Anda di halaman 1dari 11

MAKALA PERKEMBANGAN MORAL

PENDIDIKAN AGAMA

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Pada Mata Kuliah


Pendidikan Agama

Disusun Oleh:

KELOMPOK 5:

RISMAN FAISAL 03202101006

IZAM 03202101007

PROKRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

BAU-BAU 2021

UVIRSITAS MUSLIM BUTON


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam tetap tercurahkan kepada Nabi
Muhammad saw beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya hingga akhir zaman.
Atas berkat karunia-Nya, kami telah selesai menyusun makalah yang berjudul
“Perkembangan moral”
Makala ini kami susun guna menyelesaikan tugas kelompok dari mata kuliah
Pendidikan Agama dengan dosen Dr. Anidi , M.Si., M.S.I
Maksud dan tujuan penyusunan makalah ini yaitu untuk memenuhi salah satu
tugas program kuliah semester pertama Mata Kuliah. semoga makalah ini bisa
bermanfaat khususnya bagi kami selaku penyusun dan umumnya bagi seluruh
pembaca. Tentunya kami merasa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran membangun sangat kami harapkan demi kemajuan
penyusunan makalah selanjutnya di lain kesempatan .
Tak lupa kami mengucapkan terikasih pada seluruh pihak yang ikut membantu dalam
penyelesaian makala in makalah ini sehingga dapat terselesaikan tepat waktu.
Akhir kata, semoga makalah ini menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi syiar Islam.

Bau-Bau, September 2021

Penulis
DAFTAR ISI

COVER..................................................................................... i

KATA PENGANTAR.................................................................................ii

DAFTAR ISI.................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang.................................................................................1
B.     Rumusan Masalah............................................................................2
C.   Tujuan ...............................................................................................3
D. Manfaat..............................................................................................................4

BAB II. PEMBAHASAN

A.       Pengertian Perkembangan Moral.................................................5


B.       Pengertian agama, moral, dan anak............................................6
C.         Perkembangan Agama Pada Anak...............................................7
D.       Perkembangan Moral Pada Anak.................................................8
E.        

BAB III. PENUTUP

A.         Kesimpulan......................................................................................9
B. Saran..................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG   

Seiring dengan perkembangan sosial, anak-anak prasekolah juga mengalami


perkembangan moral. Adapun yang dimaksud dengan perkembangan moral adalah
perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang
seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain.
Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral (imoral). Tetapidaana
yang baik dirinya terdapat potensim moral yang siap untuk dikembangkan. Karena
itu, melalui pengalamannya berinteraksi dengan orang lain (dengan itu, saudara dan
teman-teman sebaya), anak belajar memahami tentang perilaku mana yang baik,
yang boleh di kerjakan dan tingkah laku mana yang buruk, yang tidak boleh
dikerjakan (Desmita, 2009:149)

B. RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:


1.Apakah itu perkembangan moral menurut Adisusilo?
2.Apakah itu perkembangan moral menurut Deswita?
3.Apakah itu perkembangan moral menurut Ibung?
4.Apakah itu perkembangan moral secara umum?
5.Apa perbedaan teori penalaran moral menurut Jean Piaget dan Lawrence
Kohlberg?

C. TUJUAN

1.Menjelaskan perkembangan moral kepada pembaca menurut Adisusilo.


2.Menjelaskan perkembangan moral kepada pembaca menurut Deswita.
3.Menjelaskan perkembangan moral kepada pembaca menurut Ibung.
4.Menjelaskan secara umum pengertian perkembangan moral.
5.Menjelaskan kedapa pembaca perbedaan teori penalaran moral menurut Jean
dan Lawrence Kohlberg.

D. MANFAAT
A.         Pengertian Perkembangan
            Dalam kamus bahasa indonesia kontemporer, perkembangan adalah perihal
berkembang. Selanjutnya, kata berkembang diartikan mekar, terbuka, membentang,
menjadi besar, luas, banyak dan menjadi bertambah sempurna dalam hal
kepribadian, pikiran, pengetahuan dan lain sebagainya. Sedangkan pengertian
perkembangan menurut istilah asingnya adalah development, merupakan rangkaian
perubahan yang bersifat progresif dan teratur dari fungsi jasmaniah dan rohaniah,
sebagai akibat kerjasama antara kematangan (maturation) dan pelajaran (learning).
[1]
            Dari kedua definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa perkembangan
tidaklah terbatas pada pengertian pertumbuhan yang semakin membesar, melainkan
didalamnya juga terkandung serangkaian perubahan yang berlangsung secara terus
menerus yang bersifat tetap dari fungsi fungsi jasmaniah dan rohaniah yang dimiliki
individu menuju ke tahap kematangan melalui pertumbuhan, pemasakan, dan
belajar.
            Perkembangan menghasilkan bentuk-bentuk dan ciri-ciri kemampuan baru
yang berlangsung dari tahap aktivitas yang sederhana ketahap yang lebih tinggi.
Perkembangan itu bergeraak secara berangsur angsur tetapi pasti, melalui suatu
bentuk/tahap kebentuk atau tahap/bentuk berikutnya, yang kian hari kian bertambah
maju, mulai dari masa pembuahan dan berakhir dengan kematian. [2]

B.           Pengertian Agama, Moral, Dan Anak

1.             Agama
            Pengertian agama: Sistem atau prinsip kepercayaan kepada adanya
kekuasaan mengatur yang bersifat luar biasa yang berisi norma-norma atau
peraturan yang menata bagaimana cara manusia berhubungan dengan Tuhan dan
bagaimana manusia hidup yang berkelanjutan sampai sesudah manusia itu mati.
            Sebagaimana yang dijelaskan oleh Adams dan Gullota (1983), agama
memberikan sebuah kerangka moral, sehingga membuat seseorang mampu
membandingkan tingkah lakunya, agama dapat menstabilkan tingkah laku dan bisa
memberikan penjelasan mengapa dan untuk apa seseorang berada di dunia ini,
agama memberikan perlindungan rasa aman, terutama bagi remaja yang tengah
mencari eksistensi dirinya.
2.             Moral
            Merupakan aturan kesusilaan yang menyangkut budi pekerti manusia yang
beradab (berupa ajaran baik dan buruk, perbuatan, dan kelakuan atau akhlaq).
            Istilah moral berasal dari kata Latin “mos” (moris) yang berarti adat
istiadat, kebiasaan, peraturan/nilai-nilai atau tata cara kehidupan. Sedangkan
moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai
atau prinsip-prinsip moral.
3.             Anak
            Adalah makhluk sosial seperti juga orang dewasa. Anak membutuhkan
orang lain untuk dapat membantu mengembangkan kemampuannya, karena anak
lahir dengan segala kelemahan sehingga tanpa orang lain anak tidak mungkin dapat
mencapai taraf kemanusiaan yang normal. Menurut John Locke (dalam Gunarsa,
1986) anak adalah pribadi yang masih bersih dan peka terhadap rangsangan-
rangsangan yang berasal dari lingkungan. Augustinus (dalam Suryabrata, 1987),
yang dipandang sebagai peletak dasar permulaan psikologi anak, mengatakan bahwa
anak tidaklah sama dengan orang dewasa, anak mempunyai kecenderungan untuk
menyimpang dari hukum dan ketertiban yang disebabkan oleh keterbatasan
pengetahuan dan pengertian terhadap realita kehidupan, anak-anak lebih mudah
belajar dengan contoh-contoh yang diterimanya dari aturan-aturan yang bersifat
memaksa.
            Sobur (1988), mengartikan anak sebagai orang yang mempunyai pikiran,
perasaan, sikap dan minat berbeda dengan orang dewasa dengan segala keterbatasan.
Haditono (dalam Damayanti, 1992), berpendapat bahwa anak merupakan mahluk
yang membutuhkan pemeliharaan, kasih sayang dan tempat bagi perkembangannya.
Selain itu anak merupakan bagian dari keluarga, dan keluarga memberi kesempatan
bagi anak untuk belajar tingkah laku yang penting untuk perkembangan yang cukup
baik dalam kehidupan bersama.
C.         Perkembangan Agama Pada Anak
            Menurut penelitian Ernest Harms perkembangan anak-anak itu mengalami
beberapa fase (tingkatan). Didalam bukunya The Thevelopment of religious on
children ia mengatakan bahwa perkembangan pada anak-anak itu   melalui tiga
tingkatan :
1)      The fairy stage (tingkat dongeng)
            Tingkatan ini dimulai anak yang berusia 3-6 tahun, pada tingkatan ini
konsep mengenai tuhan lebih banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi. Pada
tingkat perkembangan ini anak menghayati konsep ke-Tuhanan sesuai dengan
tingkat intelektualnya.
2)      The realistic stage (tingkat kenyataan)
            Tingkat ini dimulai sejak anak masuk sekolah dasar sampai ke usia (masa
usia) adolensense. Pada masa ini ide ke-Tuhanan anak sudah mencerminkan konsep-
konsep yang berdasarkan pada kenyataan (realis). Konsep ini melalui lembaga-
lembaga keagamaan dan pengajarn agama dari orang dewasa lainnya.
3)      The individual stage (tingkat individu)
            Pada tingkat ini anak telah memiliki kepekaan emosi yang paling tinggi
sejalan dengan perkembangan usia mereka. Konsep ini terbagi menjadi tiga :
a.               Konsep ketuhanan yang konvesional dan konservatif dengan dipengaruhi sebagian
kecil fantasi. Hal tersebut dipengaruhi oleh pengaruh luar.
b.             Konsep ke-Tuhanan yang murni yang dinyatakan dalam pandangan yang bersifat
personal (perorangan).
c.               Konsep ke-Tuhanan yang humanistik. Agama telah menjadi etos humanistik pada
diri mereka dalam menghayati ajaran agama. Perubahan ini dipengaruhi oleh faktor
intern  yaitu perkembangan usia dan faktor ekstern   berupa pengaruh luar yang
dialaminya.[3]

D.         Perkembangan Moral Pada Anak


            Perkembangan moral pada dasarnya merupakan interaksi, suatu hubungan
timbal balik antara anak dengan anak, antara anak dengan orang tua, antara peserta
peserta didik dengan pendidik, dan seterusnya. Unsur hubungan timbal balik ini
sedemikian penting karena hanya dengan adanya interaksi berbagai aspek dalam diri
seseorang (kognitif, afektif, psikomotorik) dengan sesamanya atau dengan
lingkungannya, maka seseorang dapat berkembang menjadi semakin dewasa baik
secara fisik, spiritual dan moral (Sjakarwi, 2006). Dengan interaksi maka
kesejajaran perkembanagan moral, kognitif dan inteligensi akan terjadi secara
harmonis. Hal itu sejalan dengan dengan pandangan Piaget bahwa intelegensi
berkembang sebagai akibat hubungan timbal balik antara unsur keturunan dan
lingkungan, hubungan itu begitu menentukan sama halnya dlam perkembangan
moral seseorang.
            Perkembangan merupakan proses dinamis yang umum dalam setiap budaya.
Moral berkembang menurut serangkaian tahap perkembangan psikologis. Kohlberg
telah menunjukkan dengan penelitiannya bahwa tahap-tahap perkembangan moral
berlaku sama bagi setiap orang, tidak memandang lingkup budaya, tempat, kelas
dalam masyarakat, kasta dan agama. Tahap-tahap perkembangan moral menurut
Kohlberg menunjukkan suatu tingkatan sistematis , urutan bertahap, dari tingkat
prakonvensional sampai pascakonvensional. Itu berarti bahwa perkembangan
pengertian dan pertimbangan moral dibatasi oleh perkembangan umur dan tahapan.
Isi pertimbangan moralnya dapat berbeda-beda, namun kerangka berpikir
pertimbangannya sama, begitu juga urutan tahap perkembangannya sama. Memang
jarang ada orang yang perkembangan moralnya mencapai tahap lima atau enam,
karena perkembangan pendewasaan moral itu tidak terjadi dengan sendirinya secara
otomatis. Orang harus mengembangkannya sendiri. Partisipasi dalam peran-peran
sosial serta hubungan antarpribadi yang dialami seseorang amat menentukan proses
perkembangan kedewasaan moralnya. Pengalaman itulah yang akan mengajar
mereka untuk berkembang mencapai tahap terakhir.
            Perkembangan moral itu bertahap, artinya kedewasaan moral seseorang
hanya dapat meningkat satu tahap lebih tinggi keatasnya. Kedewasaan moral tahap
kedua hanya dapat memahami pertimbangan moral tahap keempat. Tiap tahap yang
lebih tinggi selalu lebih umum dan kurang berpusat pada diri sendiri serta
menghendaki sedikit saja rasionalisasi. Oleh sebab itu, pendidikan moral tidak
banyak artinya jika materi tentang tahap-tahap tentang kedewasaan moral
disampaikan hanya dengan ceramah, tanpa mengajak peserta didik mengalami
sendiri tingkat kedewasaan tiap tahap dan bagaimana dapat berkembang ke satu
tingkat diatasnya (Cheppy, 1988).[4]
     Teori perkembangan moral pada anak
Di dalam perkembangan moral pada anak, terdapat beragai teori seperti :
1)      Teori psikoanalisa
            Dalam menggambarkan perkembangan moral, teori psikoanalisa dengan
pembagian struktur kepribadian manusia ada tiga, yaitu id, ego dan superego.
Menurut psikolanalisa klasik freud, semua orang mengalami konflik oedipus.
Konflik ini akan menghasilkan pembentukan struktur kepribadian yang dinamakan
freud sebagai superego. Ketika anak mengatasi konflik oedipus ini, maka
perkembangan moral dimulai. Salah satu alasan mengapa anak mengatasi konflik
oedipus adalah perasaan khawatir akan kehilangan kasih sayang orang tua dan
ketakutan akan dihukum karena keinginan seksual mereka yang tidak dapat diterima
terhadap orang tua yang berbeda jenis kelamin.
2)      Teori belajar sosial
            Teori belajar sosial melihat tingkah laku moral sebagai respons atas
stimulus. Dalam hal ini, proses-proses penguatan, penghukuman, peniruan
digunakan untuk menjelaskan perilaku moral anak-anak.
