Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.       LATAR BELAKANG


Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk membantu individu mencapai perkembangan
yang optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya, dan melalui pendidikan dapat diwujudkan
generasi muda yang berkualitas baik dalam bidang akademis, religious maupun moral. Hal ini
erat kaitannya dengan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003 pasal 1
ayat 1. Berdasarkan tujuan pendidikan nasional, salah satu upaya sekolah dalam rangka
meningkatkan mutu lulusan siswanya adalah dengan menanamkan aspek kepribadian kepada
setiap siswa.
Aspek kepribadian ini merupakan nilai-nilai dasar yang berhubungan dengan sikap dan
perilaku. Untuk mencapai dan memiliki kepribadian yang mantap, diperlukan kepribadian siswa
yang disiplin, giat, gigh, dan tekun. Lingkungan sekolah tempat berlangsungnya proses
pembelajaran diharapkan memberikan konstribusi yang positif terhadap perkembangan jiwa
siswa karena sekolah adalah tempat berlangsungnya pendidikan.Anak belajar untuk menjalani
kehidupan melalui interaksi dengan lingkungan. Lingkungan yang kedua setelah lingkungan
keluarga dikenal anak adalah lingkungan sekolah. Sekolah mempunyai pengaruh yang sangat
besar terhadap perkembangan kepribadian anak didik. Di sekolah siswa melakukan berbagai
kegiatan untuk mencapai keberhasilan belajar.

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1. Apa devenisi moral dan perkembangan moral?
1.2.2.  Apa Tahap-tahap Perkembangan Moral?
1.2.3. Apa sajakah Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Moral?
1.2.4.  Perbedaan Individual dalam Perkembangan Moral?
1.2.5.  Pengertian Kepribadian?
1.2.6.  Proses Perkembangan Kepribadian?
1.2.7.  Aspek-aspek Kepribadian?
1.2.8.  Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Kepribadian?
1.2.9.  Apa sajakah Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua Otoriter dengan Perkembangan
Kepribadian Siswa?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1.  PERKEMBANGAN MORAL


2.1.1.  Pengertian Moral dan Perkembangan Moral
Pengertian Moral menurut Gunarsa adalah rangkaian nilai tentang berbagai macam perilaku
yang harus dipatuhi. Istilah moral sendiri berasal dari kata mores yang berarti tata cara dalam
kehidupan, adat istiadat atau kebiasaan. Menurut Shaffer adalah kaidah norma dan pranata yang
mengatur perilaku individu dalam hubungannya dengan masyarakat dan kelompok sosial. Moral
ini merupakan standar baik dan buruk yang ditentukan oleh individu dengan nilai-nilai sosial
budaya di mana individu sebagai anggota sosial. Menurut Rogers adalah aspek kepribadian yang
diperlukan seseorang dalam kaitannya dengan kehidupan sosial secara harmonis, seimbang dan
adil. Perilaku moral ini diperlukan demi terwujudnya kehidupan yang damai penuh keteraturan,
keharmonisan dan ketertiban. Sementara perubahan psikis menyangkut keseluruhan karakteristik
psikologis individu, seperti perkembangan kognitif, emosi, sosial dan moral.1[1][1]
Menurut Kohlberg, penilaian dan perbuatan moral pada intinya bersifat rasional. ia
membenarkan gagasan Jean Piaget yang mengatakan bahwa pada masa remaja sekitar umur 16
tahun telah mencapai tahap tertinggi dalam proses pertimbangan moral. Adanya kesejajaran
antara perkembangan kognitif dengan perkembangan moral dapat dilihat pada masa remaja yang
mencapai tahap tertinggi dari perkembangan moral, yang kemudian ditandai dengan kemampuan
remaja menerapkan prinsip keadilan universal pada penilaian moralnya. Kolhberg (dalam
Santrock, 2002:370) menekankan bahwa perkembangan moral didasarkan terutama pada
penalaran moral dan berkembang secara bertahap. Perkembangan moral (moral development)
berkaitan dengan aturan dan konvensi tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia
dalam interaksinya dengan orang lain.
Dalam mempelajari aturan-aturan ini para pakar perkembangan akan menguji tiga bidang
yang berbeda yaitu: Bagaimana anak-anak bernalar atau berpikir tentang aturan-aturan untuk
1
perilaku etis, Bagaimana anak-anak sesungguhnya berperilaku dalam keadaan bermoral,
Bagaimana anak merasakan hal-hal moral itu. Pendidikan moral adalah suatu program
pendidikan (sekolah dan luar sekolah) yang mengorganisasikan dan menyederhanakan sumber-
sumber moral dan disajikan dengan memperhatikan pertimbangan psikologis untuk tujuan
pendidikan.2[2][4]

2.1.2.  Tahap Perkembangan Moral


Menurut Kohlberg (dalam Ormord, 2000:371). Kohlberg mengemukakan ada tiga tingkat
perkembangan moral, yaitu tingkat prakonvensional, konvensional dan post-konvensional.
Masing-masing tingkat terdiri dari dua tahap, sehingga keseluruhan ada enam tahapan (stadium)
yang berkembang secara bertingkat dengan urutan yang tetap.
a.  Tingkat Penalaran Prakonvensional
Pada penalaran prakonvensional anak tidak memperhatikan internalisasi nilai-nilai moral-
penalaran moral dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan hukuman eksternal. Pada tingkat ini
terdapat dua tahap.
         Tahap satu orientasi hukuman dan ketaatan (punihsment and obedience orientation): tahap
penalaran moral didasarkan atas hukuman. Anak-anak taat karena orang-orang dewasa menuntut
mereka untuk taat.
         Tahap dua individualisme dan tujuan (individualism and purpose): tahap penalaran moral
didasarkan atas imbalan (hadiah) dan kepentingan sendiri. Anak-anak taat bila mereka ingin dan
butuh untuk taat. Apa yang benar adalah apa yang dirasakan baik dan apa yang dianggap
menghasilkan hadiah.
b.  Tingkat Penalaran Konvensional
Pada tingkat ini, internalisasi indivdual ialah menengah.Seseorang menaati standar-standar
(internal) tertentu, tetapi mereka tidak menaati standar-standar orang lain (eksternal), seperti
orang tua atau aturan-atuaran masyarakat.
         Norma-norma interpersonal (interpersonal norms). Seseorang menghargai kebenaran,
kepedulian, dan kesetiaan kepada orang lain sebagai landasan pertimbangan moral. Anak-anak
sering mengadopsi standar-standar moral orang tuanya pada tahap ini, sambil mengharapkan

2
dihargai oleh orang tuanya sebagai seorang “perempuan yang baik” atau seorang “laki-laki yang
baik.”
         Moralitas sistem sosial (social system morality). Pertimbangan-pertimbangan didasarkan atas
pemahaman aturan sosial, hukum-hukum, dan kewajiban. 
c.  Tingkat Penalaran Pascakonvensional
Tingkat ini ialah tingkat tertinggi dalam teori perkembangan moral kohlberg. Pada tingkat ini
moralitas benar-benar diinternalisasikan dan tidak didasarkan pada standar-standar orang lain.
Seseorang mengenal tindakan-tindakan moral alternatif, menjajaki pilihan-pilihan, dan kemudian
memutuskan berdasarkan suatu kode moral pribadi.
         Hak-hak masyarakat dengan hak-hak individual (community rights and individual rights).
Seseorang memahami bahwa nilai-nilai dan aturan-aturan adalah bersifat relatif dan bahwa
standar dapat berbeda dari satu orang ke orang lain. Seseorang menyadari bahwa hukum penting
bagi masyarakat, tetapi juga mengetahui bahwa hukum dapat diubah. Seseorang percaya bahwa
beberapa nilai, seperti kebebasan, lebih penting dari pada hukum.
         Prinsip-prinsip etis universal (universal ethical principles). Seseorang telah mengembangan
suatu standar moral yang didasarkan pada hak-hak manusia yang manusia yang universal. Bila
menghadapi konflik antara hukum dan suara hati, seseorang akan mengikuti suara hati, walaupun
keputusan itu mungkin melibatkan resiko pribadi.

2.1.3. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Moral


a.  Perkembangan Kognitif Umum
Penalaran moral yang tinggi yaitu penalaran yang dalam mengenai hukum moral dan nilai-
nilai luhur seperti kesetaraan, keadilan, hak-hak asasi manusia dan memerlukan refleksi yang
mendalam mengenai ide-ide abstrak.Dengan demikian dalam batas-batas tertentu, perkembangan
moral tergantung pada perkembangan kognitif. (Kohlberg dalam Ormord, 2000:139). Contoh:
anak-anak secara intelektual berbakat umumnya lebih sering berpikir entang isu moral dan
bekerja keras mengatasi ketidakadilan di masyarakat lokan ataupun dunia secara umum
ketimbang teman-teman sebayanya (Silverman dalam Ormord, 200:139). Meski demikian,
perkembangan kognitif tidak menjamin perkembangan moral. Anak yang memiliki bakat khusus
menonjol sering disebut dengan istilah talented children, 3[3][16]sedangkan anak yang memiliki
bakat intelektual menonjol sering disebut dengan istilah gifted children.
b.  Penggunaan Rasio dan Rationale
Anak-anak lebih cenderung memperoleh manfaat dalam perkembangan moral ketika mereka
memikirkan kerugian fisik dan emosional yang ditimbulkan perilaku-perilaku tertentu terhadap
orang lain. Menjelaskan kepada anak-anak alasan perilaku-perilaku tertentu tidak dapat diterima,
dengan focus pada perspektif orang lain, dikenal sebagai induksi (Hoffman dalam Ormord,
2000:140). Contoh: induksi berpusat pada korban induksi membantu siswa berfokus pada
kesusahan orang lain dan membantu siswa memahami bahwa mereka sendirilah penyebab
kesesahan-kesusahan tersebut. Penggunaan konduksi secara konsisten dalam mendisiplinkan
anak-anak, terutama ketika disertai hukuman ringan bagi perilaku yang menyimpang misalnya
menegaskan bahwa mereka harus meminta maaf atas perilaku yang keliru.
c.  Isu dan Dilema Moral
Kolhberg dalam teorinya mengenai teori perkembangan moral menyatakan bahwa
disekuilibrium adalah anak-anak berkembang secara moral ketika mereka menghadapi suatu
dilemma moral yang idak dapat ditangani secara memadai dengan menggunakan tingkat
penalaran moralnya saat itu. Dalam upaya membantu anak-anak yang mengahdapi dilema
semacam itu Kulhborg menyarankan agar guru menawarkan penalaran moral satu tahap di atas
tahap yang dimilik anak pada saat itu. Contoh: bayangkanlah seorang remaja laki-laki yang
sangat mementingkan penerimaan oleh teman-teman sebayanya, dia rela membiarkan temannya
menyali pekerjaan rumahnya. Gurunya mungkin menekankan logika hokum dan keteraturann
dengan menyarankan agar semua siswa seharusnya menyelesaikan pekerjaan rumahnya tanpa
bantuan orang lain karena tugas-tugas pekerjaan rumah dirancang untuk membantu siswa belajar
lebih efektif.
d.  Perasaan Diri
Anak-anak lebih cenderung terlibat dalam perilaku moral ketika mereka berfikir bahwa
mereka sesungguhnya mampu menolong orang lain dengan kata lain ketika mereka memiliki
efikasi diri yang tinggi mengenai kemampuan mereka membuat suatu perbedaan (Narvaez dalam
Ormrod, 200:140). Contoh: pada masa remaja beberapa anak muda mulai mengintegrasikan
komitmen terhadap nilai-nilai moral kedalam identitas mereka secara keseluruhan. Mereka

3
menganggap diri mereka sebagai pribadi bermoral dan penuh perhatian, yang peduli pada hak-
hak dan kebaikan orang lain.

2.1.4.  Perbedaan Individual dalam Perkembangan Moral


Bayi tidak memiliki hierarki nilai dan suara hati. Bayi tergolong nonmoral, tidak bermoral
maupun tidak amoral, dalam artian bahwa perilakunya tidak dibimbing norma-norma moral.
Lambat laun ia akan mempelajari kode moral dari orang tua dan kemudian dari guru-guru dan
teman bermain dan juga ia belajar pentingnya mengikuti kode-kode moral ini. Belajar
berperilaku moral yang diterima oleh sekitarnya merupakan proses yang lama dan lambat. Tetapi
dasar-dasarnya diletakkan dalam masa bayi dan berdasarkan dasar-dasar inilah bayi membangun
kode-kode moral yang membimbing perilaku bila telah menjadi besar nantinya. Karena
keterbatasan kecerdasannya, bayi menilai benar atau salahnya suatu tindakan menurut
kesenangan atau kesakitan yang ditimbulkannya dan bukan menurut baik atau buruknya efek
suatu tindakan terhadap orang-orang lain.
Untuk sebagian remaja serta orang dewasa yang penalarannya terhambat atau kurang
berkembang, tahap perkembangan moralnya ada pada tahap prakonvensional. Pada tahap ini
seseorang belum benar-benar mengenal apalagi menerima aturan dan harapan masyarakat.
Pedoman meraka hanyalah menghindari hukuman. Sedangkan bagi mereka yang dapat mencapai
tingkat kedua sudah ada pengertian bahwa untuk memenuhi kebutuhan sendiri seseorang juga
harus memikirkan kepentingan orang lain.

2.2.  PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN
2.2.1.  Pengertian Kepribadian
Kepribadian yang sesungguhnya adalah abstrak (ma’nawiyah), sukar dilihat atau diketahui
secara nyata, yang dapat diketahui adalah penampilan atau bekasnya dalam segala segi dan aspek
kehidupan. Misalnya dalam menghadapi setiap persoalan atau masalah, baik yang ringan
maupun yang kuat. Orang awam dengan mudah mengatakan bahwa seseorang itu punya
kepribadian baik, kuat dan menyenangkan, sedangkan ada pula orang yang mengatakan bahwa
mempunyai kepribadian lemah, tidak baik atau buruk dan sebagainya. Sehingga dengan kata lain
pribadi atau kepribadian itu dipakai untuk menunjukkan adanya ciri-ciri khas yang ada pada
seseorang.
May berpendapat bahwa “Kepribadian adalah suatu aktualisasi dari proses hidup dalam
seorang individu yang bebas, terintegrasi dalam masyarakat dan memiliki satu perasaan cemas
dalam batin, yang berhubungan dengan religiusitas. Withington berpendapat “Kepribadian adalah
keseluruhan tingkah laku seseorang yang diintegrasikan, sebagaimana yang nampak pada orang
lain. Kepribadian ini bukan hanya yang melekat dalam diri seseorang tetapi lebih merupakan
hasil dari pada suatu pertumbuhan yang lama suatu kulturil.

2.2.2.  Proses Perkembangan Kepribadian


a.  Proses perkembangan kepribadian anak
         Pendidikan langsung: melalui penanaman pengertian tentang tingkah laku sebagai pribadi yang
sudah dan benar atau baik dan buruk oleh orang tua, guru atau orang dewasa lainnya dan hal
yang penting adalah keteladanan itu sendiri.
         Identifikasi: dengan cara mengidentifikasi atau meniru penampilan atau tingkah laku seseorang
yang menjadi idolanya.
         Proses coba-coba (trial and error): dengan cara mengembangkan tingkah laku moral semacam
coba-coba. Tingkah laku yang mendatangkan pujian atau penghargaan akan terus dikembangkan,
sementara tingkah laku yang mendatangkan hukuman atau celaan akan dihentikan.
b.  Proses perkembangan kepribadian
Keefektifan pendidikan moral di sekolah diteliti oleh Harshorne dan May pada tahun 1928-
1930. Dari penelitian tersebut ditemukan hal-hal berikut4[4][5]
1. pendidikan watak atau karakter dan pengajaran agama di kelas tidak memengaruhi pendidikan
prilaku moral.
2. pendidikan etika yang dilakukan dengan cara pengklarifikasian nilai, yakni pengajaran tentang
aturan-aturan berprilaku benar dan baik di sekolah sedikit berpengaruh terhadap pembentukan
moral sebagaimana yang dikehendaki.
Dewey menyatakan bahwa pada dasarnya tujuan pendidikan adalah mengembangkan
kemampuan intelektual dan moral, prinsip-prinsip psikologi dan etika dapat membantu sekolah
untuk meningkatkan seluruh tugas pendidikan dalam membangun kpribadian siswa yang kuat. 5
[5][6]

5
2.2.3.  Aspek-aspek Kepribadian
a.  Aspek Kejasmanian
Meliputi tingkah laku luar yang mudah nampak dan ketahuan dari luar.
         Dikerjakan oleh lisan: membaca Al-Qur’an, mempelajari ilmu yang bermanfaat dan
mengerjakannya.
         Dikerjakan oleh anggota tubuh lain: berbakti kepada orang tua, memenuhi kebutuhan,
menetapkan suatu berdasarkan musyawarah, memenuhi peraturan, menghormati orang lain dan
sebaginya.
b.  Aspek kejiwaan
Meliputi aspek-aspek yang tidak dapat dilihat dan tidak ketahuan dari luar.Seperti : mencintai
Tuhan dan agamanya, mencintai dan memberi tanpa pamrih, ikhlas dalam beramal, sabar tidak
sombong, pemaaf, tidak mendendam, dan lain-lain.
c.  Aspek kerohanian yang luhur
Meliputi aspek-aspek kejiwaan yang lebih abstrak yaitu filsafat hidup dan kepercayaan,
meliputi sistem nilai-nilai yang telah meresap di dalam kepribadian yang mengarah dan memberi
corak sebuah kehidupan individu.Bagi yang beragama aspek inilah yang menentukan
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Yoesoef Noessyirwan (1978) menganalisis kepribadian
ke dalam empat daerah bagian atau aspek, yaitu :
         Vitalitas sebagai konstanta dari semangat hidup pribadi.
         Temperamen sebagai konstanta dari warna dan corak pengalaman pribadi serta cara bereaksi
dan bergerak.
         Watak sebagai konstanta dan hasrat, perasaan dan kehendak pribadi mengenai nilai-nilai.
         Kecerdasan, bakat, daya nalar sebagai konstanta kemampuan pribadi

2.2.4.  Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Kepribadian


Andi Mappiare mengatakan bahwa kepribadian terbentuk dari tiga factor, yaitu:
a.  Pembawaan (hereditas)
Pembawaan ialah segala sesuatu yang telah dibawa oleh anak sejak lahir, baik yang bersifat
kejiwaan maupun yang bersifat keturunan.Anak merupakan warisan dari sifat-sifat pembawaan
orang tuanya yang merupakan potensi tertentu. Beberapa ahli ilmu pengetahuan menekankan
pentingnya faktor keturunan ini bagi pertumbuhan fisik, mental maupun sifat kepribadian yang
diinginkan: Pertumbuhan fisik, Kemampuan mental dan bakat khusus.
b.  Lingkungan
Faktor lingkungan yang ikut mempengaruhi terbentuknya kepribadian terdiri dari lingkungan
bersifat sosial dan lingkungan fisik. Yang dimaksud lingkungan sosial ialah lingkungan yang
terdiri dari sekelompok individu (group) interaksi antara individu tersebut menimbulkan proses
sosial dan proses ini mempunyai pengaruh yang penting dalam perkembangan pribadi seseorang
dengan pendidikan lingkungan sosial yang disebut pergaulan erat dengan seseorang berupa
tingkah laku, sikap, mode pakaian atau cara berpakaian dan sebagainya. Lingkungan fisik (alam)
mempunyai pengaruh terhadap perkembangan pribadi seseorang.
Anak yang dibesarkan di daerah pantai akan lain dengan anak yang dibesarkan di daerah
pegunungan. Meskipun kebudayaan mempunyai pengaruh terhadap kepribadian seseorang,
namun kadar pengaruhnya berbeda menurut umur dan fase pertumbuhan. Faktor lingkungan
yang paling berperan dalam perkembangan kepribadian adalah: Rumah, Sekolah, Teman sebaya.
Faktor yang tidak kalah penting dalam memahami perkembangan kepribadian anak ialah self
concept (citra diri) yaitu kehidupan kejiwaan yang terdiri atas perasaan, sikap pandang,
penilaian, dan anggapan yang semuanya akan terpengaruh dalam keputusan tindakan sehari-hari.

