Syariah
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Legal and Contract Drafting Bisnis Islam
Dosen Pengampu:
Dr. H. Shofa Robbani, Lc, M.A
Disusun oleh:
1. Alfin Nadhiroh (2018.5502.04.0735) (2018.4.055.0204.1.000668)
2. Bayu Setiyawan (2018.5502.04.0740) (2018.4.055.0204.1.000673)
3. Siska Robiatul Isnaini (2019.5502.04.00846) (2019.4.055.0204.1.000772)
i
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam era globalisasi untuk menghadapi pertumbuhan perekonomian,
perbankan merupakan salah satu sektor yang harus dimanfaatkan oleh para pelaku
ekonomi melalui pemberian fasilitas pembiayaan. Pembiayaan sendiri diharuskan
terjadinya akad agar terbentuknya suatu ikatan antara penawar dan juga penrima
tawaran.
Akad menurut Hasbi Ash-Shiddieqy ialah pengumpulan dua ujung tali yang
diikat sehingga keduanya menjadi tersambung, kemudian keduanya menjadi sebuah
benda. Akad merupakan keterkaitan antara ijab dan kabul yang mengakibatkan
terjadinya suatu hukum. Sebab ijab sebagai penawaran dari satu pihak, sedangkan kabul
ialah jawaban sebagai tanda disetujuinya penawaran dari pihak pertama. Akad tidak
akan terjadi apabila tidak ada keterkaitan kehendak kedua belah pihak.
Betapa pentingnya akad dalam transaksi, maka setiap orang diharuskan
memahami syarat dan rukun dalam akad. Dikarenakan pada zaman sekarang banyak
sekali orang yang telah menyalahgunakan kewenangan dalam berakad yang
menjadikan akad tersebut tidak sah untuk dilakukan.
Disini penulis menyampaikan pengertian akad dari berbagai pendapat, ada pula
klasifikasi akad yang didasarkan pada jenis, konsekuensi hukum dan juga pada bisnis
islam.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Akad
Akad berasal dari bahasa Arab, al-aqd yang berarti mengikat atau kewajiban,
dapat pula diartikan sebagai kontak atau perjanjian.1 Maksud dari kata tersebut ialah
melakukan suatu perjanjian untuk disetujui antara kedua belah pihak. Pengertian
akad menurut bahasa sebagaimana yang kemukakan oleh Sayyid Sabiq adalah
العقد معناه الرابط والتفاق
Artinya: “akad berarti ikatan dan persetujuan”2
Akad menurut Hasbi Ash-Shiddieqy ialah pengumpulan dua ujung tali yang
diikat sehingga keduanya menjadi tersambung, kemudian keduanya menjadi sebuah
benda. Akad pula menjadi sebab dari ditetapkan syara’ yang darinya menjadi timbul
beberapa akad. Menurut para fuqaha akad ialah ikatan antara ijab dan qabul dengan
cara yang dibenarkan syara’ yang menetapkan keridhaan kedua belah pihak.3 Akad
merupakan keterkaitan antara ijab dan kabul yang mengakibatkan terjadinya suatu
hukum. Sebab ijab sebagai penawaran dari satu pihak, sedangkan kabul ialah
jawaban sebagai tanda disetujuinya penawaran dari pihak pertama. Akad tidak akan
terjadi apabila tidak ada keterkaitan kehendak kedua belah pihak.
Akad bisa diartikan menjadi dua yaitu secara umum dan khusus. Menurut
Syafi’iyah, Malikiyah, dan Hanafiyah akad secara umum ialah segala sesuatu yang
apabila dikerjakan berdasarkan keinginannya sendiri, seperti wakaf. Sedangkan
secara khususnya ialah ikatan yang telah ditetapkan dengan ijab dan qabul sesuai
dengan ketentuan syara’ yang berdampak pada objeknya.
Akad itu sendiri adalah ikatan antara dua belah pihak yang telah bersepakat,
maka wajib bagi masing-masing pihak untuk melaksanakan kewajibannya. Tujuan
tejadinya akad sendiri ialah untuk mrlahirkan suatu akibat hukum, atau juga dapat
diartikan untuk terwujudnya tujuan bersama yang telah dilakukan kedua belah
pihak melalui akad.
1
Abi Husain Ahmad bin Faris bin Zakariyah, Mu’jam Maqayis al-Lughah (Beirut:1994),h. 679
2
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Jus III (Cet. I; Beirut: Dar al-Kutub al-‘Arabiy. 1997), h. 47
3
TM Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Fiqh Muamalah, Ed. 2 (Semarang: Pustaka Rizki
Putra, (1997), hal: 20-21
3
4
Veithzal Rivai, dkk., Islamic Transaction Law in Business: Dari Teori ke Praktik (Jakarta: Bumi Aksara, 2011)
hal: 43.
4
yang ia tidak berhak. Menurut hukum, penerima yang salah ini berkewajiban untuk
mengembalikan uangnya. maka dari itu, akad quasi kewajiban yang dipaksakan
atas dasar prinsip Islam dalam hal memulihkan hak orang lain.
5
Fatmah, Kontrak Bisnis syariah, hal 37-39
5
akad. Contoh akad yang dibatalkan misalnya penjualan dan pembelian barang
curian.
6
Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Ekonomi Islam. h.314
6
Disini akad yang digunakan dalam menghimpun dana ada dua yaitu
wadi’ah dan mudharobah. wadi’ah sendiri artinya menitipkan barang
kepada seseorang dengan tanpa imbalan apapun. Sedangkan mudharabah
ialah kerja sama antara kedua belah pihak yang dimana satu pihak menjadi
penyedia dana yang satu pihak lainnya sebagai orang yang menjalankan
suatu bisnis, dan keuntungan yang diperoleh akan dibagi sesuai dengan
kesepakatan yang disepakati sebelumnya.
2. Jual Beli
Dalam jual beli sendiri memiliki beberapa akad yang mempermudah
transaksi pada zaman sekarang, seperti kad murabahah, sala, istishna.
Murabahah ialah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan
keuntungan yang disepakati. Salam adalah pembelian barang yang
diserahkan di kemudian hari, sementara pembayarannya dilakukan di
muka. Dan istishna merupakan suatu jenis khusus dari bai’ as-salam yang
merupakan akad penjualan antara pembeli dan pembuat barang.
3. Sewa Menyewa
Terdapat dua akad dalam akad sewa ini yaitu akad ijarah yang berarti
pembiayaan atas suatu barang dengan memanfaatkan barang yang disewa,
dan adapula ijarah muntahiyah bit-tamlik yang berarti sewa menyewa
barang antara bank dengan penyewa yang diikuti dengan perjanjian bahwa
diakhir pembiayaan barang tersebut menjadi hak si penyewa.
4. Upah/Jasa Pelayanan
Akad yang termasuk pada upah/jasa pelayanan yaitu Kafalah, Wakalah,
Hiwalah, Rahn dan Ju’alah.
7
BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
Akad berasal dari bahasa Arab, al-aqd yang berarti mengikat atau kewajiban,
dapat pula diartikan sebagai kontak atau perjanjian. Akad adalah ikatan antara dua
belah pihak yang telah bersepakat, maka wajib bagi masing-masing pihak untuk
melaksanakan kewajibannya. Tujuan tejadinya akad sendiri ialah untuk melahirkan
suatu akibat hukum, atau juga dapat diartikan untuk terwujudnya tujuan bersama.
Pengklasifikasian akad yang mengacu pada jenis akad dapat dibagi dalam tiga
kategori yaitu:
1. Akad Unilateral
2. Akad Bilateral
3. Akad Quasi
Pengklasifikasian berdasarkan pada konsekuensi legal dibagi menjadi enam
yaitu:
1. Valid Contract (Sahih)
2. Invalid or Deficient Contract (Fasid)
3. Void Contract (Batil)
4. Binding Contract (Lazim)
5. Enforceable Contract (Nafidh)
6. Withheld Contract (Mawquf)
Pengklasifikasian berdasarkan pada bisnis syariah dibagi menjadi 4 yaitu:
1. Penghimpun Dana
2. Jual Beli
3. Sewa Menyewa
4. Upah / Jasa Pelayanan
8
Daftar Pustaka
Ahmad Abi Husain bin Faris bin Zakariyah, Mu’jam Maqayis al-Lughah (Beirut:1994)
Sabiq Sayyid, Fiqh al-Sunnah, Jus III (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Arabiy. 1997)
Ash-Shiddieqy Hasbi, Pengantar Fiqh Muamalah, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1997)
Rivai Veithzal, dkk. Islamic Transaction Law in Business, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011)
Fatmah, Kontrak Bisnis syariah.
Nasution Mustafa Edwin, Pengenalan Ekonomi Islam.