3)      Teori kognitif piaget
            Teori piaget mengenai perkembangan moral melibatkan prinsip prinsip dan
proses proses yang sama dengan pertumbuhan kognitif yang ditemui dalam teorinya
tentang perkembangan intelektual. Bagi piaget, perkembangan moral digambarkan
melalui aturan permainan. Karena itu, hakikat moralitas adalah kecenderungan
untuk menerima dan menaati sistem peraturan.
4)      Teori kohlberg
            Teori kohlberg tentang perkembangan moral merupakan perluas, modifikasi,
dan redefeni atas teori piaget. Teori ini didasarkan atas analisisnya terhadap hasil
wawancara dengan anak laki-laki usia 10 hingga 16 tahun yang dihadapkan pada
suatu dilema moral, dimana mereka harus memilih antara tindakan mentaati
peraturan atau memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang bertentangan dengan
peraturan.[5]
E.           Hambatan-Hambatan dalam Perkembangan Pada Masa Anak
            Di dalam menuju kedewasaan beragaman, maka akan terjadi hal-hal yang
kadang-kadang mengganggu perkembangan pada anak. Perkembangan memerlukan
waktu, karena kedewasaan beragama tidak terjadi secara tiba-tiba. Dan juga
perkembangan tersebut tidaklah monoton, tetapi banyak variasi secara berirama
dijumpai di dalamnya. Menurut  M. Hafi Anshari dalam bukunya yang berjudul
“Dasar-Dasar Ilmu Jiwa Agama”  menyebutkan dua faktor yang menyebabkan adanya
hambatan, yaitu:
1.      Faktor diri sendiri
            Dalam hal ini ada dua yang menonjol yaitu kapasitas diri dan pengalaman.
Kapasitas diri berupa kemampuan ilmiah (ratio) dalam menerima ajaran-ajaran
agama. Di sini akan terlihat perbedaan antara anak yang mampu dan kurang mampu
dalam menerima agama. Bagi yang mampu menerima dengan rationya, mereka akan
menghayati dan kemudian mengamalkan ajaran-ajaran agama itu dengan baik.
            Namun lain lagi dengan anak yang kurang mampu menerima dengan
rationya, dia akan lebih banyak terganggu kepada kondisi masyarakat yang ada.
Dalam keaktifan berbuat melakukan perbuatan religious sebenarnya mereka penuh
keraguan dan kebimbangan, sehingga apabila terjadi perubahan-perubahan, maka
perubahan tersebut tidaklah melalui prose berpikir sebelumnya, tetapi lebih bersifat
emosional.
            Di samping kemampuan rasional, kemampuan emosional juga akan
berpengaruh terhadap perkembangan rasa keagamaan anak, seperti dihinggapi rasa
enggan untuk mengerjakan kelakuan-kelakuan keagamaan atau keengganan merubah
dari sesuatu yang sebenarnya tidak diyakini (ragu) kepada yang tidak diragukan
karena rasa solidaritas yang terlalu besar.
            Termasuk juga faktor diri sendiri adalah pengalaman yang dimiliki.
Semakin banyak dan luas pengalaman seseorang dalam bidang keagamaan, maka
akan semakin mantap dan stabil dalam mengerjakan kelakuan-kelakuan religius,
tetapi bagi anak yang mempunyai pengalaman sedikit dan sempit maka dia akan
mengalami berbagai macam kesulitan dan akan selalu dihadapkan kepada hambatan-
hambatan untuk dapat mengerjakan ajaran agama secara mantap dan stabil.
Sehingga perkembangannya akan lebih bersifat statis.
2.      Faktor luar (lingkungan)
            Faktor luar yaitu beberapa kondisi dan situasi lingkungan yang tidak banyak
memberikan kesempatan untuk berkembang, malah justru menganggap tidak perlu
adanya perkembangan dari apa yang telah ada. Faktor luar antara lain tradisi agama
atau pendidikan yang diterima. Kultur kemasyarakatan yang sudah dikuasai tradisi
tertentu dan berjalan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi
berikutnya, kadang-kadang terasa oleh sebagian orang sebagai suatu belenggu yang
tidak pernah selesai. Kadang-kadang tradisi itu sendiri tidak ketemu dari mana asal-
usul dan sebab musababnya, mulai kapan ada dan bagaimana ceritanya.
  
BAB III
PENUTUP
A.         Kesimpulan
Perkembangan moral masa kanak-kanak tengah dan akhir pada zaman dan
sekang telah bergeser. Pergeseran tersebut cenderung bergerak kea rah yang lebih
efektif dengan banyaknya globalisasi dan batasan-batasan yang ada dalam
masyarakat juga seakan bergeser.
Pendidikan moral perlu diarahkan menuju upaya terencana untuk menjamin
moral anak-anak yang diharapkan menjadi warga negara yang cinta akan bangsa dan
tanah airnya yang dapat menciptakan dan memelihara ketentraman atau kerukunan
masyarakat dan bangsa kemudian hari.
Jalan panjang yang terutama harus di tempuh adalah memperdayakan
pendidikan nilai secara insentif dilingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Ke
tiga aspek itu harus di perhitungkan sebagai pilar penentu keberhasilan reformasi
dalam berbagai sisi kehidupan.

DAFTAR PUSTAKA
Adisusilo, Sutarjo. 2012 Pembelajaran Nilai -Karakter Konstrutktivise
dan VCT sebagai Inovasi Pendekatakan Pembelajaran Afektif.
Jakarta: PT Raja Granfindo Persada.
Grain, Wiliam. 2014. Teori Perkembangan Konsep dan Aplikasi.
Yograkarta: Pustaka Pelajar.
Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Ibu, Dian. 2009. Mengembangkan Nilai Moral Pada Anak. Jakarta:
PT Elex Media Komputindo.
Santrock, Jonh. W. 2007. Perkembangan Anak (Jilid 2). Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai