DISUSUN OLEH:
❖ AL HAKAN SYUKUR : 230241511
❖ SUCI : 230241530
❖ FARHAN : 230241523
❖ RAPI : 230241513
❖ LEO ANDREYANTO : 230341506
❖ ANDRIYAN : 230241526
DOSEN PENGAMPU:
EKO PRATAMA, M.Pd
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan
hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul "Teori Perkembangan
Moral”. Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas Dasar-Dasar Penjas serta untuk
meningkatkan pemahaman dan wawasan tentang pentingnya teori perkembangan moral bagi
kehidupan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Dasar-Dasar
Penjas yaitu Bapak Eko Pratama, M.Pd dan semua pihak yang telah memberikan dukungan
serta bimbingan selama proses penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca dalam memahami pentingnya perkembangan moral.
Akhir kata, kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan guna perbaikan di masa
mendatang.
Penulis
2
DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN.......................................................................................…. 1
KATA PENGANTAR...................................................................................… 2
DAFTAR ISI.............................................................................................…… 3
BAB I
PENDAHULUAN......................................................................................….. 4
1.1 LATAR BELAKANG.......................................................................4
1.2 RUMUSAN MASALAH..................................................................5
BAB II
PEMBAHASAN........................................................................................….. 6
2.1 PENGERTIAN PERKEMBANGAN MORAL……………………6
2.2 TEORI PERKEMBANGAN
MORAL MENURUT AHLI…………….…………………………….6
2.3 PERUBAHAN KONSEP
PERKEMBANGAN MORAL……………………………………….10
2.4 KONTEKS PERKEMBANGAN MORAL………………………11
BAB III
PENUTUP……................................................................................................14
3.1 KESIMPULAN………..............................................................................14
3.2 SARAN………....................................................................................….14
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................… 15
3
BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke dewasa. Secara
psikologis, masa remaja adalah waktu di mana individu mulai menyatu dengan
orang dewasa, di mana anak tidak lagi merasa di bawah orang yang lebih tua tetapi
dianggap sejajar dalam tingkat kematangan. Hull menyatakan bahwa usia remaja
biasanya antara 12-25 tahun. Selama masa remaja, terjadi banyak perubahan dalam
hal fisik, psikologis, dan sosial.
Menurut teori perkembangan Piaget, remaja masuk ke dalam tahap
Operasional Formal dalam kemampuan kognitif. Pada masa ini, anak-anak
memiliki kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan
membuat kesimpulan dari informasi yang ada. Remaja dapat mempertimbangkan
semua kemungkinan untuk menyelesaikan masalah dan memberikan
pertanggungjawaban berdasarkan hipotesis atau proposisi. Maka, dia bisa melihat
masalahnya dari berbagai sudut pandang dan menyelesaikannya dengan
mempertimbangkan banyak faktor sebagai dasar pertimbangan.
Salah satu hal yang sedang berkembang dalam remaja adalah pemasalahan
pembentukan moral remaja yang dianggap penting sebagai penentu. Moral adalah
pengetahuan tentang bagaimana menilai tindakan dan perilaku seseorang, serta
kewajiban moral, dan sebagainya (Purwadarminto: 1950: 957). Dalam ranah moral,
segala tindakan dinilai baik dan layak untuk dilakukan serta tindakan yang dinilai
tidak baik dan sebaiknya dihindari. Moral terkait dengan kemampuan seseorang
untuk membedakan antara tindakan yang baik dan yang buruk. Oleh karena itu,
moral juga memberikan dasar dan kontrol bagi seseorang dalam perilaku dan
tingkah lakunya.
Anak muda perlu memahami harapan dari kelompok mereka dan kemudian
menyesuaikan perilaku mereka tanpa perlu diarahkan, diawasi, didorong, atau
diancam seperti masa kecil. Di masa remaja, diharapkan agar individu mampu
mengubah konsep-konsep moral yang mereka pelajari semasa kanak-kanak menjadi
prinsip moral yang lebih umum, dan merumuskannya dalam bentuk kode moral
yang dapat menjadi pedoman bagi perilaku mereka. Remaja juga harus dapat
4
mengendalikan perilaku mereka sendiri yang sebelumnya menjadi tanggung jawab
orang tua dan guru mereka, sekarang harus menjadi tanggung jawab mereka sendiri.
II. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud perkembangan moral?
2. Bagaimana teori para ahli tentang perkembangan moral?
3. Bagaiman perubahan konsep moral pada remaja?
4. Bagaimana konteks perkembangan moral?
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
heteronom, juga ada keyakinan akan adanya keadilan imanen, yakni ide
bahwa jika aturan dilanggar, maka hukuman akan diterima secara langsung.
• Moralitas Otonom (autonomous morality) merupakan tahap kedua dari
perkembangan moral dalam teori Piaget, yang ditunjukkan oleh anak-anak
yang lebih besar (sekitar 10 tahun ke atas). Anak menyadari bahwa orang
membuat aturan dan hukum, dan ketika seseorang memutuskan untuk
melakukan sesuatu, mereka harus mempertimbangkan niat pelaku dan
akibatnya. Anak-anak usia 7 hingga 20 tahun yang sedang mengalami masa
transisi antara dua tahap ini menunjukkan sejumlah ciri dari kedua tahap
tersebut.
• Martin Hoffman (1980) mengembangkan teori ketidakseimbangan
kognitif, yang menyatakan bahwa masa remaja adalah periode penting
dalam perkembangan moral, terutama ketika individu beralih dari
lingkungan yang relatif homogen ke lingkungan yang lebih heterogen di
sekolah menengah dan kampus. Martin Hoffman (1980) mengembangkan
teori disekuilibrium kognitif, yang menyatakan bahwa masa remaja
merupakan periode penting dalam perkembangan moral, terutama ketika
individu beralih dari lingkungan yang relatif homogen ke lingkungan yang
lebih heterogen di sekolah menengah atas dan kampus.
2. Teori Kohlberg
Pandangan yang provokatif mengenai perkembangan moral adalah teori
Kohlberg yang diciptakan oleh Lawrence Kohlberg (1958, 1976, 1986).
Menurut teori ini, perkembangan moral didasarkan pada penalaran moral dan
berkembang melalui beberapa tahap dan tiga tingkatan. Menurut Kohler,
konsep penting dalam perkembangan moral adalah internalisasi, yaitu
perubahan dari perilaku yang semula dikendalikan dari luar menjadi perilaku
yang dikendalikan oleh standar dan prinsip sosial. Di bawah ini adalah 3
tingkatan perkembangan moral menurut Kohlberg:
• Tingkat 1, Pikiran prakonvensional (Pemikiran prakonvensional).
Pada tingkat ini, orang belum menunjukkan adanya internalisasi nilai-
nilai moral - penalaran moral masih dikendalikan oleh hadiah dan
hukuman eksternal. Pada level ini terdiri dari dua tahap, yaitu:
7
a. Tahap 1, Moralitas Heternom (Moralitas Heternom) Pada saat ini,
pikiran moral sering kali dihubungkan dengan konsep hukuman.
b. Tahap 2, Individualisme, tujuan instrumental, dan pertukaran
(individualisme, tujuan instrumen, dan pertukaran). Pada tahap ini,
individu mencoba untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri,
namun juga memperbolehkan orang lain untuk melakukan hal yang
sama.
• Tingkat 2, penalaran konvensional (conventional reasoning).
Pada tingkat ini, internalisasi yang terjadi bersifat menengah. Individu
mengikuti standar tertentu (internal), namun standar tersebut ditetapkan
oleh orang lain (eksternal).
8
mana sistem sosial tersebut memastikan dan melindungi hak-hak
dan nilai-nilai individu.
b. Tahap 6, Prinsip etika Universal (Universal ethical principles).
Prinsip etika Universal (Prinsip etika universal). Pada tahap ini,
seseorang sedang membangun standar moral berdasarkan hak-hak
universal manusia. Ketika dihadapkan pada konflik antara hukum
dan suara hati, seseorang berpikir bahwa sebaiknya mengikuti
suara hati, meskipun ada risiko dalam kepuasannya.
9
4. Meskipun begitu, tugas TOM ini dianggap mempermalukan kemampuan
anak-anak.
10
5. Penilaian moral secara psikologis menjadi lebih berat karena melibatkan
emosi dan menimbulkan ketegangan psikologis.
2.4 Konteks Perkembangan Moral
1. Pengasuhan
Menurut Piaget dan Kohlberg, orangtua tidak dianggap memberikan
kontribusi yang unik atau penting dalam perkembangan moral anak-anak.
Mereka berpendapat bahwa orangtua harus memberikan kesempatan bagi
anak-anak untuk mengambil peran dan mengalami konflik kognitif, tetapi
orangtua tetap memiliki peran utama dalam perkembangan moral anak-anak
mereka. Secara keseluruhan, peningkatan tingkat penalaran moral pada remaja
berhubungan dengan dukungan dalam pengasuhan serta dorongan untuk
remaja mengajukan pertanyaan dan memperluas penalaran moral mereka
(Eisenberg & Morris, 2004).
Menurut teori psikoanalisis dari Freud, disiplin yang diterapkan oleh
orang tua dapat mempengaruhi perkembangan moral anak melalui praktik
menanamkan ketakutan akan hukuman dan kehilangan cinta orang tua. Para
ahli perkembangan anak yang mempelajari teknik pengasuhan anak dan
perkembangan moral memiliki berbagai teknik, yang meliputi:
1. Menarik cinta (love withdrawal) terkait erat dengan penekanan
psikoanalisis terhadap ketakutan akan hukuman dan kehilangan cinta orang
tua. Ini adalah sebuah metode di mana orang tua tidak memberikan
perhatian atau kasih sayang kepada remaja; seperti orang tua yang menolak
untuk berbicara dengan remaja atau mengatakan bahwa mereka tidak
menyukai anak itu.
2. Menunjukkan kekuasaan (power assertion) merupakan suatu metode
disiplin di mana orang tua berusaha mengontrol remaja atau sumber daya
remaja. Misalnya, melakukan kekerasan, ancaman, atau menghentikan hak
seseorang.
3. Membujuk (induksi) merupakan teknik disiplin di mana orang tua
menggunakan penalaran dan penjelasan mengenai konsekuensi tindakan
remaja terhadap orang lain. Contoh membujuk adalah dengan tidak
memukulnya. "Ia hanya berusaha memberikan bantuan" dan "Mengapa
kamu menghardiknya?" Ia tidak memiliki niat untuk menyakiti
perasaanmu.
11
Menjalani hidup yang jujur dan bertanggung jawab, memiliki
kemampuan untuk empati dan memahami perasaan orang lain, serta
menunjukkan perilaku yang baik dalam hubungan dengan orang lain. Ini
menunjukkan bahwa orang tua berperan penting dalam membentuk moral
anak-anak mereka.
1. Lebih baik hangat dan mendukung daripada menghukum
2. Menerapkan kedisiplinan melalui cara persuasif
3. Memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk belajar tentang sudut
pandang dan perasaan orang lain.
4. Melibatkan anak-anak dalam proses pengambilan keputusan di
keluarga dan memberi mereka kesempatan untuk berpartisipasi.
5. Memberikan penjelasan tentang perilaku yang diinginkan beserta
alasan di baliknya.
6. Memperkuat penerimaan moral yang lebih terinternalisasi daripada
eksternal.
2. Sekolah
Sekolah merupakan hal yang sangat penting dalam perkembangan
moral, karena lingkungan sekolah dapat membentuk moral seseorang.
Pendidikan moral seringkali menjadi topik debat di dunia pendidikan.
a. Tersembunyi Kurikulum (hidden curriculum)
Menurut John Dewey (1933), walaupun sekolah tidak memiliki program
khusus untuk pendidikan moral, siswa masih dapat belajar moral melalui
hal-hal yang tersirat dalam kurikulum sekolah. Hal ini dapat tercapai
melalui aturan dan regulasi di sekolah dan kelas, orientasi moral dari guru
dan staf administrasi sekolah, serta materi pelajaran. Sistem nilai dapat
diterapkan melalui aturan administrasi sekolah. Para guru memiliki peran
penting sebagai contoh dalam perilaku etis atau tidak etis bagi siswa.
b. Pembentukan kepribadian melalui pendidikan
Metode langsung yang digunakan untuk mengajarkan siswa tentang literasi
moral dasar yang dapat mencegah mereka melakukan perilaku tidak
bermoral serta melukai diri sendiri dan orang lain. Menurut Lewrence
Walker (2002), pendidikan karakter harus melibatkan diskusi kritis tentang
nilai-nilai daripada hanya menempelkan daftar kebijakan moral di dinding
kelas. Ia menegaskan betapa pentingnya bagi anak-anak dan remaja untuk
12
berdiskusi dan merenungkan tentang cara menerapkan kebijaksanaan
dalam kehidupan sehari-hari. Ia juga menekankan betapa pentingnya
memberikan teladan moral kepada anak muda agar mereka terdorong untuk
mencontoh dan aktif dalam layanan komunitas.
c. Penjelasan tentang nilai
Tujuannya adalah untuk membantu orang dalam mengklarifikasi hal-hal
penting bagi mereka, apa yang perlu dilakukan, dan mencapai tujuan hidup
yang diinginkan.
d. Pendidikan moral kognitif (cognitive moral education)
Konsep yang berdasarkan pada keyakinan bahwa siswa seharusnya
mempelajari cara menghargai nilai-nilai seperti demokrasi dan keadilan
seiring dengan perkembangan penalaran moral mereka.
e. Service Learning
Jenis pendidikan yang bertujuan untuk mendorong tanggung jawab sosial
dan memberikan pelayanan kepada masyarakat. Tujuan service learning
untuk remaja adalah untuk mengurangi sifat egosentris dan meningkatkan
semangat untuk membantu orang lain. Dalam service learning, remaja
terlibat dalam berbagai aktivitas seperti memberikan bimbingan pelajaran,
membantu orang lanjut usia, bekerja di rumah sakit, membantu di pusat
penitipan anak, atau sebagai tenaga kebersihan di taman bermain.
13
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Menjadi remaja berarti memahami nilai-nilai, yang artinya tidak hanya memperoleh
pemahaman tapi juga menerapkannya atau mengamalkannya. Teori perkembangan moral telah
dipelajari oleh 3 tokoh, yaitu Piaget, Hoffman, dan Kohlberg. Menurut Piaget, ada dua teori,
yaitu teori heteronom dan otonom. Hoffman mengembangkan teori Piaget dan menamainya
sebagai teori Piaget. Kohlberg memiliki tiga tingkatan dan enam tahap dalam memahami
perkembangan moral, yaitu tingkat prakonvensional, konvensional, dan pasca konvensional.
Terbentuknya konsistensi moral dapat disebabkan oleh pengaruh pengasuhan dan
pendidikan di sekolah. Etika pada pria dan wanita berbeda. Prinsip penalaran moral perempuan
adalah etika peduli, sementara laki-laki adalah etika keadilan.
3.2 SARAN
Dalam masa perkembangan anak, sebaiknya orang tua melakukan tugasnya dan
fungsinya sebaik mungkin untuk mendidik dan mengarahkan anak agar tumbuh nilai-nilai
moral yang menjadi panduan anak dalam melangkah dan menentukan sikap dalam masyarakat
umum.
14
DAFTAR PUSTAKA
Rahman,Agus Abdul. 2010. Teori Perkembangan Moral dan Model Pendidikan Moral.
Bandung: Jurnal Ilmiah Psikologi. Vol.III, No.1 : 37-44.
15