Anda di halaman 1dari 31

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendidikan merupakan proses pendewasaan diri manusia dalam hal
ilmu maupun moral. Oleh sebab itu pendidikan tidak terlepas dari
komponen-komponen yang ada di dalamnya. Banyaknya permasalahan
yang muncul dalam kehidupan masyarakat dan permasalahan dalam
pendidikan karena, apa yang dilakukan dan apa yang dihasilkan tidak
sesuai dengan apa yang diinginkan karena seorang pendidik tidak
menentukan tujuan pembelajaran yang sesuai dengan apa yang menjadi
kemampuan, sehingga apa yang menjadi tujuan tidak tercapai, desain,
proses, dan hasil harus dilaksanakan supaya mendapat hasil yang
memuaskan. Banyaknya masyarakat yang tidak puas dengan hasil
pendidikan pada saat sekarang ini walaupun ada juga sebagaian
masyarakat merasakannya, dan juga menyatakan kepuasannya pendidikan
pada saat ini tetapi lebih besar ketidak puasan dengan pendidikan pada saat
ini.
Nilai adalah suatu konsep yang berada dalam pikiran manusia yang
sifatnya tersembunyi, tidak berada di dalam dunia yang empiris. Nilai
berhubungan dengan pandangan seseorang tentang baik dan buruk, indah
dan tidak indah, layak dan tidak layak, adil dan tidak adil, dan lain
sebagaiya. Pandangan seseorang tentang semua itu, tidak bisa diraba, kita
hanya mungkin dapat mengetahuinya dari perilaku yang bersangkutan.
Pendidikan moral ditujukan untuk memagari manusia dari
melakukan perbuatan yang buruk yang tidak sesuai dengan norma-norma
yang ada baik itu dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
2

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah yang di maksud konsep moral?
2. Apakah yang dimaksud tujuan pendidikan Moral?
3. Apakah pendekatan dan metode yang dilakukan pada pendidikan nilai
moral?
4. Bagaimana implementasi pendidikan nilai moral?
5. Apa saja contoh pengembangan materi sesuai dengan pendekatan
pembelajaran nilai?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui konsep moral.


2. Untuk mengetahui tujuan pendidikan moral.
3. Untuk mengetahui pendekatan dan metode pendidikan nilai moral.
4. Untuk mengetahui penerapan pendidikan nilai moral.
5. Untuk mengetahui contoh pengembangan materi sesuai dengan
pendekatan pembelajaran nilai.
3

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Moral


Moral berasal dari kata bahasa latin mores yang berarti adat
kebiasaan. Kata mores ini mempunyai sinonim; mos, moris, manner
mores atau manners, morals (Poespoprodjo,1986: 2). Dalam bahasa
Indonesia kata moral berarti akhlak atau kesusilaan yang mengandung
makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi
pembimbing tingkah laku batin dalam hidup. Kaelan (2001: 180),
mengatakan moral adalah suatu ajaran wejangan-wejangan, patokan-
patokan, kumpulan peraturan baik lisan maupun tertulis tentang
bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia
yang baik. Sedangkan Kohlberg (Reimer,1995: 17), Moralitas bukanlah
suatu koleksi dari aturan-aturan, norma-norma atau kelakuan-kelakuan
tertentu tetapi merupakan perspektif atau cara pandang tertentu.
Moral (Bahasa Latin Moralitas) adalah istilah manusia
menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang memiliki
nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya
dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia
lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh
manusia. Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan
dengan proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa
melakukan proses sosialisasi. Moral dalam zaman sekarang memiliki
nilai implisit karena banyak orang yang memiliki moral atau sikap
amoral itu dari sudut pandang yang sempit. Moral itu sifat dasar yang
diajarkan di sekolahsekolah dan manusia harus memiliki moral jika ia
ingin dihormati oleh sesamanya. Moral adalah nilai ke-absolutan dalam
kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur
dari kebudayaan masyarakat setempat.Moral adalah perbuatan/tingkah
laku/ucapan seseorang dalam ber interaksi dengan manusia. apabila
yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di
masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan
4

masyarakatnya, maka orang itu dinilai memiliki moral yang baik,


begitu juga sebaliknya.Moral adalah produk dari budaya dan Agama.
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Nurudin, 2001)
moral berarti ajaran baik-buruk yang diterima umum mengenai
perbuatan, sikap, kewajiban,dan sebagainya; akhlak, budi pekerti,
susila. Bermoral adalah mempunyaipertimbangan baik buruk, berakhlak
baik. Menurut Immanuel Kant (MagnisSuseno, 1992), moralitas adalah
hal kenyakinan dan sikap batin dan bukan halsekedar penyesuaian
dengan aturan dari luar, entah itu aturan hukum negara,agama atau
adat-istiadat. Selanjutnya dikatakan bahwa, kriteria mutu
moralseseorang adalah hal kesetiaanya pada hatinya sendiri. Moralitas
adalahpelaksanaan kewajiban karena hormat terhadap hukum,
sedangkan hukum itusendiri tertulis dalam hati manusia. Selaras dengan
pendapat tersebut, Kattsoff (1996) menambahkan bahwa moral
seseorang dapat ditilik dari pandangansubjektivitas (kebenaran menurut
pandangan pribadi/hati nurani) dan kombinasipandangan subjektivitas
dengan pandangan objektivitas (kebenaran menurutpandangan pribadi
dan orang lain/tatanan nilai masyarakat).
Tarumingkeng (2001) merangkum beberapa jenis moral yang
dipetik dariberbagai sumber di internet (Tinjauan Ensiklopedi Filsafat),
antara lain: (1) moralrealism (moral berdasarkan kondisi yang
nyata/realitas); (2) moral luck (moralyang dipengaruhi oleh faktor
keberuntungan), (3) moral relativitism (moral yangbersifat relatif), (4)
moral rational (moral berdasarkan penggunaan akal sehatatau prosedur
rasional), (5) moral scepticism (moral yang menunjukkan sikapragu-
ragu karena tidak memberikan penilaian berdasarkan pengetahun), dan
(6)moral personhood (moral yang ditentukan berdasarkan kesadaran,
perasaandan tindakan pribadi atau merupakan bagian dari moral
masyarakat. Moralmasyarakat menyangkut semua yang memerlukan
pertimbangan moral dalamhal-hak dan kewajiban).
Pengertian moral, menurut Suseno (1998) adalah ukuran baik-
buruknya seseorang, baik sebagai pribadi maupun sebagai warga
5

masyarakat, dan warga negara. Sedangkan pendidikan moral adalah


pendidikan untuk menjadaikan anak manusia bermoral dan manusiawi.
Sedangkan menurut Ouska dan Whellan (1997), moral adalah prinsip
baik-buruk yang ada dan melekat dalam diri individu/seseorang.
Walaupun moral itu berada dalam diri individu, tetapi moral berada
dalam suatu sistem yang berwujut aturan. Moral dan moralitas memiliki
sedikit perbedaan, karena moral adalah prinsip baik-buruk sedangkan
moralitas merupakan kualitas pertimbangan baik-buruk. Dengan
demikian, hakekat dan makna moralitas bisa dilihat dari cara individu
yang memiliki moral dalam mematuhi maupun menjalankan aturan.
Konsep moral (moral knowing) mencakup kesadaran moral
(moral awarness), pengetahuan nilai moral (knowing moral value),
pandangan ke depan (perspectivetalking), penalaran moral (reasoning),
pengambilan keputusan (decision making), dan pengetahuan diri
(selfknowledge).
Sikap moral (moral feeling) mencakup kata hati (conscience),
rasa percaya diri (selfesteem), empati (emphaty), cinta kebaikan
(lovingthegood), pengendalian diri (selfcontrol), dan kerendahan hati
(andhuminity).
Perilaku moral (moral behavior) mencakup kemampuan
(compalance), kemauan (will) dan kebiasaan (habbit).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian
moral atau moralitas adalah suatu tuntutan prilaku yang baik yang
dimiliki individu sebagai moralitas, yang tercermin dalam
pemikiran/konsep, sikap, dan tingkah laku. Dalam pembelajaran PKn,
moral sangat penting untuk ditanamkan pada anak usia SD/ MI, karena
proses pembelajaran PKn SD memang bertujuan untuk membentuk
moral anak, yaitu moral yang sesuai dengan nilai falsafah hidupnya.
6

2.2 Tujuan Pendidikan Moral


Suatu usaha atau kegiatan apabila tidak mempunyai tujuan jelas
tidak akan berarti apa-apa. Oleh karena itu tidak ada kegiatan yang
tanpa tujuan. Sedangkan tujuan itu sendiri telah terkandung dalam
pengertian kegiatan, agar suatu kegiatan terarah dan mencapai sesuatu
yang kita harapkan, tentu saja dengan adanya tujuan, demikian juga
dengan pendidikan. Untuk dapat melihat tujuan dan orientasi
pendidikan moral, perlu kiranya menjadikan peta wacana pendidikan
moral yang berkembang sebagai parameter.
Kohlberg (1971) menekankan tujuan pendidikan moral adalah
merangsang perkembangan tingkat pertimbangan moral siswa.
Kematangan pertimbangan moral jangan diukur dengan standar
regional, tetapi hendaknya diukur dengan pertimbangan moral yang
benar-benar menjunjung nilai kemanusiaan yang bersifat universal,
berlandaskan prisip keadilan, persamaan, dan saling terima (Bergling,
1985).
Untuk tercapainya tujuan pendidikan moral tersebut, Kohlberg
menegaskan, konsep pengembangan pembelajaran yang lebih sesuai
adalah melalui imposisi, tidak menyatakan secara langsung sistem nilai
yang konkret. Oleh karena itu, dianjurkan agar para pendidik di sekolah
harus meningkatkan pemahamannya mengenai hakikat pengembangan
moral serta memahami metode-metode komunikasi moral. Frankena
(1971) menyatakan, tugas pendidikan moral adalah menyampaikan dan
mempertahankan moral sosial, meningkatkan moralitas manusia,
menjadi agen pengembang yang mampu meningkatkan kemampuan
berpikir moral secara maksimal. Lebih khusus Maritain (dalam
Frankena, 1971) menegaskan bahwa tujuan pendidikan moral adalah
terbentuknya kejujuran dan kebebasan mental spiritual.

Adapun tujuan pendidikan moral menurut Nurul Zuriah adalah :


7

a. Anak mampu memahami nilai-nilai budi pekerti di lingkungan


keluarga, lokal, nasional, dan internasional melalui adat istiadat,
hukum, undang-undang, dan tatanan antar bangsa.
b. Anak mampu mengembangkan watak atau tabiatnya secara
konsisten dalam mengambil keputusan budi pekerti di tengah-
tengah rumitnya kehidupan bermasyarakat saat ini.
c. Anak mampu menghadapi masalah nyata dalam masyarakat secara
rasional bagi pengambilan keputusan yang terbaik setelah
melakukan pertimbangan sesuai dengan norma budi pekerti.
d. Anak mampu menggunakan pengalaman budi pekerti yang baik
bagi pembentukan kesadaran dan pola perilaku yang berguna dan
bertanggung jawab.

Frankena mengemukakan lima tujuan pendidikan moral sebagai


berikut:
a. Mengusahakan suatu pemahaman ”pandangan moral” ataupun
cara- cara moral dalam mempertimbangkan tindakan-tindakan dan
penetapan keputusan apa yang seharusnya dikerjakan, seperti
membedakan hal estetika, legalitas, atau pandangan tentang
kebijaksanaan.
b. Membantu mengembangkan kepercayaan satu atau beberapa
prinsip umum yang fundamental, ide atau nilai sebagai suatu
pijakan atau landasan untuk pertimbangan moral dalam
menetapkan suatu keputusan.
c. Membantu mengembangkan kepercayaan atau mengadopsi norma-
norma konkret, nilai-nilai, kebaikan-kebaikan seperti pada
pendidikan tradisional yang selama ini dipraktikkan.
d. Mengembangkan suatu kecenderungan untuk melakukan sesuatu
yang secara moral baik dan benar.
e. Meningkatkan pencapaian refleksi otonom, pengendalian diri atau
kebebasan mental spiritual, meskipun itu disadari dapat membuat
seseorang menjadi pengkritik terhadap ide-ide dan prinsip-prinsip,
8

dan aturan-aturan umum yang sedang berlaku. Disamping itu, jika


masyarakat menjadi tujuan tindakan moral, maka tujuan moral juga
harus dipandang sebagai sesuatu yang diinginkan pada dirinya dan
tidak hanya karena berguna bagi individu.

Dalam mengikat dirinya dengan masyarakat setiap orang harus


mempunyai kepentingan. Keterikatan hanya mungkin terealisir bila
manusia rela menjadi sesuatu yang bukan dirinya. Sebab dalam
kenyataannya mengaitkan diri dengan makhluk lain berarti sampai
tingkat bergabung atau menyatu bersamanya, bahkan siap
menggantikan makhluk tersebut apabila keterikatan memang menuntut
pengorbanan. Oleh karena itu untuk menjadi manusia yang baik, orang
harus segera menyatu dengan sumber utama kehidupan moral dan
mental yang menjadi ciri manusia yaitu masyarakat. Berasal dari
masyarakat segala sesuatu yang paling baik dalam diri manusia.
Berawal dari masyarakat pulalah keseluruhan segala tingkah
laku manusia. Dari beberapa tujuan pendidikan moral dapat
disimpulkan bahwa tujuan pendidikan moral membina terbentuknya
perilaku moral yang baik bagi setiap orang. Artinya, pendidikan moral
bukan sekedar memahami tentang aturan benar dan salah atau
mengetahui tentang ketentuan baik dan buruk, tetapi harus benar-benar
meningkatkan perilaku moral seseorang.

2.2.1 Pendidikan Nilai


1. Tujuan
Tujuan adalah sasaran yang ingin dicapai setelah mengajar
suatu pokok atau subpokok bahasan yang sudah direncanakan.
Dalam buku lain dijelaskan tujuan adalah sesuatu yang hendak
dicapai oleh suatu lembaga pendidikan seperti SD,SM,dan
universitas yang harus sesuai dengan tujuan pendidikan Nasional.
Jadi tujuan yang penulis maksud sesuatu yang hendak dicapai
setelah mengajar suatu pokok bahasan atau sub bahasan yang
9

telah direncanakan oleh seorang pendidik ataupun guru formal


atau non formal sehingga sehingga terjadinya perubahan pada
anak didik atau siswa dalam hal intelegensi maupun moral, sopan
santun, ataupun akhlak.
2. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka
mempengaruhi peserta didik supaya mampu menyesuaikan diri
sebaik mungkin dengan lingkungannya, dan dengan demikian akan
menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkannya
untuk berfungsi secara adekwat dalam kehidupan masyarakat.
Nilai adalah gambaran tentang sesuatu yang indah dan
menarik, yang mempesona, yang menakjubkan, yang membuat
bahagia, senang dan merupakan sesuatu yang mernjadikan
seseorang atau kelompok.
Dari penjelasan diatas memberikan pemahaman kepada
kita bahwa tujuan dari pendidikan nilai adalah suatu sasaran,
tujuan, ataupun sesuatu yang akan di capai dalam proses
pentransperan ilmu yang memungkinkan perubahan tingkah laku,
atau perbuatan yang mengarah kebaikan dalam pandangan hukum
manusia dan Allah Swt prilaku atau moral sebagai sasaran utama
dari tujuan pendidikan Nasional maupun matapelajaran yang selalu
diusahakan oleh seorang guru. Dalam mengelola materi pelajaran,
metode, alat, bahan ajar sehingga peserta didik merasa nyaman,
senang dalam mengikuti pelajaran sehinnga apa yang dicita-citakan
oleh semua pihak tercapai yaitu menjadinya manusia yang berahlak
mulia seperti tugas nabi Muhammad saw diutus kemuka bumi
hanya lah untuk menyempurnakan ahlak.
3. Komponen Tujuan Pandidikan Nilai
Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka
mempengaruhi peserta didik supaya mampu menyesuaikan diri
sebaik mungkin dengan lingkungannya, dan dengan demikian akan
menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkannya
10

untuk berfungsi secara kekuatan dalam kehidupan masyarakat.


Setelah membahas pengertian pendidikan, timbullah pemikiran
tentang hal-hal apa yang terdapat didalam proses pendidikan.
Perhatian pada proses terjadinya pendidikan mengarah pada
pemikiran tentang komponen-komponen pendidikan. Komponen
merupakan bagian dari suatu system yang memiliki peran dalam
berlangsungnya suatu proses untuk mencapai tujuan pendidikan.
Ada komponen tersebut adalah; kurikulum pendidikan, paket
instruksi, tenaga pendidik, tenaga kependidikan, metode
pendidikan, peserta, evaluasi pendidikan, anggaran pendidikan,
fasilitas pendidikan. Oleh sebab itu untuk mencapai tujuan
pendidikan perlu adanya kerjasama dengan berbagai komponen
pendidikan dari sekian banyak komponen pendidikan dibahas yang
berasal dari siswa, sebagai penentu untuk mencapai tujuan
pendidikan, faktor belajar siswa mempunyai peranan yang tinggi
factor tesebut diantaranya adalah factor intern dan interen.
a. Fakor intern
Dalam membicarakan factor intern akan dibahas tiga
factor yaitu factor jasmaniah, factor psikologis, dan factor
kelelahan.
 Faktor jasmaniah
Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan serta
bagian-bagiannya bebas dari penyakit. Proses belajar akan
terganggu apabila kesehatan seseorang terganggu, agar anak
didik dapat belajar dengan baik haruslah mengusahakan
kesehatan baukan hanya jasmaniahnya lebih-lebih
rohaniyahnya. Agar kesehatan tetap terjamin seseorang harus
melakukan ketentuan-ketentuan seperti, bekerja, belajar,
istirahat, tidur, makan, rekreasi, dan ibadah.
 Faktor psikologis
Paling tidak ada tujuh factor yang tergolong ke dalam
factor psikologis yang mempengaruhi belajar. Factor-faktor
11

itu adalah intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif,


kematangan, dan kelelahan. Semua faktor ini sangat
mempengaruhi belajar.
 Faktor kelelahan
Kelelahan pada seorang walaupun sulit dipisahkan tetapi
dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan
jasmaniah dan kelelahan rohaniah(bersifat psikis)
b. Faktor ekstern
Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap belajar, dapat
dikelompokan sebagai berikut.:
 Faktor keluarga
Siswa yang mengikuti belajar akan mendapat pengaruh
dari keluarga dari cara orang tua mendidik, kerja sama antar
keluarga, suasana keluarga, keadaan ekonomi keluarga
 Faktor sekolah
Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini
mencakup metode, kurikulum, relasi guru dengan siswa,
relasi siswa dengan siswa, disiplis sekolah, pelajaran dan
waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode
belajar,dan tugas rumah.
 Faktor masyarakat
Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga
berpengaruh terhadap belajar siswa. Factor tersebut karena
keberadaan siswa dalam masyarakat.
4. Tujuan Pendidikan Nilai
Ada dua tujuan pendidikan nilai apabila dilihat dari
pendekatan anlisa nilai tujuan tersebut adalah pertama
adalah membantu siswa untuk menggunakan kemampuan berpikir
logis dan penemuan ilmmiah dan penemuan ilmiah dalam
menganalisa sosial. Kedua, membantu siswa untuk menggunakan
proses berpikir rasional dan analitik dalam menghubung-
12

hubungkan dan merumuskan konsep tentang nilai nilai-nilai


mereka.
Tujuan pendidikan nilai menurut pendekatan klarifikasi nilai
ini ada tiga:
a. Membantu siswa untuk menyadari dan mengidentifikasi
nilai-nilai mereka sendiri serta nilai-nilai orang lain.
b. Membantu siswa supaya bisa berkomunikasi secara terbuka
dan jujur dengan orang lain.
c. Membantu siswa supaya mampu menggunakan secara
bersama-sama kemampuan berpikir rasional dan kesadaran
emosional
Kohlberg (1977) menjelaskan bahwa tujuan pendidikan
nilai adalah mendorong perkembangan tingkat pertimbangan
moral peserta didik. Secara sederhana, Suparno melihat bahwa
tujuan Pendidikan Nilai adalah menjadikan manusia berbudi
pekerti. Ditambahkan lagi bahwa pendidikan nilai bertujuan untuk
membantu peserta didik mengalami dan menempatkan nilai-nilai
secara integral dalam kehidupan mereka. Sehingga peserta didik
dapat mengembangkan kemampuan untuk mengontrol tindakanya,
dan memahami keputusan moral yang diambilnya.
Dalam proses pendidikan nilai, tindakan-tindakan
pendidikan yang lebih spesifik dimaksudkan untuk mencapai
tujuan yang lebih khusus sebagaimana diungkapkan Komite
APEID (Asia and the Pasific Programme of Education Innovation
for Development) bahwa Pendidikan Nilai secara khusus ditujukan
untuk:
a. Menerapkan pembentukan nilai kepada peserta didik
b. Menghasilkan sikap yang mencerminkan nilai-nilai yang
diinginkan
c. Membimbing perilaku yang konsisten dengan nilai-nilai
tersebut.
13

Dengan demikian, Pendidikan Nilai meliputi tindakan


mendidik yang berlangsung mulai dari usaha penyadaran nilai
sampai pada perwujudan perilaku-perilaku yang bernilai. Namun
tujuan yang paling penting adalah memberikan pengajaran kepada
siswa, supaya mereka berkemampuan untuk mempengaruhi
kebijakan umum sebagai warga dalam suatu masyarakat yang
demokratis.
Menurut Warner dan pefleur dapat dijelaskan bahwa sikap
jika sudah diterjemahkan kedalam tindakan, dapat melahirkan nilai.
Dan sebagai tujuan pendidikan nilai itu sendiri adalah penanaman
nilai tertentu dalam diri siswa. Pengajarannya bertitik tolak dari
nilai-nilai sosial tertentu, yakni nilai-nilai pancasila dan nilai-nilai
luhur budaya bangsa Indonesia lainnya, yang tumbuh berkembang
dalam masyarakat Indonesia. Ada tiga hal yang menjadi sasaran
pendidikan nilai:
a. Membantu peserta didik untuk menyadari makna nilai dalam
hidup manusia
b. Membantu pengalman dan pengembangan pemahaman serta
pengalaman nilai
c. Membantu peserta didik untuk mengambil sikap terhadapa
aneka nilai dalam perjumpaan dengan seksama agar dapat
mengarahkan hidupnya bersama orang lain secara bertanggung
jawab.

2.3 Berbagai Pendekatan dan Metode Pendidikan Nilai Moral


Pendekatan dalam pendidikan moral berkaitan dengan
bagaimana cara menyampaikan nilai-nilai moral itu kepada peserta
didik. Terdapat berbagai klasifikasi yang dipakai para ahli pendidikan
moral tentang pendekatan ini.
Menurut Superka dalam Teuku Ramli (2001), dikenal adanya
lima jenis pendekatan dalam pendidikan budi pekerti, yaitu:
14

1. Pendekatan penanaman nilai (inculcation approach)


Pendekatan penanaman nilai adalah suatu pendekatan yang
memberi penekanan pada penanaman nilai-nilai sosial dalam diri
mahasiswa. Tujuan pendidikan nilai menurut pendekatan ini
adalah:
a. Diterimanya nilai-nilai sosial tertentu oleh mahasiswa
b. Berubahnya nilai-nilai mahasiswa yang tidak sesuai dengan
nilai-nilai sosial yang diinginkan.
Metode yang digunakan dalam proses pembelajaran menurut
pendekatan ini antara lain keteladanan, penguatan positif dan
negatif, simulasi, permainan peranan, dan lain-lain.
2. Pendekatan perkembangan moral kognitif (cognitive moral
development approach)
Pendekatan ini dikatakan pendekatan perkembangan kognitif
karena karakteristiknya memberikan penekanan pada aspek kognitif
dan perkembangannya. Pendekatan ini mendorong mahasiswa untuk
berpikir aktif tentang masalah-masalah moral dan dalam membuat
keputusan-keputusan moral. Perkembangan moral menurut
pendekatan ini dilihat sebagai perkembangan tingkat berpikir dalam
membuat pertimbangan moral, dari suatu tingkat yang lebih rendah
menuju suatu tingkat yang lebih tinggi. Tujuan yang ingin dicapai
oleh pendekatan ini adalah sebagai berikut:
a. Membantu mahasiswa dalam membuat pertimbangan moral
yang lebih kompleks berdasarkan kepada nilai yang lebih
tinggi
b. Mendorong mahasiswa untuk mendiskusikan alasan-alasannya
ketika memilih nilai dan posisinya dalam suatu masalah moral.
Proses pengajaran nilai menurut pendekatan ini didasarkan
pada dilemma moral, dengan menggunakan metode diskusi
kelompok. Proses diskusi dimulai dengan penyajian cerita yang
mengandung dilemma. Dalam diskusi tersebut, mahasiswa didorong
untuk menentukan posisi apa yang sepatutnya dilakukan oleh orang
15

yang terlibat, apa alasan-alasannya. Mahasiswa diminta


mendiskusikan tentang alasan-alasan itu dengan teman-temannya.
3. Pendekatan analisis nilai (values analysis approach)
Pendekatan analisis nilai memberikan penekanan pada
perkembangan kemampuan mahasiswa untuk berpikir logis dengan
cara menganalisis masalah yang berhubungan dengan nilai-nilai
sosial. Jika dibandingkan dengan pendekatan perkembangan
kognitif, salah satu perbedaan penting antara keduanya bahwa
pendekatan analisis nilai lebih menekankan pada pembahasan
masalah-masalah yang memuat nilai-nilai sosial. Adapun
pendekatan perkembangan kognitif memberi penekanan pada
dilemma moral yang bersifat perseorangan. Ada dua tujuan utama
pendidikan moral menurut pendekatan ini, yaitu:
a. Membantu mahasiswa untuk menggunakan kemampuan
berpikir logis dan penemuan ilmiah dalam menganalisis
masalah-masalah sosial yang berhubungan dengan nilai moral
tertentu
b. Membantu mahasiswa untuk menggunakan proses berpikir
rasional dan analitik, dalam menghubungkan dan merumuskan
konsep tentang nilai-nilai mereka.
Metode-metode pengajaran yang sering digunakan adalah
pembelajaran secara individu atau kolompok tentang masalah-
masalah sosial yang memuat nilai moral, penyelidikan kepustakaan,
penyelidikan lapangan, dan diskusi kelas berdasarkan kepada
pemikiran rasional.
4. Pendekatan klarifikasi nilai (values clarification approach)
Pendekatan klarifikasi nilai memberi penekanan pada usaha
membantu mahasiswa dalam mengkaji perasaan dan perbuatannya
sendiri untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang nilai-nilai
mereka sendiri. Teknik klarifikasi nilai bermaksud menanamkan
nilai kepada subjek didik dengan melalui kesadarannya sendiri.
Dapat dikatakan bahwa teknik ini mengikuti aliran
16

konstruksivisme. Adapun tujuan pendidikan nilai menurut


pendekatan ini ada tiga, yaitu:
a. Membantu mahasiswa untuk menyadari dan mengidentifikasi
nilai-nilai mereka sendiri serta nilai-nilai orang lain
b. Membantu mahasiswa supaya mereka mampu berkomunikasi
secara terbuka dan jujur dengan orang lain, berhubungan dengan
nilai-nilainya sendiri
c. Membantu mahasiswa supaya mereka mampu menggunakan
secara bersama-sama kemampuan berpikir rasional dan
kesadaran emosional untuk memahami perasaan, nilai-nilai, dan
pola tingkah laku mereka sendiri
Dalam proses pengajarannya pendekatan ini menggunakan
metode menulis dan diskusi dalam kelompok besar atau kecil, dan
lain-lain
5. Pendekatan pembelajaran berbuat (action learning approach)\
Pendekatan pembelajaran berbuat memberi penekanan pada
usaha memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk melakukan
perbuatan-perbuatan moral, baik secara perseorangan maupun
secara bersama-sama dalam suatu kelompok. Ada dua tujuan utama
pendidikan moral berdasarkan pendekatan ini, yaitu:
a. Memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk melakukan
perbuatan moral, baik secara perseorangan mahupun secara
bersama-sama, berdasarkan nilai-nilai mereka sendiri
b. Mendorong mahasiswa untuk melihat diri mereka sebagai
makhluk individu dan makhluk sosial dalam pergaulan dengan
sesama, yang tidak memiliki kebebasan sepenuhnya, melainkan
sebagai warga dari suatu masyarakat yang harus mengambil
bagian dalam suatu proses demokrasi.
Metode-metode pengajaran yang digunakan dalam
pendekatan analisis nilai dan klarifikasi nilai digunakan juga dalam
pendekatan ini. Metode-metode lain yang digunakan juga adalah
projek-projek tertentu untuk dilakukan di kampus atau dalam
17

masyarakat, dan praktek keterampilan dalam berorganisasi atau


berhubungan antara sesama.
2.3.1 Metode Penanaman Nilai
1. Indoktrinasi
Menurut Alfi Kohn, dalam Dwi Siswoyo (2005:72)
menyatakan bahwa untuk membantu anak-anak supaya dapat
tumbuh menjadi dewasa, maka mereka harus ditanamkan nilai-nilai
disiplin sejak dini melalui interaksi dosen dan mahasiswa. Dalam
pendekatan ini dosen diasumsikan telah memiliki nilai-nilai
keutamaan yang dengan tegas dan konsisten ditanamkan kepada
anak. Aturan mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh
dilakukan disampaikan secara tegas, terus-menerus, dan konsisten.
2. Metode keteladanan
Keteladanan mempunyai arti penting dalam mendidik,
keteladanan menjadi titik sentral dalam mendidik, apabila
pendidiknya baik, ada kemungkinan anak didiknya juga baik.
Sebaliknya jika pendidiknya berlaku buruk, ada kemungkinan anak
didiknya juga berlaku buruk. Keteladanan akan menjadi metode
yang ampuh dalam membina perkembangan anak didik.
3. Metode penguatan positif dan negatif
Mahasiswa akan belajar lebih bersemangat apabila
mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik. Apabila mendapatkan
hasil yang baik akan menjadi umpan balik yang menyenangkan dan
berpengaruh baik untuk usaha belajar selanjutnya. Namun dorongan
belajar itu menurut B. F. Skinner tidak saja oleh penguatan yang
menyenangkan tetapi juga yang tidak menyenangkan, atau dengan
kata lain penguatan positif ataupun negatif. Sebagai contoh siswa
yang belajar dengan sungguh-sungguh dan mendapatkan nilai yang
baik dalam ulangan, maka nilai yang baik akan mendorong anak
untuk belajar lebih giat lagi. Sebaliknya, anak yang mendapatkan
nilai yang jelek pada waktu ulangan akan merasa takut tidak naik
kelas. Karena takut tidak naik kelas, maka anak tersebut terdorong
18

untuk belajar lebih giat lagi. Inilah yang disebut dengan penguatan
negatif dan disini siswa mencoba untuk menghindar dari peristiwa
yang tidak menyenangkan.
4. Metode simulasi
Simulasi merupakan metode pelatihan yang meragakan
sesuatu dalam bentuk tiruan yang mirip dengan keadaan yang
sesungguhnya. Dalam rangka penanaman nilai-nilai pembelajaran,
khususnya dalam penghayatan suatu tema kompetensi dasar, seorang
pendidik dapat menerapkan metode simulasi ini.
5. Bermain peranan
Bermain peranan adalah suatu model pembelajaran yang
bertujuan untuk membantu peserta didik menemukan makna diri (jati
diri) di dunia sosial dan memecahkan dilema dengan bantuan
kelompok. Proses bermain peran ini dapat memberikan contoh
kehidupan perilaku manusia yang berguna sebagai sarana bagi
peserta didik untuk:
a. Menggali perasaannya
b. Memperoleh inspirasi dan pemahaman yang berpengaruh
terhadap sikap, nilai, dan persepsinya
c. Mengembangkan keterampilan dan sikap dalam memecahkan
masalah
d. Mendalami mata pelajaran dengan berbagai macam cara

2.4 Implementasi Pendidikan Nilai Moral

Menurut kamus bahasa Indonesia, mahasiswa adalah orang yang

belajar (pesertadidik) di perguruan tinggi (Pusat Bahasa Depdiknas,

2008: 895). Sementara itu Flexner dalam Syukri (2009) berpendapat

bahwa perguruan tinggi merupakan tempat pencarian ilmu

pengetahuan, pemecahan berbagai masalah, tempat mengkritisi karya-

karya yang dihasilkan, dan sebagai pusat pelatihan manusia. Jadi,


19

mahasiswa di didik dan dilatih di perguruan tinggi agar menjadi

manusia intelektual yang mempunyai daya nalar tinggi, analisa yang

luas dan tajam, berilmu tinggi dan berprilaku terpuji.

Namun, penerapan pendidikan karakter dikalangan mahasiswa

banyak menemui kendala, hal ini terlihat pada misi perguruan tinggi

yang dijabarkan oleh Arthur dalam Syukri (2009) yaitu pengajaran,

penelitian dan aplikasi ilmu pengetahuan, yang secara tersirat

membentuk opini bahwa pembentukan karakter bukan tugas perguruan

tinggi. Kemudian Schwartz (2000) menyatakan ada beberapa hal yang

mengundang kekeliruan terkait penerapan pendidikan karakter

dikalangan mahasiswa, yaitu:

1. Karakter seseorang sudah terbemtuk sebelum masuk keperguruan

tinggi dan merupakan tanggung jawab orang tua untuk membentuk

karakter anaknya.

2. Perguruan tinggi, khususnya dosen, tidak memiliki kepentingan

dengan pembentukan karakter, karena mereka direkrut bukan untuk

melakukan hal tersebut.

3. Karakter merupakan istilah yang mengacu pada agama tau ideology

konservatif tertentu, sementara itu perguruan tinggi di barat secara

umum melepaskan diri dari agama atau idiologi tertentu.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa sebenarnya


pendidikan karakter di perguruan tinggi dapat melengkap karakter yang
sudah terbentuk pada diri mahasiswa yang didapat pada tingkat
pendidikan sebelumnya, namun hal tersebut belum berjalan
sebagaimana mestinya.
20

Walaupun demikian, perguruan tinggi di Indonesia harus


mengambil tempat dalam menerapkan pendidikan karakter pada diri
mahasiswa. Soetanto (2012) menjabarkan bahwa penerapan pendidikan
karakter di perguruan tinggi didasarkan pada lima pilarutama:
1. Tri Darma Perguruan Tinggi Pendidikan karakter bisa di
integrasikan kedalam kegiatan pendidikan, penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat yang berkarakter.
2. Budaya Perguruan Tinggi (kampus)/ Budaya Organisasi Mahasiswa
dituntut untuk dapat membiasakan diri dalam kehidupan keseharian
di lingkungan perguruan tinggi.
3. Kegiatan Kemahasiswaan Pendidikan karakter dapat diciptakan
melalui integrasi kedalam kegiatan kemahasiswaan, antara lain
pramuka, olahraga, karyatulis, seni, workshop, dan acara yang
melibatkan mahasiswa dalam system kepanitiaannya.
4. Kegiatan Keseharian Pendidikan karakter dapat dimunculkan dengan
penerapan pembiasaan kehidupan keseharian di lingkungan
keluarga, asrama, dan masyarakat.
5. Budaya Akademik Nilai pendidikan karakter secara persfektif
terbentuk dengan adanya totalitas budaya akademik.
Uraian di atas memberikan gambaran, bahwa pendidikan
karakter sebenarnya bisa dengan mudah diterapkan pada mahasiswa,
karenasetiap unit yang ada diperguruan tinggi mampu menampung
pemberdayaan pendidikan karakter. Oleh karena itu semua pihak yang
terlibat, tidak hanya dosen sebagai pengampu mata kuliah, namun juga
semua civitas akademika, orang tua, masyarakat, dan mahasiswa yang
bersangkutan harus bisa bekerja sama dalam rangka penerapan
pendidikan karakter.
Adapun penerapannya harus mempunyai strategi guna mencapai
hasil yang diinginkan, Soetanto (2012) mengungkapkan bahwa ada
beberapa strategi yang bisa di gunakan dalam penerapan pendidikan
karakter:
21

1. Melalui pembelajaran Strategi penerapan pendidikan karakter


melalui pembelajaran bisa dilakukan melalui 2 cara, yaitu:
a. Dengan penguatan mata kuliah Pendidikan Agama, Pendidikan
Pancasila, Pendidikan Kewarganegaraan, Ilmu Alamiah Dasar,
dan Ilmu Sosial Budaya Dasar.
b. Dengan pengintegrasian pendidikan karakter ke setiap mata
kuliah bidang keilmuan, teknologi, dan seni.
2. Melalui ekstrakulikuler Strategi ini dengan cara menerapkan proses
pendidikan karakter melalui kegiatan yang melibatkan mahasiswa
di dalamnya, yaitu:
a. Lembaga kemahasiswaan, seperti Badan Eksekutif Mahasiswa,
Keluarga Mahasiswa, Himpunan Mahasiswa, dan Kelompok
Belajar.
b. Melalui unit kegiatan mahasiswa, seperti pramuka, Menwa,
olahraga, pecinta alam, dll.
3. Melalui pengembangan budaya perguruan tinggi Budaya perguruan
tinggi di bagi menjadi tiga unit, yaitu:
a. Budaya akademik, penerapan pendidikan karakter bisa melalui
pengembangan ilmu pengetahuandanteknologi.
b. Budaya humanis, disini hubungan harmonis sesama warga
perguruan tinggi serta warga perguruan tinggi dengan
masyarakat berdasarkan cinta kasih, kepedulian, dan gotong
royong diharap mampu mengembangkan pendidikan karakter.
c. Budaya religious, pendidikan karakter dapat diterapkan melalui
iman dan taqwa kepada Tuhan YME, menjalankansyariat
agama, saling menghormati antar sesama pemeluk agama dan
antara pemeluk agama lainnya.
Uraian strategi di atas di harapkan mampu melahirkan insan
akademis Indonesia yang berkarakter, jujur, cerdas, peduli, dan
tangguh. Selain itu perguruan tinggi juga memiliki pilihan dalam
mengajarkan pembentukan karakter karena dapat mengintegrasikan dan
mengajarkan secara alami dengan mata kuliah pada semua kelas oleh
22

semua pendidik. Walaupun begitu, hal ini tentu saja menimbulkan


konsekuensi cara pengajaran yang berbeda dan cara pemberian nilai
yang berbeda, dosen tidak hanya mengevaluasi penguasaan teori atau
kemampuan kognitif mahasiswa, namun juga mengevaluasi
implementasi karakter atau nilai-nilai luhur. Selain itu dosen semua
mata kuliah hendaknya menjadi figur yang mempraktekkan
pembentukkan karakter ini dalam semua aktivitas di kelas maupun di
luar kelas. Apabila hal ini bisa dilakukan, makadapat mempermudah
pembentukan karakter pada setiap individu mahasiswa, sehingga
mereka nantinya bisa menjadi pribadi dewasa yang matang dan
bertanggung jawab.

2.5 Contoh Pengembangan Materi Sesuai dengan Pendekatan


Pembelajaran Nilai
2.5.1 Konsep dan Perkembangan Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan adalah cara umum dalam memandang suatu
permasalahan atau objek kajian, dalam hal ini adalah pendekatan
pembelajaran. Pendekatan pembelajaran sendiri memiliki arti
suatu sudut pandang tentang proses pembelajaran yang masih
dalam arti umum yang didalamnya dapat mewadahi,
menguatkan, memberikan inspirasi (Winastwan, 2010).
Dalam pembelajaran sendiri mengenal pendekatan
pembelajaran dalam dua jenis yaitu pendekatan yang berpusat
pada siswa dan pendekatan yang berpusat pada pengajar. Dari
kedua jenis pendekatan ini tentunya memiliki keunggulan dan
kelemahan masing – masing. Yang perlu dilihat adalah mana
yang cocok untuk diterapkan pada proses pembelajaran. Bila
melihat kondisi di Indonesia maka sangat diyakini akan lebih
banyak menggunakan proses jenis kedua yaitu berpusat pada
pengajar.
Apapun pendekatan yang akan dipilih merupakan hasil
dari penelitian dan solusi yang tepat dengan kondisi yang tepat.
23

Selain dari pada itu pendekatan pembelajaran juga memiliki


kerakteristik yang dapat digunakan antara lain:
a. Indetifikasi, menetapkan sasaran, menetapkan kualifikasi
output dan target yang ingin dicapai harus dilatari oleh
lingkungan yang kali ini berpatok pada masyarakat.
b. Pemilihan cara paling efektif untuk mencapai sasaran dengan
mempertimbangkan.
c. Menentukan langkah yang akan dicapai mulai dari awal
hingga akhir, dengan tujuan agar mudah dalam memantau
kinerja.
d. Menetapkan criteria dan standar sebagai tolak ukur
pencapaian pembelajaran yang telah ditetapkan.
Adapun fungsi pendekatan bagi suatu pembelajaran
adalah :
a) Sebagai pedoman umum dalam menyusun langkah-
langkah metode pembelajaran yang akan digunakan.
b) Memberikan garis-garis rujukan untuk perancangan
pembelajaran.
c) Menilai hasil-hasil pembelajaran yang telah dicapai.
d) Mendiaknosis masalah-masalah belajar yang timbul.
e) Menilai hasil penelitian dan pengembangan yang telah
dilaksanakan.

2.5.2 Jenis-Jenis Materi Pembelajaran


Jenis-jenis materi pembelajaran dapat diklasifikasi
sebagai berikut:
1. Fakta yaitu segala hal yang bewujud kenyataan dan
kebenaran, meliputi nama-nama objek, peristiwa sejarah,
lambang, nama tempat, nama orang, nama bagian atau
komponen suatu benda, dan sebagainya. Contoh dalam mata
pelajaran Sejarah: Peristiwa sekitar Proklamasi 17 Agustus
1945 dan pembentukan Pemerintahan Indonesia.
24

2. Konsep yaitu segala yang berwujud pengertian-pengertian baru


yang bisa timbul sebagai hasil pemikiran, meliputi definisi,
pengertian, ciri khusus, hakikat, inti /isi dan
sebagainya. Contoh, dalam mata pelajaran Biologi: Hutan
hujan tropis di Indonesia sebagai sumber plasma nutfah, usaha-
usaha pelestarian keanekargaman hayati Indonesia secara in-
situ dan ex-situ, dsb.
3. Prinsip yaitu berupa hal-hal utama, pokok, dan memiliki posisi
terpenting, meliputi dalil, rumus, adagium, postulat,
paradigma, teorema, serta hubungan antarkonsep yang
menggambarkan implikasi sebab akibat. Contoh, dalam mata
pelajaran Fisika: Hukum Newton tentang gerak, Hukum 1
Newton, Hukum 2 Newton, Hukum 3 Newton, Gesekan Statis
dan Gesekan Kinetis, dsb.
4. Prosedur merupakan langkah-langkah sistematis atau berurutan
dalam mengerjakan suatu aktivitas dan kronologi suatu
sistem. Contoh, dalam mata pelajaran TIK: Langkah-langkah
mengakses internet, trik dan strategi penggunaan Web
Browser dan Search Engine, dsb.
5. Sikap atau Nilai merupakan hasil belajar aspek sikap,
misalnya nilai kejujuran, kasih sayang, tolong-menolong,
semangat dan minat belajar dan bekerja, dsb. Contoh, dalam
mata pelajaran Geografi: Pemanfaatan lingkungan hidup dan
pembangunan berkelanjutan, yaitu pengertian lingkungan,
komponen ekosistem, lingkungan hidup sebagai sumberdaya,
pembangunan berkelanjutan.

2.5.3 Prinsip-Prinsip Pengembangan Materi


Prinsip-prinsip yang dijadikan dasar dalam menentukan
materi pembelajaran adalah kesesuaian (relevansi), keajegan
(konsistensi), dan kecukupan (adequacy).
25

1. Relevansi artinya kesesuaian. Materi pembelajaran


hendaknya relevan dengan pencapaian standar kompetensi
dan pencapaian kompetensi dasar. Jika kemampuan yang
diharapkan dikuasai peserta didik berupa menghafal fakta,
maka materi pembelajaran yang diajarkan harus berupa
fakta, bukan konsep atau prinsip ataupun jenis materi yang
lain. Misalnya : kompetensi dasar yang harus dikuasai
peserta didik adalah “Menjelaskan hukum permintaan dan
hukum penawaran serta asumsi yang mendasarinya”
(Ekonomi kelas X semester 1) maka pemilihan materi
pembelajaran yang disampaikan seharusnya ”Referensi
tentang hukum permintaan dan penawaran” (materi
konsep), bukan Menggambar kurva permintaan dan
penawaran dari satu daftar transaksi (materi prosedur).
2. Konsistensi artinya keajegan. Jika kompetensi dasar yang
harus dikuasai peserta didik ada empat macam, maka materi
yang harus diajarkan juga harus meliputi empat macam.
Misalnya kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta
didik adalah Operasi Aljabar bilangan bentuk akar
(Matematika Kelas X semester 1) yang meliputi
penambahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian, maka
materi yang diajarkan juga harus meliputi teknik
penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan merasionalkan
pecahan bentuk akar.
3. Adequacy artinya kecukupan. Materi yang diajarkan
hendaknya cukup memadai dalam membantu peserta didik
menguasai kompetensi dasar yang diajarkan. Materi tidak
boleh terlalu sedikit, dan tidak boleh terlalu banyak. Jika
terlalu sedikit maka kurang membantu tercapainya standar
kompetensi dan kompetensi dasar. Sebaliknya, jika terlalu
banyak maka akan mengakibatkan keterlambatan dalam
26

pencapaian target kurikulum (pencapaian keseluruhan SK


dan KD).
Adapun dalam pengembangan materi pembelajaran guru
harus mampu mengidentifikasi Materi Pembelajaran dengan
mempertimbangkan hal-hal di bawah ini:
1. potensi peserta didik;
2. relevansi dengan karakteristik daerah;
3. tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional,
sosial, dan spritual peserta didik;
4. kebermanfaatan bagi peserta didik;
5. struktur keilmuan;
6. aktualitas, kedalaman, dan keluasan materi
pembelajaran;
7. relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan
lingkungan; dan
8. alokasi waktu.
2.3.4 Strategi Implementasi Materi Pembelajaran
1) Penentuan Materi Pembelajaran
Identifikasi standar kompetensi dan kompetensi dasar:
a) Ranah Kognitif : jika kompetensi yang ditetapkan
meliputi pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis,
sintesis, dan penilaian.
b) Ranah Psikomotorik : jika kompetensi yang ditetapkan
meliputi gerak awal, semi rutin, dan rutin.
c) Ranah Afektif (sikap) : jika kompetensi yang ditetapkan
meliputi pemberian respons, apresiasi, penilaian, dan
internalisasi.
2) Urutan Penyampaian
a) Penyampaian simultan: materi secara keseluruhan
disajikan secara serentak, kemudian diperdalam satu
demi satu.
27

b) Penyampaian suksesif: materi satu demi satu disajikan


secara mendalam baru kemudian secara berurutan
menyajikan materi berikutnya secara mendalam pula.
Penyampaian jenis-jenis materi pembelajaran:
a. Penyampaian fakta
Jika dosen akan menyajikan materi pembelajaran
jenis fakta (nama-nama benda, nama tempat, peristiwa
sejarah, nama orang, nama lambang atau simbol, dsb)
dapat digunakan contoh langkah-langkah berikut.
Peserta didik diminta untuk:
i. Menemukan fakta yang harus dipelajari melalui
kajian literatur dan sumber lain.
ii. Menghafal materi fakta-fakta tersebut.
iii. Berlatih mengerjakan soal-soal, mengingat
kembali, selanjutnya guru memberikan umpan
balik dan melakukan tes.
b. Penyampaian konsep
Materi pembelajaran jenis konsep adalah materi
berupa definisi atau pengertian. Tujuan mempelajari
konsep adalah agar peserta didik paham, dapat
menunjukkan ciri-ciri, unsur, membedakan,
membandingkan, dsb. Langkah-langkah berikut dapat
digunakan untuk menyampaikan materi pembelajaran
jenis konsep:
i. Peserta didik menggali informasi dari berbagai
sumber untuk menemukan konsep yang harus
dipelajari
ii. Dosen memberi bantuan
iii. Peserta didik berlatih mengerjakan soal-soal dan
tugas.
c. Penyampaian materi pembelajaran prinsip
28

Termasuk materi pembelajaran jenis prinsip adalah


dalil, rumus, hukum (law), postulat, teorema, dsb.
Langkah-langkah berikut dapat digunakan untuk
menyampaikan materi pembelajaran jenis prinsip:
i. Menggali informasi dari berbagai sumber untuk
menemukan prinsip yang harus dipelajari.
ii. Memberi contoh penerapan prinsip dalam
kehidupan sehari-hari.
iii. Berlatih mengerjakan soal-soal yang berhubungan
dengan prinsip.
d. Penyampaian prosedur
Termasuk materi pembelajaran jenis prosedur adalah
langkah-langkah mengerjakan suatu tugas secara urut.
Misalnnya, langkah-langkah menghidupkan televisi,
menghidupkan dan mematikan komputer. Langkah-
langkah mengajarkan prosedur meliputi:
i. Peserta didik mengamati dengan cermat prosedur
kegiatan yang dicontohkan oleh dosen.
ii. Peserta didik berlatih (praktik) beberapa kali
melaksanakan prosedur kegiatan tersebut.
e. Menyampaikan materi aspek sikap (afektif)
Termasuk materi pembelajaran aspek sikap (afektif)
adalah pemberian respons, penerimaan suatu nilai,
internalisasi, dan penilaian. Beberapa strategi dalam
mengajarkan materi aspek sikap antara lain:
i. Penciptaan kondisi
ii. Pemodelan atau contoh
iii. Demonstrasi
iv. Simulasi
v. Penyampaian ajaran atau dogma
29

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Tujuan dari pendidikan nilai adalah suatu sasaran, tujuan,
ataupun sesuatu yang akan di capai dalam proses pentransperan ilmu
yang memungkinkan perubahan tingkah laku, atau perbuatan yang
mengarah kebaikan dalam pandangan hukum manusia dan Allah.swt
prilaku atau moral sebagai sasaran utama dari tujuan pendidikan
Nasional maupun matapelajaran yang selalu diusahakan oleh seorang
guru. Pendidikan berkarakter moral adalah kunci untuk perbaikan sosial
dan kemajuan peradaban bangsa yang menjunjung tinggi integritas nilai
dan kemanusiaan. Harapan dari pendidikan berkarakter moral adalah
tercapainya keseimbangan antara pengetahuan dan moral.
Pendidikan moral ditujukan untuk memagari manusia dari
melakukan perbuatan yang buruk yang tidak sesuai dengan norma-
norma yang ada baik itu dalam bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Suatu model meliputi teori atau sudut pandang mengenai
bagaimana manusia berkembang secara moral dan mengenai sejumlah
strategi atau prinsip untuk membantu perkembangan moral. Dengan
demikian suatu model dapat membantu untuk memahami dan
melakukan pendidikan moral. Model pendidikan moral yang
kebanyakan digunakan oleh Negara-Negara di dunia diantaranya ada
empat yaitu liberalis-kapitalis, sosialis-komunis, agama, dan pancasila.

3.2 Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi
pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya penulis berharap para pembaca
dapat memberikan kritikdan saran yang membangun kepada penulis demi
sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan-
kesempatan berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Asmara, Imade Yudha. 2015. Pendekatan Pembelajaran dan


Implementasinya dalam Proses Belajar Mengajar.
https://googleweblight.com/i?u=https://imadeyudhaasmara.wordpre
ss.com/2015/04/01/pendekatan-pembelajaran-dan-
implementasinya-dalam-proses-belajar-mengajar/&hl=id-ID.

Ilahi, Afdhal. 2015. Hakikat dan Tujuan Pendidikan Nilai.


https://www.afdhalilahi.com/2015/05/hakikat-dan-tujuan-
pendidikan-nilai.html?m=1. Dilihat pada tanggal 4 April 2018.

Kusrahmadi, Sigit Dwi. 2007. Pentingnya Pendidikan Moral.


http://eprints.uny.ac.id/5006/1/PENTINGNY_A_PENDIDIKAN_
MORAL.pdf. Diunduh pada tanggal 4 April 2018.

Malik, Imam. 2013. Pengembangan Materi Pembelajaran.


https://googleweblight.com/i?u=https://imammalik11.wordpress.co
m/2013/12/12/pengembangan-materi-pembelajaran/&hl=id-ID.

Sujarwo. 2011. Reorientasi Moralitas Kaum Terdidik dalam


Mewujudkan Karakter Anak Bangsa.
https://media.neliti.com/media/publications/82678-ID-pendidikan-
nilai-moral-ditinjau-dari-per.pdf. Diunduh pada tanggal 4 April
2018.

Susanti, Rosa. 2013. Penerapan Pendidikan Karakter di Kalangan


Mahasiswa.https://www.google.co.id/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://www.researchgate.net/
publication/
270483638_PENERAPAN_PENDIDIKAN_KARAKTER_DI_KA
LANGAN_MAHASISWA. Diunduh pada tanggal 4 April 2018.

http://googleweblight.com/i?u=http://skripsitarbiyahpai.blogspot.com/
2015/01/tujuan-pendidikan-moral.html&hl=id-ID. Dilihat pada 4
April 2018.

http://hanajadeh.blogspot.co.id/2013/06/pendekatan-dalam-pendidikan-
moral.html?m=1

https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://
media.neliti.com/media/publications/82404-ID-pendekatan-
pendidikan-nilaj-secara-kompr.pdf.

https://www.slideshare.net/NASuprawoto/pengembangan-materi-
pembelajaran.

iv
www.anekamakalah.com/2012/03/penanaman-pendidikan-nilai.html?
m=1.
iv

Anda mungkin juga menyukai