Anda di halaman 1dari 18

PENGERTIAN NILAI NORMA DAN MORAL

http://coretanseadanya.blogspot.com/2012/09/pengertian-nilai-moral-dan-norma-
dalam.html
Pengertian nilai, menurut Djahiri (1999), adalah harga, makna, isi dan pesan, semangat, atau
jiwa yang tersurat dan tersirat dalam fakta, konsep, dan teori, sehingga bermakna secara
fungsional. Disini, nilai difungsikan untuk mengarahkan, mengendalikan, dan menentukan
kelakuan seseorang, karena nilai dijadikan standar perilaku. Sedangkan menurut Dictionary
dalam Winataputra (1989), nilai adalah harga atau kualitas sesuatu. Artinya, sesuatu dianggap
memiliki nilai apabila sesuatu tersebut secara instrinsik memang berharga. 

Pendidikan nilai adalah pendidikan yang mensosialisasikan dan menginternalisasikan nilai-nilai


dalam diri siswa. PKn SD merupakan mata pelajaran yang berfungsi sebagai pendidikan nilai,
yaitu mata pelajaran yang mensosialisasikan dan menginternalisasikan nila-nilai pancasila/
budaya bangsa seperti yang terdapat pada kurikulum PKn SD. Pelaksanaan pendidikan nilai
selain dapat melalui taksonomi Bloom dkk, dapat juga menggunakan jenjang afektif (Kratzwoh,
1967), berupa penerimaan nilai (receiving), penaggapan nilai (responding), penghargaan nilai
(valuing), pengorganisasi nilai (organization), karaterisasi nilai (characterization). 

Contoh : Nilai benda kayu jati dianggap tinggi, sehingga kayu jati memiliki nilai jual lebih mahal
daripada kayu kamper atau kayu lainnya. Secara instrinsik kayu jati adalah kayu yang memiliki
kualitas yang baik, tangguh, tidak mudah kropos, dan lebih kuat daripada jenis kayu yang lain
seperti kamper. Oleh karena itu, sudah sewajarnya jika kayu jati, menurut pandangan masyarakat
khususnya pemborong, nilainya mahal.

Dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, maupun bernegara, nilai pancasila merupakan standar
hidup bangsa yang berideologi pancasila. Nilai ini sudah pernah dikemas dan disosialisasikan
melalui P4 (Pedoman, Penghayatan, dan Pengamalan Pancasila), dan dianjurkan disekolah-
sekolah sebagaimana telah dibahas di muka. Anda hendaknya sadar bahwa secara historis, nilai
pancasila digali dari puncak-puncak kebudayaan, nilai agama, dan adat istiadat bangsa Indonesia
sendiri, bukan dikulak dari negara lain. Nilai ini sudah ada sejak bangsa Indonesia lahir. Oleh
karena itu, sudah sepantasnya jika pancasila mendapat predikat sebagai jiwa bangsa. 

Nilai Pancasila yang digali dari bumi Indonesia sendiri merupakan pandangan hidup/panutan
hidaup bangsa Indonesia. Kemudian, ditingkatkan kembali menjadi Dasar Negara yang secara
yuridis formal ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945, yaitu sehari setelah Indonesia merdeka.
Secara spesifik, nilai Pancasila telah tercermin dalam norma seprti norma agama, kesusilaan,
kesopanan, kebiasaan, serta norma hukum. Dengan demikian, nilai Pancasila secara individu
hendaknya dimaknai sebagai cermin perilaku hidup sehari-hari yang terwujud dalam cara
bersikap dan dalam cara bertindak. 

Berdasarkan uraian di muka dapat disimpulkan bahwa pengertian dan makna nilai adalah suatu
bobot/kualitas perbuatan kebaikan yang mendapat dalam berbagai hal yang dianggap sebagai
sesesuatu yang berharga, berguna, dan memiliki manfaat. Dalam pembelajaran PKn SD, nilai
sangat penting untuk ditanamkan sejak dini karena nilai bermanfaat sebagai standar pegangan
hidup. 
Pengertian moral, menurut Suseno (1998) adalah ukuran baik-buruknya seseorang, baik sebagai
pribadi maupun sebagai warga masyarakat, dan warga negara. Sedangkan pendidikan moral
adalah pendidikan untuk menjadaikan anak manusia bermoral dan manusiawi. Sedangkan
menurut Ouska dan Whellan (1997), moral adalah prinsip baik-buruk yang ada dan melekat
dalam diri individu/seseorang. Walaupun moral itu berada dalam diri individu, tetapi moral
berada dalam suatu sistem yang berwujut aturan. Moral dan moralitas memiliki sedikit
perbedaan, karena moral adalah prinsip baik-buruk sedangkan moralitas merupakan kualitas
pertimbangan baik-buruk. Dengan demikian, hakekat dan makna moralitas bisa dilihat dari cara
individu yang memiliki moral dalam mematuhi maupun menjalankan aturan. 

