Anda di halaman 1dari 55

KEDUDUKAN KHES DALAM BISNIS SYARIAH DI INDONESISA

HUKUM EKONOMI SYARIAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Hukum Ekonomi
Syariah
Dosen Pengampu : Alief Akbar Musaddad, S.H., M.H.

Oleh :

AHMAD GUFRON
FAUZAN RAMDANI
SAIFUL IMAM

PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH


FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM
CIAMIS JAWA BARAT
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT, yang telah memberikan kita nikmat yang tak
terhingga. Sehingga, kita patut bersyukur. Shalawat dan salam semoga tercurah limpahkan
kepada Nabi kita tercinta Nabi Muhammad SAW, tak lupa kepada keluarga – Nya, sahabat –
Nya, tabi’in dan kepada kita semua selaku umat – Nya. Amin
Pembuatan makalah ini dilakukan sebagai bentuk pertanggung jawaban mahasaiswa
dalam melaksanakan salah satu tugas pada mata kuliah Hukum Ekonomi Syari’ah. Pada
kesempatan ini kami mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah ikut
membantu dalam penyusunan makalah ini, baik secara materil maupun spiritual, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan makalah
ini. Mudah – mudahan makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami sendiri umumnya
bagi para pembaca sekalian. Akhirnya kami mengucapkan banyak terimakasih.

Rancah, 19 April 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………….. i


DAFTAR ISI …………………………………………………………………………...……. ii

BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang …………………………………………………………………...…… 1
B. Rumusan Masalah …………………………………………………………………….. 1

BAB II
Pembahasan
A. Pengertian Ekonomi Syari’ah ……………………………………………………...…. 3
B. Ruang Lingkup Ekonomi Syari’ah …………………………………………………… 3
C. Sumber Ekonomi Syari’ah ……………………………………………………………. 8
D. Dasar – Dasar Ekonomi Syari’ah ………………………………………………….… 10
E. Keistimewaan dan Karakteristik Ekonomi Syari’ah ……………………………..….. 12
F. Seputar Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah ………............................……...……. 12
G. Praktik Ekonomi Syari’ah di Indonesia …………………………………………..…. 16

BAB III
Penutup
A. Kesimpulan ……………………………………………………………………..….... 18

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………….…… 19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyusuna Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah (KHES) yang dikoordinir oleh
Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia merupakan respon terhadap perkembangan
baru dalam kajian dan praktek Hukum Muamalat di Indonesia. Praktik Hukum Muamalat
secara institusional di Indonesia itu sudah dimulai sejak berdirinya Bank Muamalat di
Indonesia (BMI) pada tahun 1990, kemudian disusul oleh Lembaga Keuangan Syari’ah
(LKS) lainnya, hal ini tidak lepas dari prospek dan ketangguhan LKS seperti BMI ketika
melewati krisis ekonomi Nasional sekitar tahun 1998. Belakangan, perkembangan LKS
tersebut semakin pesat, yang tentu akan menggambarkan banyaknya praktek Hukum
Muamalat di kalangan Umat Islam.
Banyaknya praktek hukum tersebut juga sarat dengan berbagai macam
permasalahan yang muncul akibat dari tarik menarik antar kepentingan para pihak dalam
persoalan ekonomi, sementara untuk saat ini belum ada peraturan Perundang – Undangan
yang mengatur secara khusus terhadap permasalahan itu. Sejak tahun 1994, jika ada
sengketa ekonomi syariah maka diselesaikan lewat Badan Arbitrasi Syariah Nasional
(Basyarnas) yang hanya berperan sebagai moderator (Penengah) dan belum mengikat
secara hukum. Peraturan yang diterapkan juga masih terbatas pada peraturan Bank
Indonesia (BI) yang merujuk kepada fatwa – fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis
Ulama Indonesia (DSN – MUI). Sedangkan fatwa itu, sebagaimana dimaklumi dalam
hukum islam adalah pendapat hukum yang tidak mengikat seluruh Umat Islam. Sama
halnya dengan fiqih.
Upaya positifisasi hukum perdata islam seperti ini juga pernah dilakukan juga
oleh Pemerintahan Turki Utsmani dalam memberlakukan Kitab Hukum Perdata Islam
Majalah Al – Ahkam A – Adliyyah yang terdiri dari 1851 Pasal.
Disampin itu “Positifikasi” Hukum Islam tersebut merupakan realisasi impian
sebagian Umat Islam sejak zaman dulu yang pada masa pemerintahan Hindia Belanda
masih diterapkan Kitab Undang – Undang Hukum Perdata (KUHPer) yang notabene
adalah terjemahan dari Borgelijik Wetbook (BW) ciptaan Kolonial Belanda.
1
Diakui, untuk saat ini positifikasi Hukum Muamalat sudah menjadi keniscayaan
bagi Umat Islam, mengingan praktek Ekonomi Syari’ah sudah semakin semarak melalui
LKS – LKS.kompilasi tersebut kemudian dijadikan acuan dalam penyelesaian perkara –
perkara Ekonomi Syari’ah yang semakin hari semakin bertambah, seiring dengan
perkembangan LKS. Adapun lembaga peradilan yang berkompetensi dalam penerapan
KHES adalah Peradilan Agama (PA), karena secara materill. KHES adalah Hukum Islam.
Sebagaimana wewenang PA dalam pelaksanaa Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang
sebelumnya hal ini diatur dalam Inpres Nomor 1 Tahun 1991.

B. Rumusan Masalah
 Bagaimana KHES melengkapi pilar peradilan agama?
 Bagaimana KHES berperan sebagai pedoman bisnis syari’ah di Indonesia

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ekonomi Syari’ah


Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah (KHES), Ekonomi Syari’ah adalah
usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh orang perorang, kelompok orang, badan usaha
yang berbadan hukum atau tidak berbadan hukum dalam rangka memenuhi kebutuhan
yang bersifat komersial dan tidak komersial menurut prinsip Syari’ah [1]. Menurut
Muhammad Abdullah Al – A’rabi, Ekonomi Syar’ah merupakan sekumpulan dasar –
dasar ekonomi yang kita simpulkan dari Al – Qur’an dan As – Sunnah,  dan merupakan
bangunan perekonomian yang kita dirikan atas dasar – dasar tersebut sesuai tiap
lingkungan dan masyarakat [2]. Menurut Prof. Dr. Zainuddin Ali, Ekonomi Syari’ah
adalah kumpulan norma hukum yang bersumber dari Al – Qur’an dan Hadist yang
mengatur perekonomian umat manusia. Menurut MA. Mannan, Ekonomi Syari’ah adalah
ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah – masalah ekonomi rakyat yang
diilhami oleh nilai – nilai Islam [3].
Dari berbagai pendapat para ahli tersebut, dapat diambil kesimpulan mendasar.
Bahwa Ekonomi Syariah adalah sumber ekonomi yang bersumber dari wahyu yaitu Al –
Qur’an dan As – Sunnah, juga interpretasi dari wahyu yang disebut Ijtihad. Hal yang perlu
diingat disini bahwa hukum – hukum yang bersifat Qath’ie, secara konsep dan prinsip
adalah tetap. Sedangkan hukum yang diambil dari Nash yang bersifat Dzanni, hukumnya
tidak tetap atau dapat berubah seiring zaman dan tempat digunakannya hukum tersebut.

B. Ruang Lingkup Ekonomi Syari’ah


Bila kita memeperhatikan cakupan Bab dan Pasal dalam KHES, maka bisa
dikatakan bahwa ruang lingkup Ekonomi Syari’ah meliputi : Ba’i, akad jual – beli,
syirkah, mudharabah, murabahah, muzara’ah dan musaqah, khiyat, ististna’, ijarah,
kafalah, hawalah, rahn, wadli’ah, ghashab dan itlaf, wakalah, shulhu, pelepasan hak,
ta’min, obligasi syariah mudharabah, pasar modal, reksadana syari’ah, sertifikasi bank
Indonesia syari’ah, pembiayaann multi jasa, qard, pembiayaan rekening koran syari’ah,
dana pensiun syari’ah, zakat dan hibah,  dan akuntansi syariah.
3
Namun, bila kita melihat dari Undang – Undang No. 3 Tahun 2006 tentang
perubahan atas Undang – Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peraadilan Agama,  ruang
lingkup Ekonomi Syari’ah meliputi : Bank syari’ah, lembaga keuangan mikro ekonomi
syari’ah, re – asuransi syari’ah, reksadana syari’ah, obligasi syari’ah dan surat berjagka
menengah syari’ah, sekuritas syari’ah, pembiayaan syari’ah, pegadaian syari’ah dana
pensiun lembaga keuangan syari’ah, dan bisnis syari’ah.
Untuk mempermudah pemahaman, mari kita ulas secara singkat tentang istilah
– istilah diatas :
1.
adalah jula beli antara  benda dengan benda atau pertukaran benda dengan uang.
Ba’I 
2. Aka

d adalah suatu kesepakatan dalam suatu perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk
melakukan atau tidak melakukan perbuatan hukum tertentu.
3. Syir

kah adalah kerjasama antara dua orang atau lebih dalam hal pemodalan, keterampilan,
atau kepercayaan dalam usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan
nisbah.
4. Mud

harabah adalah kerjasama antara pemilik dana atau penanam modal dengan


pengelola modal untuk melakukan usaha tertentu dengan pembagian keuntungan
berdasarkan nisbah.
5. Muz

ara’ah adalah kerjasama antara pemilik lahan dengan pengelola untuk memanfaatkan


lahan.
6.
aqah adalah kerjasama antara pihak – pihak dalam pemeliharaan tanaman dengan
pembagian hasil berdasarkan nisbah yang telah disepakati oleh semua pihak.
Mus
7. Mur

abahah adalah pembiayaan saling menguntungkan yang dilakukan oleh pemilih harta


dengan pihak yang membutuhkan melalui transaksi jual beli dengan penjelasan
bahwa harga pengadaan barang dan harga jual terdapat nilai lebih yang merupakan
keuntungan atau laba bagi pemilik harta  dan pengembaliannya dilakukan secara tunai
ataupun angsuran.
8. Khiy

ar adalah hak pilih bagi penjual dan pembeli untuk melanjutkan atau membatalkan
akad jual beli yang dilakukan.
9.
ah adalah sewa barang dalam jangka waktu tertentu dengan pembayaran.
Ijar
10
Istishna’ adalah jual beli barang atau jasa dalam bentuk pemesanan dengan kriteria dan
persyaratan tertentu yang disepakati antara pihak pemesan dan pihak penjual.
4

11
Kafalah adalah jaminan atau garansi yang diberikan oleh penjamin pada pihak ketiga
/pemberi jaminan untuk memenuhi kewajiban pihak kedua/peminjam.
12
Hawalah adalah pengalihan utang dan Muhil Al – Ashil kepada Muhal Alaih
13
Rahn atau gadai adalah penguasaan barang milik peminjam oleh pemberi pinjaman
sebagai jaminan.
14
Ghashab pengambilan hak milik orang lain tanpa izin dan tanpa niat untuk memilkinya.
15
Itlaf atau perusakan adalah penggurangan suatu kualitas nilai suatu barang.
16
Wadli’ah adalah penitipan dana antara pihak pemilik dan pihak penerima titipan yang
dipercaya untuk menjaga dana tersebut.
17
Ju’alah adalah perjanjian pihak tertentu dari pihak pertama pada pihak kedua atas
pelaksaan suatu tugas/pelayanan yang dilakukan oleh pihak kedua untuk kepentingan
pihak bersama.
18
Wakalah adalah pemberian kuasa kepada pihak lain untuk melakukan sesuatu.
19
Obligasi syari’ah adalah surat berharga yang diterbitkan berdasarkan prinsip syari’ah
sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset urat berharga, baik dalam mata
uang rupiah maupun valuta asing.
20
Reksadana syari’ah adalah lembaga jasa keuangan non – bank yang kegiatannya
berorientasi pada investasi disektor portofolio atau nilai kolektif dari surat berharga.
21
Surat berharga komersial syari’ ah adalah suarat pengakuan atas suatu pembiayaan dalam
jangka waktu tertentu yang sesuai dengan prinsip – prinsip syariah.
22
Ta’min atau asuransi adalah perjanjian antara dua belah pihak atau lebih, yang mana pihak
petanggung mengikatkan diri kepada pihak tertanggung dengan menerima
premi Ta’min untuk menerima penggantian kepada tertanggung karena kerugian,
kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab
hukum pada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari
peristiwa yang tidak pasti.
23
Syuuq Maaliyah atau pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan penawaran umum
dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang
diterbitkannya serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.
5
24
Waraqah Tijariyah atau surat berharga syari’ah adalah surat bukti berinvestasi
berdasarkan prinsip syari’ah yang lazim diperdagangkan di pasar modal, antara
wesel, obligasi syari’ah, sertfikasi reksadana syari’ah, dan surat berharga lainnya
berdasarkan prinsip syari’ah.
25
Salam adalah jasa pembiyaan yang berkaitan dengan jual beli yag pembiayaannya
dilakukan bersamaan dengan pemesanan barang.
26
Qard adalah penyediaan dana atau tagihan antara lembaga keuangan syari’ah dengan
pihak peminjam untuk melakukan pembayaran secara tunai atau ciciclan dalam
jangka waktu tertentu.
27
Ba’I Al – Wafa atau jual beli dengan hak membeli kembali, adalah jual beli yang
dilangsungkan dengan syarat bahwa  barang yang dijual tersebut dapat dibeli kembali
oleh penjual apabila tenggang waktu telah tiba.
Dari beberapa pemaparan dan perincian diatas, dapat dirumuskan bahwa sistem
ekonomi syariah memilki beberapa tujuan, yaitu :

1.Kesejahteraan ekonomi dengan berpegangan pada norma moral Islam.


Islam menghendaki agar setiap manusia mencari rahmat (Karunia) Allah,
dengan tidak menghalangi orang lain untuk medapatkan kemajuan dan kesejahteraan.
Bahkan setiap manusia hendaknya bisa melakukan tindakan ekonomi dalam konteks
membagi kemaslahatan untuk kesejahteraan bersama.

‫ض ِل ٱللَّ ِه َوٱ ْذ ُك ُرواْ ٱللَّهَ َكثِرياً لَّ َعلَّ ُك ْم ُت ْفلِ ُحو َن‬
ْ َ‫ض َو ْٱبَتغُواْ ِمن ف‬
ِ ‫ٱلصالَةُ فَٱنتَ ِش ُرواْ ىِف ٱأل َْر‬
َّ ‫ت‬ِ ‫ضي‬
ِ ِ
َ ُ‫فَإ َذا ق‬

Yang artinya : “Apabila shalat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah


kamu di muka bumi. Carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya
agar kamu beruntung.” (QS Al – Jumu’ah :10)

2.Membentuk masyarakat dengan tatanan sosial yang solid berdasarkan keadilan dan
persaudaraan yang universal.
Manusia berasal dari satu ayah dan satu Ibu. Berbagai jenis suku bangsa
yang ada di dnia ini, dari berbagai warna kulit, badan, rupa, keturunan, semuanya
(sebenarnya) merupakan satu keluarga besar dari Ayah (Nabi Adam as) dan Ibu (Siti
Hawa) yang sama. Di antara mereka, entah yag kaya raya atau yang hidup
kekurangan, yang cerdas luar biasa ataukah yang mengalami keterbelakangan, yang
punya kuasa ataukah rakyat jelata, tidak ada yang lebih mulia, kecuali di antara
mereka yang paling bertakwa.
‫َّاس إِنَّا َخلَ ْقنَا ُكم ِّمن ذَ َك ٍر َوأُْنثَ ٰى َو َج َع ْلنَا ُك ْم ُشعُوباً َو َقبَآئِ َل لَِت َع َار ُفۤواْ إِ َّن أَ ْكَر َم ُك ْم ِع َند ٱللَّ ِه أَْت َقا ُك ْم إِ َّن‬
ُ ‫ٰيأَيُّ َها ٱلن‬
ِ ِ‫ٱللَّهَ َعل‬
ٌ‫يم َخبري‬
ٌ

Yang artinya : “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu


dari seorang laki – laki dan seorang perempuan. Kemudian Kami jadikan kamu
berbangsaberbangsa – bangsa dan bersuku – suku agar kamu saling mengenal.
Sungguh, yang paling mulai di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling
bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.” (QS Al – Hujurat : 13)

3.Mencapai distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil dan merata.


Tanpa adanya kesetaraan distribusi pendapatan, maka rasa persaudaraan dan
keadilan akan sulit dicapai. Selain itu, (Dalam tauhid/kepercayaan islam) karena
segala sesuatunya yang kita miliki dan yang ada di dunia ini, entah itu harta benda
kita, bumi, alam, bahkan pekerjaan dan kecerdasan yang ada pada setiap individu
pada hakekatnya adalah milik Allah yang dititipkan kepada manusia, maka tidak ada
satu alasanpun bagi kita untuk menahan sumber daya Allah hanya pada sebagian
orang saja.
“Bukan seorang yang beriman, ketika ia makan dengan enak, sementara
ada tetangganya yang kepalaran.” Hadits Riwayat Imam Bukhari

4.Menciptakan kebebasan individu dalam konteks kesejahteraan sosial.


Pembatasan hak – hak seseorang tidak bisa dikenakan kepada orang
merdeka, berakal, dan baligh, kecuali bahwa ia melakukan perbuatan yang melukai
kepentingan orang lain atau kepentingan orang banyak. Bahkan terdapat keharusan
untuk melakukan pengendalian dan pembatasan bagi pekerja yang tidak amanah,
pegawai yang kotor, pejabat yang korupsi, hakim yang tidak adil, dan kepada mereka
yang mengabaikan hak – hak dan kepentingan umum, demi untuk menghindarkan diri
dari kerugian yang lebih besar lagi.

‫ك بِٱلْعُْر َو ِة ٱلْ ُو ْث َق ٰى َوإِىَل ٰ ٱللَّ ِه َعاقِبَةُ ٱأل ُُمو ِر‬ ِ ِ ِ ِ


ْ ‫َو َمن يُ ْسل ْم َو ْج َههُ إِىَل ٱللَّه َو ُه َو حُمْس ٌن َف َقد‬
َ ‫ٱستَ ْم َس‬

Yang artinya : “Dan barangsiapa berserah diri kepada Allah, sedang dia
orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhn ya dia telah berpegang pada buhul
(tali) yang kokokh. Hanya kepada Allah kesudahan segala urusan.” (QS Luqman :22)

C. Sumber Ekonomi Syari’ah


1. Al – Qur’an
Salah satu ayat tentang tata cara bermuamalah dijelaskan dalam QS. Al –
Baqarah ayat 282 yang berbunyai :

ِ ِ ِ‫يٰأَيُّها ٱلَّ ِذين آمُنۤواْ إِذَا تَ َداينتُم بِ َدي ٍن إِىَل ٰ أَج ٍل ُّمس ًّمى فَٱ ْكتُبوه ولْيكْتُب بَّينَ ُكم َكات‬
َ ْ‫ب بٱلْ َع ْدل َوالَ يَأ‬
‫ب‬ ٌ ْ ْ ََُ ُ َ َ ْ َ َ َ َ
‫س ِمْنهُ َشْيئاً فَإن َكا َن ٱلَّ ِذى‬ َّ ِ ِ ِ َّ ِ
ْ ُ‫ب َك َما َعلَّ َمهُ ٱللَّهُ َف ْليَكْت‬
ْ ‫ب َولْيُ ْمل ِل ٱلذى َعلَْيه ٱحْلَ ُّق َولْيَتَّق ٱللهَ َربَّهُ َوالَ َيْب َخ‬ َ ُ‫ب أَ ْن يَكْت‬
ِ
ٌ ‫َكات‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ‫علَي ِه ٱحْل ُّق س ِفيهاً أَو‬
ْ ‫يع أَن مُي َّل ُه َو َف ْليُ ْمل ْل َوليُّهُ بِٱلْ َع ْدل َو‬
ْ‫ٱستَ ْش ِه ُدواْ َش ِه َيديْ ِن ِّمن ِّر َجال ُك ْم فَِإن مَّل‬ ُ ‫ضعيفاً أ َْو الَ يَ ْستَط‬
َ ْ َ َ َْ
ِ ِ ‫ان مِم َّن َترضو َن ِمن ٱلش‬
ِ َ‫ي ُكونَا رجلَ ِ َفرجل وٱمرأَت‬
ُ‫ُّه َدآء‬
َ ‫ب ٱلش‬ ْ ‫ُّه َدآء أَن تَض َّل إْ ْح َدامُهَا َفتُ َذ ِّكَر إِ ْح َدامُهَا ٱأل‬
َ ْ‫ُخَر ٰى َوالَ يَأ‬ َ َ َْ ْ َ ْ َ ٌ ُ َ ‫َ َ ُ نْي‬
َّ‫َّه َاد ِة َوأ َْدىَنٰ أَالَّ َتْرتَابُۤواْ إِال‬ ِ ْ‫ط ِع َند ٱللَّ ِه وأَق‬
ُ ‫َجلِ ِه ٰذلِ ُك ْم أَقْ َس‬ ِ ِ ‫إِذَا ما دعواْ والَ تَسأَمواْ أَن تَكْتُبوه‬
َ ‫وم للش‬
ُ َ َ ‫صغرياً أَو َكبِرياً إىَل ٰ أ‬
َ ُُ ُۤ ْ َ ُ ُ َ

َ‫ب َوال‬ ِ َّ ‫اضرةً تُ ِديرونَها بينَ ُكم َفلَيس علَي ُكم جنَاح أَالَّ تَكْتُبوها وأَ ْش ِه ُدواْ إِذَا َتبايعتُم والَ يض‬
ِ ‫جِت‬
ٌ ‫آر َكات‬ َ ُ َ ْ َْ َ ۤ َ َ ُ ٌ ُ ْ ْ َ َ ْ ْ َْ َ ُ َ ‫أَن تَ ُكو َن َ َارةً َح‬
ِ ٍ ِ ِ ٌ ‫َش ِهي ٌد وإِن َت ْف َعلُواْ فَِإنَّهُ فُس‬
ٌ ‫وق ب ُك ْم َو َّٱت ُقواْ ٱللَّهَ َويُ َعلِّ ُم ُك ُم ٱللَّهُ َوٱللَّهُ ب ُك ِّل َش ْيء َعل‬
‫يم‬ ُ َ

8
Yang artinya : Hai orang – orang yang beriman, apabila kamu
bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan
benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah
mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang
itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada
Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika
yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau Dia
sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan
jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang – orang lelaki (di
antaramu). jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang
perempuan dari sasksi – saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang
seorang mengingatkannya.
Janganlah saksi – saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka
dipanggil dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar
sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan
lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (Menimbulkan)
keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan
tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika)
kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli dan janganlah
penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka
Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada
Allah. Allah mengajarmu dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (QS Al –
Baqarah : 282)
Bermuamalah ialah seperti berjual beli, hutang piutang, atau sewa menyewa
dan sebagainya.
2. As – Sunnah
Salah satu contohnya adalah hadist yang menerangkan larangan menipu.
“Barang siapa yang menipu kami, maka tidak termasuk golongan kami.”

9
Atau hadits lain yang mebjelaskan tentang konsumsi. Yaitu anjuran untuk
memakaan sesuatu yang halal dan baik “Halal itu jelas, haram juga jelas, diantara
keduanya adalah subhat, tidak banyak manusia yang mengetahui. Barang siapa yang
menjaga diri dari subhat, maka ia telah bebas untuk agama dan harga dirinya, barang
siapa yang terjerumus kedalam subhat, maka ia di ibaratkan pengembala sekitar
tanah yang dilarang yang dikhawatirkan terjerumus. Ingatlah sesungguhnya setiap
pemimpin punya bumi larangan. Larangan Allah adalah hal yang diharamkan oleh
Allah SWT, ingatlah bahwa didalam jasad terdapat segumpal daging, jika baik maka
baiklah seluruhnya, jika jelek maka jeleklah seluruh tubuhnya, ingatlah daging itu
adalah hati” (Hadits Riwayat Imam Bukhori)
3. Ijtiahd
Untuk mendapatkan ketentuan – ketentuan hukum muamalah (Ekonomi
Syari’ah) yang baru, yang timbul seiring kemajuan zaman dan kebutuhan masyarakat,
sangat dibutuhkan pemikiran – pemikiran baru yang biasa dikenal dengan ijtihad.
Sumber ijtihad inilah yang memegang peranan penting dalam mengembangkan fikih
Islam, terutama dalam bidang muamalah (Ekonomi).
Dan kiranya tidak terlalu berlebihan jika kita mengatakan bahwa sumber
ijtihad yang paling banyak dibutuhkan adalah dalam bidang muamalah [4].

D. Dasar – Dasar Ekonomi Syari’ah


1. Mengakui hak milik (Baik secara pribadi atau umum)
Sistem ekonomi syari’ah mengakui hak seseorang untuk memiliki apa saja
yang ia inginkan dari barang – barang produksi ataupun barang konsumsi. Dalam hal
ini ekonomi syari’ah juga mengakui kemaslahatan umum, guna mencapai
keseimbangan dan keadilan di masyarakat. Hal ini tampaknya jelas terbukti bahwa
sistem ekonomi diluar konsep islam, seperti konsep liberal, sosialis dan komunis
menemui kegagalan bahkan kebangkrutan. Contohnya ambruknya raksasa sosialis
komunis Uni Soviet.
Demikianlah sepertinya konsep bahwa yang baik dan benar akan tetap dan
yang buruk dan batil pastilah lambat laun akan mengalami kehancuran. Seperti dalam
kalamnya yang indah 

10
ِ ِ ‫ِ ىِف‬ ِ ‫ِ مِم‬ ِ ِ َّ ‫أََنز َل ِمن‬
َ‫ٱلسْي ُل َزبَداً َّرابياً َو َّا يُوق ُدو َن َعلَْيه ٱلنَّار ٱبْتغَآء‬ ْ َ‫ت أ َْوديَةٌ بَِق َد ِر َها ف‬
َّ ‫ٱحتَ َم َل‬ ْ َ‫ٱلس َمآء َمآءً فَ َسال‬ َ َ
‫ث ىِف‬ ِ ‫ض ِرب ٱللَّه ٱحْل َّق وٱلْب‬ ِ ٍ َ‫ِح ْليَ ٍة أ َْو َمت‬
ُ ‫َّاس َفيَ ْم ُك‬
َ ‫ب ُج َفآءً َوأ ََّما َما يَن َف ُع ٱلن‬
ُ ‫ٱلزبَ ُد َفيَ ْذ َه‬
َّ ‫اط َل فَأ ََّما‬َ َ َ ُ ُ ْ َ‫ك ي‬ َ ‫اع َزبَ ٌد ِّم ْثلُهُ َك ٰذل‬
ِ ِ ‫ٱألَر‬
‫ب ٱللَّهُ ٱأل َْمثَ َال‬
ُ ‫ض ِر‬ َ ‫ض َك ٰذل‬
ْ َ‫ك ي‬ ْ
Yang artinya : “Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka
mengalirlah ia (Air) di lembah – lembah menurut ukurannya, maka arus itu
membawa buih yang mengambang. Dan dari apa (Logam) yang mereka lebur dalam
api untuk membuat perhiasan atau alat – alat, ada (Pula) buihnya seperti (Buih arus)
itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan tentang yang benar dan yang batil.
Adapun buih akan hilang sebagai sesuatu yang tidak ada gunanya, tetapi yang
bermanfaat bagi manusia, akan tetap ada di bumi. Demikianlah Allah membuat
perumpamaan” (QS Ar – Rad : 17)
2. Kebebasan ekonomi bersyarat
Dalam hal ini ada syarat yang harus dipenuhi dari kebebasan – kebebasan
berekonomi tersebu, diantaranya adalah :

 Memperhatikan halal dan haram.

 Komitmen terhadap kewajiban – kewajiban yang telah di isyaratkan dalam

Islam.

 Tidak menyerahkan pengelolaan harta.

 Tidak menyerahkan pengelolaan harta kepada orang – orang bodoh, kurang

akal dan lemah.

 Hak untuk berserikat (Saling memiliki) dengan tetangga atau mitra kerja.

 Tidak dibenarkan mengelola harta pribadi yang merugigan kepentingan orang

banyak. Hal ini harus memenuhi kaidah hukum sebagai berikut :


1.   Laa dharar wala dhirar ( tidak boleh merugikan atau

membahayakan.

2. Adharar yulal (menghlangkan kemudharatan atau bahaya).

3. Menanggung beban kerugian untuk mencegah bahaya yang

menimpa masyarakat umum.

 At – Takaful Al – Ijtima’I  (Kebersamaan dalam menangung suatu kebaikan).

11
E. Keistimewaan dan Karakteristik Ekonomi Syari’ah
Terdapat keistimewaan dan karakteristik ekonomi syari’ah yang berbeda dengan
sistem ekonomi konvensional,yaitu :
1. Ekonomi syariah adalah sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dari konsep islam yang
utuh dan menteluruh.
2. Aktifitasnya adalah suatu bentuk ibadah.
3. Tatanan ekonomi syari’ah memiliki tujuan yang mulia.
4. Ekonomi syari’ah merupakan sistem yang memiliki pengawasan melekat yang
berakar dari keimanan dan tanggung jawab kepada Allah SWT.
5. Merupakan sebuah sistem yang menselaraskan antara maslahat individu dan
maslahat umum [5].
6. Terikat pada akidah, syariah dan moral.
7. Keseimbangan antara rohani dan kebendaan.
8.  Kebebasan individu yang dijamin oleh islam.
9. Negara diberi wewenang untuk ikut turut campur dalam perekonomian.
10. Bimbingan konsumsi.
11. Petunjuk investasi.
12. Zakat.
13. Larangan riba [6].

F. Seputar Kompilasi Hukum Eokonomi Syari’ah


1. Penyusunan Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah
Lahirnya Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah tersebut berawal dari
terbitnya Undang – Undang No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Undang –
Undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama (Undang – Undang Peradilan
Agama).

12
Undang – Undang No.3 Tahun 2006 ini memperluas kewenangan Peradilan
Agama sesuai dengan perkembangan hukum dan kebutuhan umat Islam Indonesia
saat ini. Dengan perluasan kewenangan tersebut, kini Peradilan Agama tidak hanya
berwenang menyelesaikan sengketa di bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah,
wakaf, dan sadaqah saja, melainkan juga menangani permohonan pengangkatan anak
(Adopsi) dan menyelesaikan sengketa dalam zakat, infaq, serta sengketa hak milik
dan keperdataan lainnya antara sesama muslim, dan ekonomi syari’ah. Kaitannya
dengan wewenang baru Pengadilan Agama ini tercantum dalam dalam Pasal 49
Undang – Undang Peradilan Agama yang diubah menjadi :
Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan
menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang – orang yang beragama Islam
di bidang :

1. Perkawinan
2. Waris
3. Wasiat
4. Hibah
5. Wakaf
6. Zakat
7. Infaq
8. Sadaqah, dan
9. Perekonomian syari’ah itu sendiri
Yang dimaksud dengan ekonomi syari’ah adalah perbuatan atau kegiatan
usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari’ah, antara lain meliputi:
a. Bank syari’ah
b. Lembaga keuangan mikro syari’ah
c. Asuransi syari’ah
d. Re – Asuransi syari’ah
e. Reksadana syari’ah
f. Obligasi dan surat berharga berjangka menengah syari’ah
g. Sekuritas syari’ah
h. Pembiayaan syari’ah

13
i. Pegadaian syari’ah
j. Dana pensiun lembaga keuangan syari’ah, dan
k. Bisnis syari’ah lainnya.
Setelah Undang – Undang No. 3 Tahun 2006 tersebut diundangkan maka
Ketua Mahkamah Agung membentuk Tim Penyusunan Kompilasi Hukum Ekonomi
Syari’ah berdasarkan surat keputusan Nomor : KMA/097/SK/X/2006 tanggal 20
Oktober 2006 yang diketuai oleh Prof. Dr. H. Abdul Manan, S.H., S.I.P., M.Hum.
Tugas dari Tim tersebut secara umum adalah menghimpun dan mengolah
bahan (Materi) yang diperlukan, menyusun draft naskah, menyelenggarakan diskusi
dan seminar yang mengkaji draft naskah tersebut dengan lembaga, ulama dan para
pakar, menyempurnakan naskah, dan melaporkan hasil penyusunan tersebut kepada
Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia
2. Langkah – langkah atau tahapan yang telah ditempuh oleh Tim Penyusun Kompilasi
Hukum Ekonomi Syari’ah tersebut adalah :
a. Menyesuaikan pola pikir (United Legal Opinion) dalam bentuk seminar ekonomi
syari’ah di Hotel Sahid Kusuma Solo pada tanggal 21 – 23 April 2006 dan di
Hotel Sahid Yogyakarta pada tanggal 4 – 6 Juni 2006. Pembicara dalam dua
seminar tersebut adalah para pakar ekonomi syari’ah, baik dari perguruan tinggi,
DSN/MUI, Basyarnas, dan para praktisi perbankan syariah (Bank Muamalat) serta
para hakim dari lingkungan peradilan umum dan Peradilan Agama.
b. Mencari format yang ideal (United Legal Frame Work) dalam bentuk pertemuan
dengan Bank Indonesia dalam rangka mencari masukan tentang segala hal yang
berlaku pada Bank Indonesia terhadap ekonomi syari’ah dan sejauh mana
pembinaan yang telah dilakukan oleh Bank Indonesia terhadap perbankan
syari’ah. Acara tersebut dilaksanakan di Hotel Bidakara Jakarta pada tanggal 7
Juni 2006. Selain itu juga telah dilaksanakan Semiloka tentang ekonomi syari’ah
di Hotel Grand Alia Cikini Jakarta tanggal 20 November 2006. Pembicara dalam
acara tersebut adalah para pakar ekonomi syariah dari Bank Indonesia, Pusat
Komunikasi Ekonomi Syari’ah (PKES), Majelis Ulama Indonesia, Ikatan Para
Ahli Ekonomi Syari’ah dan para praktisi hukum.

14
c. Melaksanakan kajian pustaka (Library Research) yang disesuaikan dengan
pembagian empat kelompok di atas. Untuk melengkapi referensi, Tim Kompilasi
Hukum Ekonomi Syari’ah telah melakukan studi banding ke Pusat Kajian
Ekonomi Islam Universitas Islam Internasional Kuala Lumpur, Pusat Takaful
Malaysia Kuala Lumpur, Lembaga Keuangan Islam dan Lembaga Penyelesian
Sengketa Perbankan di Kuala Lumpur pada tanggal 16 – 20 November 2006. Studi
banding juga dilaksanakan ke Pusat Pengkajian Hukum Ekonomi Islam
Universitas Islam Internasional Islamabad, Shariah Court Pakistan, Mizan Bank
Islamabad Pakistan, Bank Islam Pakistan dan beberapa lembaga keuangan shariah
di Pakistan. Kunjungan ini dilaksanakan pada tanggal 25 – 27 Juni 2007.
d. Tahap pengolahan dan analisis bahan dan data – data yang sudah terkumpul. Draft
Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah yang disusun dalam tahap pertama sebanyak
1015 pasal dilaksanakan selama empat bulan. Kemudian diadakan pembahasan
dan diskusi tentang isi materi draft Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah tersebut.
3. Kitab – kitab yang menjadi rujukan terbentuknya Kompilasi Hukum Ekonomi
Syari’ah :
a. Al fiqh al Islami wa Adhilatuhu, karya Wahbah al Zuhaili
b. Al Fiqh Al Islami fi Tsaubihi al jadid, karya Mustafa Ahmad Zarqa
c. Al Muammalat al madiyah wa al Adabiyah, karya Ali Fikri
d. Al wasith fi syarh al qanun al madani al jadid, karya Abd al Razaq ahmad al
Sanhuri
e. Al muqarat al tasyriyyah baina al qawaniin al wadhiyah al madaniyah wa al
tasyri’ al islami, karya sayyid Abdullah Al husaini
f. Durar al Hukam Syarah Majjalat al ahkam, karya Ali Haidar
g. Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional
h. Peraturan Bank Indonesia tentang Perbankan
i. PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) No. 59 tanggal 1 Mei 2002
tentang Perbankan Syari’ah.
Dari beberapa tahap diatas maka lahirlah sebuah buku kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah berdasarkaan keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
No.2 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.
15
G. Praktik Ekonomi Syari’ah di Indonesia
Ekonomi syariah secara historis di Indonesia berdasarkan paket kebijakan
Menteri keuangan pada Desember 1983 atau yang sering disebut dengan Pakdes 1983.
Kebijakan ini memberikan peluang kepada bank untuk memberikan bunga 0% (Zero
Interest). Kemudian pada tahun 1988 terdapat Paket Oktober yang intinya memberikan
kemudahan untuk mendirikan bank – bank baru [7]. Akhirnya pada tahun 1991 muncullah
bank – bank yang sesuai dengan prinsip syariah yakni Bank Muammalat Indonesia (BMI).
BMI muncul dilatarbelakangi adanya rekomendasi lokakarya ulama tentang
bunga bank yang berlangsung di Cisarua Bogor 19 – 22 Agustus 1990. Kemudian hasil
lokakarya tersebut dibahas pada Musyawarah Nasional (Munas) IV Majelis Ulama
Indonesia yang berlangsung di Hotel Syahid Jaya pada tanggal 22 – 25 Agustus 1990 di
Jakarta. Berdasarkan amanat Munas IV MUI dibentuklah kelompok kerja (Pokja) untuk
mendirikan bank syari’ah Indonesia.
Pada waktu itu belum ada dasar mengenai pendirian bank syari’ah, namun
adanya paket deregulasi perbankan Oktober 1988 (Pakto 88) dapat dijadikan acuan,
karena mengingat didalam pakto tersebut dijelaskan untuk diperkenankan adanya bank
dengan bunga 0% (Zero interest). Kemudian barulah pada tahun 1992 diundangkan
Undang – Undang No 7 tahun 1992 tentang perbankan yang secara implisit memberikan
alternatis operasional bank menggunakan prinsip bagi hasil. Hal ini kemudian ditindak
lanjuti dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah no.72 tahun 1992 tentang Bank
berdasarkan bagi hasil.
Pada tahun 1998 Undang – Undang No.7 tahun 1992 diubah dengan Undang –
Undang No.10 Tahun 1998 yang secara tegas mengakui keberadaan bank yang
berdasarkan prinsip syari’ah disamping konvensional. Pada tahun inilah dimulai system
perbankan ganda (dual banking system).
Lambat laun berkembangnya praktik Ekonomi syari’ah di Indonesia baik dalam
bentuk lembaga keuangan bank maupun lembaga keuangan non bank. Praktik ekonomi
syari’ah di Indonesia tersebut berdasarkan pada Fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN),
Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah, peraturan Bank Indonesia, peraturan ketua
Bapepam LK (Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan), edaran Bank
Indonesia dan peraturan perundang – undangan.
16
Salah satu hal yang paling penting yang harus diperhatikan pemerintah dalam
me – recovery ekonomi Indonesia adalah menerapkan ekonomi syari’ah. Ekonomi
syari’ah memiliki komitmen yang kuat pada pengentasan kemiskinan, penegakkan
keadilan, pertumbuhan ekonomi, penghapusan riba, dan pelarangan spekulasi mata uang
sehingga menciptakan stabilitas perekonomian.
17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
KHES atau Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah adalah suatu kompulan

positivisasi hukum ekonomi yang bersangkut paut dengan muamalah sehari – hari antara

satu orang atau lebih dengan pihak lainnya dengan objek dan waktu tertentu yang telah

ditetapkan bersama. Terbentunya KHES merupakan suatu bukti akan ke – eksistensian

Syari’ah atau Hukum Islam dalam kehidupan sehari – hari dan dalam berbagai dimensi

kehidupan. Seringkali masyarakat awam berpikir bahwa Syari’ah atau Hukum Islam

hanya terbatas pada masalah ubudiyah atau peribadatan, namun dengan adanya

positifisasi Hukum Ekonomi Syari’ah ini, akan lebih mempermudah interaksi muamalah

masyarakat muslim terutama dalam hal perekonomian.

Sebab KHES merupakn bentuk ijtihad yang dilakukan oleh berbagai ahli, maka

disana terdapat banyak pembahasan problematika kontemporer, seperti penjualan online,

zakat profesi, dan lain – lain. Tugas kita selanjutnya sebagai generasi muda Muslim yang

Nasionalis, juga Nasionalis yang Muslim adalah memperkuat ikatan beragama dan

berbangsa dengan aktif memunculkan gagasan yang apik guna menuju insan kamil dalam

masyarakat madani yang menjadi uswah bagi peradaban dunia. Akhirnya, kami

sampaikan banyak terima kasih atas segala perhatian. Saran dan kritik akan sangat

membantu kami dalam berkembang dan memacu diri menjadi lebih baik. Maaf atas segala

kesalahan dan kekurangan dalam pembuatan makalah ini.


18
DAFTAR PUSTAKA

 Unknown (2014, 7 Januari). Makalah Hukum Ekonomi Syari’ah (KHES). Dikutip pada
tanggal 3 Mei 2021 dari Dunia Ada di Tanganku :
http://ilma92.blogspot.com/2014/01/makalah-kompilasi-hukum-ekonomi-syariah.html
 Wibowo, Arief (2012, Februari). TUJUAN EKONOMI (DAN KEUANGAN) ISLAM.
Dikutip pada tanggal 3 Mei 2021 dari ISLAMIC FINANCE – 01 :
http://staffnew.uny.ac.id/upload/132255130/pendidikan/ISLAMIC+FINANCE+01+-
+TUJUAN+EKONOMI+ISLAM.pdf
 Ahmad Azhar Basyir. Asas – asas Hukum Muamallah.(Yogyakarta : UII Press, 2000)
 Abdul Ghafur Anshori. Penerapan Prinsip Syari’ah dalam Lembaga Keuangan,
Lembaga Pembiayaan, dan Perusahaan Pembiayaan.(Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
2008)
 Ahmad Izzan dan Syahri Tanjung. Refrensi Ekonomi Syariah : Ayat – ayat Al – Qur’an
yang Berdimensi Ekonomi. (Bandung : Rosdakarya, 2007)
 Mardani DR. Hukum Ekonomi Syari’ah di Indonesia. (Bandung : Rafika Aditama, 2011)
 Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masyarakat Madani (PPHIMM). Kompilasi Hukum
Ekonomi Syari’ah.(Jakarta : Kencana, 2009)
 Veithzal Rival dan Andi Buchari. Islamic Economics. (Jakarta : Bima Aksara, 2009)

[1] Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masyarakat Madani (PPHIMM), Kompilasi Hukum
Ekonomi Syari’ah, (Jakarta : Kencana, 2009) hlm, 3
[2] Ahmad Muhammad Al – Assal dan Fathi Ahmad Abdul Karim dalam DR. Mardani,
Hukum Ekonomi Syari’ah di Indonesia, (Bandung : Rafika Aditama, 2011) hlm. 1
[3] DR. Mardani, hlm. 1
[4] Ahmad Azhar Basyir, Asas – asas Hukum Muamalah, (Yogyakarta : UII Press, 2000),
hlm. 13
[5] Ahmad Izzan dan Syahri Tanjung, Refrensi Ekonomi Syariah : Ayat – ayat Al – Qur’an
yang Berdimensi Ekonomi, (Bandung : Rosdakarya, 2007), hlm. 33
[6] Veithzal Rival dan Andi Buchari, Islamic Economics, (Jakarta : Bima Aksara, 2009),
hlm. 168
19
[7] Abdul Ghafur Anshori, Penerapan Prinsip Syariah dalam Lembaga Keuangan, Lembaga
Pembiayaan, dan Perusahaan Pembiayaan, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008) hlm. 9
20

Anda mungkin juga menyukai