Anda di halaman 1dari 21

BAHASA INDONESIA

MAKALAH

“INTELIGENSI”

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia

Dosen Pengampu Maria Nona Nancy, S.Psi., M.Si

OLEH:

YENITA LUSIA WELIN

051180006

FAKULTAS ILMU SOSIAL

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

UNIVERSITAS NUSA NIPA

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga makalah
“inteligensi” ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa saya juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik materi maupun pikirannya.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya, saya yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu saya sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca
tentang “inteligensi”. Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Maumere, November 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... i


DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1 LATAR BELAKANG ................................................................................. 1
1.2 RUMUSAN MASALAH............................................................................. 2
1.3 MANFAAT.................................................................................................. 3
1.4 TUJUAN ...................................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................... 4


2.1 DEFINISI INTELIGENSI ........................................................................... 4
2.2 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
TINGKAT INTELIGENSI .......................................................................... 4
2.3 TEORI-TEORI INTELIGENSI ................................................................... 4
2.4 TES INTELIGENSI..................................................................................... 8
2.5 CIRI-CIRI PERILAKU INTELIGEN ......................................................... 14
2.6 HUBUNGAN INTELIGEN DAN KREATIVITAS ................................... 15
BAB III PENUTUP ................................................................................................... 16
3.1 KESIMPULAN............................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Inteligensi adalah sebuah konsep yang bisa dilihat sebagai penyatu semua teori
dan riset psikologi kognitif. Hampir semua orang tahu kira-kira apa yang dimaksud
dengan inteligensi atau kecerdasan itu; misalnya “kecerdasan”, “kemengertian” ,
“kemampuan untuk berpikir” dan lain-lain. Hal ini membuktikan bahwa inteligensi
sangat penting bagi kehidupan kita teutama untuk memecahkan masalah-masalah
manusia yang berhubungan dengan inteligensi.
Kita sering menemukan ada orang yang cepat, cekatan dan terampil dalam waktu
yang relatif singkat dapat menyelesaikan tugas, pekerjaan yang dihadapinya. Begitu pula
sebaliknya banyak orang dalam menyelesaikan tugas, masalah yang dihadapinya
membutuhkan waktu yang relatif lama. Bahkan ada pula yang lamban dan tak dapat
menyelesaikan pekerjaannya. Salah satu faktor yang menentukan hal tersebut adalah taraf
intelegensi orang tersebut.
Untuk lebih mengetahui tentang apa itu inteligensi, akan dijelaskan lebih lanjut
dalam makalah ini.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang di atas, adapun rumusan masalahnya sebagai berikut.
1. Apa definisi dari inteligensi?
2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi inteligensi?
3. Apa saja teori-teori inteligensi?
4. Apa yang dimaksud dengan tes inteligensi?
5. Apa saja ciri-ciri perilaku inteligens?
6. Bagaimana hubungan inteligensi dan kreativitas?
7.
1.3 MANFAAT
1. Untuk mengetahui pengertian dari inteligensi
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat inteligensi
3. Untuk mengetahui teori-teori inteligensi
4. Untuk mengetahui apa itu tes inteligensi
5. Untuk mengetahui cirri-ciri perilaku inteligens
6. Untuk mengetahui hubungan inteligensi dan kreativitas

1.4 TUJUAN
1. Menambah wawasan atau pengetahuan baru
2. Memenuhi tugas kuliah
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI INTELIGENSI


Apabila kita telusuri asal-usulnya, kata ‘inteligensi” erat sekali hubungannya
dengan kata “intelek’. Hal ini bisa dimaklumi sebab keduanya berasal dari kata Latin
yang sama, yaitu intellegere yang berarti memahami. Intellectus atau intelek adalah
bentuk participium perpectum (pasif) sedangkan intelegens atau inteligensi adalah bentuk
participium praesens (aktif) dari kata yang sama. Bentuk-bentuk kata ini
mengindikasikan bahwa intelek lebih bersifat pasif atau statis (being potensi) sedangkan
inteligensi lebih bersifat aktif (becoming, aktualisasi). Berdasarkan pemahaman ini, bisa
disimpulkan bahwa intelek adalah daya atau potensi untuk memahami, sedangkan
inteligensi adalah aktivitas atau perilaku yang merupakan perwujudan dari daya atau
potensi tersebut.
Mengenai definisi inteligensi ini, ada pendapat yang berbeda dari para ahli, antara
lain :
1. Terman : Inteligensi adalah kemampuan untuk berpikir secara
abstrak
2. Colvin : Inteligensi adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungannya
3. Henmon : Inteligensi adalah intelek plus pengetahuan
4. Hunt : Inteligensi adalah teknik untuk memproses informasi
yang disediakan oleh indra

