http://coretanseadanya.blogspot.com/2012/09/pengertian-nilai-moral-dan-norma-
dalam.html
Pengertian nilai, menurut Djahiri (1999), adalah harga, makna, isi dan pesan, semangat, atau
jiwa yang tersurat dan tersirat dalam fakta, konsep, dan teori, sehingga bermakna secara
fungsional. Disini, nilai difungsikan untuk mengarahkan, mengendalikan, dan menentukan
kelakuan seseorang, karena nilai dijadikan standar perilaku. Sedangkan menurut Dictionary
dalam Winataputra (1989), nilai adalah harga atau kualitas sesuatu. Artinya, sesuatu dianggap
memiliki nilai apabila sesuatu tersebut secara instrinsik memang berharga.
Contoh : Nilai benda kayu jati dianggap tinggi, sehingga kayu jati memiliki nilai jual lebih mahal
daripada kayu kamper atau kayu lainnya. Secara instrinsik kayu jati adalah kayu yang memiliki
kualitas yang baik, tangguh, tidak mudah kropos, dan lebih kuat daripada jenis kayu yang lain
seperti kamper. Oleh karena itu, sudah sewajarnya jika kayu jati, menurut pandangan masyarakat
khususnya pemborong, nilainya mahal.
Dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, maupun bernegara, nilai pancasila merupakan standar
hidup bangsa yang berideologi pancasila. Nilai ini sudah pernah dikemas dan disosialisasikan
melalui P4 (Pedoman, Penghayatan, dan Pengamalan Pancasila), dan dianjurkan disekolah-
sekolah sebagaimana telah dibahas di muka. Anda hendaknya sadar bahwa secara historis, nilai
pancasila digali dari puncak-puncak kebudayaan, nilai agama, dan adat istiadat bangsa Indonesia
sendiri, bukan dikulak dari negara lain. Nilai ini sudah ada sejak bangsa Indonesia lahir. Oleh
karena itu, sudah sepantasnya jika pancasila mendapat predikat sebagai jiwa bangsa.
Nilai Pancasila yang digali dari bumi Indonesia sendiri merupakan pandangan hidup/panutan
hidaup bangsa Indonesia. Kemudian, ditingkatkan kembali menjadi Dasar Negara yang secara
yuridis formal ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945, yaitu sehari setelah Indonesia merdeka.
Secara spesifik, nilai Pancasila telah tercermin dalam norma seprti norma agama, kesusilaan,
kesopanan, kebiasaan, serta norma hukum. Dengan demikian, nilai Pancasila secara individu
hendaknya dimaknai sebagai cermin perilaku hidup sehari-hari yang terwujud dalam cara
bersikap dan dalam cara bertindak.
Berdasarkan uraian di muka dapat disimpulkan bahwa pengertian dan makna nilai adalah suatu
bobot/kualitas perbuatan kebaikan yang mendapat dalam berbagai hal yang dianggap sebagai
sesesuatu yang berharga, berguna, dan memiliki manfaat. Dalam pembelajaran PKn SD, nilai
sangat penting untuk ditanamkan sejak dini karena nilai bermanfaat sebagai standar pegangan
hidup.
Pengertian moral, menurut Suseno (1998) adalah ukuran baik-buruknya seseorang, baik sebagai
pribadi maupun sebagai warga masyarakat, dan warga negara. Sedangkan pendidikan moral
adalah pendidikan untuk menjadaikan anak manusia bermoral dan manusiawi. Sedangkan
menurut Ouska dan Whellan (1997), moral adalah prinsip baik-buruk yang ada dan melekat
dalam diri individu/seseorang. Walaupun moral itu berada dalam diri individu, tetapi moral
berada dalam suatu sistem yang berwujut aturan. Moral dan moralitas memiliki sedikit
perbedaan, karena moral adalah prinsip baik-buruk sedangkan moralitas merupakan kualitas
pertimbangan baik-buruk. Dengan demikian, hakekat dan makna moralitas bisa dilihat dari cara
individu yang memiliki moral dalam mematuhi maupun menjalankan aturan.
