Anda di halaman 1dari 15

CHARACTER BUILDING DAN PENDIDIKAN MORAL PADA MAHASISWA DI

PERGURUAN TINGGI

Oleh : Maryani Dra.Psi.MM.

Moral berasal dari Bahasa latin, Mos yang artinya adat kebiasaan.
Sedangkan pengertian etika adalah studi tentang penerapan baik dan
buruk bagi hidup manusia.

Pengertian Moral menurut Suseno (1998) adalah ukuran baik


buruknya seseorang, baik sebagai pribadi maupun sebagai warga
masyarakat dan warga negara. Sedangkan menurut Ouska dan Whellon
(1997) moral adalah prinsip baik-buruk yang ada dan melekat dalam diri
seseorang. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian moral atau moralitas
adalah suatu tuntutan perilaku yang baik yang dimiliki sebagai moralitas
yang tercermin dalam pemikiran/konsep, sikap, dan perilaku.

Etika mempelajari tentang:

1. Nilai-nilai dan pembenarannya


2. Nilai-nilai hidup yang nyata dan hukum tingkah laku manusia yang
menopang nilai-nilai tersebut.

MORAL DAN ETIKA

Etika berasal dari kata Etos ( Bahasa Yunani) yang artinya adalah 1).
tempat tinggal ,2). Kebiasaan, 3). Adat istiadat suatu bangsa dan cara
bertindak menurut norma tertentu.
Sejak masih kanak-kanak kita dihadapkan pada hal yang baik dan buruk,
yang benar dan salah, kita harus menentukan pilihan pada 2 pilihan
tersebut. Dalam benak kita sering terlintas, apa yang harus kita lakukan?
Sebagai manusia yang bertanggungjawab kita harus menentukan pilihan.
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk yang bebas dan bertanggung
jawab, kita diberi kebebasan untuk menentukan pilihan. Oleh karena itu
sangat penting untuk memiliki etika , baik sebagai pribadi maupun sebagai
makhluk sosial.

Menurut Bartens ( 1993:4) etika adalah ilmu yang mempelajari adat


kebiasaan, termasuk didalamnya yang mengandung nilai dan norma yang
menjadi pegangan hidup seseorang atau sekelompok orang bagi
pengaturan perilakunya.

Tujuan dari pendidikan moral adalah mengarahkan seseorang menjadi


bermoral, yaitu bagaimana seseorang menjadi bermoral, dan bagaimana
seseorang mampu menyesuaikan diri dengan tujuan hidup bermasyarakat.
Oleh karena itu dalam tahap awal perlu dilakukan pengkondisian moral
( Moral Conditioning) dan latihan moral ( Moral Training) untuk membentuk
kebiasaan ( habit)

Penanaman moral juga dilakukan untuk mempersiapkan diri berpikir kritis


untuk sampai pada pilihan dan penilaian moral ( Moral Choise dan Moral
Judgement).

Tujuan lain mempelajari pendidikan moral adalah:

1. Upaya untuk mempersiapkan mahasiswa menjadi manusia


seutuhnya yang berbudi pekerti luhur dalam segenap peranannya
dalam kehidupannya.
2. Upaya pembentukan, pengembangan, peningkatan, pemeliharaan,
dan perilaku peserta didik agar mereka mau dan mampu
melaksanakan tugas hidupnya yang selaras, serasi, seimbang
( sebagai mahkluk sosial, makhluk individu, dan mahkluk spiritual)

Dasar dari Pendidikan Moral di Perguruan Tinggi adalah Sistem


Pendidikan Nasional di Indonesia sebagaimana tertuang dalam Undang-
Undang No 2/89 tentang Sistem Pendidikan Nasional dengan tegas
merumuskan tujuannya pada Bab II, Pasal 4, yaitu mengembangkan
manusia seutuhnya, yaitu manusia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa dan berbudi pekerti luhur. Disamping itu juga memiliki
pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani, mandiri, dan
tanggung jawab.

ETIKA INDIVIDUAL DAN ETIKA SOSIAL

Secara umum etika dibagi menjadi 2, yaitu:

1. Etika Individual , yaitu etika yang membicarakan kehidupan pribadi


dan relasi-relasi pribadi yang diadakan antara manusia dan manusia.
2. Etika Sosial, adalah etika yang membahas hubungan-hubungan
sosial. Prinsip dari etika sosial adalah membahagiakan kedua belah
pihak yang saling berelasi/berhubungan.

Investasi dalam pendidikan dapat diidentikan dengan investasi pada


manusia (Investment in Human Capital), sehingga dapat digambarkan
bahwa pendidikan bisa dijadikan sebagai infrastruktur jangka panjang yang
akan memberi keuntungan dimasa depan, bersifat non material, yaitu
berupa sumber daya manusia yang berkualitas.
Pendidikan moral merupakan proses humanisasi , peran serta
keluarga , masyarakat , dan sekolah sangat penting dalam
membentuk karakter, kebiasaan, tata nilai, dan kepribadian manusia.
Untuk memahami pendidikan moral perlu memahami:
1. Perkembangan Kognitif
2. Perkembangan moral
3. Perkembangan Intelegence Quotient, Emotional Intelligence,
Spiritual Intelligence dan Artificial Intelliigence .

PERKEMBANGAN KOGITIF

Seorang ahli psikologi yang banyak mempelajari tentang perkembangan


koginif adalah Jean Piaget, seorang psikolog dari Swiss.

Piaget membagi perkembangan kognitif menjadi 4 tahap, yaitu

1. Tahap Sensori Motor (0-2tahun)


2. Tahap Pra Operasional ( 2-7 tahun)
3. Tahap Operasional Konkrit (7-11 tahun)
4. Tahap Operasional Formal ( 11 tahun –keatas)

1. Tahap Sensori Motor (0-2 tahun)


 Tahap meniru, anak akan meniru apa yang diperbuat oleh
orang dewasa
 Lebih banyak bertindak secara reflex
 Baru mampu memikirkan kejadian yang terjadi sekarang ( saat
anak menghadapi kejadian tersebut).
 Model penanaman nilai yang dilakukan adalah memberikan
contoh nyata dan bentuk perilaku yang bisa/langsung dilihat.
2. Tahap Pra Operasional (2-7 tahun)
 Pada tahap ini anak sudah mulai mampu memikirkan kejadian
yang sudah terjadi, meskipun masih terbatas.
 Anak sudah mulai mampu menggunakan simbol bahasa untuk
menjelaskan sesuatu.
 Anak bersifat egosentris, segala sesuatu dilihat dari dirinya dan
berpikir untuk diri sendiri.
3. Tahap Operasional Konkrit ( 7-11 tahun)
 Anak sudah mulai mampu berpikir reversible (dipertukarkan).
 Anak mulai mampu memahami hubungan sebab-akibat
 Penanaman nilai yang dilakukan adalah tentang sebab-akibat
suatu perbuatan.
4. Tahap Operasional Formal (11 tahun-keatas)
 Anak sudah dapat berpikir secara abstrak
 Anak sudah mampu berpikir deduktif, induktif, dan hipotesis.
 Anak sudah mampu berpikir yang akan datang, meskipun
masih sangat terbatas, sudah mampu mengandaikan sesuatu.
 Anak sudah mampu menyadari tentang apa yang dilakukannya
dan alasan melakukan hal tersebut.

TEORI PERKEMBANGAN MORAL

1. Tingkat satu : Penalaran Pra Konvensional

Tingkat satu merupakan tingkat yang paling rendah dalam teori


perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat ini anak tidak memperlihatkan
internalisasi nilai-nilai moral. Penalaran moral dikendalikan oleh imbalan
(hadiah) dan hukuman eksternal. Dengan kata lain aturan dikontrol oleh
orang lain (eksternal) dan tingkah laku yang baik akan mendapat hadiah,
sedangkan tingkah laku yang buruk akan mendapatkan hukuman.

Tingkat satu ini dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Tahap satu : orientasi hukuman dan ketaatan, yaitu tahap pertama


yang ditandai dan didasarkan atas hukuman dan pujian. Anak patuh
dan taat karena orang dewasa menuntut mereka untuk taat.
b. Tahap kedua : Individualisme dan tujuan, pada tahap ini penanaman
moral didasarkan pada imbalan (hadiah) dan kepentingannya sendiri.
2. Tingkat dua (Penalaran Konvensional
Yaitu tingkat internalisasi individual dimana individu mentaati standar-
standar internal yang sudah ditentukan , namun mereka tidak
mentaati standar orang lain (eksternal) seperti orang tua atau aturan-
aturan dari masyarakat.
3. Tahap Tiga
Yaitu dimana seseorang menghargai kebenaran, kepedulian. Dan
kesetiaan kepada orang lain sebagai landasan pertimbangan moral.
Seorang anak mengharapkan dihargai oleh orang tuanya sebagai
yang terbaik.
4. Tahap Empat : Moralitas Sistem Sosial
Yaitu dimana suatu pertimbangan didasarkan atas pemahaman
aturan sosial, hukum-hukum, keadilan, dan kewajiban.
Tingkat Tiga : Penalaran Pasca covensional

Yaitu suatu pemikiran tingkat tinggi dimana moralitas benar-benar


diinternalisasikan, dan tidak didasarkan pada standar-standar orang lain.
Individu mengenal tindakan –tindakan moral alternative, menjajagi pilihan-
pilihan dan kemudian memutuskan berdasarkan kode.

Tahap Lima : Hak-hak masyarakat versus hak-hak individual

Yaitu nilai-nilai dan aturan-aturan adalah bersifat relatif, dan bahwa standar
dapat berbeda dari satu orang ke orang lain.

Proses Pendidikan Nilai-Nilai

a. Tahap perkembangan saling berhubungan. Tahap yang lebih tinggi


akan bisa dicapai kalua tahap yang lebih rendah telah tercapai. Oleh
karena itu sangat penting memberi dasar yang kuat pada tahap awal
perkembangan.
b. Tahap perkembangan moral berjalan seiring dengan perkembangan
kognitif dalam diri seseorang. Penanaman budi pekerti harus dimulai
dengan latihan yang kongkrit, sederhana, mudah dilakukan dan tidak
menimbulkan perasaan takut, malu, khawatir, dan perasaan
bersalah.
Proses dimulai dari penanaman nilai-nilai keluarga melalui
pengasuhan orang tua, kemudian lingkungan sosial /sekolah, dan
melalui pengalaman hidup yang matang dan kritis, seiring
perkembangan kognitifnya. Akhirnya orang akan menemukan nilai-
nilai dan hasilnya akan tampak dalam setiap pekerti , yang
merupakan manifestasi dari hasil pergulatan mengolah pengalaman
hidup.

PERKEMBANGAN EMOTIONAL INTELLIGENCE

Kisah tentang David Pologruto seorang guru di salah satu SMA


di Florida Amerika Serikat merupakan salah satu contoh betapa
pentingnya seseorang memiliki kecerdasan emosional dalam
kehidupannya. Cerita bermula dari seorang murid yang bernama
Jason. Jason adalah murid yang cerdas dan bercita-cita dapat
diterima di perguruan tinggi bergengsi yaitu Harvard, lebih
tepatnya di Fakultas Kedokteran Harvard University. Untuk
dapat diterima di Universitas tersebut, seluruh nilai harus
memiliki bobot A. Tetapi untuk mata pelajaran Fisika yang
diajarkan oleh guru David Pologruto, Jason mendapatkan nilai
B, artinya tidak dapat diterima di perguruan tinggi bergengsi
tersebut. Suatu hari Jason masuk ke ruangan David Pologruto
dan menusuk gurunya tersebut dengan belati. Atas kejadian
tersebut Jason dikeluarkan dari sekolah. Peristiwa yang betul-
betul mengerikan sebagai pertanda kurang atau lemahnya
control emosi pada diri seseorang yang mengarah pada
agresifitas. Hal ini dapat terjadi juga pada mahasiswa yang
hanya pandai dibidang akademik, tetapi miskin kecerdasan
emosi. Bagi mahasiswa bukan hanya memperoleh Indeks
Prestasi Kumulatif (IPK) yang bagus saja yang diperlukan, tetapi
etika dan perilaku yang baik sangat diperlukan.
Kisah ini menunjukkan tentang kebutaan emosi yang berakibat fatal
yaitu kegagalan dalam kehidupan seseorang. Sebetulnya apabila
Jason menyatakan kesulitannya kepada guru dengan cara dan etikad
yang baik, maka aka nada kemungkinan yang lebih baik bagi masa
depannya.
Pertanyaan yang sering terlintas dibenak kita adalah apa
masalahnya? Mengapa orang yang benar-benar cerdas melakukan
hal yang bodoh? Jawabannya adalah bahwa kecerdasan akademik
ternyata memiliki hubungan sedikit dengan kehidupan emosional
seseorang. Orang yang memiliki kecerdasan emosional yang baik
ternyata besar kemungkinan akan berbahagia dalam kehidupannya,
mampu membaca dan memahami perasaan orang lain. Kecerdasan
akademis praktis tidak menawarkan persiapan untuk menghadapi
gejolak atau kesempatan yang ditimbulkan oleh kesulitan hidup.

Banyak ahli psikologi sependapat bahwa orang tua yang secara


bergantian mengabaikan anak, memberikan hukuman yang keras
dan sewenang-wenang kepada anak merupakan ciri kehidupan
keluarga yang menghasilkan anak dengan kecenderungan agresif.
Anak-anak ini bertindak atas dasar pengandaian tidak memikirkan
apa yang sesungguhnya terjadi. Ketika orang lain berunding untuk
berkompromi menyelesaikan perselisihan, anak-anak / orang ini
mengandalkan kekuatan dan gertakan.
Sebaliknya orangtua yang terampil secara emosional, ia akan
memiliki anak yang pergaulannya lebih baik, pintar menangani emosi,
jarang bentrok dengan orang lain, dan tidak sering marah.
Jadi bisa dikatakan bahwa pola asuh yang banyak muatan agresifitas
dekat dengan:
 Kekerasan
 Mengabaikan
 Memberikan contoh keaagresifan yang begitu nyata

Dan ini merupakan model yang akan dibawa mereka (anak) ke


sekolah atau ketempat lain.

Ciri-ciri orang yang memiliki Kecerdasan Emosional Yang tinggi:


1. Memiliki pengendalian diri terhadap keinginan dan dorongan hati
2. Memiliki semangat dan daya juang yang tinggi.
3. Memiliki ketekunan, tidak gampang menyerah
4. Memiliki kemampuan memotivasi diri sendiri dan bertahan
menghadapi frustrasi.
5. Mampu menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan
kemampuan berpikir.
6. Memiliki empati, yaitu mampu merasakan apa yang dirasakan oleh
orang lain ( pengenalan perasaan dan pikiran orang lain) dan
berbuat untuk menolong orang lain tersebut, peduli pada
kepentingan orang lain.

Empati merupakan perilaku yang sangat berhubungan dengan moral.


Ciri-ciri orang yang memiliki empati yang tinggi adalah:
1. Kepedulian yang tinggi pada sesama
2. Memiliki naluri membantu orang lain yang kesusahan
3. Anak yang memiliki empati biasanya memiliki prososial dan
perilaku moral
4. Mahasiswa sebagai calon sarjana harus memiliki rasa empati
yang tinggi.

 EMPATY

Empati adalah berusaha memahami dan mengerti dilihat dari sudut


pandang orang lain. Hal ini berarti bahwa secara imaginative kita
masuk kedalam diri orang lain, melihat dunia melalui perspektif dan
perasaan mereka. Agar seseorang mampu memiliki empati, bukan
hal yang mudah, tetapi harus tumbuh dan ditanamkan sejak kanak-
kanak.

Salah satu cara mendorong anak memiliki sikap empati adalah


menunjukkan kepada mereka akibat-akibat tingkah laku atau
perbuatan mereka terhadap orang atau makhluk lain. Misalnya
seorang remaja menggunakan tipun rumah dalam waktu berjam jam.
Sebagai orang tua harus memberikan pemahaman atau mengatakan
bahwa hal itu mengganggu anggota keluarga yang juga akan
menggunakannya. Contoh lain, anak diajak menjenguk temannya
atau anggota keluarga yang sakit atau kekurangan secara finansial.
Betapa bahagia teman dan keluarga tersebut mendapat kunjungan.
Hal-hal sederhana seperti ini jika sering dilakukan , akan
menumbuhkan sikap empati anak terhadap orang lain.
Penelitian lain menunjukkan bahwa kepekaan empati seseorang ada
kaitannya dengan bagaimana orangtua menerapkan disiplin kepada
anak-anak.

Menurut Goleman (1997, 135) empati dibangun berdasarkan


kesadaran diri, semakin terbuka kita pada emosi sendiri, semakin kita
terampil membaca perasaan orang lain.

Hal yang memprihatinkan adalah jika seseorang tidak memiliki


empati. Menurut Goleman (1997, 149), biasanya empati tidak
ditemukan pada orang-orang yang melakukan kejahatan yang
sadistic, pelaku kejahatan pada rumah tangga, dakn lain-lain. Ketidak
mampuan untuk merasakan penderitaan korbannya memungkinkan
mereka melontarkan kebohongan diri sendiri sebagai pembenaran
atas kejahatannya.

Penanganan terhadap empati baru akan terjadi jika ada motivasi.


Tanpa motivasi awal yang diilhami oleh empati, tak satupun terapi
akan berhasil.

KETERAMPILAN SOSIAL

Saat ini kemampuan membangun hubungan dengan orang lain


menjadi salah satu dasar kesuksesan seseorang. Menurut Gardner
(dalam Goleman 1997,166), komponen – komponen kecerdasan
antar pribadi yang harus dimiliki adalah :

1. Mampu mengorganisir kelompok, yaitu kemampuan memimpin,


mengorganisir, dan menggerakkan orang lain.
2. Memiliki hubungan pribadi yang baik
3. Mampu merundingkan pemecahan masalah
4. Mampu melakukan analisis sosial

PENDIDIKAN ETIKA DAN BUDI PEKERTI

Pendidikan di seluruh dunia kini tengah mengkaji perlunya pendidikan


moral dan budi pekerti diterapkan kembali di sekolah maupun di perguruan
tinggi. Munculnya tuntutan tersebut disebabkan atau didasarkan
pertimbangan atas 3 hal, yaitu:

1. Melemahnya ikatan keluarga. Tuntutan keluarga yang mengharuskan


suami dan isteri bekerja di luar rumah tanpa disadari berdampak
terhadap hubungan antara ayah, ibu, dan anak yaitu kurangnya
waktu kebersamaan diantara mereka. Akibatnya penanaman nilai-
nilai kepada anak menjadi tidak optimal. Peran orang tua dalam
menanamkan nilai-nilai kepada anak digantikan oleh sekolah. Dalam
keluarga yang tidak tenteram, anak kesulitan / sukar untuk belajar.
Oleh karena itu sekolah memiliki peran dalam mewujudkan
masyarakat moral dalam kehidupan sekolah.
2. Kecenderungan negatif seperti tawuran, agresifitas, bullying yang
terjadi pada anak remaja maupun mahasiswa semakin
memprihatinkan kita semua. Para generasi muda sudah kehilangan
pegangan dan keteladanan dalam meniru perilaku yang etis.
Semakin sedikit tokoh identifikasi yang bisa menjadi suri teladan bagi
anak muda, sehingga mereka kehilangan model orang dewasa yang
bisa digugu dan ditiru. Generasi muda yang mengalami masalah di
lingkungan primernya, tidak mengherankan akan mengalami masalah
ketika bersosialisasi dengan lingkungannya.
3. Masyarakat semakin menyadari akan pentingnya kearifan dan
moralitas dasar yang memiliki arti sangat esensial bagi kelangsungan
hidup bermasyarakat. Hal ini bisa dilakukan dengan memberikan
muatan nilai –nilai moral pada kurikulum yang digunakan.

Pendidikan moral dan budi pekerti merupakan tanggung jawab bersama


atau istilah lain adalah tanggung jawab kolektif dari semua pihak agar
penanaman nilai-nilai moral bisa berhasil. Selain kurikulum yang
memuat tentang pendidikan moral, dosen dapat mengaitkan mata kuliah
yang diampunya dengan nilai-nilai moral kepada mahasiswa.

Anda mungkin juga menyukai