Anda di halaman 1dari 14

PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH

MELALUI JALUR NON LITIGASI


MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hukum Acara Peradilan Agama II

DosenPengampu : Dr. H. Acep Saifuddin SH., M.Ag

Oleh

Firda Nisa Syafitri (1173010057)


Mugi Astuti (1173010083)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA (AKHWAL SYAKHSIYAH)


FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat, taufik,
hidayah dan inayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah
yang berjudul “Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Melalui Jalur Non Litigasi”
dengan hadirnya makalah ini dapat memberikan informasi bagi para pembaca tentang
Penyelesaian Sengketa yang berkaitan dengan Ekonomi Syariah.
Maksud penulis membuat makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Hukum Acara Peradilan Agama yang diamanatkan oleh Bapak Dr. H. Aceng Saifuddin,
S.H.,M.Ag. Makalah ini kami buat berdasarkan sumber referensi yang saya dapatkan dan
untuk mempermudahnya saya juga menyertai berhubungan dengan kemajuan kedepan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak sekali kekurangannya
baik dalam cara penulisan maupun dalam isi.
Oleh karena itu, saya mengundang pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang
bersifat membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan ini.  Mudah –mudahan makalah ini
dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis yang membuat dan umumnya bagi yang
membaca makalah  ini. Aamiin

Bandung, 26 September 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1


A. Latar Belakang .................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 1
C. Tujuan ...................................................................................................... …….. 1

BAB II TINJAUAN TEORI ........................................................................................... 2


A. Pengertian Jalur Non Litigasi ……………………...................................…….. 2
B. Dasar Yuridis Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Secara Non Litigasi … 2

BAB III PEMBAHASAN ....................................................................................... …….. 4


A. Jenis-Jenis dan Bentuk Penyelesaian Non Litigasi……........................... …….. 4
1. Musyawarah ………………………………………………………………. 4
2. Arbitrase…………………………………………………………………... 4
3. Negosiasi………………………………………………………………….. 5
4. Mediasi……………………………………………………………………. 7
5. Konsiliasi …………………………………………………………………. 8
B. Kekuatan Hukum Penyelesaian Sengketa Secara Non Litigasi ………………. 9
BAB IV PENUTUP ................................................................................................. ……. 10

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. …… iv


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perluasan kewenangan Pengadilan Agama (PA) disesuaikan dengan perkembangan
hukum dan kebutuhan hukum masyarakat. Perluasan tersebut meliputi bidang ekonomi
syariah. Di dalam Undangundang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 antara lain diatur tentang
pembiayaan berdasarkan prinsip syari’ah.
Kewenangan mengadili lingkungan Peradilan Agama dalam bidang ekonomi
syariah sudah meliputi keseluruhan bidang ekonomi syariah sudah meliputi keseluruhan
bidang ekonomi syariah. Hal ini dapat dipahami dari maksud kata ekonomi syariah itu
sendiri yang dalam penjelasan dalam pasal tersebut diartikan sebagai perbuatan atau
kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah. Artinya, seluruh perbuatan atau
kegiatan apa saja dalam bidang ekonomi yang dilakukan menurut prinsip syariah ia
termasuk dalam jangkauan kewenangan mengadili lingkungan Peradilan Agama. Adapun
jenis-jenis yang disebutkan dalam rincian tersebut hanya antara lain, yang berarti tidak
tertutup kemungkinan adanya kasus-kasus dalam bentuk lain dibidang tersebut selain yang
disebutkan itu.1
B.     Rumusan Masalah
1. Bagaimana dasar yuridis penyelesaian sengketa ekonomi syariah non litigasi ?
2. Bagaimana kekuatan hukum penyelesaian sengketa secara non litigasi ?
C.     Tujuan
1. Untuk mengetahui dasar yuridis penyelesaian sengketa ekonomi syariah non litigasi.
2. Untuk mengethaui kekuatan hukum penyelesaian sengketa secara non litigasi.

1
Mardani. 2007. Hukum Acara Peradilan Agama. Sinar Grafika. Jakarta. hlm, 58
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Jalur Non Litigasi
Non Litigasi adalah diluar pengadilan. Definisi Alternatif Penyelesaian Sengketa
(APS) dalam Black’s Law Dictionary memiliki definisi yang berbeda dengan definisi
APS yang diatur dalam UU No. 30 Tahun 1999. Di mana Pasal 1 angka 10 UU No. 30
Tahun 1999, mendefinisikan APS sebagai lembaga penyelesaian sengketa yang
diselesaikan di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi,
atau penilaian ahli.2
Dalam Black’s Law Dictionary memasukkan arbitrase ke dalam APS, sedangkan
UU No. 30 Tahun 1999 membedakan arbitrase dengan APS. Istilah APS ini dalam
bahasa Inggris disebut Alternative Dispute Resolution, sedangkan penggunaan istilah
APS dalam forum ICC dikenal dengan Amicable Dispute Resolution.
Maka dapat disimpulkan bahwa APS adalah pranata penyelesaian sengketa di luar
pengadilan berdasarkan kesepakatan para pihak dengan mengesampingkan
penyelesaian sengketa melalui proses litigasi.3
B. Dasar Yuridis Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Secara Non Litigasi
1. Sebagai lembaga alternative di luar pengadilan, Alternative Dispute Resolution
(ADR) atau dalam istilah Indonesia disebut MAPS (Mekanisme ALternatif
Penyelesesaian Sengketa) sebagai regulasi pilihan penyelesaian sengketa
antara Bank Umum dengan nasabah adalah diatur melalui Peraturan Bank
Indonesia (PBI) No. 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan jo. PBI No.
10/1/PBI/2008 tentang Perubahan atas Mediasi Perbankan, yang menyebutkan
bahwa setiap bank agar menyelesaikan sengketa yang terjadi dengan nasabah
melalui lembaga mediasi perbankan yang sampai saat ini masih dilakukan oleh
Bank Indonesia (BI). Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya potensi
yang dapat merugikan kepentingan nasabah dan mempengaruhi reputasi bank.4
2
Frans Hendra Winarta. 2012. Hukum Penyelesaian Sengketa Arbitrase Nasional Indonesia dan
Internasiolan. Sinar Grafika. Jakarta. hlm. 14
3
Ibid., hlm. 15
4
Ahmad Mujahidin. 2010. Prosedur Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di Indonesia. Ghalia Indonesia.
Bogor. hlm.
2. Khusus untuk Bank Syariah, sebagaimana lembaga alternatif di luar pengadilan
agama, sebagaimana diatur melalui Pasal 20 PBI No. 7/46/PBI/2005 tentang
Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana bagi Bank yang Melaksanakan
Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah. Apabila terjadi sengketa antara
Bank Syariah dengan nasaba akan diselesaikan secara musyawarah, apabila
tidak dapat dicapai mufakat selanjutnya akan diselesaikan melalui Basyarnas
(Badan Arbitrase Syariah Nasional) yang berada di bawah Majelis Ulama
Indonesia (MUI). Hal ini berdasar pada peraturan Prosedur Badan Arbitrase
Muamalah Indonesia (BAMUI) tanggal 21 Oktober 1993.5
3. Pengaturan alternative penyelesaian sengketa secara umum selama ini ,
khususnya arbitrase dapat ditemui di dalam Reglement op de Burgelijke
Rechtvordering (RV).
4. Pada dasarnya keberadaan alternative penyelesaian sengketa di luar pengadilan
diatur dalam UU No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 16
ayat (2) yakni “Ketentuan dalam ayat 1 tidak menutup kemungkinan untuk
usaha penyelesaian perkara perdata secara perdamaian.” dan dalam
penjelasan Pasal 3 UU No.14 Tahun 1970, yakni “Penyelesaian perkara di
luar pengadilan, atas dasar perdamaian atau melalui wasit (arbitrase), tetap
diperbolehkan.”
5. Sebelum berlakunya UU No.3 Tahun 2006, dalam praktik perbankan selalu
dibuat akad yang menyebutkan bahwa dalam hal terjadinya sengketa ekonomi
syariah penyelesaian akan dilakukan pada Basyarnas dan bilamana tidak
berhasil akan diselesaikan pada pengadilan negeri setempat. Dengan
berlakknya UU No. 3 Tahun 2006, maka istilah pengadilan negeri harus diubah
menjadi pengadilan agama.
BAB III
PEMBAHASAN

A. Jenis-Jenis dan Bentuk Penyelesaian Non Litigasi

5
Ibid.
1. Musyawarah
Musyawarah adalah tindakan dalam bentuk perundingan secara damai antara
kedua belah pihak yang bersengketa untuk mencapai kesepakatan dan mendapatkan
penyelesaian terhadap sengketa yang dihadapi. Dalam syariat Islam tindakan seperti
ini biasa dinamakan perdamaian atau “shulhu” adalah suatu jenis akad untuk
mengakhiri perlawanan antara dua orang yang saling berlawananan atau untuk
mengakhiri sengketa.
Pelaksanaan shulhu (perdamaian) dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain:
a. Dengan cara ibra’ artinya membebaskan debitur dari sebagian kewajibannya;
b. Dengan cara mufa’adhah artinya penggantian dengan yang baru misalnya
dengan cara :
1) Shulhu hibah, yaitu penggugat menghibahkan sebagian bara yang dituntut
kepada tergugat.
2) Shulhu ba’iy yaitu penggugat menjual barang yang dituntut kepada tergugat;
3) Shulhu ijarah yaitu penggugat mempersewakan barang yang dituntut kepada
tergugat.6
2. Arbitrase
Penyelesaian sengketa yang sudah agak lama berkembang adalah arbitrase.
Para pihak melalui klausul yang disepakati dalam perjanjian, menundukkan diri
(submission) menyerahkan penyelesaian sengketa yang timbul dari perjanjian
kepada pihak ketiga yang netral dan bertindak sebagai arbiter. Proses penyelesaian
dilakukan dalam wadah arbitaral tribunal (majelis arbitrase).7
Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999,arbitrasi
adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang
didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak
yang bersengketa. Arbitrasi digunakan untuk mengantisipasi perselisihan yang
mungkin terjadi maupun yang sedang mengalami perselisihan yang tidak dapat
diselesaikan secara negosiasi/konsultasi maupun melalui pihak ketiga serta untuk
6
Ibid. hlm. 138
7
Nurnaningsih Amriani. 2011. Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan. Rajawali.
Jakarta. hlm. 20
menghindari penyelesaian sengketa melalui Badan Peradilan yang selama ini
dirasakan memerlukan waktu yang lama.8
Arbitrase sangat berbeda dengan mediasi (konsiliasi).Perbedaan pokoknya
terletak pada fungsi dan kewenangannya, yakni :
a. Arbiter diberi kewenangan penuh oleh para pihak untuk menyelesaikan sengketa
b. Arbiter diberi kewenangan mengambil putusan yang lazim disebut award.
c. Sifat putusan langsung finaland building (final dan mengikat) kepada para
pihak.9
Pada awalnya arbitrase mampu member penyelesaian yang relative singkat,
juga biaya yang relative lebih murah dibandingkan dengan litigasi. Akan tetapi,
lama kelamaan sifat dan karakter litigasi semakin melekat pada arbitrase, tidak
menyelesaikan masalah, menempatkan para pihak dalam posisi kalah atau menang,
dan belakangan semakin bersifat formalistic serta biaya mahal.10
3. Negosiasi
Negosiasi merupakan “fact of life” atau keseharian. Setiap orang melakukan
negosisasi dalam kehidupan sehari-hari, seperti sesame mitra dagang, kuasa hukum
salah satu pihak dengan pihak lain yang sedang bersengketa, bahkan pengacara
yang telah memasukan gugatannya di pengadilan juga bernegosiasi dengan tergugat
atau kuasa hukumnya sebelum pemeriksaan perkara dimulai. Negosiasi adalah
basic of means untuk mendapatkan apa yang diinginkan dari orang lain.11
Menurut Ficher dan Ury merupakan komunikasi dua arah yang dirancang untuk
mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki berbagai kepentingan
yang sama maupun berbeda.Negosiasi merupakan sarana bagi pihak-pihak yang
mengalami sengketa untuk mendiskusikan penyelesaiannya tanpa keterlibatan pihak
ketiga penengah yang tidak berwenang mengambil keputusan mediasi , maupun
8
Ibid., hlm. 21
9
Yahya Harahap. Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian Sengketa. dalam
Nurnaningsih Amriani. 2011. Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan. Rajawali.
Jakarta. hlm. 21.
10
Sudargo Gautama. Indonesia dan Arbitrase Internasional. dalam Nurnaningsih Amriani. 2011. Mediasi
Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan. Rajawali. Jakarta. hlm. 22.
11
Nurnaningsih Amriani. 2011. Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan. Rajawali.
Jakarta. hlm. 23
pihak ketiga pengambil keputusan (arbitrase dan litigasi).12 Jika tidak tercapai
kesepakatan dalam negosiasi, baru dilakukan cara-cara lain seperti mediasi,
arbitrase maupun litigasi.
Secara umum teknik negosiasi dapat dibagi menjadi :
a. Negosiasi kompetitif
b. Negosiasi kooperatf
c. Negosiasi lunak
d. Negosiasi keras
e. Negosiasi kepentingan (interest based)13
Untuk menghasilkan suatu negosiasi yang efektif,maka perlu diperhatikan
tahapan-tahapan dalam proses negosiasi yang berlangsung .Howard Raiffa membagi
yahap-tahap negosiasi menjadi:14
a. Tahap persiapan
b. Tahap tawaran awal
c. Tahap pemberian konsesi
d. Tahap akhir permainan
Disamping tahap negosiasi,perlu juga diperhatikan faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi efektivitas proses penyelesaian sengketa melalui negosiasi.Negosiasi
dapat berlangsung efektif dan mencapai kesepakatan yang bersifat stabil apabila
terdapat berbagai kondisi yang mempengaruhinya:15
a. Pihak-pihak bersedia bernegosiasi secara sukarela berdasarkan kesadaran yang
penuh.
b. Pihak-pihak siap melakukan negosiasi.
c. Mempunyai wewenang mengambil keputusan.