Ada beberapa pakar yang mengembangkan pembelajaran nilai moral, dengan tujuan membentuk
watak atau karakteristik anak. Pakar-pakar tersebut diantaranya adalah Newman, Simon, Howe,
dan Lickona. Dari beberapa pakar tersebut, pendapat Lickona yang lebih cocok diterapkan untuk
membentuk watak/karater anak. Pandangan Lickona (1992) tersebut dikenal dengan educating
for character atau pendidikan karakter/watak untuk membangun karakter atau watak anak. Dalam
hal ini, Lickona mengacu pada pemikiran filosofi Michael Novak yang berpendapat bahwa
watak/ karakter seseorang dibentuk melalui tiga aspek yaitu, moral knowing, moral feeling, dan
moral behavior, yang satu sama lain saling berhubungan dan terkait. Lickona menggarisbawahi
pemikiran Novak. Ia berpendapat bahwa pembentukan karakter/watak anak dapat dilakukan
melalui tiga kerangka pikir, yaitu konsep moral(moral knowing), sikap moral(moral feeling), dan
prilaku moral(moral behavior). Dengan demikian, hasil pembentukan sikap karekter anak pun
dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu konsep moral, sikap moral, dan perilaku moral.

Pemikiran Lickona ini mengupayakan dapat digunakan untuk membentuk watak anak, agar dapat
memiliki karater demokrasi. Oleh karena itu, materi tersebut harus menyentuh tiga aspek teori
(Lickona), seperti berikut.

Konsep moral (moral knowing) mencakup kesadaran moral (moral awarness), pengetahuan nilai
moral (knowing moral value), pandangan ke depan (perspective talking), penalaran moral
(reasoning), pengambilan keputusan (decision making), dan pengetahuan diri (self knowledge).

Sikap moral (moral feeling) mencakup kata hati (conscience), rasa percaya diri (self esteem),
empati (emphaty), cinta kebaikan (loving the good), pengendalian diri (self control), dan
kerendahan hati (and huminity). 

Prilaku moral (moral behavior) mencakup kemampuan (compalance), kemauan (will) dan
kebiasaan (habbit). 

Berdasarkan uraian di muka, dapat disimpulkan bahwa pengertian moral/ moralitas adalah suatu
tuntutan prilaku yang baik yang dimiliki individu sebagai moralitas, yang tercermin dalam
pemikiran/konsep, sikap, dan tingkah laku. Dalam pembelajaran PKn, moral sangat penting
untuk ditanamkan pada anak usia SD, karena proses pembelajaran PKn SD memang bertujuan
untuk membentuk moral anak, yaitu moral yang sesuai dengan nilai falsafah hidupnya. 

Pengertian norma adalah tolok ukur/alat untuk mengukur benar salahnya suatu sikap dan
tindakan manusia. Normal juga bisa diartikan sebagai aturan yang berisi rambu-rambu yang
menggambarkan ukuran tertentu, yang di dalamnya terkandung nilai benar/salah. Norma yang
berlaku dimasyarakat Indonesia ada lima, yaitu (1) norma agama, (2) norma susila, (3) norma
kesopanan, (4) norma kebiasan, dan (5) norma hukum, disamping adanya norma-norma lainnya.

Pelanggaran norma biasanya mendapatkan sanksi, tetapi bukan berupa hukuman di pengadilan.
Menurut anda apa sanksi dari pelanggaran norma agama? Sanksi dari agama ditentukan oleh
Tuhan. Oleh karena itu, hukumannya berupa siksaan di akhirat, atau di dunia atas kehendak
Tuhan. Sanksi pelanggaran/ penyimpangan norma kesusilaan adalah moral yang biasanya berupa
gunjingan dari lingkungannya. Penyimpangan norma kesopanan dan norma kebiasaan, seperti
sopan santun dan etika yang berlaku di lingkungannya, juga mendapat sanksi moral dari
masyarakat, misalnya berupa gunjingan atau cemooh. Begitu pula norma hukum, biasanya
berupa aturan-aturan atau undang-undang yang berlaku di masyarakat dan disepakati bersama.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa norma adalah petunjuk hidup bagi warga
yang ada dalam masyarakat, karena norma tersebut mengandung sanksi. Siapa saja, baik individu
maupun kelompok, yang melanggar norma dapat hukuman yang berwujud sanksi, seperti sanksi
agama dari Tuhan dan dapartemen agama, sanksi akibat pelanmggaran susila, kesopanan,
hukum, maupun kebiasaan yang berupa sanksi moral dari masyarakat.

Perkembangan nilai, moral dan sikap


http://sambil2lah.blogspot.com/2012/06/perkembangan-nilai-moral-dan-
sikap.html
Bab I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Masa remaja merupakan masa yang penting karena biasanya di masa ini seseorang selalu
berusaha untuk mencari jati diri, ma sa untuk melepaskan diri darilingkungan orang
tua.Tentunya nilai-nilai dalam kehidupan sangat diperlukan sebagai pedoman, pegangan
atau petunjuk dalam mencari jalan untukmenumbuhkan jati dirinya.
Tentunya sikap dari remaja tersebut harus sesuai dengan nilai-nilai dan moral-moral
tertentu sehingga akan terwujud dalam perilaku yang bermoral dan segala perbuatannya
selaras dengan kenyataan yang ada di dunia sekelilingnya.Tetapi hal itu belum tentu terjalin
dengan baik. Adakalanya seorang individu yang pada waktu tetentu melakukan perbuatan
yang tercela karena ia tidak mengetahui bahwa itu perbuatan tercela, atau tidak sesuai
dengan norma-normayang ada didalam masyarakat.
Untuk itu, makalah ini akan membaha s tentang perkembangan nilai, moral dan sikap
dari pada remaja. Karena antara nilai, moral dengan tindakan tidak selalu terjadi
hubungan yang positif, mengingat tingkat emosi pada usia remaja masih sangat labil. Oleh
karena itu, peran serta orang tua, guru, teman-teman dan lingkungan sekitarsangat
mempengaruhi didalam perkembangan nilai, moral dan sikap remaja.

