Dosen Pengampu:
Dr. Wiwin Hendriani, S.Psi., M.Si.
Kelas: D-2
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah
Teori Psikologi Perkembangan dengan judul “Emang Boleh Se-menyontek Itu? :
Memahami Perilaku Siswa di Sekolah dari Kacamata Teori Perkembangan Moral
Kohlberg".
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
banyak pihak yang dengan tulus memberikan saran dan kritik, sehingga makalah
ini dapat terselesaikan.
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari kata
sempurna karena keterbatasan pengalaman dan pengetahuan kami. Oleh karena
itu, kami mengharapkan segala bentuk saran dan masukan serta kritik dari
berbagai pihak. Akhirnya, kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.
Kelompok 8
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................1
DAFTAR ISI........................................................................................................... 2
BAB I....................................................................................................................... 3
PENGANTAR.........................................................................................................3
BAB II..................................................................................................................... 5
TINJAUAN TEORITIK........................................................................................5
2.1 Lawrence Kohlberg (1927-1987)................................................................. 5
2.2 Tahapan Perkembangan Moral Kohlberg.....................................................5
BAB III....................................................................................................................9
PAPARAN DAN ANALISIS PROJECT..............................................................9
3.1 Pemaparan Proyek........................................................................................9
3.2 Analisis Teori dan Konsep........................................................................... 9
BAB IV.................................................................................................................. 12
PENUTUP.............................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................14
LAMPIRAN..........................................................................................................15
2
BAB I
PENGANTAR
Moral berasal dari kata latin mores berarti tata cara, kebiasaan dan adat.
Istilah Moral selalu terkait dengan kebiasaan, aturan, atau tata cara suatu
masyarakat tertentu, termasuk pula dalam moral adalah aturan-aturan atau
nilai-nilai agama yang dipegang masyarakat setempat. Moral adalah istilah
manusia menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang
mempunyai nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral
artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia
lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia.
Moral merupakan aspek mendasar manusia yang perlu dibenahi dan
dikembangkan dengan sebaik-baiknya untuk menciptakan kepribadian manusia
yang lebih baik. Moral adalah sifat dasar yang harus diajarkan di sekolah-sekolah
dan manusia harus mempunyai moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya.
Moral adalah nilai keabsolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh.
Perkembangan moral adalah ukuran tinggi rendahnya moral yang dimiliki
seseorang. Moral seseorang dianggap mengalami perkembangan jika mengalami
perubahan kualitas ke arah yang lebih baik. Menurut Santrock, dalam
perkembangan moral terdapat 3 fase yaitu: pikiran, aksi, dan perasaan. Sedangkan
menurut Kohlberg, tahapan perkembangan moral dibagi menjadi 3 fase yang
berbeda. Tahapan ini merupakan penyempurnaan dari teori Dewey dan Piaget.
Tahapan tersebut terdiri dari tiga bagian yang masing-masing bagian memiliki
fase berbeda, diantaranya: Pre-Conventional, Conventional, dan
Post-Conventional.
Project kami kali ini mengusung tentang perkembangan moral pada remaja
sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas. Remaja di usia ini berada
pada tahap konvensional dimana mereka akan berperilaku sesuai dengan nilai
moral yang diyakini kebenarannya. Martin Hoffman (dalam Halonen & Santrock,
1996) mengatakan bahwa masa remaja adalah masa yang penting dalam
perkembangan moral, terutama ketika individu berpindah dari sekolah dasar yang
relatif homogen ke sekolah lanjutan dan lingkungan kampus yang lebih heterogen,
dimana mereka dihadapkan dengan kontradiksi antara konsep moral yang telah
3
mereka terima dengan apa yang mereka alami di luar lingkungan keluarga dan
tetangga.
Bila pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan pada usia remaja dipandang
sebagai kewajaran, maka kelak tidak akan menyadari bahwa pelanggaran besar
yang dilakukan membawa dampak yang besar bagi perubahan tata nilai dalam
masyarakat. Termasuk juga dengan kecurangan saat di sekolah seperti mencontek.
Masih banyak oknum yang mewajarkan kegiatan mencontek, bahkan kegiatan ini
sudah menjadi budaya yang wajar dilakukan oleh siswa sejak masa sekolah dasar.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap mahasiswa FEB Universitas Mercu Buana
Jakarta, terdapat 76% mahasiswa yang mengaku pernah mencontek sebelum
menjadi mahasiswa, yaitu sejak sekolah dasar dan sekolah menengah pertama.
Penelitian diatas menegaskan bahwa pelanggaran yang dilakukan pada masa
remaja dikarenakan adanya rentetan pelanggaran yang sudah diawali sejak dini.
Oleh karena itu, kami mengusung project psikoedukasi dengan media
video edukasi dengan judul “Emang Boleh Se-Menyontek Itu?” dengan tujuan
memberikan pendidikan moral pada siswa sekolah menengah pertama dan sekolah
menengah atas agar mereka tidak mewajarkan pelanggaran-pelanggaran kecil
yang kemudian menjadikannya budaya. Selain itu, kami juga bertujuan untuk
mengarahkan perkembangan moral remaja menuju perkembangan yang bernilai
positif.
4
BAB II
TINJAUAN TEORITIK
5
Namun perkembangan intelektual pada anak tidak berhenti berkembang
hingga umur 12 tahun saja, perkembangan intelektual pada anak bisa berkembang
hingga usia 16 tahun. Oleh karena itu, Kohlberg menyempurnakan atau
mengembangkan studi yang dilakukan oleh Piaget. Dia menemukan enam tahap
perkembangan moral yang dibagi ke dalam tiga level perkembangan moral. Dan
hanya tiga tahap pertama yang memiliki kesamaan dengan tahap Piaget. Adapun
konsep kunci dari teori Kohlberg adalah internalisasi, yakni perubahan
perkembangan dari perilaku yang dikendalikan secara eksternal menjadi perilaku
yang dikendalikan secara internal.
2.2.1 Kohlbergs’s 6 stages and 3 level of moral development
Kohlberg membagi enam tahapan perkembangan moral kedalam tiga
bagian.
1. Pre-Conventional
● Obedience and Punishment Orientation
Dalam tahap pertama, anak berorientasi pada kepatuhan dan
hukuman. Moralitas suatu tindakan dinilai berdasarkan akibat dari
perbuatannya. Anak menganggap perbuatannya baik apabila ia
memperoleh ganjaran atau tidak mendapat hukuman. Oleh karenanya
tingkah laku anak diarahkan untuk mendapatkan ganjaran tersebut dan
untuk menghindarkan larangan-larangan yang akan memberinya
hukuman.
Secara singkat pada tahap Obedience and Punishment anak akan
menentukan perilaku akan dinilai benar atau salah sesuai dengan
konsekuensi yang ia terima. Anak akan menentukan perilaku itu baik
atau benar jika ia mendapatkan hadiah, namun perilaku akan dianggap
buruk atau salah ketika anak itu mendapatkan hukuman.
● Individualism and Exchange
Pada tahap ini, seseorang menghubungkan apa yang baik dengan
kepentingan, minat dan kebutuhan dirinya sendiri serta ia mengetahui
dan membiarkan orang lain melakukan hal yang sama. Seseorang
menganggap yang benar apabila kedua belah pihak mendapat perlakuan
6
yang sama, yaitu yang memberikan kebutuhan-kebutuhan sendiri dan
orang lain, semacam moralitas jual beli.
2. Conventional Morality
● Good Interpersonal Relationship
Dalam tahap ini, moralitas anak yang baik, anak yang
menyesuaikan diri dengan peraturan untuk mendapatkan persetujuan
orang lain dan untuk mempertahankan hubungan baik dengan mereka.
Agar disebut sebagai anak baik, individu berusaha agar ia dapat
dipercaya oleh kelompok, sehingga bertindak sesuai dengan tuntutan
kelompok Jadi pada tahap ini individu telah menyadari nilai dalam
suatu kelompok. Kemampuan empati membuat individu pada tahap ini
mulai meninggalkan prinsip timbal balik.
● Maintaining the Social Order
Dalam tahap keempat ini kebenaran diartikan sebagai menjunjung
tinggi hukum yang disetujui bersama. Individu yakin bahwa apabila
kelompok sosial menerima peraturan yang sesuai bagi seluruh anggota
kelompok, mereka harus berbuat sesuai dengan peraturan itu agar
terhindar dari kecaman dan ketidaksetujuan sosial. pada tahap ini
orientasi sebagai orang yang loyal, memenuhi harapan orang atau
kelompok berganti dengan orientasi memelihara dan mempertahankan
sistem sosial. Dapat disimpulkan bahwa ciri utama tahap ini adalah
menggantikan loyalitas kepada orang lain dengan loyalitas hukum.
3. Post-Conventional Morality
● Social Contract and Individual Rights
Dalam tahap ini kebenaran diperoleh individu melalui
pertimbangan hak-hak individu yang umum dan telah dikaji oleh
masyarakat secara kritis. Konsensus masyarakat diperlukan karena
nilai-nilai pribadi masih dianggap relatif. Legalitas diutamakan, akan
tetapi tidak berpegang secara kaku kepada peraturan seperti pada tahap
keempat. Pada tahap kelima ini peraturan dapat diubah demi
kesejahteraan masyarakat. Individu meyakini bahwa harus ada
keluwesan dalam keyakinan-keyakinan moral yang memungkinkan
7
modifikasi dan perubahan standar moral apabila ini terbukti akan
menguntungkan kelompok sebagai suatu keseluruhan.
Pada tahap ini individu menyadari bahwa hukum dan kewajiban
harus berdasarkan perhitungan rasional dari kegunaannya secara
keseluruhan. Di dalam bertindak individu melakukan yang paling baik
untuk mendapatkan yang paling baik. Individu menyadari bahwa
terdapat perbedaan nilai dan pendapat diantara individu-individu.
Dalam hal ini individu tidak memihak, akan tetapi lebih berorientasi
pada kontrak sosial. Beberapa nilai dan hak seperti hak hidup dan
kebebasan harus tetap dijunjung tinggi walaupun tidak mendapatkan
dukungan mayoritas
● Universal Principles
Dalam tahap keenam ini kebenaran didasari oleh kata hati sendiri
yang mengandung konsistensi, pemahaman yang logis dan prinsip
universal seperti keadilan, persamaan hak-hak asasi manusia dan
penghormatan terhadap martabat manusia. Dengan mengikuti prinsip
etik yang dipilih sendiri oleh individu ini, apabila hukum melanggar
prinsip-prinsip, maka individu akan bertindak dengan berpegang pada
prinsip-prinsip tersebut.
Prinsip ini merupakan keadilan hak asasi manusia sebagai individu.
Individu memiliki perspektif bahwa setiap manusia yang rasional
menyadari sifat moralitas atau fakta bahwa orang adalah pribadi
tersendiri dan harus diperlakukan demikian. Pada tahap ini orang
menyesuaikan dengan standar sosial dan cita-cita internal terutama
untuk menghindari rasa tidak puas dengan diri sendiri dan bukan untuk
menghindari kecaman sosial. tahap ini merupakan moralitas yang lebih
banyak berlandaskan penghargaan terhadap orang lain daripada
keinginan pribadi.
8
BAB III
PAPARAN DAN ANALISIS PROJECT
9
3.2 Analisis Teori dan Konsep
Dengan mengusung tema masalah yaitu perilaku menyontek, kami akan
menyelipkan enam fase dalam tiga tahap perkembangan moral pada tokoh siswa
yang melakukan dan ketahuan menyontek. Tahap pertama, yakni Obedience and
Punishment Orientation, tokoh siswa yang telah memiliki niat untuk menyontek
saat berlangsungnya ujian sedang melirik pada teman disampingnya. Pada adegan
ini, sesuai dengan teori perkembangan moral Kohlberg, menggambarkan tentang
orientasi ketaatan dan hukuman yang dimiliki siswa tersebut, dimana ia berusaha
agar tidak ketahuan menyontek karena sadar bahwa akan ada hukuman yang akan
diterima jika ketahuan. Pada tahap dua, Individualism and Exchange, setelah
mendapat teguran dan dinasehati oleh gurunya, siswa tersebut pun merenungi
tindakannya. Pada tahap ini, siswa tersebut mempertimbangkan apa yang dapat
mereka lakukan terhadap tindakan mereka sebelumnya, dan dibutuhkan dorongan
positif agar siswa tersebut dapat menghubungkan hal yang baik dengan
kepentingannya, minat dan kebutuhan pribadinya. Setelah melakukan
pertimbangan serta merenung, siswa itu pun akhirnya berusaha dengan tekun
untuk belajar.