Inteligensi juga dapat didefinisikan sebagai kapasitas untuk belajar dari


pengalaman dengan menggunakan proses-proses metakognitif dalam upayanya
meningkatkan pembelajaran dan kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan
sekitar.
2.2 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT INTELIGENSI
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi inteligensi yang mengakibatkan
terjadinya perbedaan tingkat inteligensi seseorang dengan yang lain.
Menurut Bayley faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan intelektual
individu, yaitu:
a. Keturunan
Studi korelasi nilai-nilai tes intelegensi diantara anak dan orang tua atau dengan
kakek-neneknya menunjukkan adanya pengaruh faktor keturunan terhadap tingkat
kemampuan mental seseorang sampai pada tingkat tertentu.
b. Latar belakang sosial ekonomi
Pendapatan keluarga, pekerjaan orang tua dan faktor-faktor social ekonomi
lainnya, berkorelasi positif dan cukup tinggi dengan taraf kecerdasan individu mulai 3
tahun sampai dengan remaja.
c. Lingkungan hidup
Lingkungan yang kurang baik akan menghasilkan kemampuan intelektual yang
kurang baik pula. Lingkungan yang dinilai paling buruk bagi perkembangan
intelegensi adalah panti-panti asuhan serta institusi lainnya, terutama bila anak
ditempatkan disana sejak awal kehidupannya.
d. Kondisi fisik
Keadaan gizi yang kurang baik, kesehatan yang buruk, perkembangan fisik yang
lambat, menyebabkan tingkat kemampuan mental yang rendah.
e. Iklim emosi
Iklim emosi dimana individu dibesarkan mempengaruhi perkembangan mental
individu yang bersangkutan.

2.3 TEORI-TEORI INTELIGENSI


1) Spearman: Faktor ‘g’
Charles Spearmen (1863-1945) dikenal karena menemukan analisis-faktor
(Spearmen,1927). Dengan menggunakan studi-studi analisis-faktor, Spearmen
menyimpulkan kalau inteligensi bisa dimengerti berdasarkan dua jenis faktor.
Sebuah faktor umum tunggal mendorong performa di semua tes kemampuan
mental. Seperangkat faktor yang spesifik terlibat di dalam performa hanya di dalam
tipe-tipe tertentu tes kemampuan mental (contoh, pengomputasian aritmatika).
Menurut Spearmen, faktor-faktor spesifik hanya berasal dari minat biasa karena
pengaplikasian terbatas faktor-faktor ini. Bagi Spearman, faktor umum yang
disebutnya ‘g’ (general), menyediakan kunci untuk memahami inteligensi.
Spearman yakin ‘g’ dihasilkan dari ‘energi mental’.

2) Thurstone: Kemampuan Mental Primer


Berkebalikan dari Louis Thurstone (1887-1955) menyimpulkan kalau inti
inteligensi terletak bukan kepada faktor tunggal melainkan di dalam tujuh faktor
(Thurstone,1938). Dia menyebutnya kemampuan mental primer. Menurut
Thurstone, kemampuan mental primer meliputi :
1. Pemahaman verbal : diukur dengan tes-tes kosakata
2. Penguasaan verbal : diukur dengan tes-tes dengan pembatasan waktu yang
mensyaratkan partisipan memikirkan sebanyak mungkin kata-kata yang
diawali dengan huruf tertentu.
3. Penalaran induktif : diukur dengan tes-tes seperti analogi dan tugas-tugas
melengkapi urutan angka.
4. Visualisasi spasial : diukur dengan tes-tes yang mensyarakat perotasian
mental gambar-gambar objek.
5. Operasi angka dan digit : diukur dengan pengomputasian dan tes-tes
pemecahan masalah matematis yang sederhana
6. Memori : diukur dengan gambar dan tes yang mengingat kata
7. Kecepatan mempersepsi : diukur dengan tes-tes yang mensyarakatkan
partisipan mengenali perbedaan-perbedaan kecil di dalam gambar atau
memberikan tanda silang pada opsi-opsi.

3) Guilford: Struktur Intelektual (SOI)


Disisi oposisi ekstrem dari model faktor-g tunggal Spearman adalah model
struktur intelek (SOI,structure of intellect)(Guilford, 1967, 1982, 1988) yang
mencakup sampai 150 faktor inteligensi dalam satu versi teori. Menurut Guilford,
inteligensi bisa dipahami dalam ilustasi sebuah kubus yang merepresentasikan
perpotongan tiga dimensi. Dimensi-dimensi ini adalah operasi, isi dan produk.
Menurut Guilford, operasi-operasi esensinya berupa proses-proses mental
seperti mengingat dan mengevaluasi. Evaluasi melibatkan pembuatan penilaian,
seperti penentuan apakah pernyataan khusus berangkat dari faktan atau opini.
Isi-isi adalah jenis-jenis term-term yang muncul di sebuah maslah. Contohnya
adalah semantik (kata-kata) dan visual (gambar).
Sedangkan produk-produk adalah jenis-jenis respons yang dibutuhkan.
Mereka mencakup unit-unit (kata-kata tunggal, angka dan digit atau gambar),
kelas0kelas (hierarki) dan implikasi-implikasi.

4) Cattell, Vernon dan Carroll : Model-model Hierarkis


Model ini mengatakan bahwa inteligensi umumnya mengandung dua sub-
faktor utama, yaitu kemampuan-cair (fluid abillities) dan kemampuan-terkristal
(crystallized abilities). Kemampuan-cair adalah kecepatan dan akurasi penalaran
abstrak, khususnya ketika manusia dihadapkan kepada masalah baru. Kemampuan
terkristal adalah pengetahuan dan kosakata yang terakumulasi untuk sejumlah
waktu, tersimpan di dalam memori jangka-panjang dan dipanggil ke luar jika
dibituhkan (Cattell,1971).
Yang mencakup di dalam dua subfaktor utama ini adlah faktor-faktor a\lain
yanglebih spesifik, umumnya terbagi menjadi kemampuan mekanis-praktis dan
pemdidikan-verbal (Vernon, 1971).
Model yang lebih baru adalah sebuah hierarki yang mengandung tiga strata
(Carroll, 1993). Stratum I mencakup banyak kemampuan spesifik yang sempit
(contoh, kemampuan mengeja, kecepatan penalaran). Stratum II mencakup berbagai
kemampuan yang luas (contoh, inteligensi-cair, inteligensi-terkristal). Dan stratum
III hanya mencakup sebuuah inteligensi umum tunggal sama seperti faktor ‘g’ nya
Spearman.
Mengenai stratum-stratum ini, yang paling menarik adalah stratum II yang
tidak terlalu sempit tetapi juga tidak terlalu lebar. Sebagai tambahan bagi
inteligensi-cair dan inteligensi-terkristal, Carroll memasukkan ke ddalam stratum
tengah sejumlah kemampuan lain, yaitu proses-proses belajar dan mengingat,
persepsi visual, persepsi auditoris, prosuksi ide-ide yang fasih (mirip kemahiran
verbal) dan kecepatan (mencakup kecepatan merespons hal-hal besar yang akurat).

5) Gardner: Teori Multi-inteligensi


Howard Gardner (1983, 1993b, 1999) mengusulkan sebuah teori yang
dinamainya teori multi-inteligensi yang menyatakan bahwa inteligensi
mengandung berbagai konstruk yang independen satu sama lain, jdi bukan hanya
dibentuk dari satu konstruk saja. Namun begitu, meskipun meyakini multi-
kemampuan bersama-sama membentuk inteligensi (Thurstone, 1938), namun teori
ini menyebutkan hanya 8 bidang inteligensi saja yang relative independen satu
sama lain. Masing-masing merupakan system pemfungsian yang terpisah-pisah
meskipun sistem-sistem ini bisa berinteraksi untuk menghasilkan apa yang kita lihat
sebagai performa cerdas.