B.     Masalah dan Pembatasan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang diatas timbullah suatu masalah yaitu Apa perkembangan
Nilai,Moral dan Sikap?
Berdasarkan masalah tersebut tim penulis mejadikan sub-sub masalah yaitu :
1.      Apa itu Nilai,Moral dan sikap?
2.      Bagaimana karakteristik Nilai,Moral dan Sikap?

C.     Metode
Dalam penulisan makalah ini tim penulis menggunakan metode informatife yaitu berdasarkan
keterangan buku danrtikel-artikel dari internet yang disesuaikan dengan masalah yang dibahas.
D.    Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk memudahkan para siswa mampu menghadapi
masalah-masalah atau kesulitan-kesulitan yang timbul dalam belajar mengembangkan nilai,
sikap dan moral pada dirinya.Serta dengan harapan semoga siswa mampu berinovasi dan
berkreasi dengan potensi yang sudah dimiliki dan untuk tim penulis sendiri untuk memenuhi
tugas presentasi kelompok mata kuliah Perkembangan Peserta Didik ( PPD ).

Bab II
PEMBAHASAN

A.    Definisi nilai


Nilai-nilai kehidupan adalah norma-norma yang berlaku dalam masyarakat,misalnya
adat, kebiasaan dan sopan santun. Sopan santun, adat,dan kebiasaan serta nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila adalah nilai-nilai hidup yang menjadi pegangan seseorang
dalam kedudukannya sebagai warga negara Indonesia. Nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila yang termasuk dalam sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, antara lain:
1.      Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama
manusia
2.      Mengembangkan sikap tenggang rasa
3.      Tidak semena-mena terhadap orang lain, berani membela kebenaran dan keadilan.

B.     Definisi Moral


Moral adalah ajaran tentang baik dan buruk perbuatan dan kelakuan,
akhlak,kewajiban dan sebagainya.Dalam moral diatur segala perbuatan yang dinilai baik
dan perlu dilakukan, dan suatu perbuatan yang dinilai tidak baik dan perlu dihindari.Moral
berkaitan dengan kemampuan untuk membedakan antara perbuatan yang baik dan yang
salah.Dengan demikian, moral merupakan kendali diri dalam bertingkah laku.

C.     Definisi Sikap


Sikap secara umum dapat diartikan sebagai kesediaan bereaksi individu terhadap
sesuatu hal.Sikap berkaitan dengan motif dan mendasari tingkah laku seseorang.Tingkah
laku seseorang dapat diramalkan jika sudah mengetahui sikapnya, tetapi sikap belum
merupakan suatutindakan atau aktivitas, tetapi masih berupa kecenderungan tingkah laku.

D.    HUBUNGAN ANTARA NILAI, MORAL DAN SIKAP


Dalam pengamalan Pancasila, moral merupakan control dalam bersikap dan bertingkah
laku sesuai dengan nilai-nilai hidup yang ada dalam Pancasila. Nilai-nilai kehidupan sebagai
norma dalam masyarakat senantiasa menyangkut persoalan antara baik dan buruk,
jadi berkaitan dengan moral.Dengan demikian, keterkaitan antara nilai, moral, sikap dan
tingkah lakuakan tampak dalam pengamalan nilai-nilai. Dengan kata lain, nilai-nilai perlu
diketahui terlebih dahulu, kemudian dihayati dan didorong oleh moral, baru akan terbentuk
sikap tertentu terhadap nilai-nilai ter sebut dan pada akhirnya terwujudlah tingkah laku
yang sesuai dengan nilai-nilai yang dimaksud.

E.     KARAKTERISTIK NILAI, MORAL DAN SIKAP REMAJA


Nilai-nilai kehidupan yang harus dikuasai remaja tidak hanya sebatas pada adat
kebiasaan dan tingkah laku saja, tetapi seperangkat nilai-nilai yang secara keseluruhan
terkandung dalam Pancasila. Seorang remaja dalam tugas perkembangannya dituntut
untuk dapat mempelajari dan membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapan
lingkungannya tanpa harus dibimbing, diawasi,didorong, dan diancam dengan hukuman
seperti pada waktu masih menjadi anak-anak.
Michel meringkaskan lima perubahan dasar dalam moral yang harus
 dilakukan oleh remaja, sebagai berikut:
1.      Pandangan individu semakin lama semakin abstrak.
2.      Keyakinan moral lebih terpusat pada apa yang benar dan kurang pada apa yang salah.
Keadilan muncul sebagai kekuatan yang dominan.
3.      Penilaian moral menjadi semakin kognitif,sehingga remaja menjadi lebih berani mengambil
keputusan dalam menghadapi berbagai masalah
4.      Penilaian moral menjadi kurang merubah sikap egois remaja.
5.      Penilaian moral secara psikologis menjadi lebih mahal dalam arti bahwa penilaian moral
merupakan bahan emosi dan menimbulkan ketegangan , kehidupan moral merupakan
masalah yang pokok dalam masa remaja.

Maka perkembangan moral perlu diperhatikan sejak seseorang dilahirkan.Enam tahap


perkembangan moral yang berlaku secara universal dan dalam urutan tertentu. Adatiga
tingkat perkembangan moral,yaitu :

Tingkat 1 : Pra-konvensional 
Pada stadium 1, anak berorientasi pada kepatuhan dan hukuman. Anak hanya
mengetahui bahwa aturan-aturan ditentukan oleh adan ya kekuasaan yang tidak dapat
diganggu gugat. Ia harus menurut kalau tidak akan memperoleh hukuman.
Pada Stadium 2, berlaku prinsip Relativistik Hedonism artinya bergantung pada
kebutuhan dan kesanggupan seseorang ( hedonistic ). Dalam tahap ini,seorang anak sadar
bahwa setiap kejadian mempunyai beberapa segi positif.

Tingkat 2 : Konvensional 
Pada stadium 3, menyangkut orientasi mengenai anak yang baik. Anak mulai
memasuki umur belasan tahun, dimana anak memperlihatkan orienta si perbuatan-
perbuatan yang dapat dinilai baik atau tidak baik oleh orang lain.Mereka melakukan
perbuatan atas dasar kritik dari masyarakat.
Pada stadium 4,yaitu tahap mempertahankan norma-norma sosial dan otoritas .
Perbuatan baik yang diperlihatkan seseorang merupakan kewajiban untuk ikut melaksanakan
aturan-aturan yang ada, agar tidak timbul kekacauan.

Tingkat 3 : Pasca-konvensional  
Pada stadium 5, merupakan tahap orientasi terhadap perjanjian antara dirinya dengan
lingkungan sosial. Pada tahap ini, seseorang harus memperlihatkan kewajibannya kepada
masyarakat karena lingkungan social akan memberikan perlindungan kepadanya.
Originalitas remaja juga masih tampak pada tahap ini.Remaja masih mau diatur secara
ketat oleh hukum-hukum yang lebih tinggi,walaupun kata hati sudah mulai berbicara.
Pada stadium6 , tahap ini disebut Prinsip Universal . Pada tahap ini ada norma etika disamping
norma pribadi dan subjektif. Unsur etika disini yang akan menentukan apa yang boleh dan
baik dilakukan dan sebaliknya. Remaja mengadakan tingkah laku-tingkah laku moral
yang dikemudikan oleh tanggung jawab batin sendiri.Menurut Furter ( 1965) , menjadi remaja
berarti mengerti nilai-nilai social. Mengerti nilai-nilai ini tidak berarti han ya memperoleh
pengertian saja tetapi juga dapat menjalankannya. Jika sudah, berarti remaja sudah dapat
memahami kedalam penilaian-panilaian moral, menjadikannya sebagai nilai-nilai pribadi,
yang kemudian akan tercermin dalam sikap dan tingkah lakunya.
F.      FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI, MORAL DAN SIKAP

1.      Lingkungan Keluarga


Keluarga sebagai lingkungan pertama yang mempengaruhi perkembangan nilai,
moral dan sikap seseorang. Biasanya tingkah laku seseorang berasal dari bawaan ajaran
orang tuanya. Orang-orang yang tidak memiliki hubungan yang harmonis dengan orang
tuanya di masa kecil, kemungkinan besar mereka tidak mampu mengembangkan
superegonya sehingga mereka bisa menjadi orang yang sering melakukan pelanggaran norma.

2.      Lingkungan Sekolah


Disekolah, anak-anak mempelajari nilai-nilai normayang berlaku dimasyarakat sehingga
mereka juga dapat menentukan mana tindakan yang baik dan boleh dilakukan. Tentunya
dengan bimbingan guru. Anak-anak cenderung menjadikan guru sebagai model dalam
bertingkah laku, oleh karena itu seorang guru harus memiliki moral yang baik.

3.      Lingkungan Pergaulan


Dalam pengembangan kepribadian, faktor lingkungan pergaulan juga turut mempengaruhi
nilai, moral dan sikap seseorang. Pada masa remaja, biasanya seseorang selalu ingin
mencoba suatu hal yang baru. Dan selalu ada rasa tidak enak apabila menolak ajakan
teman. Bahkan terkadang seorang teman juga bisa dijadikan panutan baginya.
4.      Lingkungan Masyarakat
Masyarakat sendiri juga memiliki pengaruh yang penting terhadap pembentukan moral.
Tingkah laku yang terkendali di sebabkan oleh adanya kontrol dari masyarakat itu sendiri yang
mempunyai sanksi-sanksi tersendiri untuk pelanggaran-pelanggarann ya.
G.    PERBEDAAN INDIVIDUAL DALAM PERKEMBANGAN NILAI MORAL DAN
SIKAP
Setiap individu mempunyai perbedaan dalam menyikapi nilai, moral dan sikap,
tergantung dimana individu tersebut berada. Pada anak-anak terdapat anggapan bahwa
aturan-aturan adalah pasti dan mutlak oleh karena diberikan oleh orang dewasa atau Tuhan
yang tidak bisa diubah lagi (Kohlberg,1963). Sedangkanpada anak-anak yang berusia lebih
tua, mereka bisa menawar aturan-aturan tersebut kalau disetujui oleh semua orang.
Pada sebagian remaja dan orang dewasa yang penalarannya terhambat,pedoman
mereka hanyalah menghindari hukuman. Sedangkan untuk tingkat kedua sudah ada
pengertian bahwa untuk memenuhi kebutuhan sendiri seseorang juga harus memikirkan
kepentingan orang lain. Perbedaan perseorangan juga dapatdilihat pada latar belakang
kebudayaannya. Jadi, ada kemungkinan terdapat individu atau remaja yang tidak mencapai
perkembangan nilai, moral dan sikap serta tingkah laku yang diharapkan padanya.

H.    UPAYA PENGEMBANGAN NILAI, MORAL DAN SIKAP REMAJA


Perwujudan nilai, moral dan sikap tidak terjadi dengan sendirinya. Dan tidak semua
individu tidak mencapai tingkat perkembangan moral seperti apa yang diharapkan.
Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengembangkan nilai, moral dan sikap,
antara lain :
1.      Penciptaan Komunikasi
Dalam komunikasi didahului dengan pemberian informasi tentang nilai-nilai dan moral.
Anak tidak hanya harus mendengarkan tetapi juga harus dirangsang melalui hal-hal yang
positif agar lebih aktif. Misalnya mengikut sertakan ia dalam pengambilan keputu san
dikeluarga dan pemberian tanggung jawab dalam kelompok sebayanya. Karena nilai-
nilai kehidupan yang dipelajari barulah betul-betul berkembang apabila telah dikaitkan dalam
konteks kehidupan bersama.Selain itu, pengembangan juga bisa dilakukan melalui proses
pendidikan,pengasuhan, perintah, larangan, pemberian hadiah, pemberian hukuman dan
interfensi edukatif ( tekanan yang mendidik )dengan dibantu oleh para guru dan para orang tua
untuk menanamkan nilai-nilai luhur, moral dan sikap yang baik bagi anak-anaknya agar
dapat berkembang menjadi generasi penerus yang diharapkan.

2.      Penciptaan Iklim Lingkungan Yang Serasi


Seseorang yang diangngap berhasil seperti apa yang diharapkan, umumnya adalah
seseorang yang hidup dalam lingkungan yang positif, jujur dan konsekuen senantiasa
mendukung bentuk tingkah laku yang merupakan pencerminan dari nilai-nilai hidup. Ini
berarti bahwa pengembangan tidak han ya dilakukan melalui pendekatan intelektual
tetapi juga mengutamakan adanya lingkungan yang kondusif, dimana factor-faktor
lingkungan itu sendiri merupakan penjelmaan yang konkret dari nilai-nilai hidup.Para
remaja sering kali menentang nilai-nilai dan dasar-dasar hidup orangtua dan orang dewasa
lainnya. Ini tidak berarti mengurangi kebutuhan mereka akan suatu sistem nilai yang
tetap. Mereka tetap menginginkan suatu system nilai yang akan menjadi pegangan dan
petunjuk bagi perilaku mereka. Karena itu,orang tua, guru dan orang dewa sa lainnya
patut memberikan contoh perilaku yang merupakan perwujudan nilai-nilai yang
diperjuangkan.Moral dijadikan pedoman untuk menumbuhkan identitas bagi remaja,menuju
kepribadian yang matang dan menghindarkan diri dari konflik-konflik peran yang selalu terjadi
dalam masa tranisi ini.Nilai-nilai keagamaan juga perlu mendapat perhatian, karena
agama juga mengajarkan tingkah laku yang baik dan buruk. Satu lingkungan yang lebih
banyak bersifat mengajak, mengundang atau memberikan ke sempatan akan lebih
efektif dari pada lingkungan yang ditandai dengan larangan-larangan dan peraturan-
peraturan yang serba membatasi.

Bab III
PENUTUP
Dalam pengamalan Panca sila, moral merupakan kontrol dalam bersikap dan bertingkah
laku sesuai dengan nilai-nilai hidup yang ada dalam Pancasila. Nilai-nilai kehidupan
sebagai norma dalam masyarakat senantiasa menyangkut persoalan antara baik dan
buruk, jadi berkaitan dengan moral. Dengan demikian, keterkaitan antara nilai, moral,sikap
dan tingkah laku akan tampak dalam pengamalan nilai-nilai. Dengan kata lain, nilai-nilai perlu
diketahui terlebih dahulu, kemudian dihayati dan didorong oleh moral,baru akan terbentuk sikap
tertentu terhadap nilai-nilai ter sebut dan pada akhirnya terwujudlah tingkah laku yang
sesuai dengan nilai-nilaiyang dimaksud.Faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan nilai, moral dan sikap remaja adalah faktor lingkungan
keluarga,sekolah, pergaulan dan masyarakat. Dan setiap individu mempunyai perbedaan
dalam menyikapi nilai, moral dan sikap,tergantung dimana individu tersebut berada.Upaya
pengembangan nilai, moral dan sikap diharapkan dapat menjadikan seseorang menjadi
individu yang diharapkan yakni melalui penciptaan komunikasi serta penciptaan iklim
lingkungan yang serasi.

KESIMPULAN
Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Masa
ini biasanya dimulai pada saat seseorang mencapai kamatangan seksual dan diakhiri pada saat ia
mencapai kedewasaan.
Lamanya masa peralihan ini ditentukan berbeda-beda oleh para ahli, tergantung dari
sudut pandang mereka masing-masing. Sebagai contoh, Y. Singgih D. Gunarsa & Singgih D.
Gunarsa membatasi masa remaja pada usia: 12-22 tahun. Menurut mereka, masa remaja yang
cukup panjang ini masih dapat dibagi lagi dalam 3 tahap, yaitu:
(1) masa persiapan fisik, antara umur 11-15 tahun,
(2) masa persiapan diri, antara umur 15-18 tahun, dan
(3) masa persiapan dewasa, antara umur 18-21 tahun.
Pada masa persiapan fisik, yang paling menyolok pada diri remaja adalah perubahan fisik
yang sedang dialaminya.Pada saat remaja memasuki masa persiapan diri, pada umumnya
kematangan tubuh dan kedewasaan seksual sudah tercapai. Pada masa ini ia sedang menyiapkan
diri menuju pembentukan pribadi yang dewasa. Pada masa persiapan dewasa, remaja diharapkan
sudah mencapai status kedewasaan dalam lingkungan keluarga. Pada masa ini ia harus
menyiapkan masa depan, peran dan penempatan dirinya dalam masyarakat.
Adapun tahapan tahapan perkembangan nilai moral dan sikap untuk menciptakan
kedewasaan pada diri remaja sebagai berikut:
Tingkat 1 (Pra-Konvensional)
1. Orientasi kepatuhan dan hukuman
2. Orientasi minat pribadi
Tingkat 2 (Konvensional)
1. Orientasi keserasian interpersonal dan konformitas
( Sikap anak baik)
2. Orientasi otoritas dan pemeliharaan aturan sosial
( Moralitas hukum dan aturan)
Tingkat 3 (Pasca-Konvensional)
1. Orientasi kontrak sosial
2. Prinsip etika universal
Sedangkan untuk mencapai tahapan-tahapan perkembangan nilai moral dan sikap di atas
membeutuhkan pendidikan moral, sebagai berikut

1. pendidikan moral di rumah


2. pendidikan moral di sekolah
3. pendidikan moral di masyarakat

SARAN
Adapun saran yang dapat kami sampaikan, setelah kami mengkasi tentang perkembangan
nilai moral dan sikap pada masa remaja adalah:

1. orang tua di dalam rumah harus bertanggung jawab untuk mendidik moral anaknya
2. guru di sekolah juga bertanggungjawab untuk mendidik moral anak didiknya, tidak hanya
sekedar pintar dalam keilmuan tetapi harius pentar dalam bertindak dan bersikap
(berakhlak).
3. masyarakat harus ikut serta mencegah anak yang amoral dan mendukung anak yang
bermoral.

Perkembangan Nilai, Moral, dan Sikap


Peserta Didik Usia Sekolah
Menengah (Remaja)
 http://mohhaq.wordpress.com/2011/11/05/perkembangan-nilai-moral-dan-sikap-peserta-didik-
usia-sekolah
  
1. Pengertian Nilai, Moral, dan Sikap

Nilai adalah ukuran baik-buruk, bener-salah, boleh-tidak boleh, indah-tidak indah suatu perilaku
atau pernyataan yang berlaku dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat.

Moral adalah ajaran tentang baik buruk suatu perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban, dan
sebagainya.

Sikap adalah kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek sebagai penghayatan terhadap objek
tertentu.

2. Karakteristik Nilai, Moral dan Sikap Remaja

Michael  mengemukakanlimaperubahan dasar dalam moral yang harus dilakukan oleh remaja:

1. Pandangan Moral Individu makin lama menjadi lebih abstrak


2. Keyakinan Moral lebih berpusat pada apa yang benar dan kurang pada apa yang
salah
3. Penilaian moral yang semakin kognitif mendorong remaja untuk berani
mengambil keputusan terhadap berbagai masalah moral yang di hadapinya.
4. Penilaian moral secara psikologis menjadi lebih mahal dalam arti bahwa penilaian
moral menimbulkan ketegangan emosi.

Berdsarkan  penilaian empiris yang dilakukan Kohlberg pada 1958, sekaligus menjadi disertasi
doktornya dengan judul The Developmental of Model of Moral Think and Choice in the years 10
to 16, tahap-tahap perkembangan moral dapat dibagi:

a)      Tingkat Prokonvensional

Pada tingkat ini anak tanggap pada aturan-aturan budaya mengenai baik dan buruk, benar dan
salah. Akan tetapi hal ini semata-mata di tafsirkan dari segi sebab akibat fisik atau kenikmatan
perbuatan (hukuman, keuntungsn, pertukaran, dan kebaikan).

Tingkat ini dibagi dua tahap:

 Tahap 1 : Orientasi hukuman dan kepatuhan

Akibat-akibat fisik suatu perbuatan menentukan baik buruknya, tanpa menghiraukan arti dan
nilai manusiawi dari akibat tersebut. Anak hanya semata-mata menghindarkan hukuman dan
tunduk kepada kekuasaan tanpa mempersoalkannya. Jika ia berbuat baik hal itu karena anak
menilai tindakannya sebagai hal yang bernilai dalam dirinya sendiri dan bukan karena rasa
hormat terhadap tatanan moral yang melandasi dan yang didukung oleh hukuman dan otoritas

 Tahap 2 : Orientasi Relativis-instrumental


Perbuatan yang benar adalah perbuatan yang merupakan cara atau alat untuk memuaskan
kebutuhannya sendiri dan kadang-kadang juga kebutuhan orang lain. Hubungan antar manusia
dipandang seperti hubungan di pasar (jual-beli). Terdapat elemen kewajaran tindakan yang
bersifat resiprositas (timbal-balik) dan pembagian sama rata, tetapi ditafsirkan secara fisik dan
pragmatis. Resiprositas ini merupakan tercermin dalam bentuk: “jika engkau menggaruk
punggungku, nanti juga aku akan menggaruk punggungmu”. Jadi perbuatan baik tidaklah
didasarkan karena loyalitas, terima kasih atau pun keadilan.

b)      Tingkat Konvensional

Pada tingkat ini anak hanya menuruti harapan keluarga, kelompok atau bangsa. Anak
memandang bahwa hal tersebut bernilai bagi dirinya sendiri, tanpa mengindahkan akibat yang
segera dan nyata. Sikapnya bukan hanya konformitas terhadap harapan pribadi dan tata tertib
sosial, melainkan juga loyal (setia) terhadapnya dan secara aktif mempertahankan, mendukung
dan membenarkan seluruh tata-tertib atau norma-norma tersebut serta mengidentifikasikan diri
dengan orang tua atau kelompok yang terlibat di dalamnya. Tingkatan ini memiliki dua tahap :

 Tahap 1 : Orientasi kesepakatan antara pribadi atau orientasi “anak manis”

Perilaku yang baik adalah yang menyenangkan dan membantu orang lain serta yang disetujui
oleh mereka. Pada tahap ini terdapat banyak konformitas terhadap gambaran stereotip mengenai
apa itu perilaku mayoritas atau “alamiah”. Perilaku sering dinilai menurut niatnya,
ungkapan “dia bermaksud baik” untuk pertama kalinya menjadi penting. Orang
mendapatkan persetujuan dengan menjadi baik.

 Tahap 2 : Orientasi hukuman dan ketertiban

Terdapat orientasi  terhadap otoritas, aturan yang tetap dan penjagaan tata tertib/norma-norma
sosial. Perilaku yang baik adalah semata-mata melakukan kewajiban sendiri, menghormati
otoritas dan menjaga tata tertib sosial yang ada, sebagai yang bernilai dalam dirinya sendiri.

c)      Tingkat Pasca-Konvensional (Otonom / Berlandaskan Prinsip)

Pada tingkat ini terdapat usaha yang jelas untuk merumuskan nilai-nilai dan prinsip moral yang
memiliki keabsahan dan dapat diterapkan, terlepas dari otoritas kelompok atau orang yang
berpegang pada prinsip-prinsip itu dan terlepas pula dari identifikasi individu sendiri dengan
kelompok tersebut. Ada dua tahap pada tingkat ini:

 Tahap 1 : Orientasi kontrak sosial Legalitas

Pada umumnya tahap ini amat bernada semangat utilitarian. Perbuatan yang baik cenderung
dirumuskan dalam kerangka hak dan ukuran individual umum yang telah diuji secara kritis dan
telah disepakati oleh seluruh masyarakat. Terdapat kesadaran yang jelas mengenai relativitas
nilai dan pendapat pribadi sesuai dengannya. Terlepas dari apa yang telah disepakati secara
konstitusional dan demokratis, hak adalah soal “nilai” dan “pendapat” pribadi.
Hasilnya adalah penekanan pada sudut pandangan legal, tetapi dengan penekanan pada
kemungkinan untuk mengubah hukum berdasarkan pertimbangan rasional mengenai manfaat
sosial (jadi bukan membekukan hukum itu sesuai dengan tata tertib gaya seperti yang terjadi
pada tahap 4). Di luar bidang hukum yang disepakati, maka berlaku persetujuan bebas atau pun
kontrak. Inilah “ moralitas resmi” dari pemerintah dan perundang-undangan yang berlaku
di setiap negara.

 Tahap 2 : Orientasi Prinsip Etika Universal

Hak ditentukan oleh keputusan suara batin, sesuai dengan prinsip-prinsip etis yang dipilih sendiri
dan yang mengacu pada komprehensivitas logis, universalitas, konsistensi logis. Prinsip-prinsip
ini bersifat abstrak dan etis (kaidah emas imperatif kategoris) dan mereka tidak merupakan
peraturan moral konkret seperti kesepuluh Perintah Allah. Pada hakikat inilah prinsip-prinsip
universal keadilan, resiprositas dan persamaan hak asasi manusia serta rasa hormat terhadap
manusia sebagai pribadi individual.

Hubungan antara tahap-tahap tersebut bersifat hirarkis, yaitu tiap tahap berikutnya berlandaskan
tahap-tahap sebelumnya, yang lebih terdiferensiasi lagi dan operasi-operasinya terintegrasi dalam
struktur baru. Oleh karena itu, rangkaian tahap membentuk satu urutan dari struktur yang
semakin dibeda-bedakan dan diintegrasikan untuk dapat memenuhi fungsi yang sama, yakni
menciptakan pertimbangan moral menjadi semakin memadai terhadap dilema moral. Tahap-
tahap yang lebih rendah dilampaui dan diintegrasikan kembali oleh tahap yang lebih tinggi.
Reintegrasi ini berarti bahwa pribadi yang berada pada tahap moral yang lebih tinggi, mengerti
pribadi pada tahap moral yang lebih rendah.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan Nilai, Moral, dan Sikap Remaja

1)      Orang Tua

Anak yang tidak memiliki hubungan harmonis dengan orang tuanya di masa kecil, kemungkinan
besar tidak mampu mengembangkan superego yang cukup kuat, sehingga mereka cenderung
melanggar norma susila.

2)      Lingkungan sekitar

Masyarakat mempunyai peran penting dalam pembentukan moral. Tingkah laku yang terkendali
di sebabkan oleh adanya control dari masyarakat itu sendiri yang mempunyai sanksi-sanksi
tersendiri buat si pelanggar.
 

Upaya mengembangkan nilai norma dan sikap remaja serta implikasinya dalam
penyelenggaraan pendidikan.

Upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam mengembangkan nilai, moral dan sikap remaja adalah:

a. Menciptakan komunikasiYaitu, dalam komunikasi didahului dengan pemberian informasi


tentang nilai-nilai dan moral. Dan dapat diketahui pula bahwa nilai-nilai hidup yang dipelajari
barulah betul-betul berkembang apabila dikaitkan dalam konteks kehidupan bersama

b. menciptakan iklim lingkungan yang serasi

yaitu masyarakat bisa menciptakan sistem lingkungan yang serasi dan kondusif, serta remaja
diberi kesempatan untuk berpartisipasi untuk aspek moral.

http://megapitriani06.blogspot.com/2012/11/definisi-sikap.html

BAB III
Definisi Sikap
Ada bermacam-macam pendapat yang dikemukakan oleh ahli-ahli psikologi tentang

pengertian sikap.

  Menurut Sarnoff (dalam Sarwono, 2000) mengidentifikasikan sikap sebagai kesediaan untuk
bereaksi (disposition to react) secara positif  (favorably) atau secara negatif (unfavorably)

terhadap obyek – obyek tertentu. D.Krech dan R.S Crutchfield (dalam Sears, 1999)

berpendapat bahwa sikap sebagai organisasi yang bersifat menetap dari proses

motivasional, emosional, perseptual, dan kognitif mengenai aspek dunia individu.

  La Pierre (dalam Azwar, 2003) memberikan definisi sikap sebagai suatu pola perilaku,
tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi

sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah

terkondisikan. Lebih lanjut Soetarno (1994) memberikan definisi sikap adalah pandangan

atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak terhadap obyek tertentu.
Sikap senantiasa diarahkan kepada sesuatu artinya tidak ada sikap tanpa obyek. Sikap

diarahkan kepada benda-benda, orang, peritiwa, pandangan, lembaga, norma dan lain-lain.

Meskipun ada beberapa perbedaan pengertian sikap, tetapi berdasarkan pendapat-pendapat

tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa sikap adalah keadaan diri dalam manusia

yang menggerakkan untuk bertindak atau berbuat dalam kegiatan sosial dengan perasaan

tertentu di dalam menanggapi obyek situasi atau kondisi di lingkungan sekitarnya. Selain itu

sikap juga memberikan kesiapan untuk merespon yang sifatnya positif atau negatif

terhadap obyek atau situasi.

Proses belajar sosial terbentuk dari interaksi sosial. Dalam interaksi sosial, individu

membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya.

Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah:

1.      Pengalaman pribadi. Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi

harus meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila

pengalaman pribadi tersebut melibatkan faktor emosional. Dalam situasi yang melibatkan

emosi, penghayatan akan pengalaman akan lebih mendalam dan lebih lama berbekas.

2.    Kebudayaan. Kepribadian tidak lain daripada pola perilaku yang konsisten yang

menggambarkan sejarah reinforcement (penguatan, ganjaran) yang dimiliki. Pola

reinforcement dari masyarakat untuk sikap dan perilaku tersebut, bukan untuk sikap dan

perilaku yang lain.

3.    Orang lain yang dianggap penting. Pada umumnya, individu bersikap konformis atau searah

dengan sikap orang orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara lain

dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan

orang yang dianggap penting tersebut.

4.    Media massa. Sebagai sarana komunikasi, berbagai media massa seperti televisi, radio,

mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Adanya

informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya

sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa informasi tersebut, apabila
cukup kuat, akan memberi dasar afektif dalam mempersepsikan dan menilai sesuatu hal

sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.

5.    Institusi Pendidikan dan Agama. Sebagai suatu sistem, institusi pendidikan dan agama

mempunyai pengaruh kuat dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan

dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk,

garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari

pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya.

6.     Faktor emosi dalam diri. Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan

pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan

yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau

pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian bersifat sementara dan

segera berlalu begitu frustasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang

lebih persisten dan lebih tahan lama. contohnya bentuk sikap yang didasari oleh faktor

emosional adalah prasangka.

Sumber: http://www.duniapsikologi.com/sikap-pengertian-definisi-dan-faktor-yang-
mempengaruhi/

Anda mungkin juga menyukai