12
Sudargo Gautama. Indonesia dan Arbitrase Internasional. dalam Nurnaningsih Amriani. 2011. Mediasi
Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan. Rajawali. Jakarta. hlm. 23
13
Roger Fisher and William Ury. Getting to Yes Neotiating an Agreement Without Giving in. dalam
Nurnaningsih Amriani. 2011. Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan. Rajawali.
Jakarta. hlm. 24
14
Ibid hlm 27.
15
Mahkamah Agung R.I. Mediasi dan Perdamaian. dalam Nurnaningsih Amriani. 2011. Mediasi Alternatif
Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan. Rajawali. Jakarta. hlm. 27
d. Memiliki kekuatan yang relatif seimbang sehingga dapat menciptakan saling
ketergantungan.
e. Mempunyai kemauan menyelesaikan masalah.
f. Tidak mempunyai kendala psikologis yang besar.
Kelebihan penyelesaian sengketa melalui negosiasi adalah pihak pihak yang
bersengketa sendiri yang akan menyelesaikan sengketa tersebut.Pihak-pihak yang
bersengketa adalah pihak-pihak yang lebih tau mengenai masalah yang menjadi
sengketadan bagaimana cara penyelesaian sengketa yang diinginkan .Dengan
demikian pihak yang bersengketa dapat mengontrol jalannya proses penyelesaian
sengketa yang diharapkan.16
4. Mediasi
Mediasi pada dasarnya adalah negosiasi yang melibatkan pihak ketiga yang
memiliki keahlian mengenai prosedur mediasi yang efektif, dapat membantu dalam
situasi konflik untuk mengkoordinasikan aktivitas mereka sehingga lebih efektif
dalam proses tawar menawar,bila tidak ada negosiasi tidak ada mediasi.17
Mediator dalam mediasi, berbeda halnya dengan arbiter atau hakim. Mediator
tidak mempunyai kekuasaan untuk memaksakan suatu penyelesaian pada pihak-
pihak yang bersengketa. Kelebihan penyelesaian sengketa melalui mediasi adalah
penyelesaian sengketadilakukan oleh seorang yang benar-benar dipercaya
kemampuannya untuk mempertemukan kepentingan pihak-pihak yang bersengketa
Mediator membimbing para pihak untuk melakukan negosiasi sampai terdapat
kesepakatan yang mengikat para pihak. Kesepakatan ini selanjutnya dituangkan
dalam suatu perjanjian. Dalam mediasi tidak ada pihak yang menang dan kalah.18
Kemampuan mediator sangat menentukan keberhasilan proses mediasi, apalagi
dalam sengketa yang bersifat internasional. Mediasi dapat berhasil baik jika para

16
Nurnaningsih Amriani. 2011. Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan. Rajawali.
Jakarta. hlm. 28
17
Mahkamah Agung R.I. Mediasi dan Perdamaian. dalam Nurnaningsih Amriani. 2011. Mediasi Alternatif
Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan. Rajawali. Jakarta. hlm. 28
18
Nurnaningsih Amriani. 2011. Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan. Rajawali.
Jakarta. hlm. 29
pihak mempunyai posisi tawar- menawar yang setara dan mereka masih menghargai
hubungan baik antara mereka dimasa depan.
Keunggulan mediasi seagai gerakan ADR modern adalah :
a. Voluntary
Keputusan untuk bermediasi diserahkan kepada kesepakatan para pihak.
b. Informal/Fleksibel
Tidak seperti dalam proses litigasi (pemanggialn saksi, pembuktian, replik,
duplik dan sebagainya) proses mediasi sangat fleksibel.
c. Interest Based
Dalam mediasi tidak dicari siapa yang benar atau salah.
d. Furure Looking
Mediasi lebih menekankan untuk menjaga hubungan para pihak yang
bersengketa ke depan, tidak berorientasi ke masa lalu.
e. Parties Oriented
Para pihak yang berkepentingan dapat secara aktif mengontrol proses mediasi
dan pengambilan penyelesaian tanpa terlalu bergantung kepada pengacara.
e. Parties Control
Penyelesaian sengketa mealui mediasi merupakan keputusan dari masing-
masing pihak. Mediator tidak dapat memaksakan.19
5. Konsiliasi
Konsoliasi merupakan lanjutan dari mediasi. Mediator berubah fungsi
menjadi konsilator. Dalam hal ini konsiliasi berwenang menyusun dan merumuskan
penyelesaian untuk ditawarkan kepada para pihak. Jika para pihak dapat
menyetujui, solusi yang dibuat konsiliator menjadi resolution. Kesepakatan ini juga
bersifat final dan mengikat para pihak.20
Dalam hal ini mediator berfungsi sebagai konsiliator. Dalam hal ini
konsiliasi berwenang menyusun dan merumuskan penyelesaian untuk ditawarkan

19
Nurnaningsih Amriani. 2011. Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan. Rajawali.
Jakarta. hlm. 29
20
Suyud Margono. ADR & Arbitrase –Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum. Dalam Nurnaningsih Amriani.
2011. Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan. Rajawali. Jakarta. hlm. 34
kepada para pihak. Jika para pihak dapat menyetujui solusi yang dibuat konsiliator
menjadi resolution. Kesepakatan ini juga bersifat final dan mengikat para pihak.
Apabila para pihak tidak mampu merumuskan kesepakatan dan pihak ketiga
mengajukan usulan jalan ke luar sengketa proses ini disebut konsiliasi.
Salah satu perbedaan antara mediasi dengan konsiliasi adalah berdasarkan
rekomendasi yang diberikan oleh pihak ketiga kepada pihak yang bersengketa.
Hanya dalam konsiliasi ada rekomendasi pada pihak-pihak yang
bersengketa,sedangkan mediator dalam suatu mediasi hanya berusaha membimbing
para pihak yang bersengketa menuju suatu kesepakatan. Selain itu konsiliasi
melibatkan beberapa pihak ketiga lebih dalam (lebih memaksa) dan
aktif,mengasumsikan kecenderungan terhadap norma tertentu dan memiliki
orientasi eduktif bagi satu atau lebih pihak terkait. Para penegak hukum
meggunakan dua istilah ini bergantian dan banyak yang berpendapat tidak ada
perbedaan esensial antara keduanya.21
B. Kekuatan Hukum Penyelesaian Sengketa Secara Non Litigasi.
Semua penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi memiliki kekuatan
hukum yang mengikat jika sudah didaftarkan ke pengadilana terlebih dahulu.

BAB IV
PENUTUP

Pengadilan Agama secara umum telah siap dalam Menyelesaikan Sengketa di


Bidang Ekonomi Syariah sesuai Undang-Undang No.3 Tahun 2006. Namun, sampai saat
ini belum ada perkara ekonomi syariah yang masuk untuk didaftarkan, perlu adanya

21
Mahkamah Agung R.I. Mediasi dan Perdamaian. dalam Nurnaningsih Amriani. 2011. Mediasi Alternatif
Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan. Rajawali. Jakarta. hlm. 28
dukungan dari pemerintah, kalangan perbankan dan perguruan tinggi untuk mendorong
penyelesaian sengeketa ekonomi syariah melalui Pengadilan Agama.
Upaya-upaya yang bias dilakukan diperlukan dalam rangka opyimalisasi
pelaksanaan kewenangan menyelesaikan sengketa syariah menyangkut pada kesiapan
dalam tiga aspek yaitu; pertama,materi hukum yaitu peraturan pendukung dan aturan
pelaksanaan dari UU No. 3 Tahun 2006 harus segera diwujudkan termasuk penegasan
hanya pengadilan agama yang bias mengeksekusi putusan BASYARNAS; kedua, aspek
sumber daya manusia penyiapan tenanga-tenanga hakim yang professional dalam
menangani sengketa ekonomi syariah atau memang orang-orang yang ahli dalam bidang
ekonomi syariah untuk menjadi hakim dan; ketiga, aspek sarana dan prasarana dari
Pengadilan Agama sendiri harus dipenuhi untuk menangani perkara-perkara dalam bidang
ekonomi syariah.
Respon dari masyarakat pada umunya ragu dengan kesiapan Pengadilan Agama
mampu mengemban amanat dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah, Kewenangan
Pengadilan Agama dalam Menyelesaikan Sengketa di Bidang Ekonomi syariah dipengaruhi
oleh tiga faktor yaitu materi hukum berupa peraturan perundang-undang tentang
kewenangan penyelesaian sengketa syariah banyak berbenturan denganundang-undang
yang lain, politik hukum dari Mahkamah Agung yang masih belum memberikan dukungan
terhadap kewenangan tersebut dan budaya hukum dari masyarakat utamanya kalangan
pelaku bisnis syariah yang masih memandang sebelah mata terhadap pengadilan agama.
Momentum ini hendaknya dipandang sebagai amanah yang harus dilaksanakan sebaik-
baiknya, karena ini adalah pertaruhan bagi citra Peradilan Agama itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Amriani, Nurniangsih. Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan,


(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011).
Mujahidin, Ahmad Mujahidin. Prosedur Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di
Indonesia. (Bogor: Ghalia Indonesia. 2010)

Winarta, Frans Hendra, Hukum Penyelesaian Sengketa Arbitrase Nasional Indonesia dan
Internasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012).

Anda mungkin juga menyukai