Selanjutnya, tahap ketiga yaitu Good Interpersonal Relationships, dimana
siswa tersebut membantu teman sekelasnya yang kesulitan dalam memahami
materi. Di tahap ini, siswa tersebut mulai mempertimbangkan perasaan dan
pandangan orang lain, lalu membantu temannya tersebut dengan tulus. Dengan
melakukan hal yang positif (mendukung teman yang sedang kesulitan), siswa
tersebut dapat membangun hubungan sosial yang baik dan hal ini merupakan
bentuk moralitas yang lebih tinggi. Selanjutnya, tahap keempat yaitu Maintaining
the Social Order. Digambarkan pada adegan drama, siswa sedang berbincang
dengan teman-temannya mengenai penting menjaga integritas saat ujian. Di tahap
ini, siswa tersebut mempertimbangkan pentingnya menjaga aturan serta norma
sosial, oleh karena itu, siswa itu pun mempromosikan integritas saat berbicara
dengan teman-teman sekelasnya. Tahap kelima adalah Social Contract and
Individual Rights. Setelah mempromosikan integritas kejujuran sebagai seorang
pelajar, siswa tersebut dan teman-temannya pun mendiskusikan tentang
bagaimana mereka dapat berperan dalam mengubah kebiasaan curang yang cukup
10
sering terjadi dikalangan pelajar saat ujian berlangsung. Pada tahap ini, mereka
sudah mulai mempertimbangkan hukum yang adil serta hak-hak individu.
Tahap terakhir, yakni Universal Principles. Di tahap ini, siswa akan
bertindak berdasarkan prinsip-prinsip etika yang lebih tinggi, bahkan jika harus
melakukan pengorbanan pribadi. Dapat dilihat melalui adegan dimana siswa
tersebut membantu temannya tanpa memikirkan imbalan apapun. Dan di akhir
cerita, siswa tersebut telah mencapai akhir yang baik dari perkembangan
moralnya, digambarkan dengan adegan dimana siswa tersebut berkomitmen untuk
tidak menyontek, untuk lebih mengejar kebaikan serta menjunjung tinggi
moralitas dalam kehidupan mereka. Dengan konsep video dimana narator akan
menjelaskan tahapan perkembangan moral yang diterapkan pada setiap adegan.
Kami meyakini bahwa teori tahapan perkembangan moral Kohlberg, yang
disampaikan melalui video drama, adalah pendekatan yang sangat efektif untuk
memberikan psikoedukasi yang mudah dimengerti oleh masyarakat, khususnya
para siswa SMP dan SMA serta para guru yang mengajar.
Dalam pendekatan ini, kami memilih untuk menggambarkan perilaku dan
situasi yang umum terjadi di sekolah. Hal ini akan berpotensi bermanfaat karena
kami dapat mengaitkan teori moral Kohlberg dengan realitas yang dikenal oleh
para siswa dan guru. Dengan melihat karakter dalam video drama menghadapi
situasi di sekolah, audiens dapat lebih mudah mengidentifikasi dan merasakan
konsep-konsep dalam teori tersebut. Mereka dapat melihat bagaimana teori ini
berperan dalam kehidupan sehari-hari mereka di lingkungan pendidikan.Selain
itu, fokus pada masalah-masalah yang sering dihadapi dalam pengaturan
pendidikan membantu memastikan bahwa pesan yang disampaikan lebih relevan
bagi para penonton. Mereka dapat merasa terhubung dengan materi tersebut dan
lebih termotivasi untuk memahaminya karena mereka tahu bahwa teori ini dapat
membantu mereka mengatasi situasi sehari-hari di sekolah.
Penggunaan video drama juga memungkinkan kami untuk mengemas teori
dalam bentuk cerita yang lebih menarik dan ringan (Carmichael et al., 2018). Ini
membuat proses pembelajaran menjadi lebih menyenangkan dan memudahkan
audiens dalam mengikuti perkembangan cerita serta pesan moral yang ingin
disampaikan. Dalam kasus ini, media seperti Youtube menjadi sarana yang
11
sempurna untuk mencapai masyarakat umum, memastikan bahwa teori ini dapat
dipahami serta diaplikasikan oleh banyak orang dalam kehidupan mereka. Dengan
menggabungkan kelebihan-kelebihan ini, kami yakin bahwa pendekatan video
drama ini akan membuat teori tahapan perkembangan moral Kohlberg lebih
mudah dipahami dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari para siswa dan guru.
Ini adalah langkah positif menuju pemahaman yang lebih baik tentang moralitas
dan bagaimana mempraktikkannya dalam konteks pendidikan.
12
BAB IV
PENUTUP
13
DAFTAR PUSTAKA
14
Lampiran
https://youtu.be/7CH0fnafbLs?si=H3ESNN3pZXdDSC54
15