2.2.5.  Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua Otoriter dengan Perkembangan Kepribadian
Siswa
Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak, karena dari merekalah
anak mula-mula menerima pendidikan.Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan
terdapat dalam kehidupan keluarga. Berdasarkan peneltiian yang dilakukan oleh Hirschi dan
Selvin (1967) sebagaimana dikutip oleh Dadang Hawari menujukkan bahwa kepribadian orang
tua sangat mempengaruhi perkembangan jiwa anak.bila salah seorang atau kedua oang tua
mempunyai kelainan kepribadian orang tua mempunyai kelainan kepribadian, maka presentase
kenakalan anak akan jauh lebih tinggi daripada kalau kedua orang tua tidak mempunyai kelainan
kepribadian.
Pola tingkah laku pikiran dan sugesti ayah ibu dapat mencetak pola yang hampir sama pada
anak-anak. Tingkah laku orang tua itu mudah sekali menular kepada anak-anak, khususnya
mudah dioper oleh anak-anak puber dan adolensens yang jiwanya belum stabil dan tengah
mengalami banyak gejolak batin. Perkembangan kepribadian anak dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Faktor yang berasal dari dalam misalnya: faktor-faktor yang berhubungan dengan
konstitusi tubuh, struktur tubuh dan keadaan fisik, koordinasi motorik, kemampuan mental dan
bakat khusus dan emosionalitas. Sedangkan faktor dari luar adalah lingkungan seperti ; rumah,
sekolah dan teman sebaya.

BAB III
PENUTUP

3.1. KESIMPULAN
Perkembangan moral didasarkan terutama pada penalaran moral dan berkembang secara
bertahap. Perkembangan moral (moral development) berkaitan dengan aturan dan konvensi
tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain.
Perkembangan moral (moral development) melibatkan perubahan seiring usia pada
pikiran, perasaan, dan perilaku berdasarkan prinsip dan nilai yang mengarahkan bagaimana
seseorang seharusnya bertindak. Perkembangan moral memiliki dimensi intrapersonal (nilai
dasar dalam diri seseorang dan makna diri) dan dimensi interpersonal (apa yang seharusnya
dilakukan orang dalam interaksinya dengan orang orang lain).
Kepribadian adalah keseluruhan tingkah laku seseorang yang diintegrasikan, sebagaimana yang
nampak pada orang lain. Kepribadian ini bukan hanya yang melekat dalam diri seseorang tetapi
lebih merupakan hasil dari pada suatu pertumbuhan yang lama suatu kulturil.
Dalam proses pembentukan kepribadian seorang remaja, hal yang paling mempengaruhi
adalah sekolah. Pentingnya sekolah dalam memainkan peranan didiri siswa dapat dilihat dari
realita sekolah sebagai tempat yang harus dihadiri setiap hari.Sekolah memberi pengaruh kepada
anak secara dini seiring dengan masa perkembangan konsep diri, anak-anak menghabiskan
waktu lebih banyak di sekolah dari pada di rumah.Di samping itu sekolah memberi kesempatan
siswa untuk meraih sukses serta memberi kesempatan pertama kepada anak untuk menilai
dirinya dan kemampuannya secara realistik.
DAFTAR PUSTAKA

Sunarto, Hartono Agung. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta.
Eva Yuliawati MAKALAH PERKEMBANGAN MORAL.htm
Makalah Perkembangan Kepribadian Siswa _ Perkuliahan.com.htm
Pengertian Moral dan Tahap perkembangannya _ Pengertian Pakar.htm#_
Tahap Perkembangan Moral Anak Usia Dini by Para Ahli.htm
Piaget (dalam Slavin, 2008:69) dalam Eva Yuliawati MAKALAH PERKEMBANGAN
MORAL.htm
Kohlberg (dalam Ormord, 2000:371)dalam Eva Yuliawati MAKALAH
PERKEMBANGAN MORAL.htm

Anda mungkin juga menyukai