Anda di halaman 1dari 13

PERKEMBANGAN MORAL ANAK PRA SEKOLAH

DISUSUN OLEH:

Gabryella Sabatini Eka Pagonggang (1020229408)

C PAK

Dosen Pengampu : Algu S. Pabangke, M.pd

Program Studi Pendidikan Agama Kristen

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN KRISTEN

INSITITUT AGAMA KRISTEN NEGERI (IAKN) TORAJA

2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur patut di panjatkan kehadapan hadirat Tuhan Yang Maha Esa

karena berkat dan tuntutan serta rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan

makalah ini tepat pada waktunya.

Saya mengucapkan terimakasih kepada dosen pengempuh mata kuliah Psikologi

Perkembangan Peserta Didik atas nama Ibu Algu S. Pabangke M.pd yang telah

membantu kami baik secara moral ataupun materi. Saya menyadari bahwa makalah

kami ini masih jauh dari kata sempurna baik itu dari segi penyusunan, bahasa atau pun

dari segi penulisan. Oleh karena itu saya mengharapkan kritikan dan saran yang dapat

membangun , semoga makalah yang saya buat ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Untuk itu saya ucapkan terimaksih.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang.............................................................................................................1

B. Rumusan Masalah......................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Perkembangan Moral...............................................................................................2

B. Tahapan Perkembangan Moral...............................................................................4

C. Perkembangan Moral Anak Pra sekolah...............................................................5

D. Faktor-faktor yang berpengaruh pada perkembangan moral.............................5

E. Usaha Dalam Meningkatkan Penanaman Moral Pada Anak Pra Sekolah........7

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.................................................................................................................. 9

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara etimologi kata ”moral” berasal dari kata Latin ”mos” yang berarti tata-

cara, adat istiadat atau kebiasaan, sedangkan jamaknya adalah ”mores” yang

berarti tata cara dalam kehidupan atau adat istiadat (Pratidarmanastiti, 1991 dalam

Asri Budiningsih, 2004). Dalam arti adat istiadat atau kebijaksanaan, kata ”moral”

mempunyai arti yang sama dengan bahasa Yunani ”ethos”,yang menurunkan kata

”etika”. Dalam bahasa Arab kata ”moral” berarti budi pekerti adalah sama dengan

”akhlak”, sedangkan dalam bahasa Indonesia, kata ”moral” dikenal dengan arti

”kesusilaan”. (Bambang Daroeso, 1989).

Moral berkaitan dengan kemampuan untuk membedakan antara perbuatan yang

benar dan yang salah. Dengan demikian, moral merupakan kendali dalam

bertingkah laku. Magic-Suseno,1987 dalam Asri Budiningsih 2004 menjelaskan

bahwa sikap moral yang sebenarnya disebut moralitas. Moralitas diartikan sebagai

sikap hati orang yang terungkap dalam tindakan lahiriah. Moralitas terjadi apabila

orang mengambil sikap yang baik karena ia sadar akan kewajiban dan tanggung

jawabnya dan bukan karena ia mencari keuntungan. Jadi moralitas adalah sikap

dan perbuatan baik yang betul-betul tanpa pamrih. Hanya moralitaslah yang

bernilai secara moral (Magic-Suseno,1987) dalam Asri Budiningsih 2004.

B.     Rumusan Masalah

1.      Bagaimana perkembangan moral pada anak pra sekolah?

1
BAB II

PEMBAHASAN

A.    Perkembangan Moral

Perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan

konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya

dengan orang lain. Selain itu, perkembangan moral dapat juga dikatakan sebagai

perubahan penalaran, perasaan dan perilaku tentang standar benar dan salah.

Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral yang disebut dengan immoral. Tetapi

dalam dirinya terdapat potensi moral yang siap untuk dikembangkan. Karena itu,

melalui pengalamannya berinteraksi dengan orang lain misalnya dengan orang tua,

saudara, teman sebaya dan guru, anak belajar memahami tentang perilaku mana yang

baik, yang boleh dikerjakan dan tingkah laku mana yang buruk, yang tidak boleh

dikerjakan, tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban, dan

sebagainya. Moral berkaitan dengan kemampuan untuk membedakan antara perbuatan

yang benar dan yang salah. Dengan demikian, moral merupakan kendali dalam

bertingkah laku. Oleh sebab itu mereka akan melakukan suatu tindakan, dimana

tindakan tersebut akan ternilai sebagai tindakan moral yang ternilai baik atau

sebaliknya.

Perkembangan moral memiliki dimensi intrapersonal, yang mengatur aktivitas seseorang

ketika dia tidak terlibat dalam interaksi social dan dimensi interpersonal yang mengatur

interaksi sosial dan penyelesaian konflik. Dimensi perkembangan moral ini membahas

tentang penalaran moral, perasaan moral, perilaku moral dan kepribadian moral.

1.     Penalaran Moral

Penalaran moral menekankan pada alasan mengapa suatu tindakan dilakukan,

daripada sekedar arti suatu tindakan, sehingga dapat dinilai apakah tindakan tersebut

baik atau buruk. Penalaran moral dipandang sebagai suatu struktur pemikiran bukan

2
isi. Dengan demikian penalaran moral bukanlah tentang apa yang baik atau buruk,

tetapi tentang bagaimana seseorang berpikir sampai pada keputusan bahwa sesuatu

adalah baik atau buruk (Kohlberg, 1977: 1981). Penalaran-penalaran moral inilah yang

menjadi indikator dari tingkatan atau tahap kematangan moral. Memperhatikan

penalaran mengapa suatu tindakan salah akan lebih menjelaskan daripada

memperhatikan individu tindakan (perilaku) seseorang atau bahkan mendengar

pernyataannya bahwa sesuatu itu salah (Duska dan Whelan, 1975). Piaget dan Kohlberg

adalah tokoh yang telah mengadakan studi dalam proses perkembangan anak.

Tahap-tahap perkembangan penalaran moral menurut Kohlberg (1980) yaitu:

a. Ada prinsip-prinsip moral dasar yang mengatasi niali-nilai moral lainnya dan

prinsip-prinsip moral dasar itu merupakan akar dari nilai-niali moral lainnya.

b.     Manusia tetap merupakan subjek yang bebas dengan nilai-nilai yang berasal dari

dirinya sendiri.

c.     Dalam bidang penalaran moral ada tahap-tahap perkembangan yang sama dan

universal bagi setiap kebudayaan.

d.   Tahap-tahap perkembangan penalaran moral ini banyak ditentukan oleh factor

kognitif atau kematangan intelektual.

2.     Perasaan Moral

Empati, berasal dari kata pathos (dalam bahasa yunani) yang berarti perasaan

yang mendalam. Empati berarti bereaksi terhadap perasaan orang lain dengan respon

emosional yang mirip dengan perasaan orang lain tersebut. Berempati lebih dari

sekedar simpati, beremapti berarti menempatkan diri pada posisi orang lain secara

emosional. Empati adalah sebuah keadaan emosi, tetapi memiliki komponen kognitif-

kemampuan untuk melihat keadaan psikologis dalam diri orang lain.

3.     Perilaku Moral

Reinforcement, punishment, imitasi, situasi dan kontrol diri dalam menghadapi

godaan merupakan hal yang mempengaruhi apakah seseorang berperilaku sesuai moral

atau tidak.

3
4.     Kepribadian Moral

Tiga aspek kepribadian moral meliputi:

a.     Identitas moral. Individu memiliki sebuah identitas moral ketika ide-ide dan

komitmen moral merupakan hal yang utama dalam kehidupan mereka (Blasi, 2005).

Mereka menyusun diri bereferensi pada kategori-kategori moral. Pelanggaran

terhadap komitmen moral mereka akan membahayakan integritas dirinya.

Perkembangan identitas moral dipengaruhi oleh tiga kebijakan penting, yaitu

1) kemauan (kontrol diri) yaitu strategi dan skill metakognitif yang melibatkan

analisis masalah, penetapan tujuan, penagturan atensi, penundaan pemuasan,

penghindaran distraksi dan penahanan godaan,

2) integritas yang terdiri dari rasa tanggung jawab yang ada ketika individu

merasa dirinya bertanggung jawab terhadap konsekuensi perilaku mereka,

3) hasrat moral adalah motivasi dan intense untuk mengejar kehidupan moral.

b.     Karakter moral. Merupakan seberapa kuat pendirian individu, perdidtensi dalam

menghadapi gangguan dan hambatan. Karakter moral mensyaratkan seseorang

memiliki satu set tujuan moral dan pencapaian tujuan tersebut melibatkan

komitmen untuk bertindak sesuai dengan tujuan tersebut.

c.     Teladan moral. Merupakan orang-orang yang hidup dengan gaya hidup yang patut

dicontoh. Orang ini memiliki kepribadian moral, identitas, karakter dan set

kebajikan yang mencerminkan komitmen dan kesempurnaan moral.

B. Tahapan Perkembangan Moral

Tahap-tahap perkembangan moral tidak dapat berbalik (irreversible), yaitu

bahwa suatu tahapan yang telah dicapai oleh seseorang tidak mungkin kembali

mundur ke tahapan di bawahnya (Kohlberg, 1977;19808b). misalnya, seseorang

ayng telah berada pada tahap-5 tidak akan kembali pada tahap-3 atau tahap-4.

Tendensi gerakan umum, proses perkembangan penalaran moral cukup jelas, yaitu

bergerak maju dari tahap-1 sampai tahap-6 dan gerak maju itu bersifat proses

diferensiasi dan integrasi yang semakin tinggi dan menghasilkan pula peningkatan

4
dalam hal universal. Dewey berpendapat bahwa proses perkembangan dan

pertumbuhanlah yang merupakan tujuan universal pendidikan moral.

C. Perkembangan Moral Anak Pra sekolah

1. Mampu merasakan kasih sayang, melalui rangkulan dan pelukan

2. Meniru sikap, nilai dan perilaku orang tua

3. Menghargai memberi dan menerima

4.  Mencoba memahami arti orang dan lingkungan disekitarnya

Pada masa ini anak menilai kebenaran atau kebaikan tingkah laku

berdasarkan konsekuensinya, bukan niat dari orang yang melakukan

5.  Anak berpikir bahwa mereka tidak berhak membuat peraturan sendiri,

melainkan dibuatkan aturan oleh orang dewasa

6. Anak juga percaya bahwa aturan tidak bisa diubah atau diturunkan oleh

sebuah otoritas yang berkuasa

7. Anak berorientasi pada kepatuhan dan hukuman, anak berpikir bahwa mereka

harus patuh dan takut terhadap hukuman. Anak tidak akan melanggar aturan

karena takut ancaman hukuman dari otoritas

8.  Immanent Justice. Sebuah konsep bahwa ketika peraturan dilanggar, maka

hukuman akan langsung mengiringi

9. Individualisme. Pada tahap ini, anak berpikir bahwa mementingkan diri sendiri

adalah benar dan hal ini juga berlaku untuk orang lain. Karena itu, anak

berpikir apapun yang mereka lakukan harus mendapatkan imbalan atau

pertukaran yang setara. Jika ia berbuat baik, maka orang juga harus berbuat

baik terhadap dirinya.

D. Faktor-faktor Yang Berpengaruh Pada Perkembangan Moral

Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan moral peserta didik,

diantaranya , yaitu:

1.   Faktor Keluarga

5
Keluarga merupakan lingkungan terdekat dalam diri individu. Termasuk

disini pola asuh orang tua dalam mengasuh dan mendidik anak memberi pengaruh

dalam pembentukan dan perkembangan moral anak. Kualitas hubungan dan

komunikasi orang tua dengan anak.

Menurut teori psikonalisa ”moralitas atau kesusilaan adalah bagian dari kata

hati atau superego seseorang” (Sarlito W, 1976:18). Superego terbentuk pada anak

karena mengidentifikasikan orang tua yang sejenis kelamin. Ini berarti hilangnya sifat

”Oedipus Complex”

2.   Faktor lingkungan memegang peranan penting. Diantara semua unsur lingkungan

sosial yang berpengaruh, yang tampaknya sangat  penting adalah unsur lingkungan

berbentuk manusia yang langsung dikenal atau dihadapi oleh seseorang sebagai

perwujudan dari nilai-nilai tertentu. Seberapa banyak model (orang-orang dewasa

yang simpatik, teman-teman,orang-orang yang terkenal dan hal lain) yang

diidentifikasi oleh anak sebagai gambaran-gambaran ideal. Perubahan dan kemajuan

dalam berbagai bidang membawa pergeseran nilai moral serta sikap warga

masyarakat ditengah perubahan dapat terjadi kemajuan/kemerosotan moral.

Perbedaan perilaku moral individu sebagian adalah dampak pengalaman dan

pelajaran dari lingkungan nilai masyarakatnya. Lingkungan memberi ganjaran dan

hukuman. Ini memacu proses belajar dan perkembangan moral secara berkondisi.

3.   Tingkat penalaran. Perkembangan moral yang sifatnya penalaran menurut Kohlberg,

dipengaruhi oleh perkembngan nalar sebagai mana dikemukakan oleh Piaget. Makin

tinggi tingkat penalaran seseorang menurut tahap-tahap perkembangan Piaget,

makin tinggi pula tingkat moral seseorang.

4.   Faktor interaksi sosial, termasuk disini adalah factor teman. Seberapa besar faktor

sosial dalam memberikan kesepakatan pada anak untuk mempelajari dan

menerapkan standar perilaku yang disetujui masyarakat, keluarga, sekolah, dan

dalam pergaulan dengan orang lain.

5.   Faktor Budaya/kebudayaan

6
Kohlberg mengatakan bahwa tahap perkembanagn moral merupakan suatu yang

bersifat universal, tidak tergantung pada kebudayaan. Namun, faktor kebudayaan

mempunyai peran dalam perkembangan moral, yaitu pada tempo (waktu) dan

kecepatan perkembangannya. Kebudayaan akan mempengaruhi cepat lambatnya

pencapaian tahap-tahap perkembangan moral dan juga mempengaruhi batas tahap

perkembangan yang dicapai. Dengan kata lain, bahwa individu yang mempunyai

latar budaya tertentu dapat berbeda perkembangan moralnya dengan individu lain

yang berasal dari kebudayaan lain.

E. Usaha Dalam Meningkatkan Penanaman Moral Pada Anak Pra sekolah

  1.      Pembelajaran nilai-nilai agama sejak dini

2.      Metode bercerita

3.      Metode  Bernyanyi. 

Metode  bernyanyi  adalah  suatu  pendekatan

pembelajaran  secara  nyata  yang  mampu  membuat anak senang dan  bergembira.

Anak  diarahkan  pada  situasi  dan  kondisi  psikis  untuk  membangun  jiwa  yang

bahagia,  senang  menikmati  keindahan,  mengembangkan  rasa  melalui  ungkapa

n kata dan  nada. Pesan-pesan pendidikan  berupa  nilai  dan  moral  yang

dikenalkan kepada anak tentunya tidak mudah untuk diterima dan dipahami secara

baik.Anaktidak  dapat  disamakan  dengan  orang  dewasa.  Anak  merupakan  prib

adi  yangmemiliki  keunikan  tersendiri.  Pola  pikir  dan  kedewasaan  seorang  ana

k  dalam menentukan sikap dan perilakunya  juga  masih  jauh dibandingkan

denganorangdewasa.  Anak  tidak  cocok  hanya  dikenalkan  tentang  nilai  dan  mo

ral  melalui ceramah atau tanya jawab saja. 

4.      Metode  Bersajak, Berpuisi  atau  Syair. 

Pendekatan  pembelajaran  melalui kegiatan membaca sajak merupakan

salah satu kegiatan yang akan menimbulkan rasa senang, gembira, dan bahagia

pada diri anak. Secara psikologis anak Taman Kanak-kanak sangat haus dengan

dorongan rasa ingin tahu, ingin mencoba segala

7
sesuatu,  dan  ingin  melakukan  sesuatu  yang  belum  pernah  dialami  atau

dilakukannya.  Melalui  metode  sajak  guru  bisa  menanamkan  nilai-nilai  moral

kepada  anak.  Sajak  ini  merupakan  metode  yang  juga  membuat  anak  merasa

senang, gembira dan bahagia. Melalui sajak anak dapat dibawa ke dalam suasana

indah,  halus,  dan  menghargai  arti  sebuah  seni.  Disamping  itu  anak  juga  bisa

dibawa untuk menghargai makna dari untaian kalimat yang ada dalam sajak itu.

Secara  nilai  moral,  melalui  sajak  anak  akan  memiliki  kemampuan  untuk

menghargai perasaan, karya serta keberanian untuk mengungkap sesuatu melalui

sajak sederhana (Otib Satibi Hidayat, 2005 : 4.29)

5.      Metode  Karyawisata.

 Metode  karya  wisata  bertujuan  untuk

mengembangkan  aspek  perkembangan  anak  Taman  Kanak-kanak  yang  sesuai

dengan  kebutuhannya.  Misalnya  pengembangan  aspek  kognitif,  bahasa,

kreativitas,  emosi,  kehidupan  bermasyarakat,  dan  penghargaan  pada  karya  ata

u jasa orang lain. Tujuan berkarya wisata ini perlu dihubungkan dengan tema-tema

yang  sesuai  dengan  pengembangan  aspek  perkembangan  anak  Taman  Kanak-

kanak. Tema yang sesuai adalah tema: binatang, pekerjaan, kehidupan kota atau

desa, pesisir, dan pegunungan.

6.      Pembiasaan  dalam  berperilaku. 

Carayangefektifdalampenanaman  moral,  lebih  banyak  dilakukan  melalui  

pembiasaan-pembiasaan tingkah laku dalam proses pembelajaran. Ini dapat dilihat

misalnya,pada  berdoa  sebelum  dan  sesudah  belajar,  berdoa  sebelum  makan  da

n  minum,mengucap  salam  kepada  guru  dan  teman,  merapikan  mainan  setela b

elajar,berbaris  sebelum  masuk  kelas  dan  sebagainya.  Pembiasaan  ini  hendakny

a dilakukan secara konsisten. Jika anak melanggar segera diberi peringatan.

7.      Metode  Bermain. 

Dalam  bermain  ternyata  banyak  sekali terkandung nilai moral,

diantaranya mau mengalah, kerjasama, tolong menolong,

budaya  antri,  menghormati  teman.  

8
BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Seseorang dikatakan bermoral jika mereka memiliki kesadaran moral yaitu

dapat menilai hal-hal yang baik dan buruk, hal-hal yang boleh dilakukan dan tidak

boleh dilakukan serta hal-hal yang etis dan tidak etis. Seseorang yang bermoral akan

tampak pada penalaran moralnya serta pada perilakunya (moralitas) yang baik, benar

dan sesuai dengan etika. Artinya, ada kesatuan dan keselarasan antara penalaran

moralnya adan perilaku moralnya (moralitas).

9
DAFTAR PUSTAKA

Desmita. 1993.  Psikologi Perkembangan Peserta Didik.Jakarta:Rosda Karya.

Elida Prayitno. 2005. Perkembangan Anak Usia Dini Padang : Angkasa Raya.

Santrock, John.W. 2007 Perkembangan Anak. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Sarlito W Sarwono.1976. Pengantar Umum Psikologi. Jakarta: Bulan Bintang.

Upton, Penney. 2012. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Penerbit Erlangga    

10

Anda mungkin juga menyukai