Anda di halaman 1dari 16

PERKEMBANGAN MORAL

DAN PENGHAYATAN KEAGAMAAN


MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Psikologi Hukum

Dosen Pengampu : Burhanudin S.Sy., M.H

Oleh

Firda Nisa Syafitri (1173010057)


Tasya Qistiyah (1173010139)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA


FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat,
taufik, hidayah dan inayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan
makalah yang berjudul “Perkembangan Moral dan Penghayatan Keagamaan”
dengan hadirnya makalah ini dapat memberikan informasi bagi para pembaca tentang
Perkembangan Moral dan Penghayatan Keagamaan.
Maksud penulis membuat makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Psikologi Hukum yang diamanatkan oleh Bapak Burhanudin S.Sy., M.H. Makalah ini
kami buat berdasarkan sumber referensi yang saya dapatkan dan untuk
mempermudahnya saya juga menyertai berhubungan dengan kemajuan kedepan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak sekali
kekurangannya baik dalam cara penulisan maupun dalam isi.
Oleh karena itu, saya mengundang pembaca untuk memberikan kritik dan saran
yang bersifat membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan ini. Mudah –mudahan
makalah ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis yang membuat dan umumnya
bagi yang membaca makalah ini. Aamiin

Bandung, 29 April 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang ....................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................................. 2

C. Tujuan .......................................................................................... …….. 2

BAB II TINJAUAN TEORI ................................................................................. 3

A. Pengertian Moral .................. ……………………...................... …...… 3

B. Pengertian Penghayatan Keagamaan ...................................................… 4

BAB III PEMBAHASAN .......................................................................... ……... 5

A. Perkembangan Moral Remaja ..................……........................... …….. 5

B. Tahapan Perkembangan Moral Remaja ........................………………. 6

C. Faktor Pembentuk Moral Remaja .......................................................... 9

D. Internalisasi Norma-Norma Keagamaan Pada Remaja ......................... 10

BAB IV PENUTUP .....................................................................................…..… 12

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ ...…… 13


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fase remaja merupakan segmen perkembangan individu yang sangat penting,
yang diawali dengan matangnya organ-organ fisik (seksual) sehingga mampu
berproduksi. Salzman mengemukakan, bahwa remaja merupakan masa
perkembangan sikap tergantung (dependence) terhadap orang tua ke arah
kemandirian (independence), minat-minat seksual, perenungan diri, dan perhatian
terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral.
Dijelaskan oleh Adams dan Gullotta (1983), agama memberikan kerangka
moral, sehingga membuat seseorang mampu membandingkan tingkah lakunya,
agama dapat menstabilkan tingkah laku dan bisa memberikan penjelasan mengapa
dan untuk apa seseorang berada di dunia ini, agama memberikan perlindungan rasa
aman, terutama bagi remaja yang tengah mencari eksistensi dirinya.
Fitrah beragama ini merupakan disposisi (kemampuan dasar) yang
mengandung kemungkinan atau berpeluang untuk berkembang. Namun, mengenai
arah dan kualitas perkembangan beragama remaja sangat bergantung kepada proses
pendidikan yang diterimanya. Jiwa beragama atau kesadaran beragama merujuk
kepada aspek rohaniah individu yang berkaitan dengan keimanan kepada Allah yang
direfleksikan kedalam peribadatan kepada-Nya.
Kebutuhan remaja akan Allah kadang-kadang tidak terasa ketika remaja
dalam keadaan tenang, aman, dan tentram. Sebaliknya Allah sangat dibutuhkan
apabila remaja dalam keadaan gelisah, ketika ada ancaman, takut akan kegelapan,
ketika merasa berdosa. Dalam pembagian tahap perkembangan manusia, maka masa
remaja menduduki masa Progresif. Dalam pembagian yang agak terurai masa remaja
mencakup masa juvenitilas (adolescantium), pubertas, dan nubilitas.
Sejalan dengan perkembangan jasmani dan rohaninya, maka agama pada para
remaja turut dipengaruhi perkembangan itu. Maksudnya penghayatan para remaja
terhadap ajaran agama dan tindak keagamaan yang tampak pada remaja banyak
berkaitan dengan faktor perkembangan tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan moral remaja ?
2. Bagaimana tahapan perkembangan moral remaja ?
3. Bagaimana faktor pembentuk moral remaja ?
4. Bagaimana internalisasi norma-norma keagamaan pada remaja ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui perkembangan moral remaja
2. Untuk mengetahui tahapan perkembangan moral remaja
3. Untuk mengetahui faktor pembentuk moral remaja
4. Untuk mengetahui internalisasi norma-norma keagamaan pada remaja
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Moral
Moral pada dasarnya memiliki banyak arti sesuai dengan sudut pandang yang
berbeda-beda. Dalam kamus psikologi disebutkan bahwa moral mengacu pada
akhlak yang sesuai dengan peraturan sosial, atau menyangkut hukum atau adat
kebiasaan yang mengatur tingkah laku. Sementara dalam psikologi perkembangan,
disebutkan bahwa perilaku moral adalah perilaku yang sesuai dengan kode moral
kelompok sosial. Moral sendiri berarti tata cara, kebiasaan dan adat. Perilaku moral
dikendalikan oleh konsep-konsep moral atau peraturan perilaku yang telah menjadi
kebiasaan bagi anggota suatu budaya. Moral adalah sesuatu yang berkaitan atau
ada hubungannya dengan kemampuan menentukan benar salah dan baik buruknya
tingkah laku. Dari tiga definisi diatas, dapatlah disimpulkan bahwa moral adalah
suatu keyakinan tentang benar salah, baik buruk, yang sesuai dengan kesepakatan
sosial, yang mendasari tindakan atau pemikiran.
Istilah moral berasal dari kata Latin “mos” (Moris), yang berarti adat istiadat,
kebiasaan, peraturan/nilai-nilai atau tata cara kehidupan. Sedangkan moralitas
merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau
prinsip-prinsip moral. Nilai-nilai moral itu, sepert seruan untuk berbuat baik kepada
orang lain, memelihara ketertiban dan keamanan, memelihara kebersihan dan
memelihara hak orang lain, dan larangan mencuri, berzina, membunuh, meminum-
minumanan keras dan berjudi. Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah
laku orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh
masyarakat. Tugas remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh masyarakat
dan kemudian membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapan sosial tanpa terus
dibimbing, diawasi, didorong, dan diancam hukuman seperti yang dialami anak. 1

1
http://rellig.blogspot.com/2013/06/perkembangan-moral-pada-remaja.html diakses pada Rabu, 29
April 2020 Pukul 11.59 WIB
Menurut ahli psikoanalisis, nilai dan moral menyatu dalam kongsep superego.
Superego di bentuk melalui jalan internalisasi larangan-larangan atau perintah-
perintah yang datang dari luar (khususnya dari orang tua). Oleh kerena itu, anak yang
tidak memiliki hubungan harmonis dengan orang tuanya di masa kecil kemungkinan
besar tidak akan mampu mengembangkan superego yang cukup kuat, sehingga
mereka bisa menjadi orang yang sering melanggar norma sosial.
B. Pengertian Penghayatan Keagamaan
Dalam kamus besar bahasa Indonesia penghayatan adalah penguasaan secara
mendalam yang berlangsung melalui pembinaan, bimbingan, penyuluhan, penataran,
dan sebagainy. Penghayatan agama merupakan suatu proses penanaman sikap ke
dalam diri pribadi seseorang melalui pembinaan, bimbingan dan sebagainya agar ego
menguasai secara mendalam suatu nilai sehingga dapat tercermin dalam sikap dan
tingkah laku sesuai dengan standart yang diharapkan.2
Dalam pengertian psikologis, penghayatan mempunyai arti penyatuan sikap
atau penggabungan, standart tingkah laku, pendapat, dalam kepribadian. Freud
menyakini bahwa super ego atau aspek moral kepribadian berasal dari internalisasi
sikap-sikap orang tua. Dalam pengertian lain yang merujuk pada agama islam
menurut Djamaludin Ancok Penghayatan agama adalah bagian dari keberagamaan
yang berkaitan dengan perasaan keagamaan seseorang. 3
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka penghayatan agama adalah
penanaman nilai-nilai islam melalui berbagai pendekatan ke dalam diri pribadi
peserta didik sehingga unsur perasaan dalam kesadaran agama mampu teresapi dan
membentuk kepribadian yang mencerminkan nilai-nilai islam yang berupa sikap dan
tingkah laku.

2
http://repository.unim.ac.id/77/2/BAB%20II.pdf diakses pada Rabu, 29 April 2020 Pukul 11.07 WIB
3
Ancok D dan Suroso F N. 1994. Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. hlm. 45
BAB III
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Moral Remaja
Perkembangan moral (moral development) berhubungan dengan peraturan-
peraturan dan nilai-nilai mengenai apa yang harus dilakukan seseorang dalam
interaksinya dengan orang lain. Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral
(imoral). Tetapi dalam dirinya terdapat potensi yang siap untuk dikembangkan.
Melalui pengalamannya berinteraksi dengan orang lain (dengan orang tua, saudara
dan teman sebaya), anak belajar memahami tentang perilaku mana yang baik, yang
boleh dikerjakan dan tingkah laku mana yang buruk, yang tidak boleh dikerjakan.
Perkembanagn Moral menurut Lawrence Kohlberg pernah mengatakan
bahwa perkembangan moral seorang anak erat hubungannya dengan cara berpikir
seorang anak. Artinya, bagaimana seorang anak memiliki kemampuan untuk
melihat, mengamati, memperkirakan, berpikir, menduga, mempertimbangkan dan
menilai, akan memengaruhi perkembangan moral dalam diri anak. Semakin baik
kemampuanberpikir seorang anak, maka semakin besar kemungkinan anak
memiliki perkembangan moral yang baik. Anak dengan perkembangan moral yang
baik dan kmudian berperilaku sesuai standar dengan konsisten.
Namun demikian, Kohlberg menambahkan bahwa pengertian hubungan yang
erat antara kemampuan berpikir dan perkembangan moral seorang anak tidak
menjamin bahwa anak yang cerdas akan memiliki perkembangan moral yang baik.
Lebih jauh, dikatakan Kohlberg, bahwa belum tentu anak atau seseorang yang
cerdas akan menunjukkan perilaku moral yang baik, walau ia mengerti akan
konsep moral yang seharusnya.4
Remaja diharapkan mengganti konsep-konsep moral yang berlaku umum dan
merumuskannya ke dalam kode moral yang akan berfungsi sebagai pedoman bagi
perilakunya. Tidak kalah pentingnya, sekarang remaja harus mengendalikan

4
https://www.academia.edu/25322249/LAPORAN_MINIRISET_PERKEMBANGAN_MORAL_REMAJA_
diakses pada Rabu, 29 April 2020 Pukul 11.19
perilakunya sendiri, yang sebelumnya menjadi tanggung jawab orang tua dan guru.
Pada masa remaja, laki-laki dan perempuan telah mencapai apa yang oleh Piaget
disebut tahap pelaksanaan formal dalam kemampuan kognitif. Sekarang remaja
mampu mempertimbangkan semua kemungkinan untuk menyelesaikan suatu
masalah dan mempertanggungjawabkannya berdasarkan suatu hipotesis atau
proporsi. Jadi ia dapat memandang masalahnya dari berbagai sisi dan
menyelesaikannya dengan mengambil banyak faktor pertimbangan. 5
Perkembangan anak-anak dalam semua bagiannya dipengaruhi oleh abilitas
mereka untuk membangun dan memelihara sebuah hubungan primer yang positif
secara konsisten dengan orang-orang dewasa dan anak-anak yang lain. Hubungan-
hubungan primer ini berawal dalam keluarga tetapi kemudian meluas seiring
berjalannya waktu termasuk guru-guru anak-anak dan anggota-anggota komunitas;
oleh karena itu, praktek-praktek yang sesuai dengan tahapan perkembangan
seharusnya memperhatikan dengan baik kebutuhan-kebutuhan fisik, sosial, dan
emosi sebagaimana halnya perkembangan intelektual
B. Tahapan Perkembangan Moral Remaja
Berdasarkan penelitian empiris yang dilakukan Kohlberg pada tahun 1958,
sekaligus menjadi disertasi doktornya dengan judul The Developmental of Model
of Moral Think and Choice in the Years 10 to 16, seperti tertuang dalam buku
Tahap-tahap Perkembangan Moral (1995), tahap-tahap perkembangan moral dapat
dibagi sebagai berikut:
1. Tingkat Pra Konvensional
Pada tingkat ini anak tanggap terhadap aturan-aturan budaya dan
terhadap ungkapan-ungkapan budaya mengenai baik dan buruk, benar dan
salah. Akan tetapi hal ini semata ditafsirkan dari segi sebab akibat fisik atau
kenikmatan perbuatan (hukuman, keuntungan, pertukaran dan kebaikan).
Tingkatan ini dapat dibagi menjadi dua tahap:

5
http://rellig.blogspot.com/2013/06/perkembangan-moral-pada-remaja.html diakses pada Rabu, 29
April 2020 Pukul 11.59 WIB
Tahap 1: Orientasi hukuman dan kepatuhan
Akibat-akibat fisik suatu perbuatan menentukan baik buruknya, tanpa
menghiraukan arti dan nilai manusiawi dari akibat tersebut. Anak hanya
semata-mata menghindarkan hukuman dan tunduk kepada kekuasaan tanpa
mempersoalkannya. Jika ia berbuat “baik’, hal itu karena anak menilai
tindakannya sebagai hal yang bernilai dalam dirinya sendiri dan bukan karena
rasa hormat terhadap tatanan moral yang melandasi dan yang didukung oleh
hukuman dan otoritas
Tahap 2: Orientasi Relativis-instrumental
Perbuatan yang benar adalah perbuatan yang merupakan cara atau alat untuk
memuaskan kebutuhannya sendiri dan kadang-kadang juga kebutuhan orang
lain. Hubungan antar manusia dipandang seperti hubungan di pasar (jual-beli).
Terdapat elemen kewajaran tindakan yang bersifat resiprositas (timbal-balik)
dan pembagian sama rata, tetapi ditafsirkan secara fisik dan pragmatis.
Resiprositas ini merupakan tercermin dalam bentuk: “jika engkau menggaruk
punggungku, nanti juga aku akan menggaruk punggungmu”. Jadi perbuatan
baik tidaklah didasarkan karena loyalitas, terima kasih atau pun keadilan
2. Tingkat Konvensional
Pada tingkat ini anak hanya menuruti harapan keluarga, kelompok atau
bangsa. Anak memandang bahwa hal tersebut bernilai bagi dirinya sendiri,
tanpa mengindahkan akibat yang segera dan nyata. Sikapnya bukan hanya
konformitas terhadap harapan pribadi dan tata tertib sosial, melainkan juga
loyal (setia) terhadapnya dan secara aktif mempertahankan, mendukung dan
membenarkan seluruh tata-tertib atau norma-norma tersebut serta
mengidentifikasikan diri dengan orang tua atau kelompok yang terlibat di
dalamnya. Tingkatan ini memiliki dua tahap :
Tahap 3: Orientasi kesepakatan antara pribadi atau orientasi “anak manis”
Perilaku yang baik adalah yang menyenangkan dan membantu orang lain serta
yang disetujui oleh mereka. Pada tahap ini terdapat banyak konformitas
terhadap gambaran stereotip mengenai apa itu perilaku mayoritas atau
“alamiah”. Perilaku sering dinilai menurut niatnya, ungkapan “dia bermaksud
baik” untuk pertama kalinya menjadi penting. Orang mendapatkan
persetujuan dengan menjadi “baik”.
Tahap 4 : Orientasi hukuman dan ketertiban
Terdapat orientasi terhadap otoritas, aturan yang tetap dan penjagaan tata
tertib/norma-norma sosial. Perilaku yang baik adalah semata-mata melakukan
kewajiban sendiri, menghormati otoritas dan menjaga tata tertib sosial yang
ada, sebagai yang bernilai dalam dirinya sendiri
3. Tingkat Pasca-Konvensional (Otonom/Berlandaskan Prinsip)
Pada tingkat ini terdapat usaha yang jelas untuk merumuskan nilai-
nilai dan prinsip moral yang memiliki keabsahan dan dapat diterapkan,
terlepas dari otoritas kelompok atau orang yang berpegang pada prinsip-
prinsip itu dan terlepas pula dari identifikasi individu sendiri dengan
kelompok tersebut. Ada dua tahap pada tingkat ini:
Tahap 5: Orientasi kontrak sosial Legalitas
Pada umumnya tahap ini amat bernada semangat utilitarian. Perbuatan yang
baik cenderung dirumuskan dalam kerangka hak dan ukuran individual umum
yang telah diuji secara kritis dan telah disepakati oleh seluruh masyarakat.
Terdapat kesadaran yang jelas mengenai relativitas nilai dan pendapat pribadi
sesuai dengannya. Terlepas dari apa yang telah disepakati secara
konstitusional dan demokratis, hak adalah soal “nilai” dan “pendapat” pribadi.
Hasilnya adalah penekanan pada sudut pandangan legal, tetapi dengan
penekanan pada kemungkinan untuk mengubah hukum berdasarkan
pertimbangan rasional mengenai manfaat sosial (jadi bukan membekukan
hukum itu sesuai dengan tata tertib gaya seperti yang terjadi pada tahap 4). Di
luar bidang hukum yang disepakati, maka berlaku persetujuan bebas atau pun
kontrak. Inilah “ moralitas resmi” dari pemerintah dan perundang-undangan
yang berlaku di setiap negara.
Tahap 6 : Orientasi Prinsip Etika Universal
Hak ditentukan oleh keputusan suara batin, sesuai dengan prinsip-prinsip etis
yang dipilih sendiri dan yang mengacu pada komprehensivitas logis,
universalitas, konsistensi logis. Prinsip-prinsip ini bersifat abstrak dan etis
(kaidah emas imperatif kategoris) dan mereka tidak merupakan peraturan
moral konkret seperti kesepuluh Perintah Allah. Pada hakikat inilah prinsip-
prinsip universal keadilan, resiprositas dan persamaan hak asasi manusia serta
rasa hormat terhadap manusia sebagai pribadi individual. 6
C. Faktor Pembentuk Moral Remaja
Secara fenomenalogis, seorang remaja tidak tiba-tiba menjadi nakal atau tidak
bermoral, tetapi dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik yang datang dari
dalam diri remaja itu sendiri (faktor intenal), maupun dari luar dirinya (faktor
eksternal).
1. Faktor Internal
Faktor internal berlangsung lewat proses internalisasi diri yang keliru oleh
remaja dalam menanggapi lingkungan di sekitarnya dan semua pengaruh dari
luar. Tingkah laku mereka itu merupakan reaksi yang salah atau irrasional
dari proses belajar, dalam bentuk ketidakmampuan mereka melakukan
adabtasi tehadap lingkungan sekitar.
2. Faktor eksternal
Faktor eksternal remaja juga dapat mempengaruhi moral remaja, faktor
eksternal yang dimaksud adalah faktor lingkungan (keluarga, sekolah,
masyarakat), termasuk kesempatan yang di luar kontrol. Pengaruh ketiga
lingkungan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Faktor Lingkungan Keluarga
Keluarga yang bebas tanpa aturan-aturan dan norma-norma agama dalam
keluarganya mengakibatkan timbulnya perbuatan-perbuataan yang

6
http://rellig.blogspot.com/2013/06/perkembangan-moral-pada-remaja.html diakses pada Rabu, 29
April 2020 Pukul 11.57
menyimpang dari norma-norma agama, moral dan adat istiadat. Apabila
keluarga yang tergolong broken home yang menimbulkan konflik yang
serius, menjadi retak dan akhirnya mengalami perceraian, maka mulailah
serentetan kesulitan bagi semua anggota keluarga, terutama
remajaremaja.
b. Faktor Lingkungan Sekolah
Sekolah sebagai salah satu lembaga pembinaan cukup berperan dalam
membina remaja remaja untuk menjadi orang dewasa yang bertanggung
jawab dan berkrepribadian yang baik. Namun dalam rangka membina
remaja ke arah kedewasaan kadang-kadang menyebabkan timbulkan
kenakalan remaja. Hal ini juga berdampak buruk pada pertumbuhan dan
perkembangan remaja didik.
c. Faktor Lingkungan Masyarakat
Keadaan masyarakat dan kondisi lingkungan dalam berbagai corak dan
bentuknya akan berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung
terhadap remaja dimana mereka hidup berkelompok. Perubahan-perubahan
masyarakat yang berlangsung secara cepat dan ditandai dengan peristiwa-
peristiwa yang menegangkan, seperti persaingan ekonomi, pengangguran,
keanekaragaman mass-media, fasilitas rekreasi yang bervariasi pada garis
besarnya memiliki korelasi relevansi dengan adanya kejahatan pada
umumnya, termasuk kenakalan remaja.7
D. Internalisasi Norma-Norma Keagamaan Pada Remaja
Penghayatan keagamaan dianggap sebagai suatu aspek kejiwaan dengan
berbagai kemampuan dan kegiatannya, seperti perkembangan pikiran, perkembangan
pengenalan, perkembangan tugas kehidupan, dan perkembangan kepercayaan.
Perkembangan penghayatan keagamaan sukar dijelaskan secara tegas, hal ini
dikarenakan kurangnya sumber yang menjelaskan perkembangan penghayatan

7
http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/aqidah-ta/article/download/3408/3210 diakses pada
Rabu, 29 April 2020 Pukul 12.11 WIB
keagamaan, perbedaan ajaran atau konsep keagamaan, minimnya penelitian mengenai
bidang ini. Adapun tahap perkembangan keagamaan, beserta cirinya sebagai berikut :
1. Perkembangan Keagamaan Masa Kanak-Kanak Awal
 Sikap reseptif meskipun banyak bertanya
 Pandangan ke-Tuhan-an yang dipersonifikasi
 Penghayatan secara rohaniah yang belum mendalam
 Hal ke-Tuhan-an dipahamkan secara ideosyncritic (khayalan pribadinya)
2. Perkembangan Keagamaan Masa Kanak-Kanak Akhir
 Sikap reseptif yang disertai pengertian
 Pandangan ke-Tuhan-an yang diterangkan secara rasional
 Penghayatan secara rohaniah semakin mendalam, melaksanakan kegiatan
ritual diterima sebagai keharusan moral.
3. Perkembangan Keagamaan Masa Remaja Awal
 Sikap negatif disebabkan alam pikirannya yang kritis melihat realita orang –
orang beragama yang hypocrit (pura-pura)
 Pandangan ke-Tuhan-an menjadi kacau, karena beragamnya aliran paham
yang saling bertentangan
 Penghayatan rohaniahnya cenderung skeptik, sehingga banyak yang enggan
melaksanakan ritual yang selama ini dilakukan dengan penuh kepatuhan
4. Perkembangan Keagamaan Masa Remaja Akhir
 Sikap kembali ke arah positif, bersamaan dengan kedewasaan intelektual
bahkan akan agama menjadi pegangan hidupnya
 Pandangan ke-Tuhan-an dipahamkan dalam konteks agama yang dianutnya.
 Penghayatan rohaniahnya kembali tenang setelah melalui proses identifikasi
dan merindu puja, ia dapat membedakan antara agama sebagai doktrin atau
ajaran manusia8

8
http://dwiantocikakak.blogspot.com/2015/07/fase-fase-perkembangan-penghayatan.html diakses
pada Rabu, 29 April 2020 Pukul 12.12
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kualitas keagamaan remaja akan sangat dipengaruhi oleh proses pembentukan
atau pendidikan yang diterimanya. Berkaitan dengan hal tersebut, pendidikan agama
disekolah dasar mempunyai peranan penting. Oleh karena itu pendidikan agama di
sekolah dasar harus menjadi perhatian semua pihak. Pendidikan agama di sekolah
dasar merupakan dasar bagi pembinaan sikap positif terhadap agama dan membentuk
pribadi dan akhlak anak.
Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku orang tersebut
sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya.
Sehingga tugas penting yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang
diharapkan oleh kelompok daripadanya dan kemudian mau membentuk perilakunya
agar sesuai dengan harapan sosial tanpa terus dibimbing, diawasi, didorong, dan
diancam hukuman seperti yang dialami waktu anak-anak.
Masa remaja mencakup masa juvenitilas (adolescantium), pubertas,
dan nubilitas. Masa remaja adalah masa pemberontakan. Pada masa itulah hati
nurani mulai mengambil peran dalam menentukan perilaku remaja, dan rasa tanggung
jawab atas segala akibat dari perilakunya.
Dalam keseluruhan perkembangan agama, perkembangan pada usia anak-
anak mempunyai peran yang sangat penting karena dalam perkembangan tersebut
keseluruhan dasar-dasar religiositas mulai terbentuk. Akan tetapi perhatian dan
kesangguan pihak orang dewasa dalam memahami dan memecahkan permasalahan
yang timbul berkaitan dengan perkembangan agama usia anak dirasa kurang
dibandingkan dengan perhatian dan kesanggupannya terhadap perkembangan agama
usia remaja dan dewasa.
DAFTAR PUSTAKA

Ancok D dan Suroso F N. 1994. Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

http://dwiantocikakak.blogspot.com/2015/07/fase-fase-perkembangan-
penghayatan.html diakses pada Rabu, 29 April 2020 Pukul 12.12

http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/aqidah-ta/article/download/3408/3210
diakses pada Rabu, 29 April 2020 Pukul 12.11 WIB

http://rellig.blogspot.com/2013/06/perkembangan-moral-pada-remaja.html diakses
pada Rabu, 29 April 2020 Pukul 11.59 WIB

http://repository.unim.ac.id/77/2/BAB%20II.pdf diakses pada Rabu, 29 April 2020


Pukul 11.07 WIB

https://www.academia.edu/25322249/LAPORAN_MINIRISET_PERKEMBANGAN
_MORAL_REMAJA_ diakses pada Rabu, 29 April 2020 Pukul 11.19

Anda mungkin juga menyukai