Disusun oleh:
Faridah Febi Zhafirah
60223206
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan
rahmat dan karunianya saya dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi
Ulangan Tengah Semester mata kuliah Budi Pekerti demi tercapainya nilai yang
Saya harapkan. Tidak lupa juga saya ucapkan terima kasih kepada Dosen Budi
Pekerti yaitu Ibu Dr. Dian Kusumawati, M.Pd yang telah membimbing saya agar
dapat mengerti tentang bagaimana cara menyusun makalah ini. Makalah ini di
susun agar pembaca dapat memperluas ilmu yang berhubungan dengan Budi
pekerti di dalam kehidupan.
Semoga makalah saya dapat bermanfaat bagi teman-teman sekalian
khususnya pada diri saya dan semua yang membacanya dan mudah-mudahan juga
dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah
ini memiliki kelebihan dan kekurangan saya mohon untuk saran dan kritiknya.
Terima kasih
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................2
1.3 Tujuan......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
2.1 Pengertian perkembangan moral.............................................................3
2.2 Teori para ahli tentang perkembangan moral..........................................3
2.3 Perubahan konsep moral pada remaja.....................................................6
2.4 Konteks perkembangan moral.................................................................7
2.5 Pengaruh media dan teknologi terhadap pembentukan moral remaja
sebagai generasi muda...........................................................................10
BAB III PENUTUP..............................................................................................15
3.1 Kesimpulan.............................................................................................15
3.2 Saran.......................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................16
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
dibimbing,diawasi,didorong dan diancam seperti pada masa anak-anak.
Remaja diharapkan mampu mengganti onsep-konsep moral yang berlaku
khusus dimasa kanak-kanak dengan prinsip moral yang berlaku umum dan
merumuskannya kedalam kode moral yang akan berfungsi sebagai pedoman
bagi perilakunya. Remaja juga harus mampu mengendalikan perilakunya
sendiri yang sebelumnya menjadi tanggung jawab orang tua dan gurunya
sekarang harus menjadi tanggung jawabnya sendiri.
1.3 Tujuan
1. Untuk mngetahui pengertia perkembangan moral dan spiritual.
2. Untuk mengetahui pandangan teori para ahli tentang perkebangan moral
3. Untuk mengetahui perubahan konsep moral pada remaja
4. Untuk mengetahui konteks perkebangan moral pada remaja
5. Untuk mengetahui pengaruh mediaa dan teknologi terhadap pembentukan
moral remaja.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
kontrol manusia. Seorang pemikir heteronom menentukan benar atau
tidaknya perilaku dengan mempertimbangkan konsekuensi dari
perilaku tersebut, bukan intensi dari aktor. Dalam heteronom juga
dipercayai immanent justice, gagasan bahwa apabila sebuah aturan
dilanggar, maka hukuman akan segera diterima.
2. Moralitas Otonom (autonomous morality)adalah tahap kedua dari
perkembangan moral dalam teori piaget, yang diperlihatkan oleh anak
– anak yang lebih besar (sekitar 10 tahun keatas). Anak menyadari
aturan–aturan dan hukum–hukum yang diciptakan oleh orang dan
bahwa dalam memutuskan suatu tindakan, seseorang seharusnya
mempertimbangkan intensi aktor maupun konsekuensinya. Anak–
anak yang berusia 7 hingga 20 tahun yang berada dalam masa transisi
diantara dua tahap inimemperlihatkan sejumlah ciri dari kedua tahap
ini.
b Martin Hoffman (1980) mengembangkan teori disekuilibrium kognitif
(cognitive disequilibrium theory), yang menyatakan bahwa remaja
merupakan suatu periode penting dalam perkembangan moral , khusunya
ketika individu beralih dari lingkungan yang relatif homogen ke
lingkungan yang lebih heterogen disekolah menengah atas dan kampus.
c Teori Kohlberg salah satu pandangan yang provokatif mengenai
perkembangan moral adalah pandangan moral yang diciptakan oleh
Lawrence Kohlberg (1958, 1976, 1986), yang berpendapat bahwa
perkembangan moral terutama didasarkan pada penalaran moral, yang
kemudian berkembang dalam serangkaian tahap – tahap dan tiga
tingkatan. konsep penting dalam perkembangan moral menurut kohler
ialah interbalisasi (internalization),yaitu perubahan perkembangan dari
perilaku yang awalnya dikontrol secara eksternal menjadi perilaku yang
dikontrol oleh standar-standar dan prinsip-prinsip sosial.
Berikut adalah 3 tingkatan perkembangan moral menurut Kohlberg :
1) Tingkat 1, Penalaran prakonvensional (Preconventional reasoning).
4
Ditingkat ini, individu belum memperlihatkan adanya internalisasi
dari nilai-nilai moral-penalaran moral dikontrol oleh hadiah dan
hukuman eksternal. Pada tingkat ini terbagi menjadi 2 tahap,yaitu :
a. Tahap 1, Moralitas Heternom (Heternom morality. Ditahap ini
pemikiran moral sering kali dikaitkan dengan hukuman.
b. Tahap 2, Individualisme, tujuan instrumental,dan pertukaran
(individualism,instrumental purpose,and exchange). Ditahap ini
individu berusaha memuaskan kepentingannya sendiri namun
mereka juga membiarkan orang lain bertindak serupa.
2) Tingkat 2, penalaran Konvensional (conventional reasoning).
Ditingkat ini internelasisai yang dilakukan bersifat
menengah.individu mengikuti sandar-standar tertentu
(internal),namun standar-standar itu ditetapkan oleh orang
lain(eksternal).
a. Tahap 3, Ekspektasi interpersonal timbal-balik, relasi dan
konformitas interpersonal (Mutual interpersonal expectations,
relationships,and interpersonal conformity). Pada tahap,
individu menilai kepercayaan,kepeduliaan dan loyalitas terhadap
orang lain sebagai dasar dari penilaian moral. Pada tahap
ini,anak-anak dan remaja sering kali mengadopsi standar moral
dari orang tua,mencari apa yang boleh orang tua akan dianggap
sebagai “anak baik”.
b. Tahap 4, Moralitas sistem sosial (Social System
morality). Dalam tahap ini penilaian moral didasarkan pada
pemahaman mengenai keteraturan sosial,hukum,keadilan dan
tugas.
3) Tingkat 3, penalaran pascakonvensional (Postconvensional
reasoning).pada tingkat moralitas sepenuhnya diinternalisasi da tidak
didasarkan pada standar-standar orang lain. Individu mengenali
kembali alternatif pelajaran-pelajaran moral, mengeksplorasi pilihan-
5
pilihannya, dan kemudian menentukan aturan-aturan moral
personalnya.
4) Tahap 5, Kontrak sosial atau kegunaan dan hak-hak individuall
(social contract or utility and individual rights). Pada tahap ini,
individu bernalar bahwa beebagai nilai,hak dan prinsip perlu
melandasi atau melampaui hukum.seseorang mengevaluasi validitas
dari hukum yang ada, dan sistem sosial dapat dinilai menurut sejauh
mana sistem sosial tersebut menjamin dan melindungi hak-hak dan
nilai-nilai individu.
5) Tahap 6, Prinsip etika Universal (Universal ethical
principles). Dalam tahap ini seseorang mengembangkan sebuah
standar moral berdasarkan hak-hak universal manusia. Ketika
dihadapkan pada sebuah konflik antara hukum dan suara hati,
seseorang bernalar bahwa suara hati sebaiknya diikuti,meskipun
kepuasannya mungkin memiliki resiko.
6
dengan jenis disiplin yang diterapkan dirumah dan di sekolah. karena
orangtua dan guru mengasumsikan bahwa remaja mengetahui apa yang
benar, maka penekanan kedisiplinan hanya terletak pada pemberian
hukuman pada perilaku salah yang dianggap segaja dilakukan. Penjelasan
mengenai alasan salah tidaknya suatu perilaku jarang ditekankan dan
bahkan jarang memberi ganjaran bagi remaja yang berperilaku benar.
Mitchell telah meringkas lima perubahan dasar dalam moral yang
harus dilakukan oleh remaja diantaranya :
a. Pandangan moral indvidu makin lama makin menjadi lebih abstrak dan
kurang konkret.
b. Keyakinan lebih terpusat pada apa yang benar dan kurang pada apa yang
salah. Keadilan muncul sebagai kekuatan moral yang dominan.
c. Penilaian moral menjadi semakin kognitif. Ini mendorong remaja lebih
berani menganalisis kode sosial dank ode pribadi dari pada masa kanak –
kanak dan berani mengambil keputusan terhadap berbagai masalah moral
yang dihadapinya.
d. Penilaian moral menjadi kurang egosentris.
e. Penialaian moral secara psikologis menjadi lebih mahal dalam arti bahwa
penilaian moral merupakan bahan emosi dan menimbulkan ketegangan
psikologis.
7
dan mendorong remaja untuk mengajukan pertanyaan dan memperluas
penalaran moral mereka (Eisenberg & morris, 2004).
1. Disiplin orangtua menurut teori psikoanalisis dari freud, aspek
pengasuhan anak yang dapat mendorong perkembangan moral adalah
praktik yang menanamkan rasa takut terhadap hukuman dan kehilangan
cinta orang tua. Para ahli perkembangan anak yang mempelajari teknik
pengasuhan anak dan perkembangan moral teknik–tekniknya meliputi :
o Menarik cinta (love withdrawal) berkaitan erat dengan penekanan
psikoanalisis terhadap takut akan hukuman dan kehilangan cinta
orang tua.ini merupakan suatu teknik dimana orang tua tidak
memberikan atensi atau cintanya kepada remaja ; contohnya
orangtua menolak berbicara kepada remaja atau menyatakan bahwa
ia menyatakan bahwa ia tidak menyukai anak itu.
o Memperlihatkan kekuasaan (power assertion) adalah suatu teknik
disiplin dimana orangtua berusaha memperoleh control terhadap
remaja atau terhadap sumber daya remaja. Contohnya, memukul,
mengancam, atau mengentikan hak.
o Membujuk (induction) adalah suatu teknik disiplin dimana orang tua
menggunakan penalaran dan penjelasan mengenai konsekuensi dari
tindakan remaja terhadap orang lain. Contoh membujuk adalh,
jangan memukulnya. Ia hanya mencoba membantu” dan “mengapa
kamu berteriak kepadanya? Ia tidak bermaksud melukai
perasaanmu.”
2. Mengasuh moral anak-anak dan remaja, disiplin orangtua
berkonstribusi bagi perkembangan moral anak – anak, namun aspek
lain dari pengasuhan juga memainkan peranan yang penting, seperti
memberikan peluang untuk meninjau dari perspektif lain dan
melakukan modeling terhadap perilaku dan berpikir moral.sebuah
penelitian menyimpulkan bahwa, secara umum anak-anak yang
bermoral cenderung memiliki orang tua yang memiliki karakteristik
sebagai berikut (Eisenberg & Valient, 2002, h. 134) :
8
o Hangat dan suportif disbanding menghukum
o Menerapkan disiplin melalu cara membujuk
o Memberikan peluang kepada anak – anak untuk mempelajari
perspektif dan perasaan orang lain.
o Melibatkan anak – anak dalam pengambilan keputusan di dalam
keluarga dan memberikan peluang bagi anak-anak untk
melakukannya juga.
o Memberikan informasi mengenai perilaku yang diharapkan dan
disertai alasan mengapa.
o Mendorong penghayatan moral yang lebih bersifat internal
dibandingkan eksternal.
b. Sekolah
Sekolah merupakan konteks penting dalam perkembangan
moral,moral dapat terbentuk melalui lingkungan sekolah dan pendidikan
moral banyak didebat dalam lingkungan pendidikan.
1) Kurikulum Tersembunyi (hidden curriculum)
John Dewey (1933) mengatakan bahwa meskipun seandainya sekolah
tidak memberikan program spesifik dalam pendidikan moral,mereka
tetap dapat menerima pendidikan moral melalui kurikulum
tersembunyi, yaitu iklim moral yang diciptakan melalui peratran-
peraturan sekolah dan kelas, orientasi moral pada guru dan pegawai
administrasi sekolah, serta materi pelajaran.melali peraturan
administrasi sekolah dapat memasukkan sistem nilai tersebut. Para guru
berperan sebagai model dari pelikau yang etis atau tidak etis.
2) Pendidikan karakter
Sebuah pendekatan langsung dimana siswa diajarkan mengeani literasi
moral dasar yang mencegah mereka untuk melakukan perilaku yang
tidak bermoral serta melakukan sesuatu yang melukai diri sendiri dan
orang lain. Lewrence Walker (2002) menyatakan bahwa pendidikan
karakter perlu melibatkan diskusi yang kritis mengenai nilai-nilai
dibandingkan hanya sekedar menempelkan sebuah daftar mengenai
9
kebijaksanaan moral didinding kelas. Ia menekankan bahwa anak-anak
dan remaja perlu berdiskusi dan berefleksi mengenai bagaimana
menerapkan kebijaksanaan ke dalam kehidupan sehari-hari. Ia juga
menenkankan pentingnya menghadapkan anak muda pada teladan
moral yang dapat mendorong mereka untuk mencontoh dan membuat
anak muda untuk berpartisipasi dalam layanan komunitas.
3) Penjelasan mengenai nilai
Bermaksud untuk membantu orang untuk memperjelas hal-hal yang
penting bagi mereka, apa yang layak untuk dikerjakan, tujjuan hidup
seperti apa yang sebaiknya berusaha diraih.
4) Pendidikan moral kognitif pendidikan (cognitive moral education)
adalah sebuah konsep yang didasarkan pada keyakinan bahwa para
siswa sewbaiknya belajar menghargai nilai-nilai seperti demokrasi dan
keadilan seiring dengan perkembangan penalaran moral mereka.
5) Service Learning adalah suatu bentuk pendidikan yang bertujuan untuk
mendorong tanggung jawab sosial dan memberikan pelayanan kepada
komunitas. Tujuan service learning bagi remaja adalah untuk
mengurangi kecenderungan untuk terpusat pada diri sendiri dan
menumbuhkan motivasi yang lebih kuat untuk menolong orang lain.
Dalam service learning remaja terlibat dalam aktivitas-aktivitas seperti
tutoring, menolong orang lanjut usia, bekerja dirumah sakit, membantu
dipusat penitipan anak atau sebagai tenaga kebersihan ditaman bermain.
10
masyarakat dan kebanyakan sudah menjadi sebagai gaya hidup seseorang.
(Wawan wardiana, 2002)
Selain itu, pengaruh media massa amat besar ke atas generasi muda,
khususnya golongan pelajar dan remaja. Media massa mempunyai peranan
untuk menyampaikan informasi dari masyarakat yang berada dibelahan dunia
yang satu kemasyarakat dari belahan dunia yang lain, selain peranan ini
media massa juga mempunyai peranan untuk melakukan tugas pengawasan
dalam arti mengawasi kegiatan yang ada dimasyarakat supaya sesuai dengan
standar yang berlaku dimasyarakat, selain fungsinya untuk mendidik dan
menghibur (Marcelino Sumolang, 2013).
Di tengah arus globalisasi, lingkungan pendidikan remaja,kini tidak
lagi monoton dan terbatas di dalam lingkungan sekolah atau lembaga
pendidikan. Anak bisa jadi berada di dalam lingkungan sekolah, namun kini
dia punya akses untuk berhubungan, melihat langsung dan bisa jadi terlibat
dalam kehidupan lain di dunia lain dengan media teknologi dan informasi.
Moralitas merupakan bentuk kesepakatan masyarakat mengenai apa
yang layak dan apa yang tidak layak dilakukan, mempunyai sistem hukum
sendiri. Hampir semua lapisan masyarakat mempunyai suatu tatanan masing-
masing, bahkan komunitas terkecil masyarakat kadang mempunyai
moral/etika tersendiri dengan sistemnya sendiri. (Sofa Muthohar, 2013)
Kemajuan teknologi ini menyebabkan perubahan yang begitu besar
kepada umat manusia dengan segala peradaban dan budayanya. Perubahan ini
juga memberikan dampak yang begitu besar terhadap transformasi nilai-nilai
dan moral yang ada dimasyarakat. Hal ini kemudian mengakibatkan
pergeseran batas kesopanan dan moralitas, dari dulu yang tidak pantas
menjadi biasa-biasa, dari dulu yang sangat tidak mungkin dibayangkan
menjadi kenyataan dan lain-lain.
Teknologi dan media memiliki pengaruh besar tehadap pembentukan
dan perkembangan moral remaja antara lain dalam bidang budaya dan sosial,
perubahan pola hidup dan lain-lain. Secara tradisional, masa remaja dianggap
sebagai priode badai dan tekanan (strum and drang atau storm and
11
stress), suatu masa yang ditandai dengan ketegangan emosi yang tinggi secara
internal sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar yang secara eksternal
karena adanya tekanan sosial dalam menghadapi kondisi lingkungan yang
baru akibat dari kurang mempersiapkan diri dalam menghadapi keadaan
lingkugan (Nurihsan dan Agustin, 2013). Oleh karena itu, pengaruh media
dan teknologi sering dikaitkan dengan aktifitas-aktifitas negatif sehingga
memiliki dampak negatif pula. Berikut merupakan dampak negative
teknoloogi dilihat dari aspek sosial budaya (Muhamad Ngafifi, 2014):
1. Kemerosotan moral di kalangan warga masyarakat, khususnya di kalangan
remaja dan pelajar. Kemajuan kehidupan ekonomi yang terlalu
menekankan pada upaya pemenuhan berbagai ke-inginan material, telah
menyebabkan sebagian warga masyarakat menjadi kaya dalam materi
tetapi miskin dalam rohani.
2. Kenakalan dan tindak menyimpang di kalangan remaja semakin meningkat
semakin lemahnya kewibawaan tradisi- tradisi yang ada di masyarakat,
seperti gotong royong dan tolong-menolong telah melemahkan kekuatan
kekuatan sentripetal yang berperan pen-ting dalam menciptakan kesatuan
sosial. Akibat lanjut bisa dilihat bersama, kenakalan dan tindak
menyimpang di kalangan remaja dan pelajar semakin meningkat dalam
berbagai bentuknya, seperti per- kelahian, corat-coret, pelanggaran lalu
lintas sampai tindak kejahatan.
Peran keluarga sangat berpengaruh dalam pembentukan moral remaja
yang sedang berada dalam priode badai dan tekanan. Hal ini juga dapat
menekan serta mengatasi pengaruh negatif dari kemajuan tehnologi pada
remaja. Adapun peran keluarga sebagai berikut:
1. Sebagai agen sosialisasi yang pertama dan yang utama, keluarga
seharusnya dapat menanamkan nilai dan norma yang positif kepada anak
dengan membekali dan meletakkan pondasi keimanan yang kokoh kepada
anak. Hal ini dimaksudkan agar anak tidak menjadi angkuh dan me-
lupakan Tuhan dalam aktifitas kehi- dupan modern yang serba canggih.
12
2. Keluarga harus selektif dalam menen- tukan skala prioritas kebutuhan
teknologi bagi keluarga. Hal ini dilakukan dalam upaya untuk mengurangi
cara hidup ma- nusia modern yang cenderung konsumtif terhadap produk
teknologi. Selain itu, penentuan skala prioritas diperlukan agar teknologi
yang dipergunakan benar-benar memberikan manfaat yang besar bagi
keluarga. Misalnya, jika suatu keluarga sudah memiliki sebuah televisi
mereka tidak perlu membeli televisi untuk setiap anggota keluarga yang
diletakkan di kamar masing-masing, karena hal itu akan mengakibatkan
pemborosan dan merupakan pola hidup yang tidak efektif dan efisien.
3. Orang tua harus update terhadap perkem- bangan teknologi sehingga
mereka tidak gaptek. Setidaknya orang tua modern saat ini harus memiliki
kemampuan dalam penggunaan smartphone, internet basic (email,
browsing, blogging, and cathing), dan jika memungkinkan penggunaan so-
sial media online seperti: yahoo messe- nger, facebook, twitter, skype, dan
inter- net relay chatting.
4. Perlunya bimbingan dan pengawasan dari orang tua kepada anak-anaknya
dalam pemanfaatan teknologi, khususnya tekno- logi informasi dan
komunikasi seperti televisi, handphone, komputer dan inter- net.
5. Orang tua meluangkan waktu untuk berkumpul, bermain, dan
bercengkrama
dengan anggota keluarga. Dengan demikian akan terjalin interaksi yang
baik sehingga harmonisasi hubungan dalam keluarga dapat terjaga.
6. Menumbuhkan kesadaran kepada anak tentang dampak negatif dari
teknlogi bagi kehidupan mereka di masa depan. Upaya ini dapat dilakukan
dengan memberikan kebebasan kepada anak dalam memanfaatkan
teknologi namun harus bisa dipertanggungjawabkan.
Secara sosiologis, teknologi merupakan salah satu aspek yang turut
mempengaruhi setiap aktivitas, tindakan, serta perilaku manusia. Upaya-
upaya yang dapat kita lakukan sebagai solusi untuk menanggulangi dampak
negatif dari kemajuan teknologi teradap pembentukan moral remaja adalah
dengan menanamkan kesadaran pada tiap individu tentang pentingnya
13
memahami dampak negative dari kemajuan teknologi. Untuk itulah
dibutuhkan peran akif dari keluarga, sekolah, masyarakat, dan Negara dalam
mencegah, mengurangi, dan menaggulangi dampak negative dari kemajuan
teknologi (Muhamad Ngafifi, 2014).
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Menjadi remaja berarti mengerti nilai-nilai, yang berarti tidak hanya
memperoleh pengertian saja tetapi juga dapat menjalankannya atau
mengamalkannya. Teori perkembangan moral dikaji oleh 3 tokoh yaitu
piaget, Hoffman dan Kohlberg. Piaget memaparkan 2 teori yaitu heteronom
dan otonom. Hoffman mengembangkan teori piaget dan diberi nama teori .
sedangkan Kohlber memiliki 3 tinhkatan dan 6 tahap dalam memahami
perubahan moral yaitu tingkat penalaran Prakonvensioanl,Konvensioanl dan
pasca konvensional.
Konterks terbentuinya moral dapat terjadi karena faktor pengasuhan
dan sekolah. Moral pada laki-laki dan perempuan berbeda. Prinsip moral
reasoning perempuan adalah ethic of care, sedangkan laki-laki adalah
ethic of justice
3.2 Saran
Dalam masa perkembangan anak, sebaiknya orang tua melakukan
tugasnya dan fungsinya sebaik mungkin untuk mendidik dan mengarahkan
anak agar tumbuh nilai-nilai moral yang menjadi panduan anak dalam
melangkah dan menentukan sikap dalam masyarakat umum.
15
DAFTAR PUSTAKA
Referensi Buku:
Dariyo,Agoes.2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor : Ghalia Indonesia.
Hurlock,Elizabeth B.2003.Psikologi Perkembangan Edisi kelima.jakarta:Erlangga
Santrock,John W. 2007. Remaja Edisi 11 Jilid 1. Jakarta :Erlangga.
Referensi Jurnal :
Marcelino Sumolong “Peranan Internet Terhadap Genersi Muda di Desa
Tounelet Kecamatan Longowan Barat,” Journal Volume II. No. 4. Tahun
2013.
Muhamad Ngafif. “Kemajuan Teknologi dan Pola Hidup Manusia Dalam
Perspektif Sosial Budaya,” Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi
dan Aplikasi Volume 2, Nomor 1, 2014.
Rahman,Agus Abdul. 2010. Teori Perkembangan Moral dan Model Pendidikan
Moral.Bandung: Jurnal Ilmiah Psikologi. Vol.III, No.1 : 37-44.
Sofa Muthohar. “Antisipasi Degradasi Moral di Era Globalisasi,” Jurnal
Pendidikan Islam Vol. 7, Nomor 2, Oktober 2013.
16