Ada beberapa pakar yang mengembangkan pembelajaran nilai moral, dengan tujuan membentuk
watak atau karakteristik anak. Pakar-pakar tersebut diantaranya adalah Newman, Simon, Howe,
dan Lickona. Dari beberapa pakar tersebut, pendapat Lickona yang lebih cocok diterapkan untuk
membentuk watak/karater anak. Pandangan Lickona (1992) tersebut dikenal dengan educating
for character atau pendidikan karakter/watak untuk membangun karakter atau watak anak. Dalam
hal ini, Lickona mengacu pada pemikiran filosofi Michael Novak yang berpendapat bahwa
watak/ karakter seseorang dibentuk melalui tiga aspek yaitu, moral knowing, moral feeling, dan
moral behavior, yang satu sama lain saling berhubungan dan terkait. Lickona menggarisbawahi
pemikiran Novak. Ia berpendapat bahwa pembentukan karakter/watak anak dapat dilakukan
melalui tiga kerangka pikir, yaitu konsep moral(moral knowing), sikap moral(moral feeling), dan
prilaku moral(moral behavior). Dengan demikian, hasil pembentukan sikap karekter anak pun
dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu konsep moral, sikap moral, dan perilaku moral.
Pemikiran Lickona ini mengupayakan dapat digunakan untuk membentuk watak anak, agar dapat
memiliki karater demokrasi. Oleh karena itu, materi tersebut harus menyentuh tiga aspek teori
(Lickona), seperti berikut.
Konsep moral (moral knowing) mencakup kesadaran moral (moral awarness), pengetahuan nilai
moral (knowing moral value), pandangan ke depan (perspective talking), penalaran moral
(reasoning), pengambilan keputusan (decision making), dan pengetahuan diri (self knowledge).
Sikap moral (moral feeling) mencakup kata hati (conscience), rasa percaya diri (self esteem),
empati (emphaty), cinta kebaikan (loving the good), pengendalian diri (self control), dan
kerendahan hati (and huminity).
Prilaku moral (moral behavior) mencakup kemampuan (compalance), kemauan (will) dan
kebiasaan (habbit).
Berdasarkan uraian di muka, dapat disimpulkan bahwa pengertian moral/ moralitas adalah suatu
tuntutan prilaku yang baik yang dimiliki individu sebagai moralitas, yang tercermin dalam
pemikiran/konsep, sikap, dan tingkah laku. Dalam pembelajaran PKn, moral sangat penting
untuk ditanamkan pada anak usia SD, karena proses pembelajaran PKn SD memang bertujuan
untuk membentuk moral anak, yaitu moral yang sesuai dengan nilai falsafah hidupnya.
Pengertian norma adalah tolok ukur/alat untuk mengukur benar salahnya suatu sikap dan
tindakan manusia. Normal juga bisa diartikan sebagai aturan yang berisi rambu-rambu yang
menggambarkan ukuran tertentu, yang di dalamnya terkandung nilai benar/salah. Norma yang
berlaku dimasyarakat Indonesia ada lima, yaitu (1) norma agama, (2) norma susila, (3) norma
kesopanan, (4) norma kebiasan, dan (5) norma hukum, disamping adanya norma-norma lainnya.
Pelanggaran norma biasanya mendapatkan sanksi, tetapi bukan berupa hukuman di pengadilan.
Menurut anda apa sanksi dari pelanggaran norma agama? Sanksi dari agama ditentukan oleh
Tuhan. Oleh karena itu, hukumannya berupa siksaan di akhirat, atau di dunia atas kehendak
Tuhan. Sanksi pelanggaran/ penyimpangan norma kesusilaan adalah moral yang biasanya berupa
gunjingan dari lingkungannya. Penyimpangan norma kesopanan dan norma kebiasaan, seperti
sopan santun dan etika yang berlaku di lingkungannya, juga mendapat sanksi moral dari
masyarakat, misalnya berupa gunjingan atau cemooh. Begitu pula norma hukum, biasanya
berupa aturan-aturan atau undang-undang yang berlaku di masyarakat dan disepakati bersama.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa norma adalah petunjuk hidup bagi warga
yang ada dalam masyarakat, karena norma tersebut mengandung sanksi. Siapa saja, baik individu
maupun kelompok, yang melanggar norma dapat hukuman yang berwujud sanksi, seperti sanksi
agama dari Tuhan dan dapartemen agama, sanksi akibat pelanmggaran susila, kesopanan,
hukum, maupun kebiasaan yang berupa sanksi moral dari masyarakat.
C. Metode
Dalam penulisan makalah ini tim penulis menggunakan metode informatife yaitu berdasarkan
keterangan buku danrtikel-artikel dari internet yang disesuaikan dengan masalah yang dibahas.
D. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk memudahkan para siswa mampu menghadapi
masalah-masalah atau kesulitan-kesulitan yang timbul dalam belajar mengembangkan nilai,
sikap dan moral pada dirinya.Serta dengan harapan semoga siswa mampu berinovasi dan
berkreasi dengan potensi yang sudah dimiliki dan untuk tim penulis sendiri untuk memenuhi
tugas presentasi kelompok mata kuliah Perkembangan Peserta Didik ( PPD ).
Bab II
PEMBAHASAN
Tingkat 1 : Pra-konvensional
Pada stadium 1, anak berorientasi pada kepatuhan dan hukuman. Anak hanya
mengetahui bahwa aturan-aturan ditentukan oleh adan ya kekuasaan yang tidak dapat
diganggu gugat. Ia harus menurut kalau tidak akan memperoleh hukuman.
Pada Stadium 2, berlaku prinsip Relativistik Hedonism artinya bergantung pada
kebutuhan dan kesanggupan seseorang ( hedonistic ). Dalam tahap ini,seorang anak sadar
bahwa setiap kejadian mempunyai beberapa segi positif.
Tingkat 2 : Konvensional
Pada stadium 3, menyangkut orientasi mengenai anak yang baik. Anak mulai
memasuki umur belasan tahun, dimana anak memperlihatkan orienta si perbuatan-
perbuatan yang dapat dinilai baik atau tidak baik oleh orang lain.Mereka melakukan
perbuatan atas dasar kritik dari masyarakat.
Pada stadium 4,yaitu tahap mempertahankan norma-norma sosial dan otoritas .
Perbuatan baik yang diperlihatkan seseorang merupakan kewajiban untuk ikut melaksanakan
aturan-aturan yang ada, agar tidak timbul kekacauan.
Tingkat 3 : Pasca-konvensional
Pada stadium 5, merupakan tahap orientasi terhadap perjanjian antara dirinya dengan
lingkungan sosial. Pada tahap ini, seseorang harus memperlihatkan kewajibannya kepada
masyarakat karena lingkungan social akan memberikan perlindungan kepadanya.
Originalitas remaja juga masih tampak pada tahap ini.Remaja masih mau diatur secara
ketat oleh hukum-hukum yang lebih tinggi,walaupun kata hati sudah mulai berbicara.
Pada stadium6 , tahap ini disebut Prinsip Universal . Pada tahap ini ada norma etika disamping
norma pribadi dan subjektif. Unsur etika disini yang akan menentukan apa yang boleh dan
baik dilakukan dan sebaliknya. Remaja mengadakan tingkah laku-tingkah laku moral
yang dikemudikan oleh tanggung jawab batin sendiri.Menurut Furter ( 1965) , menjadi remaja
berarti mengerti nilai-nilai social. Mengerti nilai-nilai ini tidak berarti han ya memperoleh
pengertian saja tetapi juga dapat menjalankannya. Jika sudah, berarti remaja sudah dapat
memahami kedalam penilaian-panilaian moral, menjadikannya sebagai nilai-nilai pribadi,
yang kemudian akan tercermin dalam sikap dan tingkah lakunya.
F. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI, MORAL DAN SIKAP
Bab III
PENUTUP
Dalam pengamalan Panca sila, moral merupakan kontrol dalam bersikap dan bertingkah
laku sesuai dengan nilai-nilai hidup yang ada dalam Pancasila. Nilai-nilai kehidupan
sebagai norma dalam masyarakat senantiasa menyangkut persoalan antara baik dan
buruk, jadi berkaitan dengan moral. Dengan demikian, keterkaitan antara nilai, moral,sikap
dan tingkah laku akan tampak dalam pengamalan nilai-nilai. Dengan kata lain, nilai-nilai perlu
diketahui terlebih dahulu, kemudian dihayati dan didorong oleh moral,baru akan terbentuk sikap
tertentu terhadap nilai-nilai ter sebut dan pada akhirnya terwujudlah tingkah laku yang
sesuai dengan nilai-nilaiyang dimaksud.Faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan nilai, moral dan sikap remaja adalah faktor lingkungan
keluarga,sekolah, pergaulan dan masyarakat. Dan setiap individu mempunyai perbedaan
dalam menyikapi nilai, moral dan sikap,tergantung dimana individu tersebut berada.Upaya
pengembangan nilai, moral dan sikap diharapkan dapat menjadikan seseorang menjadi
individu yang diharapkan yakni melalui penciptaan komunikasi serta penciptaan iklim
lingkungan yang serasi.
KESIMPULAN
Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Masa
ini biasanya dimulai pada saat seseorang mencapai kamatangan seksual dan diakhiri pada saat ia
mencapai kedewasaan.
Lamanya masa peralihan ini ditentukan berbeda-beda oleh para ahli, tergantung dari
sudut pandang mereka masing-masing. Sebagai contoh, Y. Singgih D. Gunarsa & Singgih D.
Gunarsa membatasi masa remaja pada usia: 12-22 tahun. Menurut mereka, masa remaja yang
cukup panjang ini masih dapat dibagi lagi dalam 3 tahap, yaitu:
(1) masa persiapan fisik, antara umur 11-15 tahun,
(2) masa persiapan diri, antara umur 15-18 tahun, dan
(3) masa persiapan dewasa, antara umur 18-21 tahun.
Pada masa persiapan fisik, yang paling menyolok pada diri remaja adalah perubahan fisik
yang sedang dialaminya.Pada saat remaja memasuki masa persiapan diri, pada umumnya
kematangan tubuh dan kedewasaan seksual sudah tercapai. Pada masa ini ia sedang menyiapkan
diri menuju pembentukan pribadi yang dewasa. Pada masa persiapan dewasa, remaja diharapkan
sudah mencapai status kedewasaan dalam lingkungan keluarga. Pada masa ini ia harus
menyiapkan masa depan, peran dan penempatan dirinya dalam masyarakat.
Adapun tahapan tahapan perkembangan nilai moral dan sikap untuk menciptakan
kedewasaan pada diri remaja sebagai berikut:
Tingkat 1 (Pra-Konvensional)
1. Orientasi kepatuhan dan hukuman
2. Orientasi minat pribadi
Tingkat 2 (Konvensional)
1. Orientasi keserasian interpersonal dan konformitas
( Sikap anak baik)
2. Orientasi otoritas dan pemeliharaan aturan sosial
( Moralitas hukum dan aturan)
Tingkat 3 (Pasca-Konvensional)
1. Orientasi kontrak sosial
2. Prinsip etika universal
Sedangkan untuk mencapai tahapan-tahapan perkembangan nilai moral dan sikap di atas
membeutuhkan pendidikan moral, sebagai berikut
SARAN
Adapun saran yang dapat kami sampaikan, setelah kami mengkasi tentang perkembangan
nilai moral dan sikap pada masa remaja adalah:
1. orang tua di dalam rumah harus bertanggung jawab untuk mendidik moral anaknya
2. guru di sekolah juga bertanggungjawab untuk mendidik moral anak didiknya, tidak hanya
sekedar pintar dalam keilmuan tetapi harius pentar dalam bertindak dan bersikap
(berakhlak).
3. masyarakat harus ikut serta mencegah anak yang amoral dan mendukung anak yang
bermoral.
Nilai adalah ukuran baik-buruk, bener-salah, boleh-tidak boleh, indah-tidak indah suatu perilaku
atau pernyataan yang berlaku dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat.
Moral adalah ajaran tentang baik buruk suatu perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban, dan
sebagainya.
Sikap adalah kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek sebagai penghayatan terhadap objek
tertentu.
Michael mengemukakanlimaperubahan dasar dalam moral yang harus dilakukan oleh remaja:
Berdsarkan penilaian empiris yang dilakukan Kohlberg pada 1958, sekaligus menjadi disertasi
doktornya dengan judul The Developmental of Model of Moral Think and Choice in the years 10
to 16, tahap-tahap perkembangan moral dapat dibagi:
Pada tingkat ini anak tanggap pada aturan-aturan budaya mengenai baik dan buruk, benar dan
salah. Akan tetapi hal ini semata-mata di tafsirkan dari segi sebab akibat fisik atau kenikmatan
perbuatan (hukuman, keuntungsn, pertukaran, dan kebaikan).
Akibat-akibat fisik suatu perbuatan menentukan baik buruknya, tanpa menghiraukan arti dan
nilai manusiawi dari akibat tersebut. Anak hanya semata-mata menghindarkan hukuman dan
tunduk kepada kekuasaan tanpa mempersoalkannya. Jika ia berbuat baik hal itu karena anak
menilai tindakannya sebagai hal yang bernilai dalam dirinya sendiri dan bukan karena rasa
hormat terhadap tatanan moral yang melandasi dan yang didukung oleh hukuman dan otoritas
Pada tingkat ini anak hanya menuruti harapan keluarga, kelompok atau bangsa. Anak
memandang bahwa hal tersebut bernilai bagi dirinya sendiri, tanpa mengindahkan akibat yang
segera dan nyata. Sikapnya bukan hanya konformitas terhadap harapan pribadi dan tata tertib
sosial, melainkan juga loyal (setia) terhadapnya dan secara aktif mempertahankan, mendukung
dan membenarkan seluruh tata-tertib atau norma-norma tersebut serta mengidentifikasikan diri
dengan orang tua atau kelompok yang terlibat di dalamnya. Tingkatan ini memiliki dua tahap :
Perilaku yang baik adalah yang menyenangkan dan membantu orang lain serta yang disetujui
oleh mereka. Pada tahap ini terdapat banyak konformitas terhadap gambaran stereotip mengenai
apa itu perilaku mayoritas atau “alamiahâ€. Perilaku sering dinilai menurut niatnya,
ungkapan “dia bermaksud baik†untuk pertama kalinya menjadi penting. Orang
mendapatkan persetujuan dengan menjadi baik.
Terdapat orientasi terhadap otoritas, aturan yang tetap dan penjagaan tata tertib/norma-norma
sosial. Perilaku yang baik adalah semata-mata melakukan kewajiban sendiri, menghormati
otoritas dan menjaga tata tertib sosial yang ada, sebagai yang bernilai dalam dirinya sendiri.
Pada tingkat ini terdapat usaha yang jelas untuk merumuskan nilai-nilai dan prinsip moral yang
memiliki keabsahan dan dapat diterapkan, terlepas dari otoritas kelompok atau orang yang
berpegang pada prinsip-prinsip itu dan terlepas pula dari identifikasi individu sendiri dengan
kelompok tersebut. Ada dua tahap pada tingkat ini:
Pada umumnya tahap ini amat bernada semangat utilitarian. Perbuatan yang baik cenderung
dirumuskan dalam kerangka hak dan ukuran individual umum yang telah diuji secara kritis dan
telah disepakati oleh seluruh masyarakat. Terdapat kesadaran yang jelas mengenai relativitas
nilai dan pendapat pribadi sesuai dengannya. Terlepas dari apa yang telah disepakati secara
konstitusional dan demokratis, hak adalah soal “nilai†dan “pendapat†pribadi.
Hasilnya adalah penekanan pada sudut pandangan legal, tetapi dengan penekanan pada
kemungkinan untuk mengubah hukum berdasarkan pertimbangan rasional mengenai manfaat
sosial (jadi bukan membekukan hukum itu sesuai dengan tata tertib gaya seperti yang terjadi
pada tahap 4). Di luar bidang hukum yang disepakati, maka berlaku persetujuan bebas atau pun
kontrak. Inilah “ moralitas resmi†dari pemerintah dan perundang-undangan yang berlaku
di setiap negara.
Hak ditentukan oleh keputusan suara batin, sesuai dengan prinsip-prinsip etis yang dipilih sendiri
dan yang mengacu pada komprehensivitas logis, universalitas, konsistensi logis. Prinsip-prinsip
ini bersifat abstrak dan etis (kaidah emas imperatif kategoris) dan mereka tidak merupakan
peraturan moral konkret seperti kesepuluh Perintah Allah. Pada hakikat inilah prinsip-prinsip
universal keadilan, resiprositas dan persamaan hak asasi manusia serta rasa hormat terhadap
manusia sebagai pribadi individual.
Hubungan antara tahap-tahap tersebut bersifat hirarkis, yaitu tiap tahap berikutnya berlandaskan
tahap-tahap sebelumnya, yang lebih terdiferensiasi lagi dan operasi-operasinya terintegrasi dalam
struktur baru. Oleh karena itu, rangkaian tahap membentuk satu urutan dari struktur yang
semakin dibeda-bedakan dan diintegrasikan untuk dapat memenuhi fungsi yang sama, yakni
menciptakan pertimbangan moral menjadi semakin memadai terhadap dilema moral. Tahap-
tahap yang lebih rendah dilampaui dan diintegrasikan kembali oleh tahap yang lebih tinggi.
Reintegrasi ini berarti bahwa pribadi yang berada pada tahap moral yang lebih tinggi, mengerti
pribadi pada tahap moral yang lebih rendah.
Anak yang tidak memiliki hubungan harmonis dengan orang tuanya di masa kecil, kemungkinan
besar tidak mampu mengembangkan superego yang cukup kuat, sehingga mereka cenderung
melanggar norma susila.
Masyarakat mempunyai peran penting dalam pembentukan moral. Tingkah laku yang terkendali
di sebabkan oleh adanya control dari masyarakat itu sendiri yang mempunyai sanksi-sanksi
tersendiri buat si pelanggar.
Upaya mengembangkan nilai norma dan sikap remaja serta implikasinya dalam
penyelenggaraan pendidikan.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam mengembangkan nilai, moral dan sikap remaja adalah:
yaitu masyarakat bisa menciptakan sistem lingkungan yang serasi dan kondusif, serta remaja
diberi kesempatan untuk berpartisipasi untuk aspek moral.
http://megapitriani06.blogspot.com/2012/11/definisi-sikap.html
BAB III
Definisi Sikap
Ada bermacam-macam pendapat yang dikemukakan oleh ahli-ahli psikologi tentang
pengertian sikap.
Menurut Sarnoff (dalam Sarwono, 2000) mengidentifikasikan sikap sebagai kesediaan untuk
bereaksi (disposition to react) secara positif (favorably) atau secara negatif (unfavorably)
terhadap obyek – obyek tertentu. D.Krech dan R.S Crutchfield (dalam Sears, 1999)
berpendapat bahwa sikap sebagai organisasi yang bersifat menetap dari proses
La Pierre (dalam Azwar, 2003) memberikan definisi sikap sebagai suatu pola perilaku,
tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi
sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah
terkondisikan. Lebih lanjut Soetarno (1994) memberikan definisi sikap adalah pandangan
atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak terhadap obyek tertentu.
Sikap senantiasa diarahkan kepada sesuatu artinya tidak ada sikap tanpa obyek. Sikap
diarahkan kepada benda-benda, orang, peritiwa, pandangan, lembaga, norma dan lain-lain.
tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa sikap adalah keadaan diri dalam manusia
yang menggerakkan untuk bertindak atau berbuat dalam kegiatan sosial dengan perasaan
tertentu di dalam menanggapi obyek situasi atau kondisi di lingkungan sekitarnya. Selain itu
sikap juga memberikan kesiapan untuk merespon yang sifatnya positif atau negatif
Proses belajar sosial terbentuk dari interaksi sosial. Dalam interaksi sosial, individu
membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya.
1. Pengalaman pribadi. Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi
harus meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila
pengalaman pribadi tersebut melibatkan faktor emosional. Dalam situasi yang melibatkan
emosi, penghayatan akan pengalaman akan lebih mendalam dan lebih lama berbekas.
2. Kebudayaan. Kepribadian tidak lain daripada pola perilaku yang konsisten yang
reinforcement dari masyarakat untuk sikap dan perilaku tersebut, bukan untuk sikap dan
3. Orang lain yang dianggap penting. Pada umumnya, individu bersikap konformis atau searah
dengan sikap orang orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara lain
dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan
4. Media massa. Sebagai sarana komunikasi, berbagai media massa seperti televisi, radio,
mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Adanya
informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya
sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa informasi tersebut, apabila
cukup kuat, akan memberi dasar afektif dalam mempersepsikan dan menilai sesuatu hal
5. Institusi Pendidikan dan Agama. Sebagai suatu sistem, institusi pendidikan dan agama
dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk,
garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari
6. Faktor emosi dalam diri. Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan
yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau
pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian bersifat sementara dan
segera berlalu begitu frustasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang
lebih persisten dan lebih tahan lama. contohnya bentuk sikap yang didasari oleh faktor
Sumber: http://www.duniapsikologi.com/sikap-pengertian-definisi-dan-faktor-yang-
mempengaruhi/