup atau dapat disebut
dengan pramoral (Harahap, Tanpa Tahun).
b. Heteronomi (Berakhir pada usia 6-9)
Seorang anak belum bisa melihat tingkah laku dari intensinya.Jadi anak hanya bisa
melihat bahwa baik-buruk tingkah laku adalah akibat fisik yang harus diderita
seseorang.Pada saat ini aturan-aturan tidak bisa berubah dan diiikuti,selain itu aturan-
aturan ini tetap ada di manapun, kapanpun. (Harahap, Tanpa Tahun)
Dalam tahap berfikir ini, anak-anak menghormati ketentuan-ketentuan suatu
permainan sebagai sesuatu yang bersifat suci dan tidak dapat dirubah, karena berasal
dari otoritas yang dihormatinyaOleh karena itu jika seseorang melanggar aturan maka
ia mandapat hukuman (dari orang-orang yang dipandang mempunyai otoritas
sepertiorangtua, guru, dan sebagainya)Anak-anak pada masa ini yakin akan keadilan
immanen yaitu konsep bahwa suatu aturan dilanggar, maka hukuman akan segera
dijatuhkan. Mereka percaya bahwa pelanggaran diasosiasikan secara otomatis dengan
hukuman dan setiap pelanggaran akan dihukum menurut tingkat kesalahan yang
dilakukan seseorang anak dengan mengabaikan apakah kesalahan itu disengaja atau
kebetulan (Desmita, 2012).
Pada tahap Heteronomous morality, baik atau benarnya perilaku hanya dinilai
dengan mempertimbangkan akibat yang ditimbulkan oleh perilaku tertentu, dan tidak
mempertimbangkan niat atau tujuan dari si pelaku Contoh: memecahkan gelas I dengan
sengaja dan memecahkan gelas 12 karena tidak sengaja, maka yang baik adalah yang
memecahkan satu (Harahap, Tanpa Tahun.
a) Faktor Internal
Faktor internal yaitu faktor yang ada dalam diri siswa itu sendiri yang meliputi
pembawaan dan potensi psikologis tertentu yang turut mengembangkan dirinya sendiri.
Faktor Genetika (Hereditas)
Hereditas merupakan "totalitas karakeristik individu yang diwariskan orang tua kepada
anak, atau segala potensi baik fisik maupun psikis yang dimiliki individu sejak masa
konsepsi sebagai pewarisan dari pihak orang tua melalui gen- gen. Pada masa konsepsi
(pembuahan ovum oleh sperma), seluruh bawaaan hereditas individu dibentuk dari 23
kromosom (pasangan xx) dari ibu dan 23 kromosom (pasangan xy) dari ayah. Dalam 46
kromosom tersebut terdapat beribu-ribu gen yang mengandung sifat-sifat fisik dan psikis
individu atau yang memnentukan potensi-potensi hereditasnya.
Masa dalam kandungan dipandang sebagai periode yang kritis dalam perkembangan
kepribadian individu, sebab tidak hanya sebagai saat pembentukan pola-pola kepribadian,
tetapi juga sebagai masa pembentukan kemampun- kemampuan yang menentukan jenis
penyesuaian individu terhadap kehidupan setelah kelahiran. Pengaruh gen terhadap
kepribadian, sebenarnya tidak secara langsung, tetapi yang berpengaruh langsung dengan
gen adalah kualitas system syaraf, keseimbangan biokimia tubuh, dan struktur tubuh
(Sonhaji, 2013).
b) Faktor Eksternal
Faktor eksternal yaitu hal hal yang datang atau ada diluar diri siswa/peserta didik yang
meliputi lingkungan (khususnya pendidikan) dan pengalaman berinteraksi siswa tersebut
dengan lingkungan. Diantara faktor eksternal yang mempengaruhi perkembangan moral
peserta didik adalah :
• Lingkungan Sosial masyarakat
Lingkungan masyarakat sangat mempengaruhi perkembangan moral peserta didik,
karena lingkungan terdapat berbagai macam karakter masyarakat, sehingga berbagai
macam karakter itu sangat berpengaruh pada perkembangan moral.
• Cultural
Jika dihitung disekitar kita, ada berpuluh bahkan beratus kelompok masyarakat yang
masing-masing mempunyai kultur, budaya, adat istiadat, dan tradisi tersendiri, dan hal ini
jelas berpengaruh terhadap perkembangan moral peserta didik.
• Edukatif
Etik pergaulan / moral membentuk perilaku kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Melihat pendidikan adalah proses pengoperasian ilmu yang normatif, yang memberikan
warna kehidupan sosial anak di dalam masyarakat dan kehidupan mereka di masa yang
akan datang. Oleh karena itu Faktor pendidikan ini relatif paling besar pengaruhnya
dibandingkan dengan faktor yang lain.
• Religius
Proses pembentukan prilaku seorang anak dengan agama merupakan faktor penting
yang mempengaruhinya karena pondasi agama merupakan salah satu faktor yang sangat
berpengaruh dan berperan penting sebagai media kontrol dalam perkembangan peserta
didik (Sonhaji, 2013).
b. Faktor Emosi
Sewaktu marah anak mungkin malkakukan hal yang ia tahu itu salah untuk membalas
supaya orang lain marah.
c. Faktor Motivasi (Dorongan)
Anak mungkin merasa bahwa berbuat sesuatu itu tidak benar, namun dapat
menguntungkan bagi mereka (Harahap, Tanpa Tahun).
6. PELANGGARAN MORAL YANG UMUM TERJADI PADA ANAK
Berikut ini merupakan beberapa pelanggaran moral yang umum terjadi pada anak.
a. Berbohong
Anak kecil yang berbohong biasanya tidak menipu, melainkan sedang mengkhayal. Pada anak
yang lebih besar berbohong karena rasa takut akan hukuman atau diejek.
b. Kecurangan
Kecurangan dalam bermain umumnya terjadi pada anak dari semua usia karena kemenangan
mempunyai nilai sosial yang tinggi.
c. Mencuri
Biasanya dilakukan anak kalau mereka tidak dapat memperoleh sesuatu yang dilakukan
dengan cara lain.
d. Merusak
Biasanya tidak dilakukan anak kecil, kecuali jika dilakukan secara pembalasan. Pada anak
yang lebih besar merusak sudah mulai dilakukan. Kalau terjadi kegiatan merusak biasanya
dilakukan oleh kelompok sebagai ekspresi kemarahan.
e. Membolos
Pada anak kecil, membolos biasanya karena takut masuk sekolah. Pada anak yang sudah besar
membolos karena tidak suka (Harahap,Tanda Tahun)
a. Menciptakan komunikasi
Dalam komunikasi didahului dengan pemberian informasi tentang moral. Anak tidak pasif
mendengarkan dari orang dewasa bagaimana seseorang harus bertingkah laku sesuai dengan
norma dan nilai-nilai moral, tetapi anak-anak harus dirangsang supaya lebih aktif. Disekolah
para siswa hendaknya diberi kesempatan berpartisipasi untuk mengembangkan aspek moral
misalnya dalam kerja kelompok, sehingga dia belajar tidak melakukan sesuatu yang akan
merugikan orang lain karena hal ini tidak sesuai dengan nilai atau norma-norma moral.
1. Kesimpulan
Klasifikasi perkembangan moral menurut Kohlberg ada tiga tingkatan (level), yaitu tingkat
1 pra-konvensional, tingkat 2 konvensional, dan tingkat 3 pasca-konvensional. Tiga tingkatan
tersebut kemudian dibagi lagi menjadi enam tahap, yaitu (1) Orientasi kepatuhan dan
hukuman; (2) Orientasi minat pribadi; (3) Orientasi keserasian interpersonal dan konformitas;
(4) Orientasi otoritas dan pemeliharaan aturan sosial; (5) Orientasi kontrak sosial; (6) Prinsip
etika universal. Sedangkan tahap perkembangan moral menurut John Dewey yang kemudian
dijabarkan oleh Jean Piaget (Kohlberg, 1995), terdapat tiga tahap perkembangan moral, yaitu
tahap pramoral, heteronomi, dan otonomi.
Di dalam perkembangannya, moral dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal yang
meliputi faktor genetika (hereditas) dan faktor eksternal yang meliputi lingkungan sosial
masyarakat, kultural, edukatif, dan religius. Sering kali pada anak terjadi kesenjangan antara
pengetahuan moralnya dengan perilaku moral yang disebabkan oleh beberapa faktor yaitu
faktor kebingungan, faktor emosi dan faktor motivasi (dorongan).
Pada kenyataannya, terjadi beberapa pelanggaran moral yang dilakukan oleh anak antara
lain berbohong, kecurangan, mencuri, merusak, dan membolosAdapun upaya-upaya yang
dapat dilakukan dalam mengembangkan moral anak agar perkembangan moral anak menjadi
baik adalah dengan menciptakan komunikasi yang baik yaitu komunikasi yang aktif antara
orang dewasa dengan anak serta menciptakan iklim lingkungan yang serasi.
DAFTAR PUSTAKA
Karya, 2012.
Mulia.
Ali, Mohammad & Asrori, Mohammad. 2012. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik.
Papalia D.E. 2007. Human Development (10th Ed.). New York: McGraw-Hill –
8iCompanies, Inc.
SantrockJ.W. 2003. Adolescence: Perkembangan Remaja. Alih bahasa: Shinto D. Adelar & Sherly
Shaffer, D.R. 2002. Developmental Psychology (6th Ed.). USA: Wads Worth Group
Mifflin Company.
2014