Anda di halaman 1dari 4

TERMINASI AKAD ( PERJANJIAN ) Bahan Kuliah Hukum Perikatan RESUME (Bahan Hukum Perjanjian Syariah oleh Syamsul Anwar).

Yang dimaksud dengan Terminasi Akad adalah terputusnya suatu perjanjian karena sesuatu hal sebelum masa perjanjian selesai atau sebelum tujuan dari perjanjian itu tercapai. Dengan kata lain perjanjian tersebut telah di fasakh (di putus). Secara umum fasakh dalam hukum Islam meliputi : 1. Fasakh terhadap akad yang tidak memenuhi syarat sahnya akad. 2. Fasakh terhadap akad yang tidak mengikat 3. Fasakh terhadap akad yang disepakati oleh pihakpihak yang berakad. 4. Fasakh terhadap akad karena salah satu pihak yang berakad tidak melaksanakan perikatannya. Terminasi akad meliputi 4 hal, antara lain : 1. Terminasi akad berdasarkan kesepakatan bersama ( alIqalah ) Maksudnya adalah adanya kesepakatan pihakpihak yang melaksanakan akad untuk mengakhiri akad dengan segala akibat hukumnya, sehingga masing masing pihak berstatus seperti pada saat sebelum terjadi akad atau seolah tidak pernah terjadi akad. Dasar syariah dari hal ini adalah Hadist riwayat Ibn Hibban dari Abu Hurairah bahwa Nabi SAW bersabda : Barang siapa menyetujui permintaan pemutusan transaksi (aqala) dari seorang yang menyesal, Allah akan membebaskannya dari kesalahannya dihari kiamat ( Hadits riwayat Ibn Hibban ) Syaratsyarat iqalah agar pemutusan akad sah : a. akad merupakan akad yang dapat di fasakh b. adanya persetujuan antara kedua belah pihak c. objek akad masih utuh, bila sudah berkurang, maka sisanya diperhitungkan dengan harga yang proporsional d. tidak menambah harga dari harga pokok. Beberapa ketentuan hukum tentang iqalah : a. Yang berhak melakukan iqalah adalah pihak yang berakad atau ahli waris yang telah mendapat ratifikasi dari yang berhak. b. Akad dan segala yang berkaitan dengannya telah berakhir dengan segala akibat hukumnya dan objek akad masih ada. c. Berlaku khiyar syarat dan khiyar cacat. Maksudnya bila objek cacat atau rusak maka salah satu pihak berhak membatalkan iqalah. 2. Terminasi akad terkait pembayaran urbun dimuka ( uang panjar ) Menurut ahli hokum Islam pra modern berpendapat bahwa urbun tidak sah. Namun menurut mazhab Hambali dan Imam Ahmad urbun tidak bertentangan dengan hukum Islam. Beberapa Negara Islam juga menganut

mazhab Hambali. Di Indonesia urbun disebut juga uang muka, dan diberlakukan dalam akad pembiayaan murabahah dalam lembaga keuangan syariah dengan ketentuan sebagai berikut : a. jika nasabah membeli barang, ia tinggal membayar sisa harga b. jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung bank, jika tidak cukup nasabah harus melunasi. Fatwa Dewan Syariah Nasional bahwa urbun adalah sebagai ganti rugi dengan alas an sebagai berikut : a. besarnya urbun yang ditarik bank adalah sebesar kerugian yang dialami, bila urbun lebih besar dari kerugian bank maka uang sisa dikembalikan pada nasabah, jika kurang nasabah harus melunasi. b. Dewan Syariah Nasional tidak menyinggung hadits larangan urbun. c. Adanya klausul bahwa kaum muslimin setia pada syaratsyarat akad, tidak boleh merugikan diri sendiri maupun orang lain. 3. Terminasi akad karena salah satu pihak menolak melaksanakannya Menurut fiqh pra modern membatasi kebolehan fasakh. a. Akad jual beli, bila pembeli tidak membayar selambat lambatnya tiga hari maka akad sah, bila pembeli membayar harga dalam tempo yang ditentukan maka akad mengikat, bila pembeli tidak membayar atau meninggal dunia maka akad menjadi fasid ( harus di fasakh ) b. Akad gadai, bila salah satu pihak melakukan kesalahan dengan menjual atau menggadaikan kembali dengan pihak ketiga, maka akad kedua tersebut menjadi batal dengan segala akibat hukumnya, dan akad gadai pertama tidak difasakh. c. Akad perdamaian, bila salah satu pihak tidak melaksanakan perikatannya maka pihak yang lain tidak dapat memfasakh akad, melainkan menuntut ganti rugi, bila tergugat sudah membayar ganti rugi dan berdamai maka gugatan menjadi gugur. d. Akad sewa, bila penyewa tidak membayar biaya sewa maka pihak yang menyewakan berhak untuk memfasakh akad sewa. Syarat fasakh meliputi : a. dilakukan terhadap akad timbal balik ( akad atas beban ) b. salah satu pihak tidak melaksanakan perikatannya sehingga pihak

lain berhak mengajukan fasakh c. pihak yang meminta fasakh benarbenar telah melaksanakan perikatannya. d. Fasakh dilakukan melalui hakim / pengadilan. Apabila pihak yang difasakh memberikan pembelaan yaitu dengan tidak melaksanakan perikatan karena pihak yang memfasakh tidak memenuhi kewajibannya, maka pihak yang difasakh menunda pelaksanaan perikatan. Penundaan ini disebut hak menahan ( haqq alhabs ) Syarat haqq alhabs antara lain : a. Penahanan terjadi dalam akad timbal balik dimana pelaksanaan satu perikatan terkait dengan pelaksanaan perikatan lawan b. Perikatan yang ditahan harus merupakan perikatan yang lebih belakang pelaksanaannya. Seorang penjual lebih berhak menahan daripada pembeli. Hak menahan perikatan berakhir bila : a. b. c. pihak mitra telah melaksanakan perikatannya pihak yang menahan melepaskan hak menahan secara diamdiam berakhirnya perikatan karena suatu sebab. 4. Terminasi akad karena mustahil dilaksanakan Apabila salah satu pihak tidak melaksanakan perikatan karena adanya factor eksternal maka akad akan batal dengan sendirinya tanpa perlu putusan hakim. Contoh : Apabila barang yang hendak dijual musnah karena bencana alam maka akad menjadi batal dan pembeli berhak meminta kembali uang pembayaran bila telah membayar. Apabila barang yang hendak dijual musnah karena pihak ketiga maka : Pihak yang berakad tetap meneruskan akad dengan pihak pembeli meminta ganti rugi kepada pihak ketiga. Akad batal dengan pihak pembeli meminta uang yang telah dibayarkan (bila telah membayar) kepada pihak penjual, dan pihak penjual meminta ganti rugi kepada pihak ketiga sebagai penyebab musnahnya barang.

=================================

Anda mungkin juga menyukai