Tabel 1. Delapan Inteligensi Gardner


TUGAS-TUGAS YANG MENCERMINKAN JENIS
JENIS INTELIGENSINYA
INTELIGENSI
Digunakan untuk membaca buku; menulis makalah, novel
Kecerdasan Linguistik atau puisi; dan memahami kata-kata yang diucapkan
Digunakan untuk memecahkan persoalan matematika dalam
Kecerdasan Logis- menyeimbangkan buku keuangan, dalam menyelesaikan
matematis pembuktian matematis dan dalam penalaran logis.
Digunakan untuk memahami perbedaan satu tempat dari
Kecerdasan Spasial tempat lain, dalam membaca peta, dalam mengepak muatan
ke sebuah mobil agar bisa muat dengan ruang yang tersedia.
Digunakan untuk menyanyikan sebuah lagu, menyusun
Kecerdasan Musik sonata, memainkan alat music, dan mengapresiasikan lagu
dan music.
Digunakan untuk menari, bermain basket, berlari marathon
Kecerdasan Kinestika atau melempar galah.
Tubuh
Digunakan untuk menjalin hubungan dengan orang lain,
Kecerdasan seperti saat kita berusaha memahami perilaku orang lain,
Interpersonal motif atau emosinya.
Digunakan untuk memahami diri sendiri- dasar untuk
memahami siapa diri kita, apa yang membuat kita gemuk,
Kecerdasan dan bagaimana cara mengubah diri kita berdasarkan batasan-
Intrapersonal batasan kemampuan dan minat kita.
Digunakan untuk memahami pola-pola alam.
Kecerdasan Naturalistik

6) Sternberg: Teori Triarkis Inteligensi


Menurut Robert Sternberg, inteligensi mengandung kemampuan-kemampuan
analitis, kreatif dan praktis.
Di dalam berpikir analitis, kita berusaha menyelesaikan masalah-masalah
yang dikenal dengan menggunakan strategi-strategi yang memanipulasi elemen-
elemen suatu masalah atau hubungan-hubungan di antarberbagai elemen (seperti
pembandingan, penganalisisan).
Di dalam berpikir kreatif, kita berusaha menyelesaikan jenis-jenis baru
persoalan yang membutuhkan upaya untuk memikirkan masalah dan elemen-
elemennya dengan suatu cara yang baru (seperti penemuan, perancangan)
Di dalam berpikir praktis, kita berusaha menyelesaikan masalah-masalah
yang mengaplikasikan apa yang kita ketahui dalam konteks sehari-hari
(pengaplikasian, penggunaan).

2.4 TES INTELIGENSI


Tes inteligensi adalah tes yang bertujuan mengukur inteligensi atau yang sering kita
kenal tes IQ (Intellegence quotient). Tes intelegensi adalah tes berupa kemampuan yang
berhubungan dengan proses kognitif berpikir, daya menghubungkan, serta kemampuan
dalam menilai dan mempertimbangkan. Inteligensi memiliki pengertian sebagai
kemampuan individu untuk dapat menyelesaikan permasalahan secara cepat dan tepat.
Tes inteligensi bisa menggambarkan kapasitas umum individu.
Pada dasarnya, tes intelegensi BUKANLAH sebuah tes karena di dalamnya tidak
ada pengertian lulus atau tidak. Salah satu yang ingin dilihat dari seorang individu dalam
proses pemeriksaan psikologi adalah inteligensi yang merupakan suatu bagian dari
keseluruhan kepribadian seorang individu.
Vernon (1973) ada tiga arti mengenai inteligensi, pertama inteligensi adalah
kapasitas bawaan yang diterima oleh anak dari orang tuanya melalui gene yang nantinya
akan menentukan perkembangan mentalnya. Kedua, istilah inteligensi mengacu pada
pandai, cepat dalam bertindak, bagus dalam penalaran dan pemahaman, serta efisien
dalam aktifi tas mental. Arti ketiga dari inteligensi adalah umur mental atau IQ atau skor
dari suatu tes inteligensi. Sampai saat ini sudah banyak tes inteligensi yang disusun oleh
para ahli baik tes intelegensi untuk anak-anak maupun orang dewasa, tes inteligensi yang
disajikan secara individual maupun secara kelompok, tes verbal dan tes performansi, dan
tes inteligensi untuk orang cacat khusus misalnya tuna rungu dan tuna netra (Nur’aeni,
2012).
Beberapa bentuk tes inteligeni antara lain:
a) Tes inteligensi untuk anak-anak (tes Binet, WISC, WPPSI, CPM, CFIT skala 1 &
2, dan TIKI dasar).
b) Tes inteligensi untuk remaja - dewasa (TIKI menengah, TIKI tinggi, WAIS, SPM,
APM, CFIT skala 3).
c) Tes inteligensi untuk tuna rungu (SON)

Hasil tes inteligensi pada umumnya berupa IQ (Intelligence Quotient), namun ada
juga tes inteligensi yang tidak menghasilkan IQ yaitu berupa tingkat/grade (Raven).
Istilah IQ pertama sekali dikemukakan pada tahun 1912 oleh William Stern,
seorang ahli psikologi berkebangsaan Jerman. Perhitungan IQ menurut William Stern
menggunakan rasio antara MA dan CA, dengan rumus sebagai berikut:

IQ = (MA/CA) x 100
Dimana:
MA = Mental Age
CA = Chronological Age
100 = Angka Konstan.
Pada awal abad 20. Lewis medison terman merevisi teori Binet-Simon yang hanya
mengunakan tes IQ untuk anak yang kurang cerdas atau terbelakang. Ia lebih tertarik
untuk men-tes anak-anak yang berbakat. Untuk mengukur kecerdasan anak anak, Terman
menggunakan pertanyaan dengan menggunakan analogi, sinonim dan antonim serta teka-
teki logika. Ia menyebut tes IQ nya ini dengan Stanford-Binet Intelligence Scale. Ia juga
menggunakan istilah genius pada orang yang memiliki inteligensi yang tinggi.
Selanjutnya untuk menginterprestasikan nilai IQ, Terman mengklasifikasikan IQ
dalam beberapa kategori, sebagai berikut:

Tabel 2. Klasifikasi IQ menurut Terman


IQ (Intelligence Quotient) Deskripsi Verbal Persentase
(Tingkat Populasi Dalam
Kecerdasan) Setiap Kelompok
Idiot 1
0-19
Embicile
20-49
Moron 2
50-69
Indersor 6
70-79
Bodoh 15
80-89
Normal 16
90-109
Pandai 18
110-119
Superior 8
120-129
Sangat Superior 3
130-139
Gifted
140-179
Genius 1
180 ke atas

Satu hal yang perlu kita cermati dari angka-angka yang tertera pada table 2 ialah
bahwa kita seyogianya berhati-hati dalam menetapkan klasifikasi ini. Mengapa? Sebab
dalam kenyataannya, pembagian yang setajam itu pada dasarnya tidak ada. Seorang
pandai dengan IQ 110 misalnya, adalah satu kali lebih dekat ke kategori normal dengan
IQ 109 ketimbang orang yang juga pandai, tetapi dengan IQ 119.
Selanjutnya, beberapa cirri dari tiap-tiap intelegensi tersebut, dapat dijelaskan
sebagai berikut ():
a. Cacat Mental (Mentaly Deficient/Feeble Minded)
Mereka yang IQnya dibawah 70 disebut cacat mental atau lemah pikiran
(feeble minded). Mereka ini menderita amentia atau kurang pikiran. Yang termasuk
dalam kategori cacat mental atau lemah pikiran adalah tingkat- tingkat; idiot, embisil
dan moron (debil).
Ciri-ciri umum dari orang yang cacat mental adalah:
1. Tidak dapat mengurus dan memenuhi kebutuhannya sendiri.
2. Kelambanan sejak lahir
3. Kelambanan dalam kematangan
4. Pada dasarnya tidak dapat diobati

b. Idiot (IQ 0-19)


Idiot (idiocy) adalah suatu istilah yuridis dan paedagogis, yang diperuntukkan
bagi mereka lemah pikiran tingkat paling rendah.
Menurut para ahli, kira-kira sekali pada setiap dua ribu kelahiran terjadi idiocy.
Semua bentuk idiocy perlu dilembagakan, dirawat oleh para dokter dan pekerja-
peerja social. Sebab, apabila dipelihara di rumah, ia merupakan beban yang tidak
ringan, baik bagi orang tuanya maupun bagi anggota keluarga.
Ciri-ciri umum idiocy, antara lain:
1. Fisiknya lemah, tidak tahan terhadap penyakit dan tidak mengenal bahaya
karena itu, orang-orang semacam ini umurnya tidak panjang.
2. Beberapa idiot dapat belajar berjalan, tetapi pada umumnya mereka tidak
mampu dan harus tetap tinggal berbaring selama hidupnya.
3. Tidak mengenal rasa senang dan rasa sakit
4. Tidak bisa berbicara dan hanya mengenal beberapa kata saja
5. Tidak mampu mengurus diri sendiri, sehingga mereka harus dibantu dalam
hal mandi, berpakaian, dan buang air, meskipun umurnya sudah “dewasa”.
6. Ada yang garang dan bersifat destruktif, baik terhadap diri sendiri maupun
terhadap sekelilingnya.

c. Embisil (Embicile) (IQ 20-49)


Seperti halnya idiot, mereka yang embisil juga perlu ditempatkan dalam
lembaga. Sebab, di lembaga itulah mereka akan belajar berbicara, makan sendiri dan
berpakaian sendiri, menyapu, memelihara kebun, serta keterampilan sederhana
lainnya. Sebagian terbesar dari mereka ditempatkan di lembaga lewat pengadilan.
Itulah sebabnya para psikolog berpendapat bahwa anak semacam itu, sebaiknya tidak
ditempatkan di sekolah-sekolah, tetapi di lembaga-lembaga, sebelum potensi
kejahatannya berkembang.
Ciri-ciri umum embacile, di antaranya:
1. Tidak dapat dididik di sekolah yang diperuntukan bagi anak-anak normal.
2. Walaupun dapat mengurus dirinya sendiri, mereka masih memerlukan
pengawasan yang teliti dan memerlukan kesabaran.
3. Pada waktu bayi, mereka sangat tidak responsive dan apatis sekali
4. Mereka umumnya baru bisa berjalan sendiri pada umur tiga atau empat tahun
dan baru pada umur lima tahun mereka berbicara.
5. Kebiasaan makan dan keberhasilannya terbelakang tiga sampai empat tahun.
6. Mereka dapat diajari mengenal bahaya, seperti bahaya api, bahaya tenggelam di
air yang dalam dan sebagainya.

d. Moron (IQ 50-69)


Meron merupakan problem terbesar masyarakat. Pada masa dewasa moron
dianggap memeliki kecerdasan yang sederajat dengan kecerdasan anak-anak yang
berusia 7 sampai 10 tahun. Tingkat inteligensinya bergerak antara 50 sampai 70.
Ciri- cirri moron adalah:
1. Di sekolah, mereka jarang bisa mencapai lebih dari kelas lima
2. Sampai pada tingkat tertentu, mereka dapat belajar membaca, menulis dan
berhitung dalam perhitungan-perhitungan yang sederhana.
3. Mereka dapat mempelajari pekerjaan-pekerjaan rutin dan bisa terus menerus
melakukan pekerjaan itu.
4. Angka pelanggaran hokum adalah tertinggi di antara gadis-gadis yang moron,
para pencuri dan pelacur.

e. Inferior (IQ 70-79)


Ini merupakan kelompok tersendiri dari individu-individu terbelakang.
Kecakapan pada umumnya hamper sama dengan kelompok embicile, namun
kelompok ini mempunyai kecerdasan untuk mengontrol atau meramalkan misalnya
dalam bidang musik.

f. Bodoh (IQ 80-89)


Pada umumnya kelompok ini agak lambat dalam mencerna pelajaran di
sekolah. Meskipun demikian, mereka dapat menyelesaikan pendidikan pada tingkat
SLTP, namun agak sulit untuk menyelesaikan pendidikan SLTA.

g. Normal/Rata-rata (IQ 90-109)


Kelompok ini merupakan kelompok yang terbesar persentasenya diantara
populasi. Mereka mempunyai IQ yang sedang, normal atau rata-rata.

h. Pandai (IQ 110-119)


Kelompok ini pada umumnya mampu menyelesaikan pendidikan tingkat
universitas atau perguruan tinggi. Jika bersatu dengan kelompok normal, mereka
merupakan “repid learner” atau “giveted” yaitu pemimpin dalam kelompok.

i. Superior (IQ 120-129)


Cirri-ciri dari kelompok superior ini antara lain: lebih cakap dalam membaca,
berhitungan, perbendaharaan bahasanya luas, cepat memahami pengertian yang
abstrak dan mempunyai pengetahuan yang lebih luas.
j. Sangat superior (IQ 130-139)
Kelompok ini termasuk kelompok superior yang berbeda pada tingkat tertinggi
dalam kelompok tersebut. Umumnya tidak ada perbedaan yang mencolok dengan
kelompok superior.

k. Gifsed (IQ 140-179)


Yang termasuk dalam golongan ini ialah mereka yang tidak genius, tetapi
menonjol dan terkenal. Bakatnya sudah tampak sejak kecil dan perencanaannya
biasanya melebihi teman sekelasnya. Jika dibandingkan dengan orang normal,
adjustment-nya terhadap berbagai problem hidup lebih baik.

l. Genius (IQ 180 ke atas)


Pada kelompok ini, bakat dan keistimewaannya telah tampak sejak kecil.
Misalnya umur dua tahun mulai belajar membaca, dan pada umur empat tahun
belajar bahasa asing. Kelompok ini mempunyai kecerdasanyang sangat luar biasa.
Walaupun tidak sekolah, mereka mampu menemukan dan memecakan suatu
masalah.

2.5 CIRI-CIRI PERILAKU INTELIGEN


Menurut Effendi & Praja (1993), beberapa cirri tingkah laku yang inteligen ialah
berikut ini.
1. Purposeful behavior, artinya tingkah laku yang inteligen, selalu terarah pada
tujuan atau mempunyai tujuan yang jelas.
2. Organized behavior, artinya tingkah laku yang terkoordinasi, semua tenaga
dan alat-alat yang diperlukan dalam suatu pemecahan masalah berada dalam
suatu koordinasi. Tidak acak-acakan.
3. Physical well toned behavior, artinya memiliki sikap jasmaniah yang baik,
penuh tenaga dan tangkas atau lincah.
4. Adaptable behavior, artinya tingkah laku yang luas fleksibel, tidak statis dan
kaku, tetapi selalu siap untuk mengadakan penyesuaian/perubahan terhadap
situasi yang baru.
5. Success oriented behavior, artinya tingkah laku yang didasari perasaan aman,
tenang, gairah dan penuh kepercayaan akan sukses/optimis.
6. Clearly motivated behavior, artinya tingkah laku yang dapat memenuhi
kebutuhannya dan bermanfaat bagi orang lain atau masyarakat.
7. Rapid behavior, yaitu tingkah laku yang effisien, efektif dan cepat atau
menggunakan waktu yang singkat.
8. Broad behavior, yaitu tingkah laku yang mempunyai latar belakang dan
pandangan luas yang meliputi sikap dasar serta jiwa yang terbuka.

2.6 HUBUNGAN INTELIGENSI DAN KREATIVITAS


Kreativitas dapat diartikan sebagai kemampuan untuk berpikir sesuatu yang baru
dan tidak biasa dan menghasilkan penyelesaian yang unik terhadap berbagai persoalan.
Ciri-ciri yang mencerminkan kepribadian yang kreativitas diantaranya :
a. Mempunyai daya imajinasi yang kuat
b. Mempunyai inisiatif
c. Mempunyai minat yang luas
d. Bebas dalam berpikir (tidak kaku atau terhambat)
e. Bersifat ingin tahu
f. Selalu ingin mendapat pengalaman-pengalaman baru
g. Percaya pada diri sendiri
h. Penuh semangat (energetic)
i. Berani mengambil resiko (tidak takut membuat kesalahan)
j. Berani dalam pendapat dan keyakinan (tidak ragu-ragu dalam menyatakan
pendapat meskipun mendapat kritik dan berani mempertahankan pendapat
yang menjadi keyakinannya).
Menurut Dedi Supriadi, kreativitas dan inteligensi mempunyai perbedaan. Jika
menggunakan teori Guilford mengenai Structure of Intellect (SOI), menurut Supriadi
inteligensi lebih menyangkut padda cara berpikir konvergen (memusat), sedangkan
kreativitas berkenaan dengan cara berpikir divergen (menyebar). Penelitian Torrance
(1965) mengungkapkan bahwa anak-anak yang tinggi kreativitasnya mempunyai taraf
inteligensi (IQ) dibawah rata-rata IQ kelompok sebayanya. Dalam konteks keterbakatan
(giftedness), ia menyatakan bahwa IQ tidak dapat dijadikan criteria tunggal untuk
mengidentifikasi orang-orang berbakat. Jika hanya IQ yang digunakan sebagai criteria,
sekitar 70% orang yang tinggi kreativitasnya akan tereliminasi dari seleksi.
Berbagai studi lain melaporkan hasil yang berbeda-beda mengenai hubungan
antara kreativitas dan inteligensi. Menurut Getzels & Jackson, pada tingkat di atas 120,
hampit tidak ada hubungan antara keduanya. Artinya orang yang IQ-nya tinggi,
mungkinkreativitasnya rendah atau sebaliknya.
Selanjutnya, kedua peneliti itu membuat empat kelompok orang , yaitu:
1. Kreativitas rendah, inteligensi rendah
2. Kreativitas tinggi, inteligensi tinggi
3. Kreativitas rendah, inteligensi tinggi
4. Kreativitas tinggi, inteligensi rendah.
Dengan demikian, kreativitas dan inteligensi merupakan dua kecakapan manusia
yang berbeda.
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Salah satu keunikan manusia dapat dilihat dari tingkat inteligensi yang dimiliki
individu, yaitu tentang kecepatan dan kemampuan individu dalam memecahkan suatu
masalah yang dihadapi. Terhadap individu yang mampu dengan cepat memecahkan masalah
(inteligensi tinggi), tetapi terdapat juga yang lambat, bahkan mungkin tidak dapat
memecahkan masalahnya. Hal ini berarti bahwa tingkat inteligensi berbeda-beda untuk
setiap individu.
Kecerdasan atau intelegensi seseorang memberi kemungkinan bergerak dan
berkembang dalam bidang tertentu dalam kehidupannya. Sampai di mana kemungkinan tadi
dapat direalisasikan, tergantung pula kepada kehendak dan pribadi serta kesempatan yang
ada. Jelaslah sekarang bahwa tidak terdapat korelasi yang tetap antara tingkatan intelegensi
dengan tingkat kehidupan seseorang. Dari hasil-hasil penyelidikan yang dilakukan ahli
antropologi dan psikologi, juga masih disaingkan adanya korelasi yang tetap antara
bentuk/berat otak dengan intelegensi, antara bentuk tubuh dengan kejahatan dan antara
intelegensi dengan kemiskinan.
DAFTAR PUSTAKA

Sobur A. 2013. Psikologi Umum dalam Lintasan Sejarah. Penerbit Cv. Pustaka Setia. Bandung.
Jawa Barat.

Sternberg R. J. 2008. Psikologi Kognitif. Penerbit Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Nur’aeni. 2012. Tes Psikologi : Tes Inteligensi dan Tes Bakat. Universitas Muhammadiyah
(UM) Purwokerto Press dan Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai