Anda di halaman 1dari 13

PENDIDIKAN DAN PENGEMBANGAN AGAMA

DAN MORAL AUD


Tentang
KARAKTERISTIK DAN TEORI UTAMA PENDIDIKAN DAN

PENGEMBANGAN NILAI AGAMA DAN MORAL PADA


ANAK

Heni Farida 210210035


Friska Imelza 210210079
Dosen Pengampu : Dr. Heliati Fajriah S.Ag., M.A.
Pengertian Pendidikan dan Pengembangan

Istilah pendidikan berasal dari kata "didik", dengan memberinya awalan "pe"
dan akhiran "kan", mengandung arti "perbuatan" (hal, cara, dan sebagainya).
Istilah pendidikan ini awalnya berasal dari bahasa Yunani, yaitu "paedagogie",
yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah ini kemudian
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan "education" yang berarti
pengembangan atau bimbingan. Dalam bahasa arab istilah ini sering
diterjemahkan dengan "Tarbiyah" yang berarti pendidikan.
Karakteristik Pendidikan dan Pengembangan Nilai Agama dan
Moral Anak

Setiap anak memiliki keunikan dan berbeda karakteristik perkembangannya.


Untuk itu, para pendidik perlu memahami karakteristik anak usia dini.
Memberikan layanan pendidikan yang disesuaikan dengan segala bentuk jenis
perbedaan adalah menjadi tugas utama seorang pendidik anak usia dini.
Kesepahaman dalam memahami karakteristik perkembangan anak usia dini
yang berbeda-beda itu sangat diperlukan oleh pendidik, setidaknya untuk dapat
mengembangkan seluruh bidang pengembangan anak untuk mencapai tujuan
pembelajaran sesuai dengan harapan. Selain itu, anak usia dini berada pada
masa bermain.
Menurut Piaget, perkembangan kognitif anak melalui tahapan
sebagai berikut:
1. Senso-motorik, yaitu suatu tahapan ketika anak memperoleh pengetahuan melalui pengindraan
terhadap benda yang bergerak dan menarik. Kemampuan sensori- motorik ini terjadi saat anak
usia 0-2.

2. Pra operasional, tahap ini terjadi pada usia 2-7 tahun. Anak pada usia ini mendapatkan
pengetahuannya melalui stimulasi yang dilakukan dengan benda-benda konkret, tetapi belum
bisa mengoperasikannya sehingga benda-benda tersebut hanya dimainkan saja.

3. Operasional konkret, anak usia 7-12 tahun berada pada tahap operasional konkret, di mana anak
belajar dan memperoleh pengetahuan melalui benda-benda konkret yang dapat dialami secara
indrawi untuk dijadikan eksperimen.

4. Operasional formal. Seiring dengan bertambahnya usia dan pengalaman, maka pada tahap ini
anak dalam mengkonstruk pengetahuannya sudah tidak harus menggunakan benda konkret,
tetapi sudah mulai berpikir abstrak
Aspek Perkembangan Nilai agama dan Moral
secara garis besar terdiri dari 2 aspek yaitu
perkembangan agama dan perkembangan moral. Teori
yang menerangkan tentang perkembangan moral pada
Aspek anak usia dini dicetuskan oleh Lawrence Kohlberg

Perkembangan yang membagi tingkatan penalaran moral menjadi 3

Nilai agama tingkatan yaitu tingkat pra- konvensi, konvensi dan


pascakonvensional. Untuk anak usia dini berfokus
dan Moral pada tingkat prakonvensi yang terdiri dari dua tahapan
yaitu:
Tahap 1 Orientasi Hukum dan Ketaatan
Tahap 2 Orientasi Relativis Instrumental (Slavin ).
Teori Pendidikan dan Pengembangan Nilai Agama dan Moral pada
Anak
1. Teori-teori psikoanalitis oleh Gigmund Freud (1856-1936) Dalam
invidu terdapat dorongan spontan yang ingin dipenuhinya, diantara
dorongandorongan manusia yang paling berperan adalah libodo yaitu nafsu yang
ingin memiliki dan menikmati dan agresi nafsu ingin menghancurkan. Menurut teori
ini libido anak laki-laki diarahkan kepada ibu dan libido perempuan diarahkan
kepada ayah. Anak laki-laki ingin memiliki ibu dan anak perempuan ingin memiliki
ayah, tetapi ibu sudah memiliki ayah.

2. Teori-teori genetic oleh Jean Piaget (1896-1980) Piaget bertolak dari


pengandaian atau visi bahwa semua organisme berada dalam hubungan tukar-
menukar dengan lingkungannya, disuatu pihak manusia mengakomodasikan
lingkungan terhadap kebutuhan manusia dan dilain pihak manusia
mengasimilasikan dirinya kepada lingkungnnya dengan tujuan untuk mencari
keseimbangan
Kohlberg sebagai filsafat moral, yang merefleksikan moralitas manusia
dari tiga sudut pandang yaitu:

a. Fenomenologi moral yang dipelopori oleh Moore, Scheler, Sartre dan Levinas, yang
menempatkan etika sebagai kesadaran moral,
b. Etika normatif yang dipelopori oleh Fletcher, Jonas, Macintyre, Habermas dan Rorty,
yang mempertanyakan dasar dan keabsahan penilaian moral,
c. Metafisika yang dipelopori oleh Ayer dan Moore, yang mempertanyakan keabsahan
bahasa moral. Meskipun psikologis tidak dapat menjawab pertanyaan- pertanyaan
dasar etika normatif, tetapi penemuan- penemuan Lawrence Kohlberg relevan dengan
filsafat moral.
Lawrence Kohlberg, mengemukan
tahap-tahap kesadaran moral
sebagai berikut:
a. Tahap orientasi egosentrik hedonistik dipelopori
oleh Fletcher, Jonas, Macintyre, Habermas dan
Rorty, yang mempertanyakan dasar dan keabsahan
penilaian moral
b. Tahap orientasi hedonis instrumental,
c. Tahap orientasi pada kelompok akrab,
d. Tahap orientasi hukum dan tatanan atau law and
order,
e. Tahap orientasi perjanjian sosial,
f. Tahap orietasi pada prinsip-prinsip moral universal.
Teori Tahap Perkembangan Moral Anak Menurut
Pakar
1. Piaget MenurutPiaget dalam pengamatan dan
wawancara pad anak usia dini 4-12 tahun menyimpulkan bahwa anak
melewati dua tahap yang berbeda dalam cara berpikir tentang moralitas

2. Kohelberg Selain Piaget, kohelberg juga


menekankan bahwa cara berpikir anak tentang moral berkembang dalam
sebuah tahapan. Kohelberg menggambarkan bahwa cara berpikir anak
tentang moral berkembang dalam sebuah tahapan.
Anak melewati dua tahap yang berbeda dalam cara berpikir tentang
moralitas yaitu:
1) Tahap Moralitas Heteronomus Anak usia 4-7 tahun
menunjukkan moralita heternom, yaitu tahap pertama dari perkembangan moral.
Anak berpikir bahwa keadilan dan peraturan adalah properti dunia yang tidak bisa
diubah dan dikontrol oleh orang. Anak berpikir bahwa peraturan dibuat oleh orang
dewasa dan terdapat pembatasan-pembatasan dalam bertingkah laku

2) Tahap Moralitas Otonomus Usia 7-10 tahun, anak berada


dalam masa transisi dan menunjukkan sebagian ciri-ciri dari tahap pertama
perkembangan moral dan sebagian ciri dari tahap kedua yaitu moralitas otonom.
Anak mulai sadar bahwa peraturan dan hukun dibuat oleh manusia, dan ketika
menilai sebuah perbuatan, anak akan mempertimbangkan niat dan konsekuensinya.
Molralitas akan muncul dengan adanya kerjasama atau hubungan timbal balik antara
anak dengan lingkungan dimana anak berada.
Kohelberg menggambarkan 3 (tiga) tingkatan penalaran
tentang moral, dan setiap tingkatannya memiliki 2 (dua)
tahapan, yaitu:

a. Penalaran prakonvensional Penalaran


prakonvensional adalah tingkat terendah dari penalaran moral, pada tingkat
ini baik dan buruk diinterpretasikan melalui reward (imbalan) dan
punishment (hukuman) ektrenal. Tahap satu, moralitas Heteronom adalah
tahap pertama pada tingkat penalaran moral, pada tingkat ini anak
berorientasi pada kepatuhan dan hukuman, anak berpikir bahwa mereka
harus patuh dan takut terhadap hukuman. Moralitas dari suatu tindakan
dinilai atas dasar akibat fisiknya. Contoh: "bersalah" disubit. Kakak
membuat adik menangis, maka ibu memukul tangan kakak (dalam batas-
batas tertentu)
Moralitas Konvensional Penalaran konvensional adalah
tingkat kedua atau menengah dalam tahapan kohelberg. Pada tahapan ini, individu
memberlakukan standar tertentu, tetapi standar ini ditetapkan oleh orang lain, misalnya
oleh orang tua atau pemerintah. Moralitas atas dasar persesuaian dengan peraturan untuk
mendapatkan persetujuan orang lain dan untuk mempertahankan hubungan baik dengan
mereka.

Moralitas Pascakonvensioal Penalaran


pascakonvensional merupakan tahapan tertinggi dalam tahapan moral. Kohelberg, pada
tahapan ini seseorang menyadari adanya jalur moral alternatif, dapat memberikan pilihan,
dan memutuskan bersama tentang peraturan dan moralitas didasari pada prinsip-prinsip
yang diterima sendiri. Ini mengarah pada moralitas sesungguhnya, tidak perlu disuruh
karena merupakan kesadaran dari diri orang tersebut.
SEKIAN
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai